I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi sekitar 35% dari kebutuhan masyarakat sehingga pemerintah harus melakukan impor susu segar sebanyak 65% mengingat kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belum terpenuhinya kebutuhan susu tersebut diakibatkan oleh rendahnya produktivitas dan populasi sapi perah di Indonesia. Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, tata cara pemerahan, sistem perkandangan, sanitasi dan penyakit. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas sapi perah di dalam negeri yaitu dengan mengimpor semen beku dari sapi pejantan Friesien Holstein (FH) yang unggul sebagai sumber materi perbaikan genetik pada perkawinan Inseminasi Buatan (IB). Kegiatan impor semen beku ini memerlukan kajian efektivitas penggunaan semen beku sapi pejantan FH impor dalam mewariskan sifat produksi susu kepada keturunannya pada kondisi tropis di Indonesia, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan pengaruh perbedaan lingkungan. Salah satu kajian yang perlu dilakukan adalah melalui Uji Performa terhadap kemampuan produksi susu yang dimiliki sapi perah betina keturunan dari sapi pejantan FH yang semen bekunya diimpor ke Indonesia. Performa produksi susu yang diamati tidak hanya terhadap produksi saja, tapi juga terhadap faktor lingkungan meliputi lama laktasi, umur, pemberian pakan, masa kosong dan masa kering. Pengelolaan lingkungan yang baik akan mempengaruhi produksi susu
2 pada saat masa laktasi. Masa laktasi merupakan masa ketika sapi perah sedang memproduksi susu setelah beranak. Lama laktasi yang ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan. Kondisi ini didasarkan sapi perah dapat beranak satu kali dalam setahun dengan lama kering kandang sekitar 2 bulan. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor susu segar maupun impor bibit sapi perah. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan nasional yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan pembibitan sapi perah nasional dengan melaksanakan kebijakan dibidang pemuliaan, produksi dan pemasaran bibit unggul sapi perah. Sebagai pusat penyediaan pembibitan sapi perah, BBPTU-HPT Baturraden harus menyediakan bibit yang mempunyai keunggulan dalam produksi susu baik kualitas maupun kuantitasnya, oleh karena itu dilakukanlah impor semen beku sapi pejantan FH unggul. Namun pelaksanaan kajian terhadap kualitas pejantan FH yang diimpor semen bekunya untuk meningkatkan kemampuan produksi keturunannya belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Pentingnya kajian kemampuan sapi pejantan FH impor dalam mewariskan kemampuan produksi susu kepada keturunannya, membuat penulis ingin melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan Uji Produksi Susu Sapi FH Keturunan Pejantan Impor di (BBPTU-HPT) Baturraden. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut : Bagaimana produksi susu 305 hari sapi FH keturunan pejantan impor yang ada di BBPTU-HPT Baturraden berdasarkan produksi susu total 305 hari, masa kering, dan frekuensi pemerahan pagi sore pada periode laktasi 1 dan 2.
3 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui produksi susu 305 hari sapi FH keturunan pejantan impor yang ada di BBPTU-HPT Baturraden berdasarkan produksi total 305 hari, masa kering, dan frekuensi pemerahan pagi sore pada periode laktasi 1 dan 2. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi ilmiah tentang produksi susu sapi FH keturunan pejantan impor yang baik agar dapat dijadikan sebagai acuan untuk memilih sapi perah unggul yang ada di BBPTU- HPT Baturraden. 1.5 Kerangka Pemikiran Sapi perah di Indonesia pada umumnya adalah bangsa Friesien Holstein (FH) dan keturunannya, dengan tujuan pemeliharaan untuk mendapatkan produksi susu. Produksi susu sapi perah di Indonesia sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan susu nasional, sehingga masih mengimpor susu sebanyak 60 70%. Susu segar yang diproduksi oleh sekitar 495.089 ekor sapi FH dengan kegiatan budidaya di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa. Populasi sapi FH terkonsentrasi terutama di Provinsi Jawa Timur (46,8%), Jawa Barat (25,2%), dan Jawa Tengah (24,9%) sedangkan sisanya dalam jumlah sangat kecil berada di luar pulau Jawa (Ditjen PKH, 2011). Perbaikan mutu genetik dengan menerapkan perkawinan outbreeding masih tetap menjadi prioritas dalam upaya meningkatkan populasi dan produktivitas sapi FH di Indonesia. Hal ini dilakukan antara lain dengan terus mengimpor semen beku pejantan FH unggul, disamping mulai dirintisnya upaya penyediaan sapi FH
4 pejantan lokal unggul. Perkawinan sapi perah di Indonesia hampir semuanya menerapkan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Pejantan yang digunakan dalam penerapan IB berkontribusi besar terhadap perbaikan genetik berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan anak dengan jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Namun pejantan yang dipakai sebagai sumber semen pada perkawinan IB perlu diseleksi secara ketat agar kemampuan produksi susu yang diturunkan kepada keturunannya dapat meningkatkan produksi susu total populasi generasi berikutnya. Sapi jantan tidak dapat mengekspresikan secara langsung produksi susu, untuk mengetahui potensi genetiknya sangat umum diestimasi melalui uji progeni dengan membandingkan produksi susu keturunannya terhadap produksi susu sapi perah betina keturunan pejantan lain (Anggraeni, 2006). Selain itu untuk mengetahui kualitas mutu genetik yang diturunkan pejantan perlu dikaji melalui Uji Performa produksi susu keturunannya. Uji Performa adalah pengujian yang dilakukan untuk memilih ternak bibit unggul berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran, penimbangan dan penilaian. Adapun beberapa parameter yang diamati pada Uji Performa yaitu produksi susu total 305 hari, umur ternak, frekuensi pemerahan, lama (hari) laktasi, dan masa kering (Anggraeni dkk., 1998). Produksi susu sapi keturunan FH di Indonesia yaitu sekitar 3.760 kg/laktasi, sedangkan di negara asalnya Australia sapi keturunan FH menghasilkan susu ratarata sekitar 6.000 kg/laktasi (Kamayanti dkk., 2006). Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Musim, curah hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi susu, dan pada kenyataannya
5 faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi susu (Swalve 2000 ; Khani et al, 2006). Produksi susu sapi perah umumnya diukur pada satu kali masa laktasi selama 305 hari dan dibutuhkan pencatatan produksi susu harian untuk menggambarkan kemampuan daya produksi yang lebih tepat. Standarisasi lama laktasi 305 hari berdasarkan perhitungan bahwa seekor sapi perah paling optimal dapat beranak satu kali dalam satu tahun, dengan lama kering kandang 6-8 minggu. Dewasa tubuh sapi perah dicapai pada umur 5,5-6 tahun dan pada umur ini seekor sapi perah diharapkan telah mencapai produksi optimalnya (Hardjosubroto,1994). 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 24 Mei 2015 di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.