BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki memasuki usia 23 tahun (Brehm, Campbell, Miller, & Perlman, 2002). Papalia, Olds, dan Feldman (2004) juga menyatakan bahwa usia yang ideal untuk menikah bagi perempuan adalah tahun, sedangkan bagi laki-laki adalah tahun. Tingkatan usia ini merupakan usia terbaik untuk menikah, baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama (the first time parenting). Di Indonesia, usia rata-rata seorang perempuan untuk menikah adalah 21 tahun dan usia rata-rata laki-laki untuk menikah adalah 24 tahun (Xenos dalam Sarwono, 2002). Akan tetapi, dalam beberapa waktu terakhir ini telah terjadi perubahan yang dramatis dimana orang menunda waktu untuk segera menikah. Di Amerika, seorang perempuan akan menikah ketika berusia 25 tahun dan laki-laki berusia 27 tahun, bahkan terdapat juga individu yang menunda pernikahannya lebih dari usia tersebut (Brehm et al, 2002). Begitu juga di Indonesia, banyak individu dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang menunda hingga usia 24 sampai dengan 34 tahun (Jones dalam Robinson & Bessell, 2002). Dengan begitu, terbentuklah gaya hidup yang baru bagi orang dewasa di Indonesia. Weiten dan Llyod (2006) menyatakan bahwa salah satu gaya hidup baru yang sangat menonjol adalah melajang (single life). Santrock (1995) menyatakan 1

2 bahwa terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dari hidup melajang yaitu waktu kerja yang fleksibel, melakukan mobilitas secara bebas, kehidupan pribadi yang tidak terganggu, dan adanya otonomi terhadap diri sendiri. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Sunarto (2000) yang berpendapat bahwa saat ini perkawinan bukan lagi menjadi prioritas utama bagi individu yang sudah mencapai usia dewasa. Fenomena tersebut tentunya tidak sesuai dengan pernyataan Papalia, Olds, dan Feldman (2004) yang menyatakan bahwa individu yang sudah mencapai usia dewasa seharusnya sudah memiliki pasangan dan kemudian membentuk suatu keluarga. Erickson (dalam Myers, 1999) juga menyebutkan bahwa fokus utama yang seharusnya dilakukan individu ketika memasuki usia dewasa adalah menjalin hubungan intim dengan seseorang dan memiliki komitmen dengan pasangannya tersebut. Dalam hal ini, wujud dari komitmen tersebut adalah pernikahan yang merupakan suatu cara terbaik untuk mendapatkan seorang anak. Idealnya suatu pernikahan didalam akan terdapat keintiman, pertemanan, kedekatan, aktifitas seksual, persahabatan, dan pertumbuhan emosional (Papalia, Olds, & Feldman, 2004) Menurut Stenberg (dalam Hogg & Vaughan, 2002) yang dimaksud dengan komitmen adalah perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dengan orang lain. Komitmen itu akan terjadi saat individu telah memiliki penilaian kognitif terhadap hubungan yang dijalaninya dan mempunyai niat untuk mempertahankan hubungan intim tersebut. Akan tetapi, bila individu dewasa mengalami kegagalan dalam memperoleh dan membentuk keintiman dengan 2

3 seseorang, maka individu akan merasakan keadaan yang sangat menyakitkan dan merasa dirinya tidak lengkap tanpa pasangan yang disebut dengan loneliness (Morris & Maisto, 2005). Oleh karena itu, penting bagi seorang individu baik laki-laki maupun perempuan untuk mulai membangun hubungan intim dengan orang lain dan kemudian berkomitmen dengan pasangannya. Bagi individu dewasa, gaya hidup melajang ini kemudian dapat menjadi suatu masalah bagi dirinya. Santrock (1995) menyatakan bahwa terdapat keprihatinan pada orang dewasa yang muncul sebagai akibat dari melajang, antara lain ketiadaan hubungan intim dan mengalami loneliness. Weiten dan Llyod (2006) juga menyebutkan bahwa salah salah satu karakteristik yang melekat pada individu dewasa yang melajang adalah mereka mengalami loneliness karena tidak memiliki hubungan kedekatan emosional dengan seseorang. Menurut Brehm et al (2002), hidup melajang dapat dikategorikan ke dalam beberapa sub kelompok yaitu belum pernah menikah (never married), berpisah atau bercerai (separated or divorced), dan janda (widowed). Pada kelompok yang belum pernah menikah, loneliness terjadi karena individu belum memiliki dan menemukan pasangan yang ideal bagi dirinya, sedangkan pada kelompok yang berpisah atau bercerai dan janda, loneliness yang terjadi disebabkan oleh kehilangan hubungan perkawinan yang dimiliki oleh individu. Berkaitan dengan adanya gaya hidup baru yang menonjol pada masa dewasa dini, yaitu melajang maka penelitian ini akan difokuskan pada individu yang belum pernah menikah (never married). 3

4 Secara umum, orang yang melajang (baik laki-laki maupun perempuan) mengalami tingkat loneliness yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sudah menikah (Brehm et al, 2002). Pernyataan tersebut dipertegas lagi oleh Papalia, Olds, dan Feldman (2004) yang mengemukakan bahwa stereotip yang terdapat dikalangan orang yang melajang adalah bahwa mereka cenderung mengalami loneliness yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang telah menikah. Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya loneliness pada individu yang melajang adalah ketika individu tersebut tidak lagi memiliki hubungan yang adekuat dengan seseorang ataupun pasangannya. Hal ini diperkuat lagi oleh Heffner (dalam Weiten & Llyod, 2006) yang mengemukakan bahwa loneliness yang terjadi karena retaknya hubungan yang romantis atau tidak memiliki seseorang yang khusus dalam hidup individu, maka dapat menimbulkan perasaan lonely yang semakin kuat. Loneliness itu sendiri adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan perasaan yang tidak menyenangkan dan individu merasa bahwa hubungan yang dia inginkan tidak memberikan kepuasan pada dirinya (Sigelman & Rider, 2003). Adapun perasaan yang muncul saat individu merasa lonely adalah desperation, depression, impatient boredom, dan self-deprecation (Rubenstein & Shaver, dalam Brehm et al, 2002). Hal ini diperkuat lagi oleh McWhirter (dalam Rokach, 1998) yang menyatakan bahwa loneliness dapat menimbulkan perasaan depresi, keinginan untuk bunuh diri, sikap bermusuhan, alkoholik, menyalahkan diri 4

5 sendiri, dan penyakit psikosomatis. Hawkely et al (2003) menambahkan bahwa loneliness yang dialami oleh seseorang dapat membawa individu kepada penyakit yang lebih berbahaya baik kesehatan mental dan psikisnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa loneliness yang terjadi pada seseorang dapat membawa dampak yang negatif bagi kesehatannya. Di Indonesia, loneliness diartikan sebagai kesepian, namun pada penggunaannya loneliness mempunyai makna yang dalam dari kata kesepian. Untuk selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan kata loneliness yang menggambarkan suatu keadaan atau situasi kesepian, sedangkan kata lonely menggambarkan perasaan kesepian yang dialami individu. Loneliness yang dirasakan oleh individu dipengaruhi oleh pengatribusiannya terhadap penyebab dari loneliness yang dialami. Dane, Deaux, dan Wrightsman (1993) menyatakan bahwa loneliness yang dialami seseorang tergantung pada pengatribusian yang dilakukan terhadap penyebab ketidakbahagiaannya. Proses mengatribusikan penyebab dari suatu kejadian atau peristiwa yang dialami oleh seseorang dikenal dengan istilah causal attribution (Brehm et al, 2002). Causal attribution ini merupakan penjelasan mengenai faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap peristiwa atau kejadian yang dialami oleh seseorang yaitu dari perilakunya atau hal lain di luar dirinya (Weiner, dalam Pervin, 2005). Di dalam causal attribution yang menjadi faktor penyebab munculnya loneliness adalah karakteristik kepribadian dan faktor situasional (Perlman & Peplau, dalam Brehm et al, 2002). Selanjutnya Brehm et al (2002) menyatakan bahwa karakteristik kepribadian memegang peranan yang besar terhadap terjadinya 5

6 loneliness pada seseorang. Adapun karakteristik kepribadian dalam causal attribution yang menjelaskan faktor kepribadian tersebut adalah locus of control (Rotter, dalam Pervin, 2005). Rotter (dalam Hogg & Vaughan, 2002) menyatakan locus of control merupakan suatu keyakinan bahwa kejadian atau peristiwa yang dialami oleh individu merupakan akibat dari perilakunya sendiri (internal) atau karena adanya faktor lain seperti nasib, keberuntungan dan pengaruh orang lain (eksternal). Ia juga menambahkan bahwa individu yang lebih berorientasi internal percaya bahwa peristiwa atau kejadian dalam hidupnya terjadi karena perilakunya sendiri. Sebaliknya, pada individu yang lebih berorientasi eksternal percaya bahwa kejadian atau peristiwa yang dialaminya diakibatkan oleh adanya faktor lain di luar dirinya. Lebih lanjut, Stone dan Jackson (dalam Howard, 1996) berpendapat bahwa individu yang mempunyai locus of control internal berkeyakinan bahwa mereka mempunyai kontrol yang lebih dalam mengendalikan kejadian ataupun peristiwa yang dialaminya, dan menganggap bahwa perubahan yang terjadi adalah karena kemampuan atau usahanya sendiri. Sebaliknya, pada individu yang mempunyai locus of control eksternal berkeyakinan bahwa mereka tidak mempunyai kontrol atau memiliki kontrol yang sedikit terhadap kejadian yang dialaminya. Rotter (dalam Schultz & Schultz, 1994) menyatakan bahwa individu dengan locus of control internal dilaporkan sedikit mengalami kecemasan, memiliki self-esteem yang tinggi, lebih bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya, dan mempunyai kesehatan mental yang baik dibandingkan individu 6

7 dengan locus of control eksternal. Selain itu, individu yang mengembangkan orientasi internal meyakini bahwa keterampilan, kerja keras, tinjauan terhadap masa depan, dan perilaku yang bertanggung jawab akan memberikan hasil yang positif. Sedangkan individu yang mengembangkan orientasi eksternal meyakini bahwa suatu kejadian ditentukan oleh kesempatan, tindakan orang lain dan faktorfaktor yang tidak dapat dikontrolnya (Rotter, dalam Baron & Byrne, 1992). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu dengan locus of control internal akan menganggap bahwa dirinya memiliki kontrol yang lebih dalam menghadapi kejadian atau peristiwa yang dialaminya daripada individu dengan locus of control eksternal. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuat lemahnya loneliness dipengaruhi locus of control baik internal maupun eksternal. Kedua jenis locus of control tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam menghadapi loneliness yang dapat memperkuat atau memperlemah loneliness itu sendiri. Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan loneliness yang dialami individu lajang yang memiliki locus of control internal dan locus of control eksternal. I. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan loneliness pada individu lajang ditinjau dari locus of control, baik secara umum maupun berdasarkan aspek-aspek dari loneliness itu sendiri.. 7

8 I. C. Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas ruang lingkup dan menambah wacana dalam ilmu psikologi khususnya psikologi klinis, psikologi kesehatan, psikologi kepribadian, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan. Meskipun penelitian ini lebih berfokus pada pengembangan psikologi klinis dalam pemberian informasi mengenai loneliness yang dialami individu lajang dan locus of control. Namun, diharapkan hasil penelitian ini nantinya juga dapat memberi sumbangan pada pemahaman teoritis mengenai dinamika loneliness pada psikologi kesehatan, dan psikologi sosial, tugas perkembangan individu dewasa dini khususnya individu lajang pada psikologi perkembangan, serta kontribusi teoritis pada topik locus of control dalam pembahasan psikologi kepribadian.. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat dalam mengetahui gambaran loneliness. b. Sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya loneliness yang menghambat individu lajang untuk menjalin hubungan dengan seseorang dan membentuk komitmen dengannya. c. Hasil Penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam menemukan cara yang tepat untuk mengurangi 8

9 loneliness yang dialami oleh individu sehingga terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan loneliness. d. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan ataupun pemahaman pada masyarakat bahwa locus of control sebagai salah satu faktor kepribadian perlu untuk diperhatikan, dimana factor tersebut turut mempengaruhi perilaku individu dalam keberhasilannya berinteraksi dengan orang lain. I. D. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang pemilihan masalah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti topik ini, tujuan penelitian yang merupakan fokus perhatian dalam penelitian ini, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini berisi pembahasan secara teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang loneliness; pengertian loneliness, tipe-tipe loneliness, faktor-faktor yang mempengaruhi loneliness, perasaan loneliness, penyebab loneliness, locus of control; pengertian locus of control, jenis locus of control, aspek-aspek locus of control, dinamika perbedaan loneliness dengan locus of control dan hipotesa penelitian. 9

10 BAB III Metode Penelitian Bab ini berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, karakteristik subjek penelitian dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data penelitian. BAB IV Analisa dan Interpretasi Data Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian, dan hasil tambahan penelitian yang membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan. BAB V Kesimpulan, Saran, dan Diskusi Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, diskusi penelitian, serta saran-saran yang diperlukan baik untuk penyempurnaan penelitian atau untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 10

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa BAB II LANDASAN TEORI II.A. Loneliness Pada Individu yang Melajang II.A.1. Pengertian Loneliness Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa dini, dewasa madya, maupun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang 1 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal di depan penghulu atau kepala agama tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat oleh perkawinan atau darah dan biasanya meliputi ayah, ibu, dan anak atau anakanak. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan 12 BAB II LANDASAN TEORI II. A. Dukungan Sosial II. A. 1. Pengertian Dukungan Sosial Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Ada beberapa tokoh yang memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain. BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kesepian II.1.1. Definisi Kesepian Hampir semua orang, tak terkecuali remaja pernah merasa kesepian. Banyak sekali definisi mengenai kesepian yang dikemukakan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya BAB II LANDASAN TEORI II. A. Kesepian II. A. 1. Pengertian Kesepian Perlman & Peplau (dalam Brehm et al, 2002) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Esteem 2.1.1 Pengertian Self Esteem Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang dilakukan seseorang baik dalam cara positif maupun negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian Pada bab sebelumnya, telah diberikan beberapa penjelasan mengenai kesepian. Dikatakan bahwa kesepian dapat dirasakan oleh setiap individu, kapan saja dan dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: FITRI VIDAYA 031301035 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYESUAIAN DIRI 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog, dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu rentang hidup yang dijalani oleh setiap individu adalah masa dewasa. Papalia (2008) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah

BAB II LANDASAN TEORI. Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian II.A.1 Definisi Kesepian Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah merasakan dan mengalami kesepian. Ada banyak definisi yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang sering dialami oleh remaja seperti kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan bisa terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith &

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & BAB II LANDASAN TEORI A. Loneliness 1. Pengertian Loneliness Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & Woodward, 1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian BAB II LANDASAN TEORI II.A. KESEPIAN Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian dapat terjadi pada banyak situasi seperti ketika seseorang mencoba mendapatkan teman di sekolah yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan individu dan sudah pasti tidak dapat dipisahkan. Secara umum, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pengaruh merokok terhadap kesehatan telah terdokumentasi secara luas. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah berhasil menunjukan hubungan tembakau dengan terjadinya

Lebih terperinci

Eni Yulianingsih F

Eni Yulianingsih F HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN KECEMASAN MEMPEROLEH PASANGAN HIDUP PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: Eni

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP PASANGAN DENGAN KESEPIAN PADA INDIVIDU YANG MENIKAH SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP PASANGAN DENGAN KESEPIAN PADA INDIVIDU YANG MENIKAH SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP PASANGAN DENGAN KESEPIAN PADA INDIVIDU YANG MENIKAH SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: Sondang R. P. Hutajulu 031301007 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEPIAN PADA JANDA YANG DITINGGAL MATI PASANGANNYA SKRIPSI. Guna Memenuhi Persyaratan. Sarjana Psikologi.

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEPIAN PADA JANDA YANG DITINGGAL MATI PASANGANNYA SKRIPSI. Guna Memenuhi Persyaratan. Sarjana Psikologi. HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEPIAN PADA JANDA YANG DITINGGAL MATI PASANGANNYA SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi Oleh: Rospita Afriyanti (031301089) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan pemahaman umum mengenai seberapa senang seseorang akan kehidupannya sendiri atau secara formal merupakan tingkat dimana seseorang menilai

Lebih terperinci

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP STRATEGI COPING STRES PADA WANITA SINGLE PARENT DEWASA AWAL (STUDI DI KECAMATAN PERAK JOMBANG)

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP STRATEGI COPING STRES PADA WANITA SINGLE PARENT DEWASA AWAL (STUDI DI KECAMATAN PERAK JOMBANG) HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP STRATEGI COPING STRES PADA WANITA SINGLE PARENT DEWASA AWAL (STUDI DI KECAMATAN PERAK JOMBANG) Hubbil Fadhilah_11410101 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Descutner dan Thelen (1991) mengatakan bahwa keintiman merupakan kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupan sosial dan merupakan faktor penting mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap dirinya, maka individu dikatakan memiliki self esteem yang rendah (Deaux,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap dirinya, maka individu dikatakan memiliki self esteem yang rendah (Deaux, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Self - esteem merupakan sikap positif ataupun negatif terhadap diri individu (Rosenberg, 2006). Self - esteem menunjukan keseluruhan sikap seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keluarga merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia karena di dalam keluarga manusia lahir dan dibesarkan. Sebuah keluarga yang ideal adalah keluarga

Lebih terperinci