Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil dan Pembahasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Studi Pustaka

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Bab II Tinjauan Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan Degumming

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Materi Penunjang Media Pembelajaran Kimia Organik SMA ALKENA

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB III RENCANA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

KAJIAN PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS ABU TANDAN KOSONG SAWIT

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Biodiesel Biodiesel merupakan ester alkil asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Ester alkil asam lemak dapat diperoleh dari transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dan esterifikasi asam lemak. Transesterifikasi trigliserida dilangsungkan dengan menggunakan katalis asam, basa, maupun enzim dan menghasilkan gliserol sebagai produk samping. Di lain pihak, esterifikasi asam lemak dilangsungkan dengan menggunakan katalis asam kuat (asam sulfat, asam sulfonat organik, resin penukar kation asam kuat) dan menghasilkan air sebagai produk samping. Oleh karena reaksi esterifikasi berlangsung relatif lambat, maka transesterifikasi lebih disukai dalam proses pembuatan biodiesel. Pada reaksi transesterifikasi, alkohol yang umum digunakan adalah metanol. Katalis basa seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida atau metoksidanya umum digunakan untuk proses komersial atau industri. Skema reaksi secara keseluruhan dan tahap-tahap reaksi transesterifikasi digambarkan sebagai berikut: Gambar II.1 Skema Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol Gambar II.2 Tahap-Tahap Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol 5

II.2 Sifat-sifat Biodiesel II.2.1 Sifat-sifat Umum Biodiesel Sifat-sifat biodiesel ditentukan oleh komposisi asam-asam lemak yang terkandung dalam bahan dasar yang digunakan. Biodiesel dengan komponen penyusun utama yang berbeda akan menghasilkan sifat yang berbeda pula. Komposisi dan sifatsifat ester metil dari beberapa asam-asam lemak yang relatif umum disajikan pada Tabel II.1, sedangkan komposisi asam lemak dari berbagai minyak nabati ditampilkan pada Tabel II.2. (Soerawidjaja, 2006). Tabel II.1. Sifat-sifat Penting Ester Metil Asam-Asam Lemak yang Relatif Umum Ester Metil Asam Angka Setana Angka Iodium (g-i 2 /100g) Titik Leleh ( o C) Viskositas Kinematik (cst), 40 o C Massa Jenis (g/cc), 40 o C Kaprilat, Me-C8:0 33,6 0-34 1,16 0,859 Kaprat, Me-C10:0 47,9 0-12 1,69 0,856 Laurat, Me-C12:0 60,8 0 5 2,38 0,853 Miristat, Me-C14:0 73,5 0 18,5 3,23 0,867 Palmitat, Me-C16:0 85,9 0 30,5 4,32 0,851 Stearat, Me-C18:0 101 0 39,1 5,61 0,850 Arakhidat, Me-C20:0 0 48 0,849 Behenat, Me-C22:0 0 54 Lignoserat, Me-C24:0 0 Palmitoleat, Me-C16:1 51,0 94,55 Oleat, Me-C18:0 59,3 85,60-20 4,45 0,860 Linoleat, Me-C18:1 38,0 172,4-35 3,64 0,872 Linolenat, Me-C18:3 20,0 260,3-52 3,27 0,883 Gadoleat, Me-C20:1 78,20 Erusat, Me-C22:1 76,0 71,98 33 7,21 0,856 Viskositas kinematik pada 40 o C (centistoke). pada 40 o C berwujud padat (bukan cairan). Sel yang kosong menunjukkan tidak/belum ada data. 6

Tabel II.2. Komposisi Asam-Asam Lemak (%-b) Beberapa Minyak-Lemak Nabati Asam Lemak Kelapa Daging Sawit Bunga Jarak Randu Kanola Kedelai Sawit Matahari Pagar Kaproat 0 1 tapak Kaprilat 5 10 3 6 Kaprat 5 10 3 5 Laurat 43 53 40 52 tapak Miristat 15 21 14 18 0 2 0 0,5 0 0,25 tapak tapak Palmitat 7 11 6 10 30 48 6 12 17 20 24 3 6 7 12 Stearat 2 4 1 4 3 6 3-5 5 7 2 5 1 2,5 2 6 Arakhidat tapak 0 0,3 0 1 0 0,3 0 1 0 1 0 3 Behenat tapak 0 0,5 tapak tapak Oleat 6 8 9 16 38 44 17-22 37 63 21 22 52 66 20 30 Linoleat 1 3 1 3 9 12 67-74 19 40 33 58 17 25 48 58 Linolenat 0 0,5 8 11 6 11 Malva- 10 15 /Sterkulat Gadoleat 1,5 5 0 1 A.I., g-i 2 /100g 8 12 14 23 44 54 93 107 86 110 81-112 120-140 A.P.,mg KOH/g 250-264 245-255 194-206 188-197 189-197 180-192 190-195 *) A.I. angka iodium; A.P. angka penyabunan. Panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap menentukan sifat-sifat fisik asam lemak dan trigliserida. Rantai hidrokarbon non-polar yang lebih panjang dan jumlah ikatan rangkap yang lebih sedikit menyebabkan kelarutan asam lemak dalam air semakin kecil. Asam lemak jenuh dari beratom karbon 12 sampai 24 menyebabkan terjadinya lilin pada temperatur ruang, sedangkan komponen asam lemak tak jenuh dalam rentang jumlah atom karbon yang sama akan bersifat sebagai cairan berminyak. Hal ini disebabkan karena setiap ikatan rangkap z menyebabkan terjadinya lengkungan dalam molekul asam lemak sehingga asam lemak tak jenuh tidak dapat membentuk struktur yang kompak seperti halnya pada asam lemak jenuh. Akibatnya, gaya-gaya antar molekul lebih lemah dan titik leleh menurun. II.2.2 Perbandingan Sifat-sifat Biodiesel dan Solar Biodiesel dan solar memiliki komposisi kimia yang berbeda. Umumnya solar mengandung 30-35% hodrokarbon aromatik, 65-70% parafin, dan sisanya berupa olefin dengan rentang rantai karbon C 10 sampai C 16. Di lain pihak, biodiesel umumnya memiliki kandungan utama ester metil asam-asam lemak C 16 dan C 18 7

dengan satu sampai tiga ikatan rangkap per molekul. Selain itu, solar tidak mengandung oksigen, sedangkan biodiesel mengandung sekitar 11% (berat/berat) oksigen (Mittelbach, 2004). Perbedaan komposisi ini menyebabkan perbedaan dalam sifat fisik dan kimia antara biodiesel dan solar, seperti massa jenis, viskositas, titik kilat, angka setana, titik awan, titik tuang dan titik penyumbatan filter. Sifat-sifat solar dan beberapa biodiesel disajikan pada Tabel II.3. Beberapa parameter yang diaplikasikan untuk menentukan kualitas bahan bakar, baik solar maupun biodiesel, dideskripsikan secara ringkas sebagai berikut: Tabel II.3. Sifat-Sifat Solar dan Beberapa Biodiesel Solar (Uni Eropa) Biodiesel Sawit Biodiesel Kelapa Biodisel Jarak Pagar Biodiesel Kedelai Massa jenis (kg/m 3 ) 820-845 859-875 869 879 884 Viskositas kinematik 40 0 C (mm 2 /s) 2.00-4.50 4.3-6.3 2.7-3.5 4.84 3.05-4.08 Titik kilat ( o C) >55 155-174 191 141-171 Angka setana >51 50-70 63 51 45-54.8 Titik awan ( o C) -34 s/d -20 13-16 12-2 s/d 2 Titik tuang ( o C) -3 s/d -1 Titik Penyumbatan filter (CFPP) o C -20 s/d 5 9-11 8-2 (iklim dingin) - -44 s/d -20 (iklim artik) Sumber : Biodiesel : The Comprehensive Handbook, Martin Mittelbach II.2.2.1 Massa Jenis Secara umum, biodiesel memiliki massa jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Perbedaan ini memberikan pengaruh terhadap nilai bakar dan komsumsi bahan bakar. Tat dan Van Gerpen menunjukkan bahwa perubahan massa jenis biodiesel terhadap temperatur mirip dengan solar. Di sisi lain, massa jenis bertambah dengan berkurangnya jumlah rantai karbon dan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. II.2.2.2 Viskositas Kinematik Salah satu alasan tidak digunakannya minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel adalah tingginya viskositas kinematik minyak nabati dibandingkan solar konvensional. Viskositas bahan bakar memiliki pengaruh terhadap injeksi dan pembakaran. Tingginya viskositas kinematik menyebabkan rendahnya derajat 8

atomisasi bahan bakar sehingga pembakaran tidak sempurna. Akibatnya, dibutuhkan tekanan dan volume injeksi yang lebih besar, khususnya pada saat mesin dioperasikan pada temperatur rendah. Viskositas berkaitan erat dengan komposisi asam lemak dalam biodiesel. Viskositas bertambah dengan bertambahnya rantai asam lemak dan gugus alkohol. Oleh karena itu, etil ester memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metil ester dengan jumlah rantai karbon utama yang sama. Di sisi lain, viskositas memiliki hubungan yang berlawanan dengan jumlah ikatan rangkap. Hal ini menjelaskan tingginya viskositas biodiesel yang diturunkan dari asam lemak jenuh seperti pada minyak sawit dan rendahnya viskositas biodiesel yang diturunkan dari asam lemak dengan kandungan rantai tak jenuh yang tinggi seperti pada linseed oil. Viskositas juga merupakan indikator penuaan bahan bakar selama penyimpanan. Viskositas bertambah karena terjadinya polimerisasi akibat degradasi oksidatif. II.2.2.3 Sifat-sifat Aliran Pada Temperatur Rendah Perilaku bahan bakar pada temperatur di bawah temperatur ruang merupakan kriteria kualitas yang penting di daerah-daerah beriklim dingin. Solidifikasi parsial pada temperatur rendah dapat menyebabkan penyumbatan saluran bahan bakar dan filter, yang mengakibatkan masalah pada penyalaan mesin diesel. Untuk menilai perilaku pada temperatur rendah, baik solar maupun biodiesel, ada beberapa parameter yang disarankan, yaitu titik awan (Cloud Point CP), titik tuang (Pour Point PP), titik penyumbatan saringan dingin (Cold-Filter Plugging Point CFPP), dan uji aliran temperatur rendah (Low-Temperature Flow Test LTFT) (Denis, 1991; Mittelbach, 2004). Titik awan merupakan temperatur saat minyak menjadi berawan akibat terbentuknya kristal dan solidifikasi rantai karbon jenuh, sedangkan titik tuang adalah temperatur saat minyak tidak dapat mengalir lagi. Titik penyumbatan filter dingin merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir melalui filter tertentu. Uji aliran temperatur rendah ditujukan untuk menentukan 9

temperutur tertinggi dimana bahan bakar gagal melewati alat filter standar dalam waktu tertentu saat didinginkan di bawah kondisi yang standar. CFPP dan LTFT menggambarkan kemampuan tersaringnya bahan bakar pada temperatur rendah dan merupakan indikator batas kerja suatu bahan bakar. CFPP digunakan di Eropa dan LTFT digunakan di Amerika Serikat sebagai standar kualitas bahan bakar mesin diesel. Dunn,dkk.(1995, 1996) melaporkan bahwa CFPP dan LTFT memiliki hubungan yang linear terhadap titik awan (CP). Penurunan titik awan merupakan kunci untuk memperbaiki sifat-sifat aliran bahan bakar mesin diesel pada temperatur rendah. Hal ini bertentangan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menekankan pada penurunan titik tuang. Pada biodiesel, sifat-sifat aliran pada temperatur rendah (CP, PP, CFPP, dan LTFT) lebih tinggi dibandingkan solar konvensional. Nilai titik tuang dan titik awan bergantung pada kandungan komponen-komponen biodiesel tersebut. Komponen jenuh memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen tidak jenuh. Di dalam campuran biodiesel, komponen jenuh akan mengkristal terlebih dahulu pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan komponen tak jenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh kelarutan komponen jenuh dalam komponen tak jenuh biodiesel. Semakin besar kelarutan komponen jenuh dalam komponen tak jenuh maka sifat-sifat aliran pada temperatur rendah akan semakin baik. II.2.3 Sifat-sifat Biodiesel Sawit Tabel II.2 menunjukkan bahwa komponen utama minyak sawit adalah asam palmitat (30 48%), asam oleat (38 44%), dan asam linoleat (9 12%). Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh, sedangkan asam oleat dan asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh. Kehadiran palmitat dalam biodiesel sawit menyebabkan biodiesel sawit memiliki angka setana yang cukup memuaskan dan viskositas yang tinggi. Di sisi lain, rantai karbon jenuh palmitat menyebabkan tingginya titik awan dan titik tuang biodiesel sawit. Walaupun titik tuang dan titik awan biodiesel sawit masih memenuhi persyaratan kualitas biodiesel di Indonesia seperti yang disajikan pada Tabel II.4, namun nilainya masih relatif tinggi jika 10

biodiesel tersebut akan diaplikasikan di daerah beriklim dingin. Tingginya titik awan dan titik tuang biodiesel tersebut akan menimbulkan persoalan pengoperasian mesin pada temperatur dingin akibat terjadinya penyumbatan saluran bahan bakar dan filter. Tabel II.4. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Metode setara Massa jenis pada 40 o C, kg/m 3 850 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40 o C, mm 2 /s (cst) 2,3 6,0 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165 Titik nyala (mangkok tertutup), o C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 Titik kabut, o C maks. 18 ASTM D 2500 - Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 o C) maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 Residu karbon, %-berat, ASTM D 4530 ISO 10370 - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi Maks. 0,05 (maks 0,03) Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 - Temperatur distilasi 90 %, o C maks. 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987 Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 pren ISO 20884 Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03 Angka asam, mg-koh/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 dihitung *) FBI-A03-03 Angka iodium, g-i 2 /(100 g) maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03 Uji Halphen negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03 *) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 II.3 Kristalisasi Lilin dalam Minyak Pembentukan kristal lilin dalam minyak pada temperatur rendah disebabkan oleh dua fenomena yang terjadi secara berurutan: nukleasi dan pertumbuhan kristal atau aglomerasi (Denis, 1991; Mullin, 1965). Pada temperatur rendah, interaksi antar molekul-molekul karbon rantai panjang meningkat dan molekul-molekul tersebut akan bergabung dengan arah tertentu membentuk inti kristal. Selanjutnya, kristal mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan kristal terjadi pada daerah di mana terdapat energi kohesi permukaan paling besar antara kristal dan molekul berantai karbon rantai panjang yang bebas. Oleh karena itu, pertumbuhan paling cepat terjadi pada sisi permukaan dan lajunya meningkat tajam pada keadaan lewat jenuh. 11

Ada dua teori yang umum digunakan dalam menjelaskan pertumbuhan kristal, yaitu Teori Volmer dan Teori Frank. Teori Volmer menyatakan bahwa pertumbuhan kristal merupakan proses yang berlangsung secara diskontinu yang disebabkan oleh adsorpsi pada permukaan kristal lapis demi lapis. Di lain pihak, teori Frank menyatakan bahwa pertumbuhan kristal terjadi pada daerah dislokasi pada kisi-kisi kristal dengan bentuk seperti spiral. Jika minyak didinginkan pada temperatur lebih rendah dari temperatur kristalisasinya, maka ukuran kristal akan bertambah dan kristal beraglomerasi dan terakumulasi di dalam kisi-kisi kristal yang kaku. Hal ini menyebabkan titik tuang menjadi lebih tinggi. Kristal yang dihasilkan dari kristalisasi lilin dalam minyak memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Bentuk kristal lilin dalam minyak yang umum dijumpai adalah lempeng (lamellae), jarum, dan bentuk kristal lainnya yang sering dijumpai dalam media yang kompleks: dendrit, kristal panjang atau blok piramida. Kristal berbentuk lempeng terbentuk jika laju pendinginan rendah. Sebaliknya, jika laju pendinginan tinggi dan terdapat pengotor, maka akan terbentuk kristal yang berbentuk jarum. Dua faktor penting yang mempengaruhi bentuk dan ukuran kristal adalah laju pertumbuhan kristal dan pengaruh pelarut atau pengotor (Wells, 1965). Pertumbuhan yang cepat menyebabkan terbentuk kristal tipis berbentuk jarum, sedangkan laju pertumbuhan yang lambat akan menghasilkan kristal yang kompak. Kehadiran pelarut atau pengotor juga mempengaruhi kristal yang terbentuk. Jika interaksi pelarut dengan molekul-molekul pada permukaan kristal cukup kuat, maka sisi permukaan tersebut akan pecah sehingga menghalangi pertumbuhan kristal. Hal yang sama juga terjadi jika terdapat pengotor. 12

II.4 Mekanisme Penurunan Titik Tuang dan atau Titik Awan oleh Aditif Penurunan titik tuang terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme berikut: nukleasi, adsorpsi, ko-kristalisasi dan peningkatan kelarutan lilin (Gamal, 1997). Aditif yang digunakan bertindak sebagai pengotor yang memodifikasi kristal lilin. Bentuk kristal yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah aditif yang ditambahkan (Holder, 1965). Denis dkk. mempostulatkan bahwa penurunan titik tuang terjadi melalui modifikasi kristal lilin pada satu atau dua tahap kristalisasi seperti yang telah dijelaskan di atas (Denis, 1991). Pada tahap nukleasi, penambahan aditif untuk memodifikasi kristal memberikan dua efek yang saling berlawanan. Beberapa aditif mempercepat terjadinya nukleasi, mengkristal terlebih dahulu sebelum lilin mengkristal dan meningkatkan jumlah inti kristal. Aditif-aditif tersebut umumnya polietilen, kopolimer vinil asetat dan rantai panjang poliakrilat dengan berat molekul tinggi. Sebaliknya, aditif-aditif lain dapat meningkatkan kelarutan kristal lilin sehingga menurunkan titik awan sebesar 3-5 C. Aditif-aditif ini antara lain amina sekunder spesifik dan kopolimer EVA. Pada tahap pertumbuhannya, kristal dapat dimodifikasi dengan dua cara, yaitu dengan membentuk morfologi kristal menjadi bentuk yang tidak teratur seperti blok-blok dan menghentikan pertumbuhan kristal pada setiap arah untuk menghambat ukuran kristal menjadi lebih besar. Penghambatan pertumbuhan kristal disebabkan karena molekul-molekul aditif bergabung pada ujung-ujung kristal atau terjadi dislokasi kristal (Holder, 1965). Morfologi kristal yang tidak teratur disebabkan oleh kehadiran rantai bercabang atau gugus-gugus polar pada aditif yang menghambat pembentukan kisi-kisi kristal. Modifikasi bentuk kristal ini biasanya ditujukan untuk minyak mesin bakar. Di lain pihak, modifikasi ukuran kristal menjadi lebih kecil biasanya ditujukan untuk solar, yang diperoleh dengan menambahkan aditif multifungsi. Pertama-pertama, aditif mempercepat terjadinya nukleasi, kemudian menghambat pertumbuhan kristal. Selanjutnya, berlangsung pencegahan aglomerasi kristal-kristal halus oleh gugus-gugus ionik. 13

II.5 Aditif-aditif Penurun Titik Tuang dan Titik Awan Solar Aditif universal yang umum digunakan untuk menurunkan titik tuang solar adalah kopolimer etilen vinil ester (terutama asetat EVA) atau campuran kopolimer yang memiliki berat molekul berbeda. Rasio vinil ester berkisar 20-40% berat dengan konsentrasi 5-5000 ppm (US patent 4,210,424; Machado, dkk;, 2001). Aditif ini tidak mengubah titik awan (CP) tetapi mengubah titik penyumbatan filter (CFPP) dan titik tuang pada konsentrasi 250ppm (Denis, 1991). Aditif lain yang digunakan untuk menurunkan titik awan adalah kopolimer alfaolefin linear yang mengandung akrilat, vinilat dan maleat dan memiliki rantai parafin yang sama panjang dengan rantai parafin terpanjang solar. Hal ini dimaksudkan agar aditif dapat berasosiasi sehingga meningkatkan kelarutan parafin. Efisiensi berkisar 2-4 C untuk 500 ppm bahan aktif, bergantung pada kandungan parafin dalam bahan bakar solar. Jenis aditif ini juga menghasilkan efek dispersi dan antisettling untuk parafin yang dapat dikristalisasi. Kombinasi dari beberapa jenis aditif (aditif multikomponen) juga telah diusulkan untuk perbaikan lebih lanjut sifat-sifat aliran dan titik tuang minyak. Kombinasi aditif-aditif tersebut antara etilen/kopolimer ester tak jenuh (U.S Pat. No. 3,661,541), kopolimer etilen/propilen dengan berat molekul rendah (U.K. Pat. No. 993,744), garam-garam nitrogen dan amida dari asam-asam seperti mono atau dikarboksilat, fenol, dan asam sulfonat dengan homo atau kopolimer etilen (U.S. Pat. No. 3,658,493), senyawa-senyawa nitrogen seperti amida, diamida, dan garam-garam amonium dari monoamida atau monoester asam dikarboksilat dengan aditif berbasis etilen atau polimer (U.S. Pat. No. 3,982,909), dan ester polioksialkilen dengan eter (U.S. Pat. No. 4,464,182) Oleh karena interaksi antara aditif dan kristal lilin terjadi pada fasa padat, maka titik leleh keduanya harus dekat satu sama lain (Gamal, 1997). Dengan demikian, aditif dapat memberikan unjuk kerja yang memadai. 14

II.6 Aplikasi Aditif-aditif Penurun Titik Tuang dan Titik Awan pada Biodiesel Sampai saat ini, belum banyak hasil penelitian tentang aditif penurun titik tuang dan titik awan biodiesel yang dipublikasikan. Aplikasi aditif solar pada biodiesel harus mempertimbangkan keberadaan gugus metil, ikatan rangkap dan rantai karbon-rantai karbon panjang yang terdapat dalam biodiesel. Aditif solar yang diduga dapat digunakan adalah polimer berbasis poli etilen glikol dan poli vinil asetat. Poli etilen glikol yang direkomendasikan sebagai aditif tersebut memiliki berat molekul rata-rata 200-600 (U.S. Pat. No. 4,464,182). Aditif lain yang saat ini sedang dikembangkan di Jepang adalah minyak nabati yang terozonisasi (Soriano, 2005). Aditif ini diklaim dapat menurunkan titik tuang biodiesel pada konsentrasi 1%-1.5% dari berat biodiesel. Penurunan titik tuang terjadi akibat kehadiran cincin polar 1,2,4-trioksolan dan panjang rantai karbon yang sama dengan rantai karbon ester metil biodiesel. Minyak nabati terozonisasi diperoleh dengan melewatkan ozon ke dalam bubbling reactor yang berisi minyak nabati. Reaksi dilangsungkan pada tekanan atmosferik dan tempeartur ruang. Setelah ozonisasi, minyak digurah dengan menggunakan gas N 2 untuk menghilangkan ozon yang tidak bereaksi. Selanjutnya, minyak terozonisasi ditambahkan ke dalam biodiesel dan dipanaskan di dalam water bath pada temperatur 40 C sambil diaduk. Aditif-aditif lain yang diperkirakan dapat menurunkan titik tuang biodiesel adalah senyawa-senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai bercabang. Kehadiran rantai bercabang mencegah terbentuknya struktur yang kompak antara lapisan-lapisan molekul. Aditif-aditif tersebut antara lain dietil heksil adipat dan butil asetil risinoleat. Dietil heksil adipat diperoleh sebagai produk esterifikasi antara dietil heksil adipat dengan 2-etil heksanol. Reaksi dilangsungkan pada temperatur 130-150 C selama 2,5 jam dengan menggunakan katalis asam sulfat. Titik tuang dietil heksil adipat mencapai -37,8 C. Butil asetil risinoleat diperoleh dari asetilasi langsung minyak jarak kaliki (castor oil) dan butil asetat dengan perbandingan mol 1:20 dan menggunakan katalis natrium metoksida (U.K Pat. No. 590,386). 15

II.7 Ozonisasi Ozonisasi merupakan peristiwa oksidasi dengan melibatkan ozon.yang akan menyerang ikatan rangkap pada olefin. Menurut Criegee, mekanisme reaksi ozonolisis yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : H H H H H H \ / \ C = C R 1 C C R 2 C = O + R 2 C + / \ / R 1 R 2 + O OO - R 1 OO - (1) (2) (3) O / \ ( O CH OO CH )n R CH HC R \ / R R O O (4) (5) Gambar II.3. Mekanisme Ozonisasi Adisi ozon pada olefin menghasilkan zwitterion molozonida (1) yang selanjutnya akan pecah menjadi senyawa karbonil (2) dan zwitterion (3). Menurut Nishikawa, (1995), zwitterion bersifat reaktif dan akan bereaksi dengan senyawa karbonil membentuk ozonida peroxida oligomer (4) dan 1,2,4-tioxolane (5). Produk yang terbentuk ini tidak stabil dan mudah terdekomposisi secara termal. Hal ini dapat dikurangi dngan menambahkan pelarut berupa alkohol atau asam organik. Dengan adanya pelarut, ozonida yang terbentuk sebagian besar dikonversi menjadi ester hidroperoksida atau alkoksi hidroperoksida yang lebih stabil dibandingkan ozonida itu sendiri (Carduck, dk., 1980). Tahap pembentukan ozonida berlangsung pada temperatur 25-40 C. Produk akhir dari ozonisasi bergantung pada ozonisasi lanjut ozonida. Ozonisasi reduktif ozonida dengan menggunakan katalis seperti Zn dalam asam asetat atau dimetil sulfida akan menghasilkan aldehid dan keton, sedangkan ozonisasi 16

oksidatif ozonida dengan menggunakan katalis seperti H 2 O 2 menghasilkan produk keton dan asam karboksilat. Tahap oksidasi lanjut berlangsung pada temperatur 85-105 C. Efek dari ozonisasi adalah naiknya viskositas produk. Selama reaksi berlangsung, viskositas produk menjadi bertambah sehingga fluida hasil reaksi sulit mengalir. Untuk mencegah ini, ditambahkan pelarut. Jadi fungsi pelarut selain mencegah dekomposisi awal ozonida juga mencegah viskositas yang berlebihan. Secara keseluruhan produk yang terbentuk dari ozonisasi campuran asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat adalah asam azelat, asam nonanoat (asam pelargonat), azelaic semialdehyde, n-nonanal, asam kaproat, asam malonat, dan asam propionat. 17