D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERHITUNGAN STRUKTUR ATAS PADA JEMBATAN PAMEUNTASAN SOREANG KABUPATEN BANDUNG

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Underpass berbentuk kotak Sumber:

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

BAB III LANDASAN TEORI

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

BAB III LANDASAN TEORI

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

Dinding Penahan Tanah

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

5.2 Dasar Teori Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi seperti pada gambar :

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

MATERIAL BETON PRATEGANG

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB III LANDASAN TEORI

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

SKRIPSI PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN KOMPOSIT DESA PERJIWA

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

BAB II LANDASAN TEORI

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR)

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan laluan pejalan kaki, pemandu kenderaan atau kereta api di atas halangan itu (Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/jembatan). Jembatan dapat dibuat dengan menggunakan beton bertulang atau rangka baja. Namun untuk jembatan dengan bentang yang sangat panjang dan harus mampu menahan beban yang sangat berat, jika digunakan beton bertulang maka penggunaan bahan materialnya akan sangat besar dan membuat jembatan tersebut tidak ekonomis, dan jika digunakan rangka baja biayanya pun akan sangat mahal. Oleh karena itu dilakukan sebuah inovasi dengan beton prategang. Struktur beton prategang merupakan suatu struktur beton yang sebelum digunakan untuk mendukung beban luar diberikan tegangan awal tertentu terlebih dahulu. Tujuan memberikan tegangan awal atau prategangan, adalah untuk menimbulkan tegangan awal tekan beton pada lokasi di mana nantinya akan timbul tegangan tarik pada waktu komponen mendukung beban sedemikian rupa sehingga diharapkan sewaktu beban seluruhnya bekerja tegangan tarik total berkurang atau hilang sama sekali. Dikutip dari buku Desain Praktis Beton Prategang yang ditulis oleh Andri Budiadi, ada beberapa keuntungan dan kekurangan dalam penggunaan beton prategang. Keuntungannya antara lain: 1) Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang. 2) Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya. 3) Ketahan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan. 4) Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi jembatan segmen. 5) Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain. 8

6) Pada penampang yang diberi penegangan, tegangan tarik dapat dieliminasi karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima. Kekurangan beton prategang relatif lebih sedikit dibanding berbagai kelebihannya, diantaranya: 1) Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel, dll. 2) Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Ada dua metode pratekan, yaitu pre-tension (pratarik) dan post-tension (pascatarik). 1) Pre-Tension (Pratarik), adalah metode pembuatan beton prategang dengan memberikan gaya prategang sebelum beton dicor. Dibawah ini merupakan gambar proses dari metode pratarik. Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 4) Gambar 2.1 Proses Pembuatan Beton Prategang Pratarik 2) Post Tension (Pascatarik), adalah pembuatan beton prategang dengan memberikan gaya prategang setelah beton dicor. Gambar dari proses Post- Tension dapat dilihat pada Gambar 9. 9

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 4) Gambar 2.2 Proses Pembuatan Beton Prategang Pascatarik. 2.2 Tahap Pembebanan Beton prategang mengalami beberapa tahap pembebanan, dan pada setiap tahap dilakukan pengecekan baik pada bagian yang tertekan atau yang tertarik. Tahap pembebanan ini ada dua yaitu tahap transfer dan tahap servis. 1) Tahap transfer Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukan penarikan kabel prategang saat beton sudah mengering. Beban yang bekerja pada tahap ini hanya beban mati dari struktur jembatan tersebut, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Momen yang bekerja adalah momen minimum, karena beban hidup belum bekerja. Karena belum ada kehilangan gaya prategang, gaya yang bekerja adalah maksimum. 2) Tahap servis Tahap yang kedua adalah tahap servis yang merupakan tahap dimana struktur beton prategang telah digunakansebagai komponen struktur. Momen yang bekerja pada tahap ini adalah momen maksimum, yaitu Momen Dead Load 10

(M DL ) dan Momen Life Load (M LL ). Sedangkan gaya yang bekerja adalah minimum karena kehilangan gaya prategang mulai diperhitungkan. 2.3 Peraturan Beban Jembatan Tugas akhir ini mengacu kepada RSNI T 02 2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan. 2.3.1 Beban Mati (DL) Berdasarkan RSNI T 02 2005, beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural. Benban mati diantaranya adalah berat sendiri dan beban mati tambahan. 1) Berat sendiri, adalah berat dari seluruh bagian jembatan baik struktural maupun nonstruktural. Tabel 2.1 Berat isi untuk beban mati [kn/m 3 ] No. Bahan Berat/Satuan Isi [kn/m 3 ] Kerapatan Massa [kg/m 3 ] 1 Campuran alumunium 26.7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240 3 Besi tuang 71.0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320 6 Aspal beton 22.0 2240 7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000 8 Beton 22.0-25.0 2240-2560 9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640 10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600 11 Timbal 111 11 400 12 Lempung lepas 12.5 1280 13 Batu pasangan 23.5 2400 14 Neoprin 11.3 1150 15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760 16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920 17 Lumpur lunak 17.2 1760 18 Baja 77.0 7850 19 Kayu (ringan) 7.8 800 20 Kayu (keras) 11.0 1120 21 Air murni 9.8 1000 22 Air garam 10.0 1025 23 Besi tempa 75.5 7680 11

2) Beban mati tambahan (utilitas), adalah berat dari bahan-bahan pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural. Besar beban mati tambahan ini berubah selama umur rencana. 2.3.2 Beban Lalu Lintas Berdasarkan RSNI T 02 2005, beban lalu lintas pada perencanaan jembatan adalah beban lajur (D) dan beban truk (T). 1) Beban Lajur (D) Beban ini bekerja pada seluruh lajur jembatan, dan mempengaruhi pada jembatan. Dalam perhitungan jembatan bentang sedang sampai panjang, umumnya menjadikan beban D sebagai beban penentu. Dalam perencanaan, lajur lalulintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. a. Beban Terbagi Rata (BTR) Berdasarkan RSNI T-02-2005, BTR mempunyai intensitas q kpa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total. Keterangan: q = intensitas BTR dalam arah memanjang jembatan. L = panjang total jembatan yang dibebani (meter). b. Beban Garis (BGT) Berdasarkan RSNI T-02-2005, BGT dengan intensitas p kn/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kn/m. 12

Sumber : RSNI T-02-2005. Gambar 2.3 Beban Lajur D. 2) Beban Truk (T) Pembebanan truk T terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat pada Gambar 2.4. Sumber : RSNI T 02 2005. Gambar 2.4 Pembebanan Truk T (500 kn). Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar arah memanjang jembatan (RSNI T-02-2005;22 dari 63). 13

2.4 Perhitungan Pelat Lantai Pelat lantai jembatan merupakan suatu komponen struktur yang berfungsi menahan beban yang bekerja (beban mati dan beban kendaraan). Pelat lantai digolongkan menjadi dua tipe yaitu pelat satu arah (one way slab) dan pelat dua arah (two way slab) (Susanto, 2010;1). 1) Pelat satu arah (one way slab), adalah pelat yang memikul momen lentur pada satu arah. Suatu pelat lantai dikatakan satu arah apabila: 2) Pelat dua arah (two way slab), adalah pelat yang memikul momen lentur pada dua arah (l x dan l y ). suatu pelat lantai dikatakan dua arah apabila: Keterangan : = sisi terpanjang = sisi terpendek 2.4.1 Perencanaan Pelat Lantai terhadap Lentur Berdasarkan SNI T-12-2004, perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan. Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003. Faktor Sumber : SNI T-12-2004. Gambar 2.5 Regangan dan Tegangan pada Penampang Beton Bertulang. atau faktor bentuk distribusi tegangan beton diambil sebesar: untuk untuk Faktor reduksi kekuatan (ᴓ) untuk lentur diambil 0,8. 14

1) Tebal Minimum Pelat Lantai (RSNI T-12-2004) Ketebalan minimum pelat lantai yang berfungsi untuk menahan beban mati dan kendaraan harus memenuhi: Keterangan: t s = tebal pelat lantai L = bentang pelat lantai di ukur dari pusat ke pusat tumpuan (m). 2) Persyaratan Tulangan Minimum Berdasarkan SNI T-12-2004 tulangan minimum harus dipasang untuk menahan tegangan tarik utama sebagai berikut: a. Pelat yang ditumpu kolom: b. Pelat yang ditumpu balok atau dinding: Keterangan: = rasio tulangan minimum As = luas tulangan (mm 2 ) b = lebar pelat lantai per 1 m (=1000 mm) d = tinggi efektif pelat lantai (mm) = ts d d = tebal selimut beton + (½ x diameter tulangan utama) fy = mutu baja (MPa) Luas tulangan (As) dihitung dengan rumus: As = ρ x b x d Keterangan: ρ = rasio tulangan = mutu beton (MPa) Tulangan harus memenuhi syarat daktilitas tulangan dari suatu penampang, yaitu: 15

Koefisien tegangan penampang harus memenuhi syarat berikut: Rn Rmax Keterangan: Mn Mu = Momen nominal rencana (kn.m) = Momen ultimit (kn.m) Untuk mengetahui perlu digunakan tulangan rangkap atau tunggal, maka perlu diperiksa terhadap momen lentur nominal maksimum yang ada terhadap momen ultimit yang bekerja. Ketentuan tersebut adalah:, tidak perlu tulangan rangkap., perlu tulangan rangkap. 3) Penyebaran tulangan untuk pelat lantai (tulangan bagi sejajar arah lalu lintas) Berdasarkan SNI T-12-2004, persentase penyebaran tulangan untuk pelat lantai adalah sebagai berikut (diambil sebagai persentase dari tulangan pokok): a. Tulangan pokok sejajar arah lalu lintas: (max. 50%, min. 30%) b. Tulangan pokok tegak lurus arah lalu lintas: (max. 67%, min. 30%) Keterangan: l = jarak antar balok (m) 16

Dengan demikian, luas tulangan bagi sejajar arah lalu lintas dapat dihitung dengan rumus berikut: As = persentase x As Keterangan: As = luas tulangan bagi (mm 2 ) As = luas tulangan pokok (mm 2 ) 2.4.2 Perencanaan Pelat Lantai terhadap Geser Perencanaan kekuatan pelat lantai terhadap geser harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut (RSNI T-12-2004): 1) Untuk perencanaan plat lantai terhadap geser akibat beban mati, besarnya kuat geser pelat yang disumbangkan oleh beton bertulang tanpa tulangan geser adalah: Keterangan: = mutu beton (MPa). = lebar pelat lantai = 1000 mm. = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm). 2) Untuk perencanaan plat lantai terhadap geser akibat beban kendaraan, keruntuhan geser dapat terjadi setempat (geser pons) disekitar tumpuan atau beban terpusat, apabila hal ini terjadi maka besarnya kuat geser pelat lantai harus diambil sebesar, dimana ditentukan sesuai dengan salah satu harga sebagai berikut: a. Bila tidak memiliki kepala geser (shear head): b. Bila memiliki kepala geser (shear head): Keterangan: = = = tegangan efektif tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif. 17

= momen lentur rencana yang dialihkan dari pelat lantai ke tumpuan dalam arah yang ditinjau. = perbandingan antara dimensi terpanjang dari luas efektif yang dibebani (Y) dengan dimensi X yang diukur tegak lurus Y. = panjang efektif dari garis keliling geser kritis. Gambar bidang geser dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini. Sumber : http://mnoerilham.blogspot.com/. Gambar 2.6 Geser Pons. 2.5 Perhitungan Balok Girder 2.5.1 Desain Lentur Kriteria tentang daktilitas dalam desain penampang suatu komponen struktur merupakan hal yang penting, karena struktur yang daktail akan mengalami deformasi yang panjang sebelum mengalami keruntuhan. Gaya prategang yang diberikan pada beton prategang akan memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan terhadap beban luar yang bekerja (Budiadi, 2008;22). Gaya prategang yang bekerja dengan eksentrisitas, akan ada tambahan tegangan akibat eksentrisitas tersebut. 18

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 22). Gambar 2.7 Prategang dengan Eksentrisitas. Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 22). Gambar 2.8 Diagram Tegangan. Perhitungan tegangan akibat prategang: Perhitungan tegangan akibat beban luar termasuk beban sendiri: Untuk struktur yang diberikan gaya prategang penuh (fully prestressed), resultan tegangan diserat tarik dibuat sama dengan nol. Sedangkan untuk struktur yang diberikan gaya prategang sebagian (partially prestressed) disesuaikan dengan tegangan ijinnya. Pada tugas akhir ini digunakan gaya prategang penuh (fully prestressed). Rumus tegangan pada serat atas dan bawah sebagai berikut. Keterangan: f a = tegangan di serat atas (Mpa = N/mm 2 ). f b = tegangan di serat bawah (Mpa = N/mm 2 ). P = gaya prategang (N). 19

e = eksentrisitas penampang (mm). M = momen akibat beban luar (N.mm). W = momen tahan (mm 3 ). Berdasarkan SNI 03-2874-2002, tegangan ijin pada beton adalah sebagai berikut: 1) Transfer : 2) Servis : Keterangan : f ci = kuat tekan beton pada saat transfer f c = kuat tekan beton pada saat servis Banyaknya tendon yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Untaian kawat (strand ) untuk sistem prategang umumnya disesuaikan dengan Spesifikasi ASTM A-416 untuk Uncoated Seven-Wire Stress-Relieved for Prestressed Concrete (Mahulae,2011;98). Sumber : Redesain Balok Girder pada Bentang Tengah Fly over Balaraja dengan menggunakan PCI-Girder (Mahulae,2011 ; 99). Gambar 2.9 Strands prategang 7 kawat standard dan dipadatkan. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan. 20

Tabel 2.2 Sifat-sifat Strand Stress-Relieved dengan Tujuh-kawat Sumber : Redesain Balok Girder pada Bentang Tengah Fly over Balaraja dengan menggunakan PCI- Girder (Mahulae,2011 ; 99). 2.5.2 Desain Geser Di samping harus tahan terhadap lentur, suatu komponen struktur juga harus tahan terhadap mode kegagalan yang lain, misalnya geser. Kegagalan akibat geser bisa lebih berbahaya dari kegagalan akibat lentur karena geser sering mengakibatkan keruntuhan yang tiba tiba dan tanpa peringatan terlebih dahulu. Pada dasarnya ada 2 macam retak akibat geser, yaitu retak geser web dan retak geser lentur. 1. Retak geser lentur (rasio M dan V menengah) 2. Retak geser web (rasio M dan V rendah) 3. Retak geser lentur (rasio M dan V tinggi) Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 123). Gambar 2.10 Kegagalan akibat geser. Pengaruh gaya pratekan secara longitudinal menghambat terbentuknya retak akibat geser. Komponen vertikal dari pratekan V p bersama sama dengan kekuatan geser beton dan tulangan geser beton dan tulangan geser V cs menahan gaya geser akibat beban luar V. V = V cs + V p Distribusi tegangan geser persamaan: pada penampang beton dinyatakan dengan 21

Keterangan : V cs = gaya geser yang di terima beton pada level tertentu. V p = komponen vertikal dari gaya pratekan efektif. Q = momen statis penampang di atas atau di bawah level tersebut terhadap sumbu pusat. I = inersia penampang. B = lebar penampang pada level tersebut. Tegangan geser tersebut menimbulkan tegangan tarik utama (Principle Tensile Stress) pada bidang diagonal penampang. Harga tegangan utama di tentukan oleh distribusi tegangan akibat beban luar. Besarnya nilai maksimum dan minimum dari tegangan tarik utama adalah: Ketrangan: f x = tegangan langsung arah x f y = tegangan langsung arah y = tegangan geser pada titik yang di tinjau Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 125). Gambar 2.11. Tegangan Geser pada Beton Pratekan. Tegangan akibat beban luar di nyatakan dengan persamaan: Keterangan: f c = tegangan lentur akibat beban luar P = gaya prategang A = luas penampang 22

e = eksentrisitas tendon terhadap pusat berat penampang y = jarak dari pusat berat penampang ke serat terluar I = inersia penampang M = momen akibat beban luar Tegangan geser pada beton prategang terdiri dari tegangan langsung arah horizontal (f x ) dan arah vertikal (f y ), seperti terdapat pada gambar 3.2. Harga tegangan utama f t yang berhubungan dengan dan f c di atas pada komponen beton prategang adalah: Harga f c sebenarnya di tentukan oleh perbedaan tegangan langsung horizontal (f x ) dan tegangan vertikalnya, f y atau (f x f y ). Tetapi karena umumnya beton prategang hanya di beri gaya prategang searah dengan sumbu memanjang maka komponen f y = 0. 2.5.3 Desain Puntir Dengan terjadinya lentur dan geser, pada beberapa bagian struktur beton prategang mengalami puntir. Puntir dapat terjadi di samping atau bersamaan dengan lentur dan geser. Desain terhadap puntir dilakukan untuk menentukan apakah penampang yang ada cukup kuat untuk menahan aksi akibat momen puntir (Budiadi,2008:169). Prosedur perencanaan momen puntir adalah: 1) Menentukan aksi puntir yang bekerja pada penampang. 2) Menghitung kuat puntir penampang hingga diperoleh perkuatan puntir yang berupa tulangan puntir pada penampang. Momen puntir terfaktor harus lebih kecil dari tahanan puntir pada suatu beton prategang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan. Tahanan puntir beton prategang terdiri dari dua komponen, yaitu tahanan puntir beton dan tahanan puntir tulangan non-prategang. Keterangan : = tahanan puntir total penampang beton prategang. 23

= tahanan puntir komponen beton. = tahanan puntir tambahan dari tulangan non-prategang yang berupa sengkang dan tulangan memanjang. Menurut SNI 2002, pengaruh momen puntir dapat diabaikan apabila: Keterangan : = momen puntir terfaktor. = kuat tekan beton karakteristik. = luas yang dibatasi oleh keliling luar penmapang beton. = tegangan tekan pada beton. = koefisien reduksi kekuatan, untuk puntir = 0,70. Berdasarkan analisis elastisitas, beberapa rumus pendekatan untuk memperkirakan tegangan geser puntir maksimum dapat dilihat pada Tabel 2.2. 24

Tabel 2.3 Tegangan Geser Akibat Puntir (IS: 456, 1979) Sumber : Desain Praktis Beton Prategang (Budiadi,2008 ; 153). 25