Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus)

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

METODE. Waktu dan Tempat

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

PENGARUH PERENDAMAN NATRIUM BISULFIT (NaHSO 3 ) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS PATI UMBI GANYONG (Canna Edulis Ker)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

METODE. Bahan dan Alat

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

3. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PATI DARI BIJI DURIAN MELALUI PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT DAN LAMA PERENDAMAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

BAB III METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA

MANISAN KERING BENGKUANG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

111. BAHAN DAN METODE

FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

Studi Komposisi Sari Jagung Manis dan Karagenan Pada Kualitas Jeli Jagung Manis

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

MANISAN BASAH BENGKUANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian.

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) Influence Sodium Bisulfite Concentration and Drying Temperature Toward Physical-Chemical Properties Jackfruit Seeds Flour (Artocarpus heterophyllus) Saifur Rizal *, Sumardi Hadi Sumarlan, Rini Yulianingsih, Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email : ninjaautorizal@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik-kimia tepung biji nangka yang dihasilkan, dan mengetahui sifat sensorik puding tepung biji nangka, serta perlakuan terbaik. Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama konsentrasi natrium bisulfit (200, 400, 0 ppm). Faktor yang kedua suhu pengeringan (,, 0 C). Analisa data menggunakan ANOVA (Analisys of Variance) yang diikuti dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 0.05 dan 0.01. Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Multiple Atribute, Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi natrium bisulft dan suhu pengeringan berpengaruh terhadap tepung biji nangka. Hasil yang optimal pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Pada perlakuan ini rerata rendemen sebesar 39.384%, modulus kehalusan 1.3, derajat keputihan 78.346%, kadar air 11.685%, kadar abu 0.868%, ph 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral - agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai). Kata kunci: tepung biji nangka, pengeringan, natrum bisulfit, sifat fisik, kimia ABSTRACT This research aims to know influence sodium bisulfite concentration and drying temperature on physical-chemical properties jackfruit seed flour produced, and knowing sensory properties jackfruit seeds flour pudding, as well as the best treatment. This experimental design research used Randomized Complete Design (RCD) factorial with two factors. First factor is natrium bisulfit concentration (200, 400, 0 ppm). Second factor is drying temperature (,, 0 C). Data analysis using ANOVA (Analisys of Variance) with followed Least Significant Difference (LSD) test at level 0.05 and 0.01. Selection the best treatment using Multiple Attribute method. Based on research results, sodium bisulfite concentration and drying temperature influence jackfruit seed flour. Optimum results are at treatment sodium bisulfite concentration 400 ppm and drying temperature 0 C. In this treatment mean obtained yield 39.384%, fineness modulus 1.3, whiteness degree 78.346%, moisture content 11.685%, ash content 0.868%, ph 4.459, texture 4.12 (neutral - rather like), scent 4.44 (neutral - rather like), taste 5.12 (rather like - like) and colour 4.36 (neutral - rather like). Key words: jackfruit seed flour,drying, natrium bisulfite, physical properties, chemical PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk, menjadi tantangan pemerintah dalam penyediaan pangan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan perlu adanya terobosan baru jenis bahan pangan lain yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Salah satu cara untuk mewujudkan suatu kondisi terpenuhinya pangan, dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan yang dianggap sebagai limbah. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah biji nangka. Pada tahun 2012 produksi nangka di Indonesia sebesar 652.981 ton (Badan Pusat Statistik, 2012). Suatu upaya perlu dilakukan untuk mengolah biji buah nangka menjadi produk yang bermanfaat sebagai alternatif penambah sumber bahan pangan baru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan 1

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis memanfaatkan biji nangka menjadi tepung, selanjutnya mengolah tepung biji nangka menjadi aneka olahan makanan yang mempunyai nilai jual tinggi (Purnomo dan Winarti, 2006 dalam Hartika, 2009). Biji nangka banyak yang terbuang atau menjadi limbah, karena hanya daging buah nangka saja yang dikonsumsi masyarakat, tetapi ternyata biji nangka memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Menurut Setyawati (1990), kandungan nutrisi biji nangka meliputi karbohidrat 36.7%, protein 4.2% dan lemak 0.1%. Hal ini yang menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji nangka untuk dapat dimanfaatkan. Tepung biji nangka yang dihasilkan dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan produk dan meningkatkan nilai ekonomis serta memudahkan penggunaan aplikasi produk. Tepung biji-bijian dapat dihasilkan dari beberapa tahapan proses yaitu perendaman (sulfurisasi), blanching, pengeringan dan penggilingan. Proses perendaman dilakukan dengan cara bahan direndam ke dalam larutan natrium bisulfit dengan konsentrasi 730 ppm pada suhu konstan (28-30 0 C) selama tidak lebih dari 72 jam (Arogba, 1999). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan warna dari bahan dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis maupun enzimatis, serta untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Tepung biji nangka yang dihasilkan digunakan pada pembuatan puding, dengan dicampur tepung agar-agar, maizena, gula, susu dan air. Tepung biji nangka digunakan sebagai bahan tambahan karena memiliki aroma yang khas. BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Pisau, baskom, oven, tanur, timbangan digital, desikator, kompor gas, panci, blender, gelas ukur, ph-meter, colour reader, cetakan, sendok, saringan, serta ayakan terdiri dari 80 dan 100 mesh. Bahan baku utama yang digunakan adalah biji nangka. Bahan baku pembantu yang digunakan natrium bisulfit, akuades, susu, gula, air, tepung agar-agar dan maizena. Metode Rancangan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor yang digunakan ada 2. Faktor pertama adalah perendaman dengan natrium bisulfit terdiri dari 3 level yaitu (200, 400, 0 ppm). Faktor kedua suhu pengeringan pada oven terdiri dari 3 level yaitu (,, 0 C). Preparasi sampel Sampel yang digunakan merupakan biji nangka dari buah nangka jenis salak yang telah masak, kemudian dikupas dan diambil bijinya. Proses pembuatan tepung biji nangka Tahapan proses pembuatan tepung biji nangka, meliputi pembersihan dan pengupasan biji nangka, pengirisan dan perendaman biji nangka, blanching, pengeringan dan penggilingan. Tahapan pertama, pembersihan biji nangka dengan air. Pengupasan biji dilakukan dengan menggunakan pisau untuk memisahkan kulit luar dan kulit ari biji nangka. Kemudian biji nangka diiris setebal 0.3-0.5 cm. Selanjutnya irisan biji nangka direndam (sulfurisasi) ke dalam larutan natrium bisulfit pada suhu ruang selama 4 jam, dengan 3 level perlakuan konsentrasi yakni 200, 400, 0 ppm. Selanjutnya biji nangka ditiriskan selama 5 menit menggunakan saringan. Kemudian blanching yaitu proses pemanasan bahan dengan air panas langsung pada suhu 80-90 0 C selama 5 menit. Kemudian ditiriskan dengan saringan selama 5 menit. Selanjutnya proses pengeringan dengan menggunakan oven selama 16 jam. Suhu perlakuan yang digunakan ada 3 yakni,, 0 C. Biji nangka yang telah dikeringkan. Selanjutnya dilakukan penggilingan dengan blender untuk membuat tepung. Pembuatan produk puding dari tepung biji nangka Pembuatan produk puding menggunakan tepung biji nangka, gula pasir, susu, air tepung agar-agar dan maizena. Tepung biji nangka yang telah dibuat sebanyak 5 gram dicampur dengan tepung agar-agar 5 gram, tepung maizena 2 gram, gula pasir sebanyak 80 gram, volume susu 0.05 L dan air 0.25 L. kemudian dilakukan proses pemasakan pada suhu 80-100 0 C dan pengadukan selama 5 menit sampai adonan terlarut (homogen). Kemudian dilakukan pencetakan, selanjutnya didinginkan sampai puding menjadi padat. Parameter pengamatan Rendemen, modulus kehalusan derajat keputihan, kadar air, kadar, ph, organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan warna) dengan 25 panelis, keseimbangan massa. Pemilihan perlakuan terbaik dengan metode Multiple Attribute (Zaleny (1982) dalam Utomo (2012)). 2

Modulus kehalusan Rendemen (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tepung Biji Nangka Rendemen Grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen tepung biji nangka (P<0.01). Hal ini, disebabkan semakin tingginya suhu pengeringan maka terjadi penguapan air yang semakin banyak. Rerata rendemen tepung biji nangka disajikan dalam Tabel 1. 40 30 20 10 0 200 400 0 Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 1. Grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 1 menunjukkan bahwa rendemen tepung biji nangka cenderung semakin menurun dengan berkurangnya konsentrasi natrium bisulfit dan meningkatnya suhu pengeringan. Rendemen tertinggi 39.925% pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Rendemen paling rendah 32.072% pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Tabel 1. Nilai rendemen berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT 0.01 32.741 a 36.081 b 1.353 39.259 c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen dari masing-masing suhu pengeringan berbeda sangat nyata. Menurut Widya (2003), nilai rendemen yang rendah disebabkan penyusutan bobot akibat air yang hilang karena pemanasan. Proses pemanasan membuat sel-sel membran menjadi lebih permeabel, sehingga pergerakan air tidak terhambat dan air lebih mudah dikeluarkan saat pengeringan. Modulus kehalusan Modulus kehalusan tepung biji nangka berkisar antara 1.578 hingga 1.622. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap modulus kehalusan tepung biji nangka yang dihasilkan (P>0.05). Grafik hubungan modulus kehalusan ditunjukkan pada Gambar 2. 1.71 1.66 1.61 1.56 1.51 1.46 200 400 0 Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 2. Grafik hubungan modulus kehalusan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan modulus kehalusan tepung biji nangka dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit dan menurunnya suhu pengeringan. Nilai 3

Derajat Keputihn (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis modulus kehalusan tertinggi diiperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C dengan rerata sebesar 1.622. Sedangkan nilai modulus kehalusan yang terendah sebesar 1.578 pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar dan kecilnya ukuran pertikel tepung yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka tepung yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak, sehingga modulus kehalusan maka semakin besar. Derajat keputihan Derajat keputihan menyatakan tingkat warna kehitaman dan keputihan dengan kisaran 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan warna kehitaman atau gelap, sedangkan nilai 100 menyatakan warna keputihan atau terang. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi dan suhu seperti disajikan pada Gambar 3. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan variasi suhu pegeringan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap derajat keputihan tepung (P<0.01). Rerata derajat keputihan akibat perlakuan suhu pengeringan seperti disajikan pada Tabel 2. Rerata derajat keputihan berdasarkan konsensentasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan dalam Tabel 3. 100 80 40 20 0 200 400 0 Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 3. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat derajat keputihan tepung biji nangka mengalami peningkatan dengan semakin rendahnya suhu pengeringan dan semakin meningkatnya konsentrasi natrium bisulfit. Rerata nilai derajat keputihan terendah sebesar 63.879%, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Sedangkan derajat keputihan tertinggi 78.346%, diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Tabel 2. Derajat keputihan berdasarkan suhu pengeringan Suhu 0 C Rerata BNT 0.01 67.658 a 68.049 a 2.916 75.878 b Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Tabel 3. Derajat keputihan berdasarkan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Sampel Rerata BNT 0.01 K1T3 63.880 a K2T3 64.892 b K1T2 66.395 b K3T2 68.166 bc K2T2 69.587 cd 5.0 K3T1 71.952 cd K3T3 74.203 de K1T1 77.334 e K2T1 78.346 e Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata 4

Kadar air (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan menurunnya nilai derajat keputihan dari tepung biji nangka dengan meningkatnya suhu pengeringan. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan meningkatnya nilai derajat keputihan dari tepung biji nangka dengan semakin bertambahnya konsentrasi Natrium Bisulfit dan semakin menurunnya suhu pengeringan. Semakin tinggi konsentrasi Natrium Bisulfit semakin tinggi derajat keputihan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka derajat keputihan akan semakin rendah. Diduga pencoklatan yang terjadi pada tepung biji nangka disebabkan oleh reaksi non enzimatik, yaitu pencoklatan akibat bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi. Menurut Asgar dan Musaddad. (2006). Reaksi non enzimatik melibatkan asam amino dan gugus karbonil. Reaksi non enzimatik terjadi pada suhu tinggi, dengan laju reaksi yang akan meningkat tajam pada suhu yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan proses pencoklatan semakin cepat terjadi. Sifat Kimia Tepung Biji Nangka Kadar air Kadar air tepung biji nangka dinyatakan dalam basis basah, dengan nilai rerata berkisar antara 7.040 sampai 11.905%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tepung (P<0.01). Hal ini disebabkan suhu pengeringan berperan dalam penguapan air yang terkandung dalam bahan. Notasi yang berbeda pada Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata antara ketiga variasi suhu pengeringan. Tabel 4. Kadar air berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT 0.01 7.239 a 9.719 b 0.486 11.712 c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Pada Tabel 4 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar air tepung biji nangka dengan menurunnya suhu pengeringan. Masing-masing suhu pengeringan berbeda sangat nyata terhadap kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. 14 12 10 8 6 4 2 0 200 400 0 Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 4. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 4 menunjukkan kadar air tertinggi 11.905%, didapatkan perlakuan pada konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Sedangkan kadar air yang paling rendah 7.040%, diperoleh perlakuan pada konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Kadar air pada penelitian ini lebih rendah jika apabila dibandingkan dengan SNI tepung terigu (01-3751-1995) maksimal 14.5%.. Dengan demikian, kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan sudah memenuhi standar. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit yang ditambahkan, maka kadar air akan semakin besar. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air yang diperoleh akan semakin kecil. Hal ini, diperkuat dengan pernyataan Lahmudin (2006) bahwa kadar air yang rendah disebabkan oleh pengeringan dengan suhu yang tinggi. Pada suhu yang tinggi terjadi proses evaporasi berlangsung lebih cepat, sehingga kehilangan komponen air akan semakin besar. 5

Kadar abu (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Kadar abu Kadar abu tepung biji nangka berkisar antara 0.868 sampai 2.057%. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung (P<0.05). Perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu tepung (P<0.01). Hal ini disebabkan natrium bisulfit dapat mengikat mineral pada bahan. sedangkan suhu pengeringan berperan dalam penguraian komponen yang terkandung dalam bahan. Notasi yang berbeda pada Tabel 5 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara ketiga konsentrasi natrium bisulfit. Kadar abu akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan Tabel 6. 2.5 2 1.5 1 0.5 0 200 400 0 Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 5. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 5 menunjukkan kadar abu pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C, diperoleh kadar abu yang paling tinggi dengan rerata 2.057%. Sedangkan rerata kadar abu yang paling rendah tepung biji nangka diperoleh 0.868%, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan SNI 01-3751 (1995) tepung terigu maksimal 0.6% Tabel 5. Kadar abu berdasarkan konsentrasi natrium bisulfit Konsentrasi (ppm) Rerata BNT 0.05 200 1.429 a 400 1.432 a 0.092 0 1.538 b Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata Tabel 6. Kadar abu berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT 0.01 0.898 a 1.529 b 0.126 1.973 c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Hasil uji BNT pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar abu tepung biji nangka cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar abu tepung dengan meningkatnya suhu pengeringan. Konsentrasi natrium bisulfit yang ditambahkan semakin tinggi, maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Desti dkk. (2012), bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit, maka kadar abu semakin meningkat. dikarenakan pada natrium bisulfit terdapat mineral Na dan S, yang dapat mengikat komponen mineral dalam bahan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan pada pengeringan dengan suhu rendah akan lebih sedikit komponen abu pada bahan yang mengalami penguraian. Proses perpindahan panas yang tinggi berpeluang terurainya komponen dalam bahan lebih jelas (Desrosier, 1988). ph Rerata nilai ph tepung biji nangka, berkisar antara 4.181 sampai 4.529. Grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis sidik 6

ph Jurnal Bioproses Komoditas Tropis ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap ph tepung (P<0.01). Nilai rerata ph akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Nilai ph berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT 0.01 4.211 a 4.409 b 0.162 4.457 b Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Tabel 7 menunjukkan hasil uji BNT, bahwa semakin rendah suhu pengeringan maka ph yang dihasilkan semakin meningkat. Nilai ph yang ditetapkan oleh SNI 01-3751 (1995) tepung terigu adalah maksimal 4. Sedangkan ph tepung biji nangka yang diperoleh berkisar antara 4.181 sampai 4.529, belum memenuhi SNI tepung terigu. Tetapi selisih ph tepung biji nangka dengan ph tepung terigu yang ditetapkan SNI tidak terlalu besar yakni antara 0.181 sampai 0.529. 4.5 5 3.5 4 2.5 3 1.5 2 0.5 1 0 200 400 0 Kosentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 6. Grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai ph terendah pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C sebesar 4.181. Sedangkan rerata ph yang paling tinggi sebesar 4.529 pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan terjadi penurunan ph seiring dengan semakin tingginya suhu pengeringan dan meningkatnya konsentrasi narium bisulfit. Penurunan ph, dikarenakan suhu pengeringan berperan pada penguapan air. Sedangkan natrium bisulfit yang ditambahkan pada saat perendaman. Natrium bisulfit terbentuk pada ph di bawah 3 (Syarief dan Irawati, 1988). Sifat Sensorik Puding Tepung Biji Nangka Tekstur Tekstur makanan merupakan parameter yang penting pada penerimaan konsumen. Tingkat kesukaan panelis berkisar antara 3.52 sampai 4.16. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium bisulfit, suhu pengeringan dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur puding. Hal ini diduga karena puding dibuat dengan komposisi yang sama, sehingga puding mempunyai tekstur yang hampir sama. Aroma Rerata penilaian tingkat kesukaan aroma. pudding tepung biji nangka. adalah 3.96 sampai 4.52.. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding. Begitu pula dengan Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding. Rasa Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa puding berkisar antara 4.56 sampai 5.12. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam rasa puding. Bahwa penambahan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan, serta Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa puding (P>0.05). Warna 7

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Rerata kesukaan panlis terhadap warna produk puding mempunyai rentang antara 3.36 hingga 4.56. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium bisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna puding Suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap warna puding (P<0.01).. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis pada warna puding (P<0.05). Keseimbangan Massa Perhitungan keseimbangan massa digunakan untuk mencari atau mengetahui material yang masuk (inflow) dan material yang keluar (outflow) pada proses. Cara yang digunakan untuk mengetahui keseimbangan massa adalah dengan membuat perumusan, mengevaluasi bahan sebelum pemrosesan dan mengevaluasi hasil akhir setelah pemrosesan. Keseimbangan massa pembuatan tepung biji nangka Neraca keseimbangan massa pembuatan tepung biji nangka dapat dilihat pada Gambar 7, menunjukkan selama proses pembuatan tepung banyak dipengaruhi oleh pertambahan dan kehilangan air selama tahap pengolahan, mulai dari pembersihan sampai pengeringan. Gambar 7. Neraca massa pembuatan tepung biji nangka Gambar 7 menunjukkan bahwa massa biji nangka awal sebesar 100 gram. Pada proses pengeringan, terjadi pengurangan massa biji nangka yang cukup besar akibat uap air yang keluar dari sistem, menghasilkan biji nangka kering yang bermassa 42.358 gram dengan kadar air 11.714%. Keseimbangan massa pembuatan puding Neraca massa pembuatan pudng dapat dilihat pada Gambar 8. menunjukkan selama proses pembuatan puding terjadi pertambahan dan kehilangan massa, setiap tahap pengolahan. 8

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Gambar 8. Neraca massa pembuatan puding Pembuatan puding dimulai dengan pencampuran bahan massa tepung biji nangka 5 gram dengan tepung agar-agar, maizena, susu, gula dan air menghasilkan campuran bahan bermassa 382.6 gram. Selanjutnya dilakukan proses pemasakan dan pengadukan, terjadi kehilangan massa akibat adonan yang menempel pada panci dan air yang menguap saat pemasakan, massa adonan berkurang menjadi 366.2 gram. Kemudian adonan dicetak dan didinginkan, menjadi produk puding dengan massa 354.6 gram dan kadar air sebesar 77.532%. Pemilihan perlakuan terbaik Perlakuan terbaik untuk parameter fisik, kimia dan sensorik didapatkan dengan menggunakan metode multiple attribute (Zaleny (1982) dalam Utomo (2012)). Alternatif yang didapatkan dari perhitungan dengan metode multiple attribute memberikan hasil nilai rerata hubungan yang mendekati terhadap parameter yang diukur. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Perlakuan ini mendapatkan nilai produk terbaik dari parameter fisik, kimia dan sensorik. Parameter perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 8. Penambahan natrium bisulfit 400 ppm pada perlakuan terbaik memenuhi SNI 01-0222 (1995) bahan tambahan makanan yakni maksimal 0 ppm. Kandungan natrium bisulfit yang disyaratkan dalam makanan adalah sebagai bahan pengawet, yaitu keberadaannya dengan kadar yang diijinkan hingga makanan dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia. Sedang pemakaian natrium bisulfit dalam penelitian ini diaplikasikan pada saat perendaman, sehingga kandungan yang ada dalam bahan tidak sebesar konsentrasi larutan perendam (Darmajana, 2010). Tabel 8. Pemilihan perlakuan terbaik Perlakuan terbaik Parameter K2T1 Perlakuan terjelek K1T2 Rendemen (%) 39.384 35.641 Modulus kehalusan 1.3 1.587 Derajat keputihan (%) 78.346 66.395 Kadar air (%) 11.685 9.58 Kadar abu (%) 0.868 1.457 ph 4.459 4.428 Tekstur 4.12 3.52 Aroma 4.44 4.32 Rasa 5.12 4.56 Warna 4.36 3.84 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Perlakuan penambahan konsentrasi natrium bisulfit dan variasi suhu pengeringan berpengaruh terhadap sifat fisik-kimia tepung biji nangka yang dihasilkan. Rerata rendemen antara 32.072-9

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis 39.925%, modulus kehalusan 1.578-1.622, derajat keputihan 63.879-78.346%, kadar air 7.040-11.905%, kadar abu 0.868-2.057%, ph 4.181-4.529. 2. Nilai kesukaan penelis terhadap produk puding dengan rerata tekstur 3.52 4.16 (agak tidak menyukai - agak menyukai), aroma 3.96 4.52 (agak tidak menyukai - agak menyukai), rasa 4.56 5.12 (netral - menyukai), warna 3.36 4.56 (agak tidak menyukai - agak menyukai). 3. Perlakuan terbaik dari hasil analisis menggunakan metode multiple atribute diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Pada perlakuan ini diperoleh nilai rerata rendemen sebesar 39.384%, modulus kehalusan 1.3, derajat keputihan 78.346%, kadar air 11.685%, kadar abu 0.868%, ph 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral - agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai). DAFTAR PUSTAKA Arogba, S. S. 1999. The Performance of Prcessed Mango (Mangifera indica) Kernel Flour in a Model Food System. Journal. Dept. of Sci and Tech. Nigeria. Asgar, A dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing Sebelum Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura. Vol. 16 (3) : 245-252. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Buah-Buahan. BPS. Jakarta. Darmajana, Doddy A. 2010. Upaya Mempertahankan Derajat Putih Pati Jagung dengan Proses Perendaman dalam Natrium Bisulfit. Jurnal ISSN 1693 4393. LIPI. Subang. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press. Jakarta. Desti, D. K., Amanto, B. Sigit, dan Aji, M. D. R. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan. Vol 1 No 1 ISSN : 2302-0733. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Lahmudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengering Semprot. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perternakan IPB. Bogor. Purnomo dan Winarti. 2006. dalam Hartika, Widya. 2009. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan Aplikasinya dalam Pambuatan Roti Manis. Skripsi. Universitas Andalas. Padang. Setyawati. 1990. Karakteristik Pati dan Manfaatnya dalam Industri. IPB. Bogor. SNI 01-0222. 1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-3751. 1995. Tepung Terigu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Utomo Wahyu, Arif. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Fisikokimiawi Plastik Biodegredeble dari Komposit Pati Lidah Buaya (Aloe verra)-kitosan. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang. Widya, Deasy. 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis (Mangifera indica L.). Skripsi. IPB. Bogor. 10