PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG SISWA KELAS VII SMP 26 SAROLANGUN Muhibul Fahmi, Atmazaki, Ngusman Abdul Manaf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang Abstract: This research aims at improving the students ability to convert an interview text into narrative text. Based on the facts, the students ability to convert interview text into narrative was still very low, due to the lack of students interest in learning. Besides, teaching method used by the teacher could not cultivate students' interest in learning especially in writing narrative. This research used direct instructional model. The subjects were students at SMP 26 Sarolangun in the academic year which consisted of 18 students. Data obtained in the form of qualitative data which were collected through observation and field notes. Quantitative data obtained through performance tests and questionnaire of students responses towards the learning. From the data obtained, it was found that direct instructional model could improve the students narrative writing skill. In addition, direct instructional model has created a situation that is more attractive, comfortable, and happier for the students. Key words: narrative writing skill, direct learning model. PENDAHULUAN Keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis menjadi aspek penting dalam belajar bahasa dan sastra Indonesia. Keempat keterampilan berbahasa tersebut, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Dalam pengajaran keterampilan berbahasa, satu aspek keterampilan berhubungan dengan aspek keterampilan yang lain dalam kedudukan sejajar. Walaupun demikian, pemerolehan berbahasa secara umum dikuasai secara bertahap, yaitu mula-mula menyimak, berbicara, membaca, kemudian menulis. Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai dalam komunikasi adalah keterampilan menulis. Menulis adalah sebuah kemampuan seseorang dalam menyampaikan gagasannya ke dalam sebuah wacana agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen, baik secara intelektual maupun sosial. Keterampilan menulis diawali oleh minat, kreativitas, dan penalaran yang tajam akan fenomena sosial yang ada, dan tak kalah pentingnya adalah kebiasaan membaca berbagai sumber bacaan. Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk menyampaikan ide atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media bahasa tulis. Menurut Alwasilah (2005:43, menulis pada dasarnya bukan hanya sekadar menuangkan
bahasa ujaran ke dalam sebuah tulisan, tetapi merupakan mekanisme curahan ide, gagasan, atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, berkoheransi dengan baik antar paragraf dan bebas dari kesalahankesalahan mekanik seperti ejaan dan tanda baca. Salah satu keterampilan menulis yang penting dipahami oleh siswa adalah keterampilan menulis narasi. Standar kopetensi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP yang berkaitan dengan keterampilan menulis, yaitu mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat. Kompetensi dasarnya adalah mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tidak langsung. Arief (2003:192 mengatakan teks wawancara adalah bentuk penyajian informasi berupa tanya jawab secara tertulis yang diperoleh dari kegiatan. Wawancara merupakan suatu alat yang digunakan oleh seseorang untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal, yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan antara pewawancara dan narasumber. Parera (1993:163 mengatakan kalimatkalimat dalam teks wawancara ditulis diantara tanda petik, kalimatkalimatnya pun berupa kalimat langsung. Mengubah teks wawancara menjadi narasi merupakan suatu bentuk kegiatan, yang meminta siswa mengisahkan kembali suatu cerita atau kejadian dari sebuah teks wawancara menjadi bentuk narasi. Pada dasarnya, narasi merupakan sebuah tulisan yang bertujuan untuk menceritakan kronologis peristiwa kehidupan manusia. Menulis narasi juga menuntut seseorang dapat mengungkapkan peristiwa dan kejadian-kejadian secara sistematis. Gani (1999:160 menjelaskan narasi merupakan karangan yang bertujuan menyampaikan rangkaian peristiwa pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Atmazaki (2006:90 menjelaskan narasi adalah cerita yang didasarkan atas urutan rangkaian kejadian atau peristiwa. Selanjutnya, Keraf (2003:136 mengatakan narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Mengubah teks wawancara menjadi narasi ekspositoris untuk menyampaikan informasi yang terdapat dalam teks wawancara kepada pembaca. Narasi ekpositoris adalah narasi yang menyampaikan tentang berlangsungnya suatu peristiwa, yang bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca supaya mengetahui apa yang dikisahkannya. Sasaran utama narasi ekpositoris adalah rasio, yaitu berupa peluasan pengetehuan para pembaca setelah membaca kisah tersebut. Disamping itu, narasi ekpositoris menyampaikan informasi mengenai suatu peristiwa (Keraf, 2005:136. Berdasarkan hasil observasi mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP 26 Sarolangun, diketahui adanya hambatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan mendasar yang ditemukan terlihat pada proses dan hasil pembelajaran menulis khususnya materi mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hal ini, diketahui dari nilai yang diperoleh siswa kelas VII belum mencapai 71
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM yang ditetapkan sekolah. KKM yang ditetapkan sekolah ini untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu 75. Hasil wawancara menjadi narasi siswa masih rendah, karena tidak memenuhi unsur sebuah narasi ekpositoris yang ditetapkan. Keraf (2003:137 menjelaskan ciri-ciri narasi ekpositoris adalah sebagai berikut ini. Pertama, memperluas pengetahuan pembaca. Kedua, menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian. Ketiga, didasarkan pada penalaran. Keempat, menggunakan bahasa informatif. Keempat unsur tersebut dijadikan sebagai indikator penilaian dalam narasi siswa. Rendahnya kemampuan siswa dalam wawancara menjadi narasi disebabkan beberapa faktor berikut ini. Pertama, kurangnya minat, motivasi, dan sikap siswa dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi. Kedua, siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam pembelajaran narasi. Ketiga, model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat, terutama dalam materi mengubah teks wawancara menjadi narasi. Keempat, guru belum menggunakan model pembelajaran yang mampu membangkitkan minat dan mengasah keterampilan menulis siswa. Model pembelajaran langsung cocok untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Arends (dalam Trianto, 2007:33 mengatakan model pembelajaran langsung cocok diterapkan untuk mata pelajaran yang berorientasi pada keterampilan dan kinerja seperti menulis dan membaca. Amri (2010;15 mengatakan model pembelajaran langsung memiliki lima fase yang sangat penting. Kelima fase dalam pembelajaran langsung dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru menjelaskan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. Kedua, guru menyajikan materi dan langkah-langkah pembelajaran, pemberian contoh konsep, pemodelan/peragaan keterampilan, menjelaskan ulang hal yang dianggap sulit atau kurang dimengerti oleh siswa. Ketiga, guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan latihan-latihan awal. Guru memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi yang salah. Keempat, mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik. Kelima, guru mempersiapkan kesempatan melakukan latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Melalui langkah langkah ini, siswa dapat narasi. Dari uraian di atas, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui proses peningkatan keterampilan menulis narasi melalui model pembelajaran langsung siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah proses peningkatan keterampilan menulis narasi melalui model 72
pembelajaran langsung siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses peningkatan menulis narasi melalui model pembelajaran langsung siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun. METODE Jenis penelitian ini digolongkan kepada penelitian kualitatif dalam wujud penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru dan dosen di kelas tempat ia mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pembelajaran di kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun, tahun pelajaran 2012/ 2013. Jumlah siswa 18 orang dengan rincian 7 orang laki-laki dan 11 orang perempuan Penelitian dilaksanakan di SMP 26 Sarolangun. Sekolah tersebut, terletak di Kabupaten Sarolangun. Penelitian ini telah dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang ke-12, yaitu mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat. Kompetensi dasar narasi dengan memperhatikan kalimat langsung dan kalimat tidak langsung. Data penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan dan tes kemampuan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Pengamatan dilakukan oleh kolaborator pada waktu guru melaksanakan tindakan pembelajaran. Pengamatan dilaksanakan terhadap perilaku guru dan siswa dengan menggunakan pedoman observasi, baik dari aspek guru maupun dari aspek siswa. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran. Adapun instrumen tambahan, yaitu lembar observasi, angket, catatan lapangan, dan tes unjuk kerja siswa. Teknik analisis data penelitian ini disesuaikan dengan teknik analisis data dalam penelitian tindakan kelas, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui pengamatan, catatan lapangan. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui hasil tes unjuk kerja siswa dan angket. Keabsahan data dilakukan dengan mencermati hasil pengamatan proses dan hasil tes. Selain itu, keabsahan data dilakukan oleh guru bersama peneliti. Peneliti langsung mengamati proses pembelajaran dan proses pelaksanaan tes. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dideskripsikan berdasarkan siklus-siklus yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan penelitian tindakan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi melalui model pembelajaran langsung siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun dilakukan dalam dua siklus, yaitu berlangsung dari tanggal 8 Mei 2013 sampai dengan tanggal 29 Mei 2013. Dalam setiap siklus, berlangsung dua kali pertemuan. Sebelum melakukan siklus I, guru terlebih dahulu melaksanakan prasiklus. Prasiklus ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa tentang pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi. Di samping itu, untuk mengukur kemampuan awal, kelemahan, dan fokus upaya perbaikan untuk 73
melaksanakan siklus I. Setelah dilakukan tes kemampuan awal wawancara menjadi narasi, hasil prasiklus menunjukkan kemampuan wawancara menjadi narasi siswa masih rendah, yaitu dengan rata-rata nilai yang diperoleh siswa adalah 66,8. Terkait dengan rendahnya tes keterampilan awal siswa dalam wawancara menjadi narasi, dapat pula dilihat dari hasil skor aspek penilaian perindikator, mulai memperluas pengetahuan pembaca, menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian, penalaran, dan kebahasaan masih rendah. Di antara keempat indikator yang harus dikuasai siswa, hanya indikator memperluas pengetahuan pembaca yang mencapai ketuntasan minimal, yaitu 75%. Setelah berdiskusi dengan kolaborator tentang data prasiklus yang telah dilaksanakan, dilaksanakan pembelajaran berikutnya. Dalam penelitian ini, siklus yang dilakukan sebanyak dua kali pertemuan untuk masing-maing siklus. Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 20 mei 2013, sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2013. Hasil siklus I menunjukkan terdapat peningkatan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi siswa. Nilai rata-rata hasil mengubah teks wawancara menjadi narasi siswa kelas VII adalah 73,6, yang berarti belum mencapai KKM yang ditetapkan. Jika dibandingkan dengan hasil tes pada prasiklus, terlihat ada peningkatan jumlah siswa yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal. Secara klasikal, persentase ketuntasan yang berhasil diperoleh siswa pada siklus I sebagai berikut. Tabel 1. Hasil Penilai Tes Kemampuan Siswa pada Siklus I Siklu s I Siswa yang Mencapai Nilai 75 12 orang (66,7% Siswa yang Mencapai Nilai 75 6 orang (33,3% Ratarata Nilai 73,6 % Berdasarkan tabel di atas, terlihat 12 atau 66, 7% siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal, yang ditentukan sekolah sebesar 75, sedangkan 6 orang siswa atau 33,3% siswa masih berada di bawah KKM. Begitu pula, indikator dalam tes juga menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari grafik hasil wawancara menjadi narasi yang diperoleh siswa pada prasiklus dan siklus I berikut ini. 100 0 Prasiklus Siklus I Gambar 1. Perbandingan Hasil Pembelajaran Mengubah Teks Wawancara menjadi narasi Siswa pada Prasiklus dengan Siklus I Keterangan indikator 1. Memperluas pengetahuan pembaca 2. Menyampaikan informasi 3. Penalaran 4. Kebahasaan 74
Berdasarkan grafik di atas, diketahui nilai rata-rata untuk indikator memperluas pengetahuan pembaca terdapat peningkatan dari 76,6 % pada prasiklus, meningkat menjadi 83,3% pada siklus I. Untuk indikator menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian terdapat peningkatan dari 70% pada prasiklus, meningkat menjadi 76% pada siklus I. Untuk indikator penalaran terdapat peningkatan dari 68,9% pada prasiklus, meningkat menjadi 72,2% pada siklus I. Untuk Indikator kebahasaan juga terjadi peningkatan dari 51,1% pada prasiklus, meningkat menjadi 60% pada siklus I. Untuk hasil analisis data aktivitas siswa dalam proses wawancara menjadi narasi melalui model pembelajaran langsung pada siklus I, secara keseluruhan rata-rata hasil observasi adalah 66,6%. Selanjutnya, hasil analisis data tindakan guru dalam kelas, guru telah konsisten melaksanakan langkahlangkah penelitian. Dari angket respons siswa terhadap pembelajaran pada siklus I hasilnya masih kurang karena siswa masih banyak menemukan kesulitan untuk meningkatan pembelajaran narasi maka perlu dilaksanakan siklus II. Hasil catatan lapangan pada siklus I, yakni pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2013 dengan topik penjelasan materi mengubah teks wawancara menjadi narasi melalui model pembelajaran langsung. Sebelum masuk kegiatan inti, guru terlebih dahulu melakukan apersepsi. Selanjutnya, guru melakukan kegiatan inti, yaitu menjelaskan pelajaran, siswa antusias dalam memperhatikan penjelasan guru. Siswa aktif bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang mereka belum pahami. Namun, dalam hal ini ada beberapa orang siswa kurang percaya diri dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Di samping itu, pada kegiatan ini juga terlihat beberapa siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru. Di antara mereka ada yang sibuk dengan kegiatan sendiri, seperti berbicara dengan teman sebangkunya, mengganggu teman yang ada di depannya. Selanjutnya, pada kegiatan penutup, dilakukan refleksi dan menyimpulkan pelajaran. Pada pertemuan kedua, dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2013 dengan topik mengubah teks wawancara menjadi narasi melalui model pembelajaran langsung. Sebelum masuk kegiatan inti, guru terlebih dahulu melakukan apersepsi, kemudian masuk kegiatan inti. Pada kegiatan inti sebelum siswa menarasikan teks wawancara, terlebih dahulu guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi narasi yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. Dalam tanya jawab tersebut, masih terlihat beberapa orang masih sibuk dengan kegiatannya. Kemudian, guru membagikan kutipan teks wawancara untuk dinarasikan. Namun, dalam mengerjakan tes tersebut beberapa orang siswa terlihat gelisah dikarenakan kurang memahami tengtang langkah-langkah mengubah teks wawancara menjadi narasi. Selanjutnya, pada kegiatan penutup, 75
guru bersama siswa mengadakan refleksi dan menyimpulkan pelajaran. Meskipun model pembelajaran langsung dalam pembelajaran narasi membantu siswa, namun ada beberapa catatan lapangan yang berisi catatan positif dan catatan negatif selama tindakan dan observasi yang dilakukan pada siklus I. Berdasarkan catatan tersebut, penelitian perlu dilanjutkan ke siklus II. Siklus II dilaksanakan dengan dua kali pertemuan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata hasil narasi siswa kelas VII adalah 85,2. Data hasil tes unjuk kerja siswa terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Hasil Penilai Tes Kemampuan Siswa pada Siklus II Siklu s II Jumlah Siswa yang Mencapai Nilai 75 17 orang (94,4% Jumlah Siswa yang Mencapai Nilai 75 1 orang (5,6% Rata -rata Nilai 85,6 Berdasarkan tabel di atas, terlihat 17 atau 94,4% siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal, yang ditentukan sekolah sebesar 75, sedangkan 1 orang siswa atau 5,6% siswa masih berada di bawah KKM. Hasil pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi pada siklus II adalah rata-rata kelas yang diperoleh telah meningkat dan sudah mencapai KKM. Jika dibandingkan dengan hasil tes pada siklus I. Hal ini diasumsikan bahwa model pembelajaran langsung dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Berkenaan dengan indikator dalam tes ini juga menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari grafik hasil belajar mengubah teks wawancara menjadi narasi siswa yang diperoleh pada siklus I dan siklus II berikut. 100 80 60 40 20 0 Siklus I Siklus II Gambar 2. Perbandingan Hasil Belajar Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi Siswa pada Siklus I dengan Siklus II Keterangan indikator 1. Memperluas pengetahuan pembaca 2. Menyampaikan informasi 3. Penalaran 4. Kebahasaan Berdasarkan grafik di atas, diketahui nilai rata-rata untuk indikator memperluas pengetahuan pembaca terdapat peningkatan dari 83,3 % pada siklus I, meningkat menjadi 94,4 pada siklus II. Untuk indikator menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian terdapat peningkatan dari 76% pada siklus I, meningkat menjadi 88,9% pada siklus II. Untuk indikator penalaran terdapat peningkatan dari 72,2% pada siklus I, meningkat menjadi 81,2% pada siklus II. Untuk Indikator kebahasaan juga 76
terjadi peningkatan dari 60% pada siklus I, meningkat menjadi 77,8% pada siklus II. Rata-rata hasil observasi analisis data aktivitas siswa selama proses wawancara menjadi narasi melalui model pembelajaran langsung adalah 78,%, yang berarti keterampilan menulis narsi siswa terjadi peningkatan dengan sudah mencapai KKM. Hasil observasi tersebut dapat terlihat dalam tabel berikut ini. Tabel 3. Hasil Observasi Kolaborator terhadap Aktivitas Siswa siklus I Siklus I Ratarata No Aktivitas Pertemuan 1 3 4 5 Perhatian siswa dalam pembelajar an Kreatif mengajuka n pertanyaan kepada guru Siswa aktif menangga pi pertanyaan dari guru Mengerjak an tugas dengan antusias I 12 (66,6 7 (38,8 7 (38,8 12 (66,6 II 14 (77,7 10 (55,5 9 (50,0 16 (88,8 13 (72,2 8,5 (47,2 8 (44,4 14 (77,7 Tabel 4. Pengamatan Aktivitas Siswa pada Siklus II Siklus II Rata N Aktivitas Pertemuan -rata o I II 1 Perhatian 18 18 18 2 3 4 siswa dalam pembelajara n Aktif mengajukan pertanyaan kepada guru Siswa aktif menanggapi pertanyaan dari guru Mengerjaka n tugas dengan antusias (100 13 (72,2 14 (77,7 17 (94,4 (100 16 (88, 9 16 (88, 9 17 (94, 4 (100 14,5 (80, 5 15 (83, 3 17 (94, 4 Berdasarkan hasil observasi siklus I dengan siklus II terlihat peningkatan aktivitas siswa pada semua aspek. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Keberhasilan tersebut memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas berikutnya. Pengkondisian belajar melalui langkah-langkah model pembelajaran langsung menggambarkan adanya peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa dan guru, catatan lapangan, dan hasil tes yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini. Pertama, penggunaan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, yaitu pada siklus I sebesar 46,5%, pada siklus II meningkat menjadi 91%. Kedua, Model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP 26 Sarolangun. Pada saat pre-tes 66,8% meningkat menjadi 77
73,9% pada siklus I, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,6%. SARAN Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka peneitian ini menyarankan hal-hal sebagai berikut ini. Pertama, model pembelajaran langsung bisa menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan menulis khususnya mengubah teks wawancara menjadi narasi siswa, baik tingkat menengah pertama (SMP maupun menengah atas (SMA. Kedua, dalam kegiatan pembelajaran guru diharapkan mengunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran menulis khususnya mengubah teks wawancara menjadi narasi. DAFTAR RUJUKAN Alwasilah, A. Chaedar dan dkk. 2005. Pokoknya menulis. Bandung: Kiblat Buku Utama. Amri. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Arief 2003. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Atmazaki. 2006.Kiat-kiat Mengarang dan Menyunting. Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia. Gani, Erizal. 1999. Pembinaan Keterampilan Menulis di Perguruan Tinggi. (Diktat. Padang: FBSS UNP. Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.. 2004. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Parera, Jos Daniel. 2003. Menulis Tertib dan Sistematis. Jakarta; Erlangga Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 78