BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kesepian. hubungan dengan orang lain; perasaan bahwa seseorang hilang. Kesepian lebih

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, melainkan hal yang umum terjadi (Peplau dan Perlman, 1982). Kesepian tidak selalu menimbulkan masalah jika bersifat sementara. Kesepian merupakan pengalaman subjektif, berbeda dengan kesendirian yang merupakan keadaan objektif. Merasa kesepian di tengah orang banyak, atau merasa terhubung secara sosial ketika sendirian adalah mungkin untuk dialami seorang individu. Kesepian merupakan pengalaman yang menyakitkan, sedangkan kesendirian bisa menjadi pengalaman positif dan restoratif. Kesendirian, menghabiskan waktu sendiri, dapat bermanfaat untuk refleksi diri dan pengaturan diri, juga meningkatkan kreativitas dan wawasan. Adapun kesepian mengungkapkan rasa tidak menyenangkan merasa sendirian (Tillich dan Goosens, dalam Vanhalst, 2012). Banyak peneliti menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang meluas dan sangat intens pada masalah kesepian. Hal ini diperkuat oleh survei yang menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang paling tinggi sering muncul di masa remaja akhir (Cutrona, dalam Santrock, 2003). Rubenstein dan Shaver menemukan bahwa kejadian kesepian memuncak pada masa remaja. Saks, Bleach, dan Claiborne melaporkan bahwa kesepian merupakan salah satu masalah yang paling sering disebutkan pemuda ketika mencari bantuan melalui hot-line pusat krisis. 1

digilib.uns.ac.id 2 Philips dan Pederson menemukan bahwa kesepian adalah salah satu masalah yang paling umum pada mahasiswa. Brennan dan Auslander memperkirakan bahwa sekitar 10 sampai 15% dari remaja mengalami kesepian yang serius, dan 54% setuju dengan pernyataan: "Saya sering merasa kesepian" (dalam Peplau dan Perlman, 1982). Pemaparan para ahli tersebut juga ditemukan dalam survei secara insidental yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa mahasiswa yang tinggal di Surakarta, Jakarta, Semarang, dan Purwokerto melalui kuesioner dengan Google Form pada Oktober 2015. Survei tersebut memperoleh tanggapan bahwa mahasiswa mengakui kesepian terjadi pada dirinya dengan disertai hadirnya berbagai perasaan tidak menyenangkan seperti merasa sepi dan kosong, merasa tidak dimengerti orang lain, merasa ketidakhadiran orang terdekat, tidak adanya teman bercerita, merasa diri tidak berguna, merasa rindu dengan kehangatan dan aktivitas bersama keluarga, juga perasaan tertinggal dari keberhasilan yang dicapai teman-teman. Perasaan kesepian pada remaja akhir yang berlangsung secara terus menerus dapat menjadi masalah psikologis yang harus diperhatikan. Hal ini sejalan dengan Baron dan Byrne (2005) yang menyatakan bahwa kesepian pada masa remaja berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, termasuk peningkatan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, pesismisme, menyalahkan diri sendiri, rasa malu, merasakan kesia-siaan dan rasa putus asa yang dapat mengakibatkan bunuh diri. Selanjutnya, kesepian telah berhubungan dengan masalah kesehatan fisik, seperti penyakit jantung dan gangguan tidur (Heinrich & Gullone, dalam Vanhalst, 2012). Rubenstein dan Shaver (dalam Lauer dan Lauer, 2000) juga mendaftar beberapa masalah yang berkaitan dengan kesepian, yaitu: merasa tidak berharga,

digilib.uns.ac.id 3 mengalami ketakutan yang tidak rasional, merasa bersalah, mudah lelah, insomnia, tidak nafsu makan, mengalami masalah pencernaan, menderita penyakit jantung dan menderita penyakit serius lainnya. Kesepian yang dialami remaja akhir seringkali dideskripsikan sebagai kekosongan, keterasingan, perasaan ditolak, dan tidak mampu memiliki peran dalam lingkungannya (Rice, 1993). Kesepian juga menyebabkan hilangnya perasaan yang positif pada diri remaja akhir, contohnya: perasaan bahagia, berharga, dipercaya, dicintai, unik, berguna, kuat, dan kemudian digantikan dengan adanya perasaan yang negatif, contohnya: perasaan sedih, cemas, tertekan, terluka, gelisah, terbuang, tidak pasti, tidak dimengerti, tidak bertujuan, tidak berhasil, dan kehilangan kontak (Gierveld dan Tillburg, 1990). Remaja akhir yang mengalami kesepian merasa bahwa dirinya tidak memiliki teman dekat, merasa tidak memiliki kebebasan untuk bercerita tentang masalah pribadi dengan teman, merasa tak ada seorang pun yang akan membantunya, juga merasa orang tua tidak peduli dan tidak memahami masalah-masalah yang mereka alami (Peplau dan Perlman, 1982). Sullivan (dalam Santrock, 2003) mengatakan remaja memiliki sejumlah kebutuhan dasar yang di dalamnya termasuk kebutuhan akan cinta, kasih sayang, ikatan yang aman, teman yang menyenangkan, dan penerimaan lingkungan sosial. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat akan rasa cinta, kasih sayang, dan keterlibatan dengan orang lain. Cinta dan kasih sayang merupakan hal yang sangat berharga, karena di dalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat, dan penuh cinta kasih. Cinta dan kasih sayang diwujudkan dalam berteman, memiliki hubungan yang menyenangkan dengan orang tua, dan merasa bagian dari

digilib.uns.ac.id 4 komunitasnya. Lebih lanjut, remaja juga memiliki kebutuhan yang besar akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan merasa diri berharga, dan kebutuhan akan penghargaan dari orang lain yang meliputi kepercayan diri, kompetensi, penguasaan, dan prestasi. Emosi menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sosial remaja akhir. Perasaan menyenangkan yang dimiliki ketika memiliki jaringan sosial untuk melakukan aktivitas berasama, memiliki teman untuk menghabiskan waktu bersama, memiliki sahabat berbagi cerita, dan memiliki hubungan dekat dengan keluarga merupakan tujuan pemenuhan kebutuhan sosioemosi remaja akhir. Kebutuhan sosioemosi remaja yang kuat akan rasa cinta, kasih sayang, pengakuan dan penerimaan dari lingkungan sosial menumbuhkan kemampuan pada diri remaja akhir untuk membangun hubungan dan mempertahankan hubungan dengan orang sekitarnya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Remaja akhir yang kurang memiliki kelekatan emosional dengan orang lain akan berjuang untuk mendapatkan keberhargaan diri, kepercayaan diri, serta keterampilan sosial untuk memuaskan keinginan dan harapan pribadi dalam keberhasilan hubungan dengan orang lain. Ada banyak hal lain yang bisa menjadikan remaja akhir merasa kesepian, seperti memiliki hubungan buruk dengan orang tua, merasa kurang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang tua, tidak memiliki kelekatan dengan orang tua dan orang dewasa lain, pengalaman dini akan adanya penolakan dan kehilangan, kurangnya kepercayaan pada diri akan kemampuan dan keinginan dirinya, pengalaman tidak memiliki hubungan dekat dengan orang lain secara memuaskan, juga tidak memiliki teman akrab. Seperti yang dikatakan oleh Santrock (2003) bahwa kebutuhan remaja akhir yang kuat akan keintiman, tapi

digilib.uns.ac.id 5 tidak diimbangi dengan keterampilan sosial yang baik atau kematangan hubungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat menimbulkan kesepian pada remaja akhir. Kesepian pada remaja akhir juga dapat meningkat seiring dengan meningkatnya perubahan dalam harapan sosial, peran, dan hubungan dengan orang di sekitarnya. Remaja pertengahan dan akhir mengembangkan harapan yang lebih besar tentang keintiman, loyalitas, dan dukungan dalam hubungan mereka, dan mereka semakin bertukar keyakinan, nilai-nilai, dan ideologi dengan teman-teman mereka (Heinrich, Gullone, Rubin dkk., dalam Vanhalst, 2012). Selama masa remaja akhir terjadi transisi sosial tertentu, seperti transisi ke perguruan tinggi merupakan masa yang menantang dalam hal menjaga jaringan sosial yang memuaskan, menciptakan hubungan baru, dan membentuk kembali jaringan sosial yang sudah ada. Sebagian besar siswa telah meninggalkan rumah orangtua masuk ke perguruan tinggi, dan teman-teman SMA mereka pindah ke universitas yang berbeda. Secara khusus, mahasiswa tidak bisa lagi mengandalkan jaringan sosial yang ada dari teman-teman dan keluarga, dan harus berurusan dengan banyak perubahan kehidupan dan pilihan, yang dapat menyebabkan perasaan kesepian. Kesepian di masa remaja juga terkait dengan penolakan dari rekan (peer rejection), menjadi korban (victimization) dari perilaku berbahaya yang disengaja dan berulang dari waktu ke waktu oleh satu atau lebih individu dengan posisi kekuasaan yang lebih kuat (Montgomery & Côté, Oswald & Clark, dalam Vanhalst, 2012). Kesepian muncul sebagai perasaan tidak puas dengan hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang lain, baik secara kualitas maupun kuantitas.

digilib.uns.ac.id 6 Kesepian dapat terhindarkan ketika seseorang memiliki keterampilan sosial yang baik dan memiliki persepsi tentang hubungan memuaskan yang dimilikinya dengan orang lain. Keterampilan sosial yang baik dan persepsi tentang hubungan memuaskan muncul ketika seseorang merasa berharga, merasa diterima dan dimengerti, mampu membangun hubungan dengan orang lain, serta mengalami penghargaan dan penerimaan yang baik. Penghargaan dan penerimaan yang baik, perasaan bergharga serta kemampuan membangun hubungan dengan orang lain ini disebut harga diri. Harga diri merupakan penilaian yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri, yang diekspresikan dengan suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga (Coopersmith, 1967). Kesepian pada remaja akhir selain dipengaruhi dari dalam diri, yaitu harga diri, juga dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu keluarga. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) bahwa remaja dengan kelekatan secure dalam keluarga lebih mampu menjalin hubungan pertemanan, sehingga memiliki tingkat kesepian yang rendah. Keluarga yang kohesif, oleh Moos (dalam Barber dan Buehler, 1996) dijelaskan sebagai: "sejauh mana anggota keluarga peduli dan berkomitmen untuk keluarga, dan sejauh mana anggota keluarga membantu dan mendukung satu sama lain. Orang tua adalah figur kelekatan awal pada diri ramaja. Seseorang pertama kali mendapat sentuhan hangat dan kasih sayang dari seorang ibu. Kualitas interaksi antara ibu dengan bayinya menentukan bagaimana individu kecil tersebut berespons terhadap orang lain sepanjang

digilib.uns.ac.id 7 hidupnya. Belaian, pelukan, ciuman, kecupan, dan senyuman yang diberikan oleh orang tua memunculkan kehangatan jiwa dalam diri remaja dan membantu remaja dalam menguasai emosinya. Sentuhan emosional dari orang tua berupa empati dan simpati dapat membuat remaja menjadi peka terhadap lingkungannya. Sangatlah penting bagi remaja untuk menerima dan mendapat dukungan untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dari orang tua mereka. Kohesivitas keluarga juga mencakup kuantitas interaksi orang tua dengan remaja, seperti seringnya melakukan aktivitas bersama, seringnya menghabiskan waktu bersama, juga seringnya memiliki waktu untuk berbincang-bincang satu sama lain dapat membantu remaja dalam mengasah keterampilan sosialnya dalam membangun hubungan dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Schwartz (2007), kohesivitas dalam keluarga memberikan pengaruh pada proses penyesuaian sosial dan pencarian identitas diri. Kohesi keluarga merupakan hubungan antaranggota keluarga yang menyenangkan dan memuaskan yang diasosiasikan dengan kemampuan untuk mengalami empati, rasa percaya diri yang tinggi, dan kepercayaan interpersonal. Melalui keluarga, anak belajar mempercayai orang lain, anak belajar terbuka, juga belajar saling berbagi dengan orang lain, terutama dengan orang yang memiliki hubungan dekat dengannya. Proses belajar dan modeling yang adekuat selama masa perkembangannya akan mempengaruhi bagaimana remaja akhir berproses dalam membentuk keterampilan untuk membangun hubungan intrapersonal dengan orang lain di masa remaja hingga dewasanya. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai kesepian pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) menunjukkan bahwa remaja panti

digilib.uns.ac.id 8 asuhan yang merupakan yatim piatu cenderung memiliki tipe kelekatan anxious dan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja panti asuhan yang yatim kurang mampu. Marika (2007) melakukan penelitian mengenai kesepian pada remaja yang menyatakan bahwa semakin tinggi efektivitas komunikasi orang tua dan remaja, maka tingkat kesepian pada remaja akan semakin rendah. Juga penelitian oleh Savitri dan Syifa ar (2007) yang menyatakan bahwa kualitas komunikasi remaja orangtua tunggal tinggi maka kesepian pada remaja rendah. Kemudian penelitian oleh Sudarman (2010) pada remaja di panti asuhan didapat hasil bahwa faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja di panti asuhan diantaranya, kurangnya kedekatan dengan orang lain, adanya krisis dalam diri, serta kurangnya rasa percaya diri. Berdasarkan uraian di atas, besarnya kebutuhan sosioemosi remaja akhir akan cinta, kasih sayang, penerimaan dan dukungan serta kebutuhan akan hubungan sosial yang menyenangkan dan mendalam dengan orang lain, jika tidak terpenuhi akan mengarahkan pada kondisi kesepian. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan sosioemosi remaja akhir menjadi penting. Kohesivitas keluarga dan harga diri menjadi hal yang dipertimbangkan dapat menentukan keberhasilan pemenuhan kebutuhan sosioemosi tersebut. Kohesivitas keluarga pada remaja dapat memunculkan pengalaman pemenuhan kebutuhan emosi akan cinta, kasih sayang, penerimaan dan dukungan dari orang tua dan saudara, serta menumbuhkan keterampilan yang adekuat untuk membangun hubungan interpersonal dengan baik. Demikian pula harga diri remaja yang tinggi memiliki konsekuensi positif, di antaranya peluang lebih berhasil dalam membangun hubungan yang mendalam

digilib.uns.ac.id 9 meski dengan orang-orang baru. Oleh karena beberapa informasi dari penelitian sebelumnya tentang kesepian pada remaja pada kondisi tertentu, yaitu pada remaja di panti asuhan maupun pada remaja dengan orang tua tunggal, peneliti tertarik untuk meneliti apakah secara umum, pada remaja akhir, kesepian berhubungan dengan kohesivitas keluarga dan harga diri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga pada remaja akhir? 2. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan harga diri pada remaja akhir? 3. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga dan harga diri pada remaja akhir? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga pada remaja akhir. 2. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan harga diri pada remaja akhir. 3. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga dan harga diri pada remaja akhir.

digilib.uns.ac.id 10 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi keilmuwan dan dapat dijadikan bahan referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya, khususnya penelitian dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial, serta tentang kesepian pada remaja akhir. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja akhir Membantu remaja akhir dengan membangun kohesivitas keluarga dan harga diri tinggi sebagai pertimbangan untuk menghindarkan diri dari kesepian. b. Bagi orang tua Membantu orang tua untuk dapat membangun keterikatan emosional dengan remaja; lebih memperhatikan, membangun dan menjaga hubungan baik antaranggota keluarga yang suportif dalam sistem keluarga; serta membantu remaja dalam meningkatkan harga diri sebagai pertimbangan untuk menghindarkan diri dari kesepian. c. Bagi Psikolog Bekerjasama dengan orang tua memberikan dukungan berupa sarana dan prasarana untuk membangun kohesivitas keluarga dan harga diri sebagai bahan pertimbangan dalam membantu remaja akhir yang

digilib.uns.ac.id 11 menghindarkan diri dari kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian. d. Bagi Konselor Bekerjasama dengan orang tua dan tenaga pendidik memberikan dukungan berupa sarana dan prasarana, baik di lingkungan pendidikan formal maupun nonformal, untuk membangun kohesivitas keluarga dan harga diri sebagai bahan pertimbangan dalam membantu remaja akhir yang menghindarkan diri dari kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian. e. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian mengenai kesepian pada remaja akhir.