HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan September 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

III. MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELITIAN

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

Transkripsi:

16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk pengolahan data percobaan (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cicurug Umur Tanaman Jumlah Tanaman 0 krad 3 krad 5 krad 0 MSP 57 30 70 2 MSP 96 30 76 4 MSP 97 30 110 6 MSP 87 26 108 8 MSP 80 26 101 10 MSP 76 22 96 12 MSP 66 20 86 14 MSP 53 16 82 16 MSP 49 10 50 18 MSP 47 12 58 20 MSP 40 8 50 22 MSP 33 2 42 24 MSP 28 2 31 26 MSP 23 1 25 28 MSP 17 0 17 30 MSP 12 0 11 32 MSP 1 0 9 34 MSP 0 0 7 36 MSP 0 0 2 Tabel 2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang Berbeda di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Jumlah Tanaman 0 krad 1 krad 3 krad 5 krad 0 MSP 3 5 5 5 4 MSP 3 13 0 11 8 MSP 8 21 0 11

17 700 643.9 600 500 400 524.6 476.3 403 300 200 100 0 270.5 217.4 167.2 75.7 112.3 36 16 35 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan Gambar 5. Curah Hujan di Lokasi Cicurug Tahun 2008 Kondisi cuaca pada saat percobaan ini dilakukan sangat mempengaruhi tanaman. Curah hujan di lokasi Cicurug pada tahun 2008 ditunjukkan pada Gambar 5. Pada bulan Juli hingga September 2008 terjadi kekeringan karena sangat jarang hujan dan panas terus-menerus sehingga beberapa tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Selanjutnya mulai bulan November 2008 terjadi hujan dengan curah hujan sangat tinggi sehingga menyebabkan beberapa tanaman menjadi busuk dan mati (Gambar 6a-c). Busuk yang terjadi pada berbagai bagian tanaman menunjukkan gejala bagian tanaman tersebut menjadi lunak dan berwarna kecoklatan. Organisme penyebab busuk ini belum dipelajari. Selama pengamatan ditemukan bahwa tanaman yang mulai layu akan segera mati, tidak akan bertahan dalam waktu lama. Naungan paranet yang digunakan pada awal percobaan (kerapatan 65%) terlalu rapat sehingga menyebabkan pertumbuhan tangkai daun purwoceng mengalami etiolasi, terlihat pada tangkai daun menjadi kurus dan lebih panjang. Kemudian dilakukan penjarangan paranet menjadi 50% dan selanjutnya dilakukan pemasangan plastik di atas paranet pada musim hujan (Gambar 6d). Terdapat beberapa tanaman muda yang baru dipindahkan ke pot besar mengalami gejala bintik-bintik putih pada daun (Gambar 6e). Hal ini disebabkan oleh kurangnya unsur N dan hara lainnya pada tanah. Gejala bintik putih pada daun tidak muncul lagi setelah dilakukan pemupukan.

18 a b d c e Gambar 6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng. Daun layu dan mengering (a), daun membusuk (b), tanaman mati (c), daun berbintik-bintik putih (d), naungan paranet dilapisi plastik (e) a b c d Gambar 7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng. Kutu daun di permukaan bawah daun (a), tanaman berkerut (b), nematoda membentuk bintil-bintil akar (c), daun tanaman terserang belalang (d) Seluruh tanaman terserang kutu daun Aphis sp. (Gambar 7a) dengan tingkat serangan berbeda disertai kelompok semut yang juga ikut mengerubungi tanaman. Pengendalian kutu daun dilakukan dengan menyemprotkan larutan furadan atau larutan deterjen, tetapi hanya dapat mengusir kutu sementara. Pengendalian kutu daun yang paling efektif adalah dengan menggunakan tangan. Kutu daun menghisap cairan tanaman sehingga daun menjadi berkerut (Gambar 7b). Selain itu juga terjadi serangan sejenis nematoda yang membentuk bintil-bintil pada akar dan menghisap sari tanaman (Gambar 7c). Hama lain yang menyerang tanaman adalah belalang yang memakan daun sehingga tinggal tangkainya (Gambar 7d).

19 Karakter Kualitatif Bentuk daun Daun awal yang muncul pada tanamann purwoceng adalah daun tunggal. Setetah mencapai 2 MSP kemudian terbentuk daun majemuk sampai tanaman dewasa. Daun tunggal merupakan daun dengan satu helai daun pada satu tangkai daun, sedangkan daun majemuk adalah daun yang memiliki beberapa helai anak daun pada satu tangkai daun (Gambar 8a-b). Bentuk anak daun purwoceng berdasarkan pengamatan tidak berbeda antar tanaman generasi M2 untuk semua dosis iradiasi. Bentuk anak daun secaraa umum adalah bentuk jantung bergerigi atau bulat bergerigi (Gambar 8c-d)tangkai daun dan pada ujung tangkai daun terdapatt satu anak daun. Meskipun demikian pada tanaman M2/09.04..08/5 KRAD/20 di lokasi Cicurug ditemukan susunan anak daun yang berbeda, yaitu tangkai anak daun yang terlihat bercabang-cabang (Gambar 8e) ). Grosch (1965) menyatakan bahwa banyak tanaman yang diiradiasi akhirnya menghasilkan penyimpangan-penyimpangan bentuk daun. Berdasarkan temuan tersebut dibuat sketsa keragaman susunan anak daun purwoceng (Gambar Pasanga an anak daun pada daun majemuk terletak berhadapan pada 9). a b c d e Gambar 8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng. Daun tunggal (a), daun majemuk (b), anak daun bulat bergerigi (c), anak daun jantung bergerigi (d), dan penyimpangan bentuk daun (e)

20 Gambar 9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng. Majemuk tidak bercabang (kiri) dan majemuk bercabang (kanan) Warna Daun Warna hijau pada daun muda terlihat lebih cerah, sedangkan pada daun tua terlihat lebih gelap (Gambar 10a). Warna kemerahan pada daun ada yang terlihat jelas dan ada yang samar atau hanya semburat (Gambar 10b). Padaa daun purwoceng terdapat tiga kombinasi kedua warna ini, yaitu: 1. Seluruh permukaan daun muda dan daun tua berwarna hijau 2. Permukaan bawah daun muda berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atasnya dan kedua permukaan daun tua berwarna hijau 3. Permukaan bawah daun muda dan daun tua berwarna hijau kemerahan, sedangkan permukaan atas keduanya berwarna hijau Tanaman-tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cicurug menunjukkan seluruh kombinasi warna di atas. Tanaman-tanamakombinasi 2 (95 dan 57 tanaman), sedangkan tanaman-tanaman generasi M2 3 krad lebih banyak menunjukkan kombinasi 1 (27 tanaman). Kombinasi 3 terdapat pada sedikit tanamann saja, yaitu dua tanamann pada masing-masing dosis iradiasi (Lampiran 1-3). Tanaman-tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cibadak secara umum menunjukkan kombinasi 1. Kombinasi 2 ditunjukkan pada tiga tanaman kontrol dan masing- masing dua tanaman generasi M2 3 krad dan 5 krad (Lampiran 4-7). Pulungan (2008) menyatakan bahwa kombinasi warna daun inii bukan merupakan akibat radiasi, melainkan hanya berupa penyesuaian n tanaman terhadap lingkungan. Intensitas warna kemerahan dapat bertambah atau berkurang. Pada dua bulan di akhir percobaan ditemukan beberapaa tanaman dengan kedua permukaan daun tua berwarna merah atau hijau kekuningann yang diduga disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya cahaya (Gambar 10c). Salisbury dan Rosss (1995) menyatakan bahwa sebagian besar tumbuhan membentuk pigmen antosianin pada beberapaa sel terspesialisasi, dan sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak berfotosintesis, misalnya pada daun yang akan generasi M2 5 krad dan kontrol lebih banyak menunjukkan gugur.

21 a b c Gambar 10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng. Warna hijau berbeda pada daun muda dan daun tua (a), warna hijau kemerahan dominan pada permukaan bawah daun muda (b), warna kemerahan pada daun tua (c) Warna Tangkai Daun Warna yang ditemukan pada tangkai sama dengan yang ditemukan pada daun, yaitu hijau dan hijau kemerahan (Gambar 11). Samaa halnya dengan daun, intensitas warna kemerahan pada tangkai juga dapat bertambah atau berkurang. Gambar 11. Warna Tangkai Daun Purwoceng. Warna hijau warna hijau kemerahan (kanan) (kiri), dan Seluruh tanamann generasi M2 di lokasi Cibadak memiliki tangkai daun berwarna hijau kecuali satu tanaman, yaitu I/1R/29-12-07/SAM MPEL5 (Lampiran 4-7). Berbeda halnya dengan tanaman di lokasi Cicurug, seluruh tanaman generasi M2 semua dosiss iradiasi menunjukkan salah satu dari kedua warna, namun secara umum berwarna hijau kemerahan kecuali beberapa tanamann dengan warna tangkai daun hijau, yaitu dua tanaman pada masing-masing dosis iradiasi (Lampiran 1-3).

22 Tipe Kanopi Secara umum pada tanamann generasi M2 di lokasi Cicurug, kanopi tegak (Gambar 12a) ditemukan pada tanaman muda, yaitu antara umur 0-16 MSP pada tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol, serta cenderung lebih singkat pada tanaman generasi M2 5 krad, yaitu sekitar umur 0-12 MSP. Kanopi rebah (Gambar 12b) ditemukan pada tanaman yang lebih tua. Semakin tua tanaman maka anak daun semakin banyak sehingga tangkai daun semakin panjang dan berat. Pada tanaman generasi M2 5 krad, kecenderungan kanopi yang lebih cepat rebah disebabkan oleh sebagian besar tanaman generasi M2 5 krad hidup pada awal percobaan saat paranet lebih teduh sehingga tangkai teretiolasi dan menjadi lemah. Selain itu tegak atau rebahnya kanopi juga dipengaruhi oleh kesegaran tangkai daun. Pada beberapa tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol ditemukan kanopi yang masih tegak sampai maksimal pada umur 18 MSP. Hal ini diduga dipengaruhi oleh jumlah anak daun yang terdapat pada tangkai lebih sedikit sehingga daun tidak terlalu berat. a b Gambar 12. Tipe Kanopi Purwoceng. Tipe tegak (a) dan tipe rebah (b) Karakter Kuantitatif Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug dan Cibadak Jumlah Daun Rata-ratlokasi Cicurug ditunjukkan pada Gambar 13 (berdasarkan Lampiran 8). Hasil uji-t karakter jumlah daun antar pasangann dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi (Tabel 3) menunj jukkan bahwa jumlah daun tanaman generasi M2 3 krad cenderung atau nyata lebih sedikit dibandingkan jumlah daun tanaman generasi M2 5 krad dan kontrol pada semua umur. Jumlah daun tanaman generasi M2 5 krad tidak berbeda dengan tanaman kontrol pada semua umur. jumlah daun tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di

23 Tabel 3. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Umur Tanaman Perlakuan yang Dibandingkan t-hitung Peluang 0 MSP 0 krad vs 3 krad 1.73 tn 0.090 0 krad vs 5 krad 0.56 tn 0.577 3 krad vs 5 krad -1.45 tn 0.154 2 MSP 0 krad vs 3 krad 1.87 tn 0.067 0 krad vs 5 krad -0.01 tn 0.994 3 krad vs 5 krad -1.90 tn 0.063 4 MSP 0 krad vs 3 krad 2.47 * 0.017 0 krad vs 5 krad 0.09 tn 0.929 3 krad vs 5 krad -2.53 * 0.015 6 MSP 0 krad vs 3 krad 2.29 * 0.026 0 krad vs 5 krad 1.00 tn 0.317 3 krad vs 5 krad -1.58 tn 0.121 8 MSP 0 krad vs 3 krad 4.74 * 0.000 0 krad vs 5 krad 1.57 tn 0.118 3 krad vs 5 krad -3.29 * 0.002 10 MSP 0 krad vs 3 krad 3.95 * 0.000 0 krad vs 5 krad -0.39 tn 0.699 3 krad vs 5 krad -4.31 * 0.000 12 MSP 0 krad vs 3 krad 2.93 * 0.005 0 krad vs 5 krad 0.56 tn 0.573 3 krad vs 5 krad -2.67 * 0.011 14 MSP 0 krad vs 3 krad 2.35 * 0.024 0 krad vs 5 krad 0.56 tn 0.580 3 krad vs 5 krad -1.74 tn 0.089 16 MSP 0 krad vs 3 krad 1.33 tn 0.200 0 krad vs 5 krad -0.15 tn 0.879 3 krad vs 5 krad -1.29 tn 0.206 18 MSP 0 krad vs 3 krad 3.37 * 0.002 0 krad vs 5 krad 1.64 tn 0.105 3 krad vs 5 krad -2.14 * 0.041 20 MSP 0 krad vs 3 krad 2.47 * 0.024 0 krad vs 5 krad -0.13 tn 0.898 3 krad vs 5 krad -2.68 * 0.017 22 MSP 0 krad vs 3 krad 1.24 tn 0.431 Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5% 0 krad vs 5 krad 1.41 tn 0.163 3 krad vs 5 krad -0.78 tn 0.579

24 24 22 21.33 20 18 18.42 17.7 Jumlah Daun (tangkai) 16 14 12 10 8 6 4 2 3.93 3.37 4.66 4.1 6.45 5.26 5.58 4.4 8.03 5.92 14.66 15.5 12.62 13.92 14.38 13.2 10.62 9.3 10.88 8.55 6.82 0 krad 3 krad 5 krad 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Umur Tanaman (MS P) Gambar 13. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Rata-rata jumlah daun tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cibadak ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil uji-t karakter jumlah daun antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 ditunjukkan pada Tabel 5. Jumlah daun tanaman generasi M2 1 krad nyata lebih banyak dibandingkan jumlah daun tanaman generasi M2 5 krad dan kontrol pada umur 8 MSP. Keragaman jumlah daun tanaman generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak ini diduga merupakan akibat dari faktor lingkungan, bukan akibat iradiasi sinar gamma. Hasil percobaan yang dilakukan Pulungan (2008) menunjukkan pada 4-8 MSP hasil uji-t antara tanaman kontrol dengan tanaman generasi M1 1 krad, 3 krad, dan 5 krad, maupun antara kombinasi pasangan lainnya, keenam pasangan tersebut tidak menunjukkan jumlah daun yang berbeda. Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Rata-rata Jumlah Daun (tangkai) 0 krad 1 krad 3 krad 5 krad 0 MSP 4.62 4.57 4.60 4.00 4 MSP 5.67 5.77-5.09 8 MSP 6.67 9.40-6.80

25 Tabel 5. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Perlakuan yang Dibandingkan t-hitung Peluang 0 MSP 0 krad vs 1 krad 0.16 tn 0.874 0 krad vs 3 krad 0.07 tn 0.946 0 krad vs 5 krad 1.78 tn 0.096 1 krad vs 3 krad -0.09 tn 0.930 1 krad vs 5 krad 1.85 tn 0.077 3 krad vs 5 krad 1.77 tn 0.107 4 MSP 0 krad vs 1 krad -0.13 tn 0.904 0 krad vs 5 krad 0.74 tn 0.511 1 krad vs 5 krad 1.15 tn 0.263 8 MSP 0 krad vs 1 krad -2.60 * 0.048 Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5% 0 krad vs 5 krad -0.14 tn 0.893 1 krad vs 5 krad 2.48 * 0.042 Panjang Tangkai Daun Rata-rata panjang tangkai daun tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cicurug ditunjukkan pada Gambar 14 (berdasarkan Lampiran 9), terlihat bahwa ketiga tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi secara bergantian memiliki tangkai daun terpanjang pada umur yang berbeda dari awal sampai akhir pengamatan. 22 20 18 18.19 17.83 18.72 19.63 19.91 Panjang Tangkai Daun (cm) 16 14 12 10 8 6 4 5.82 4.52 10.65 7.63 8.35 6.33 6.35 5.36 13.57 13.03 13.64 13.23 13.31 12.78 11.82 9.89 14.96 14.02 13.4 0 krad 3 krad 5 krad 2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Umur Tanaman (MSP) Gambar 14. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug

26 Tabel 6. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Umur Tanaman Perlakuan yang Dibandingkan t-hitung Peluang 0 MSP 0 krad vs 3 krad 2.31 * 0.024 0 krad vs 5 krad 3.73 * 0.000 3 krad vs 5 krad 0.38 tn 0.706 2 MSP 0 krad vs 3 krad 1.24 tn 0.221 0 krad vs 5 krad 3.21 * 0.002 3 krad vs 5 krad 1.12 tn 0.266 4 MSP 0 krad vs 3 krad -1.35 tn 0.184 0 krad vs 5 krad 1.57 tn 0.118 3 krad vs 5 krad 2.43 * 0.020 6 MSP 0 krad vs 3 krad -2.10 * 0.043 0 krad vs 5 krad 1.38 tn 0.169 3 krad vs 5 krad 3.01 * 0.005 8 MSP 0 krad vs 3 krad -1.23 tn 0.226 0 krad vs 5 krad 2.88 * 0.005 3 krad vs 5 krad 3.19 * 0.003 10 MSP 0 krad vs 3 krad 0.35 tn 0.727 0 krad vs 5 krad -0.59 tn 0.559 3 krad vs 5 krad -0.75 tn 0.461 12 MSP 0 krad vs 3 krad -1.25 tn 0.218 0 krad vs 5 krad -4.90 * 0.000 3 krad vs 5 krad -2.30 * 0.028 14 MSP 0 krad vs 3 krad -2.04 tn 0.051 0 krad vs 5 krad -6.04 * 0.000 3 krad vs 5 krad -2.81 * 0.008 16 MSP 0 krad vs 3 krad -1.48 tn 0.168 0 krad vs 5 krad -7.40 * 0.000 3 krad vs 5 krad -1.93 tn 0.080 18 MSP 0 krad vs 3 krad -2.74 * 0.015 0 krad vs 5 krad -9.01 * 0.000 3 krad vs 5 krad -2.75 * 0.015 20 MSP 0 krad vs 3 krad -2.17 tn 0.052 0 krad vs 5 krad -8.42 * 0.000 3 krad vs 5 krad -2.93 * 0.017 22 MSP 0 krad vs 3 krad -2.22 tn 0.269 0 krad vs 5 krad -9.21 * 0.000 3 krad vs 5 krad -0.93 tn 0.522 Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5%

27 Hasil uji-t karakter panjang tangkai daun antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada umur 12-22 MSP tangkai daun tanaman generasi M2 5 krad cenderung atau nyata lebih panjang dibandingkan dengan tangkai daun tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol. Pada awal pengamatan (0 dan 2 MSP) tangkai daun tanaman kontrol nyata lebih panjang dibandingkan tangkai daun tanaman generasi M2 5 krad, tetapi selanjutnya pada 4-8 MSP tangkai daun tanaman generasi M2 3 krad nyata lebih panjang dibandingkan tangkai daun tanaman generasi M2 5 krad. Tabel 7. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Rata-rata Panjang Tangkai Daun (cm) 0 krad 1 krad 3 krad 5 krad 0 MSP 5.50 5.60 5.20 6.23 4 MSP 7.33 9.35-8.95 8 MSP 14.00 15.40-17.00 Rata-rata panjang tangkai daun tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cibadak ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil uji-t karakter panjang tangkai daun antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 tidak menunjukkan panjang tangkai daun yang berbeda (Lampiran 11). Keragaman panjang tangkai daun tanaman generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak ini diduga juga merupakan akibat dari faktor lingkungan, bukan akibat iradiasi sinar gamma. Hasil percobaan yang dilakukan Pulungan (2008) menunjukkan pada 4-8 MSP hasil uji-t antara tanaman kontrol dengan tanaman generasi M1 1 krad, 3 krad, dan 5 krad, maupun antara kombinasi pasangan lainnya, keenam pasangan tersebut tidak menunjukkan panjang tangkai daun yang berbeda. Diameter Kanopi Rata-rata diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cicurug ditunjukkan pada Gambar 15 (berdasarkan Lampiran 10), terlihat bahwa ketiga tanaman generasi M2 semua dosis iradiasi memiliki diameter kanopi terpanjang secara bergantian pada umur yang berbeda dari awal sampai akhir pengamatan.

28 70 65 60 55 53.9 55.8 60.29 61.4 63.7 Diameter Kanopi (cm) 50 45 40 35 30 25 26.9 45.7 40 33 35.4 36.4 27.3 44.7 45.1 49.9 47.9 47.3 0 krad 3 krad 5 krad 20 15 10 5 13.79 11.57 12.43 8.43 19.2 14.85 21.73 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Umur Tanaman (MSP) Gambar 15. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug Sama halnya dengan karakter panjang tangkai daun, hasil uji-t karakter diameter kanopi antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 (Tabel 8) menunjukkan bahwa pada 10 MSP antara tanaman kontrol dengan tanaman generasi M2 3 krad dan 5 krad, maupun antara tanaman generasi M2 3 krad dengan 5 krad, tidak menunjukkan diameter kanopi yang berbeda. Pada umur 12-22 MSP tanaman generasi M2 5 krad memiliki diameter kanopi yang cenderung atau nyata lebih besar dibandingkan dengan tanaman generasi M2 3 krad dan kontrol. Pada awal percobaan (0 MSP) antara tanaman kontrol dengan tanaman generasi M2 3 krad dan 5 krad, maupun antara tanaman generasi M2 3 krad dengan 5 krad, menunjukkan diameter kanopi yang berbeda nyata dan diameter kanopi tanaman kontrol adalah yang terbesar. Selanjutnya pada 2 dan 8 MSP diameter kanopi tanaman kontrol masih nyata lebih besar dibandingkan tanaman generasi M2 5 krad, tetapi pada umur 4 dan 6 MSP diameter kanopi tanaman generasi M2 3 krad nyata lebih besar dibandingkan tanaman generasi M2 5 krad.

29 Tabel 8. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug Umur Tanaman Perlakuan yang Dibandingkan t-hitung Peluang 0 MSP 0 krad vs 3 krad 3.65 * 0.001 0 krad vs 5 krad 2.31 * 0.023 3 krad vs 5 krad -2.19 * 0.034 2 MSP 0 krad vs 3 krad 0.38 tn 0.706 0 krad vs 5 krad 2.15 * 0.033 3 krad vs 5 krad 0.87 tn 0.390 4 MSP 0 krad vs 3 krad -2.40 * 0.020 0 krad vs 5 krad 1.29 tn 0.200 3 krad vs 5 krad 3.26 * 0.002 6 MSP 0 krad vs 3 krad -0.76 tn 0.452 0 krad vs 5 krad 2.31 * 0.022 3 krad vs 5 krad 2.30 * 0.028 8 MSP 0 krad vs 3 krad 0.46 tn 0.649 0 krad vs 5 krad 3.04 * 0.003 3 krad vs 5 krad 2.03 * 0.049 10 MSP 0 krad vs 3 krad 1.24 tn 0.221 0 krad vs 5 krad -0.54 tn 0.593 3 krad vs 5 krad -1.74 tn 0.090 12 MSP 0 krad vs 3 krad -2.09 * 0.044 0 krad vs 5 krad -4.60 * 0.000 3 krad vs 5 krad -1.22 tn 0.232 14 MSP 0 krad vs 3 krad -0.24 tn 0.813 0 krad vs 5 krad -4.22 * 0.000 3 krad vs 5 krad -2.24 * 0.037 16 MSP 0 krad vs 3 krad -1.55 tn 0.144 0 krad vs 5 krad -4.59 * 0.000 3 krad vs 5 krad -1.17 tn 0.264 18 MSP 0 krad vs 3 krad -0.29 tn 0.772 0 krad vs 5 krad -4.72 * 0.000 3 krad vs 5 krad -3.15 * 0.007 20 MSP 0 krad vs 3 krad -0.53 tn 0.604 0 krad vs 5 krad -5.45 * 0.000 3 krad vs 5 krad -3.13 * 0.012 22 MSP 0 krad vs 3 krad 0.29 tn 0.818 0 krad vs 5 krad -4.22 * 0.000 3 krad vs 5 krad -1.45 tn 0.385 Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5%

30 Rata-rata diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M2 semua dosis iradiasi di lokasi Cibadak ditunjukkan pada Tabel 9. Hasil uji-t karakter diameter kanopi antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 (Tabel 10) menunjukkan bahwa diameter kanopi tanaman kontrol sangat nyata lebih kecil dibandingkan tanaman generasi M2 1 krad dan 5 krad pada umur 4 MSP, tetapi selanjutnya pada 8 MSP kembali tidak berbeda. Tabel 9. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Rata-rata Diameter Kanopi (cm) 0 krad 1 krad 3 krad 5 krad 0 MSP 13.19 12.81 12.00 14.14 4 MSP 14.83 21.46-21.64 8 MSP 29.17 31.30-36.90 Tabel 10. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak Umur Tanaman Perlakuan yang Dibandingkan t-hitung Peluang 0 MSP 0 krad vs 1 krad 0.20 tn 0.842 0 krad vs 3 krad 0.67 tn 0.516 0 krad vs 5 krad -0.38 tn 0.709 1 krad vs 3 krad 0.61 tn 0.548 1 krad vs 5 krad -0.60 tn 0.556 3 krad vs 5 krad -1.00 tn 0.335 4 MSP 0 krad vs 1 krad -3.94 ** 0.002 0 krad vs 5 krad -3.21 ** 0.009 1 krad vs 5 krad -0.07 tn 0.948 8 MSP 0 krad vs 1 krad -0.88 tn 0.419 0 krad vs 5 krad -2.49 tn 0.055 1 krad vs 5 krad -1.54 tn 0.166 Keterangan: **berbeda nyata pada taraf 1% tn tidak berbeda nyata pada taraf 5% Keragaman diameter kanopi tanaman generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak ini sama halnya dengan kondisi panjang tangkai daun, diduga juga merupakan akibat dari faktor lingkungan, bukan akibat iradiasi sinar gamma. Hasil percobaan yang dilakukan Pulungan (2008) menunjukkan pada 4-8 MSP hasil uji-t karakter diameter kanopi tanaman generasi M1 3 krad nyata lebih kecil dibandingkan dengan tanaman kontrol, tetapi pada kombinasi pasangan lainnya tidak menunjukkan diameter kanopi yang berbeda.

31 Jumlah Anakan Purwoceng di lokasi Cicurug yang membentuk anakan (Gambar 16a) adalah tanaman generasi M2 5 krad sebanyak 23 tanaman dan tanaman kontrol sebanyak 22 tanaman, sedangkan tanaman generasi M2 di lokasi Cibadak tidak dilaporkan membentuk anakan. Jumlah tanaman yang memiliki anakan serta ratarata jumlah anakan tanaman generasi M2 5 krad dan kontrol di lokasi Cicurug ditunjukkan pada Tabel 11, terlihat bahwa tanaman generasi M2 5 krad membentuk anakan lebih cepat dibandingkan tanaman kontrol. Rata-rata jumlah anakan antara keduanya tidak berbeda setelah dilakukan uji-t (Lampiran 12). Sebagai antisipasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup tanaman generasi M2 purwoceng jika tidak ada tanaman yang berbunga dan menghasilkan benih, maka dilakukan pembiakan secara vegetatif melalui pemisahan anakan, namun hal ini belum berhasil (Gambar 16b). Tabel 11. Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug 0 krad 5 krad Umur Tanaman Jumlah Tanaman Rata-rata Jumlah Anakan Jumlah Tanaman Rata-rata Jumlah Anakan 4 MSP 0-2 1.5 6 MSP 0-5 1.6 8 MSP 2 1.5 6 2.0 10 MSP 3 1.3 8 1.5 12 MSP 3 1.3 8 1.6 14 MSP 6 1.3 8 2.1 16 MSP 10 1.7 6 2.2 18 MSP 16 1.7 7 2.1 20 MSP 11 1.9 11 2.0 22 MSP 13 1.9 8 2.3 24 MSP 13 2.3 6 1.7 26 MSP 12 2.5 3 1.7 28 MSP 10 2.1 3 1.7 30 MSP 9 2.0 0 -

32 a b Gambar 16. Anakan Purwoceng. Anakann tumbuh di leher akar (a), dan pemisahan anakan (b) Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi 8 Jumlah Daun (tangkai) 7 6 5 4 3 2 4. 408 3.703 5.38 4.89 7.075 6.735 Cicurug Cibadak 1 0 0 4 8 Umur Tanaman (MSP) Gambar 17. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP 18 Panjang Tangkai Daun (cm) 16 14 12 10 8 6 4 2 5.643 5.007 8.14 5.88 15.5 10.06 Cicurug Cibadak 0 0 4 8 Umur Tanaman (MSP) Gambar 18. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP

33 Diameter Kanopi (cm) 35 30 25 20 15 10 13.11 10.06 18.24 13.31 33.04 27.27 Cicurug Cibadak 5 0 0 4 8 Umur Tanaman (MSP) Gambar 19. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP Gambar 17-19 menunjukkan perbandingan jumlah daun, panjang tangkai daun, dan diameter kanopi tanaman purwoceng generasi M2 3 krad, 5 krad, dan control pada umur 0, 4, dan 8 MSP di lokasi Cicurug dan Cibadak. Hasil uji-t ketiga karakter kuantitatif antar lokasi pada umur tersebut tidak menunjukkan nilai yang berbeda (Lampiran 13). Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit untuk berbunga menunjukkan bahwa tanaman generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih rendah, namun hal ini menunjukkan bahwa lokasi Cicurug potensial sebagai lokasi pembudidayaan purwoceng. Fase Generatif Tanaman Rahardjo et al. (2005) menyatakan bahwa purwoceng di dataran tinggi Dieng mulai berbunga pada umur tiga bulan setelah tanam dan Pulungan (2008) melaporkan bahwa purwoceng generasi M1 di lokasi Cicurug mulai berbunga pada umur 13 MSP (sekitar 4.3 bulan). Pada percobaan ini purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug baru berbunga pada umur 22 MSP (sekitar tujuh bulan). Hanya satu tanaman yang berbunga, yaitu M2/05.07.08/3krad/18 (Gambar 20) yang bertahan hidup sekitar tiga minggu setelah munculnya tandan bunga, sehingga diduga tidak terjadi penyerbukan bunga. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanaman yang sulit beradaptasi terhadap lingkungan. Landsberg (1977) menjelaskan bahwa setiap proses perkembangan pada tumbuhan diatur secara genetik yang dipicu oleh mekanisme tertentu, misalnya pada pergantian dari fase vegetatif ke generatif dapat disebabkan oleh perubahan internal tumbuhan atau akibat inisiasi dari faktor eksternal seperti panjang hari atau suhu lingkungan

34 Tanaman-tanaman lain seluruhnya mati setelah melalui masa vegetatif yang lebih panjang dari yang lazimnya dan tidak berbunga bahkan setelah melebihi umur purwoceng yang sewajarnya berbunga (Tabel 12). Masa vegetatif purwoceng generasi M1 di lokasi Cicurug adalah sekitar 3.3 bulan setelah dipindahkan (Pulungan, 2008). Beberapa tanaman yang sehat dan berpotensi untuk berbunga diberi perlakuan untuk menginduksi pembungaan. Perlakuan yang diterapkan antara lain: pemangkasan daun (untuk menimbulkan stres), pemberian pupuk bunga, naungan plastik per individu tanaman perlakuan, serta kombinasi dari pelakuan-perlakuan tersebut. Perlakuanperlakuan tersebut tidak berhasil dan seluruh tanaman akhirnya mati. Gambar 20. Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga. Tanaman yang berbunga (kiri) dan perbesaran gambar bunganya (kanan) Tabel 12. Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang Nomor Tanaman M2/02.06.08/0 KRAD/50 M2/05.09.08/3 KRAD/28 M2/24.04.08/5 KRAD/26 M2/24.04.08/5 KRAD/27 Umur Tanaman 8.3 bulan setelah dipindahkan 6.8 bulan setelah dipindahkan 9.0 bulan setelah dipindahkan 9.0 bulan setelah dipindahkan Kandungan Metabolit Sekunder Purwoceng Generasi M1 di Beberapa Lokasi Kadar saponin dan fitosterol pada akar serta batang dan daun tanaman dari empat lokasi (Dieng, Tawang Mangu, Cibadak, dan Cicurug) ditunjukkan pada Gambar 21-24 (berdasarkan Lampiran 14-17). Data hasil analisis tersebut dapat menunjukkan bahwa zat saponin dan fitosterol terkandung dalam tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug serta terkandung pada seluruh bagian tanaman, namun hasil analisis tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kadar metabolit serupa untuk populasi lain atau untuk menentukan purwoceng generasi M1 dengan kadar zat saponin dan fitosterol tertinggi di antara empat lokasi tersebut karena merupakan data sampel tunggal.

35 Gam mbar 21. Kadaar Saponin A Akar Purwoceeng Generasii M1 dari Em mpat Lokasi Gam mbar 22. Kad dar Saponin B Batang dan Daun D Purwooceng Generaasi M1 dari Emppat Lokasi Gambbar 23. Kadarr Fitosterol Akar A Purwoceeng Generasii M1 dari Em mpat Lokasi

36 Gambar 24. Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi Uji-t dapat dilakukan untuk menguji perbandingan kadar zat saponin dan fitosterol pada akar serta batang dan daun purwoceng generasi M1 serta perbandingan kadar zat saponin dan fitosterol pada purwoceng generasi M1 asal lokasi Cicurug dan Cibadak. Hasil uji-t tersebut ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar zat saponinn dan fitosterol pada akar tidak berbeda dibandingkan pada batang dan daun purwoceng generasi M1 dan kadar zat saponin pada purwoceng generasi M1 asal lokasi Cicurug nyata lebih tinggi dibandingkan purwoceng generasi M1 asal lokasi Cibadak tetapi tidak berbeda kadar zat fitosterolnya. Hal ini juga mendukung bahwa lokasi Cicurug atau lokasi dengan kondisi serupa potensial sebagai lokasi pembudidayaan purwoceng dengann tujuan menghasilkan simplisia. Tabel 13. Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Purwoceng Generasi M1 Asal Lokasi Cicurug dan Cibadak Perbandingan Akar Batang dan Daun Cicurug Cibadak Saponin 1..5704±0.3401 1..7256±0.3656 3. 6388±0.3547 3..0853±0.2937 t-hitung (Peluang) -1.05 tn (0.312) 7.66 * (0.001) Keterangan: *berbeda nyata pada taraf 5% tn tidak berbeda nyataa pada taraf 5% Fitosterol 1.8220± ±0.6526 1.5976± ±0.4432 3.7668± ±0.9636 3.0102± ±0.6206 t-hitung (Peluang) 1.10 tn (0.289) 1.35 tn (0.234)