BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dielektrik.gambar 2.1 merupakan gambar sederhana struktur kapasitor. Bahan-bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI III.1

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN A ALAT-ALAT PERCOBAAN. Timbangan Digital Cawan Petri Beaker Glass. Spatula Pipet Tetes Oven Penyimpanan Bahan

PENGARUH LUAS ELEKTRODA TERHADAP KARAKTERISTIK

D3 Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Membran Polimer Elektrolit Nanokomposit untuk Aplikasi Baterai Ion- Litium BAB III METODOLOGI

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Retno Kusumawati PENDAHULUAN. Standar Kompetensi : Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan seharihari.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Bab III Metodologi Penelitian

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

KISI KISI SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN BATERAI LITHIUM ION DENGAN MENGGUNAKAN ANODA CAMPURAN LITHIUM TITANAT (Li 4 Ti 5 O 12 ) - GRAFIT

Gaya Antarmolekul dan Cairan dan Padatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

Sulistyani, M.Si.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

UJI PENGARUH LUAS ELEKTRODA TERHADAP KARAKTERISTIK BATERAI LiFePO 4

PENGARUH WAKTU MILLING LiFePO 4 TERHADAP PERFORMA BATERAI LITHIUM

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 8. ELEKTROKIMIA 8.1 REAKSI REDUKSI OKSIDASI 8.2 SEL ELEKTROKIMIA 8.3 POTENSIAL SEL, ENERGI BEBAS, DAN KESETIMBANGAN 8.4 PERSAMAAN NERNST 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

10/22/2015 BATERAI BATERAI BATERAI

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal 2.6

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA BEDA POTENSIAL SEL VOLTA

UN SMA IPA 2009 Fisika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

UN SMA IPA Fisika 2015

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

LATIHAN UJIAN NASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

ELEKTROKIMIA. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

STUDI SIFAT ELEKTROKIMIA SEL BATERAI SEKUNDER POUCHCELL LITHIUM ION LIFEPO4/GRAPHITE APLIKASI DAYA TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Sumber Arus Listrik. menjelaskan. Macam-macam Sumber Tegangan.

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 2.1. Grafik hubungan TSR (α) terhadap efisiensi turbin (%) konvensional

Pengaruh Konsentrasi Karbon terhadap Performa Elektrokimia Katoda Lifepo 4 untuk Aplikasi Baterai Lithium Ion Tipe Aqueous Electrolyte

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Baterai Baterai adalah alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui proses elektrokimia yaitu proses terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi. Listrik yang dihasilkan oleh sebuah baterai muncul akibat adanya perbedaan potensial energi listrik kedua buah elektrodanya. Perbedaan potensial ini dikenal dengan potensial sel atau gaya gerak listrik (ggl). Alessandro Volta merupakan orang yang pertama kali menciptakan baterai pada awal abad ke-19 yang dikenal dengan Tumpukan Volta (Voltaic Pile). Baterai ini terdiri dari tumpukan cakram seng dan tembaga berselang seling dengan kain basah yang telah dicelup air garam sebagai pembatasnya. Baterai ini telah mampu menghasilkan arus yang kontinu dan stabil. Baterai mempunyai sejarah yang panjang dan terus mengalami perkembangan. Berikut sejarah perkembangan baterai yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Sejarah Perkembangan Baterai Tahun Penemu Penemuan 1600 Gilbert (Inggris) Peletakkan dasar-dasar elektrokimia 1789 Galvani (Italia) Penemuan listrik dari hewan 1800 Volta (Italia) Penemuan Sel Voltaik 1802 Cruickshank (Inggris) Baterai pertama yang mampu diproduksi massal 1820 Ampere (Perancis) Listrik oleh magnet 1833 Faraday (Inggris) Hukum Faraday 1859 Planto (Inggris) Penemuan baterai timbal/asam

1868 Leclanche (Inggris) Penemuan sel Leclanche 1888 Gassner (AS) Penyempurnaan sel kering 1899 Jungner (Swedia) Penemuan baterai Ni-Cd 1901 Edison (AS) Penemuan baterai Ni-besi 1932 Schlect dan Ackerman Penemuan pelat kutub yang (Jerman) dipadatkan 1947 Neumann (Perancis) Berhasil mengemas baterai Ni-Cd 1960-an Union Carbide (AS) Pengembangan baterai alkaline primer 1970-an Union Carbide (AS) Pengembangan baterai timbal/asam dengan pengaturan katup 1990 Union Carbide (AS) Komersialisasi baterai Ni-MH 1992 Kordesch (Kanada) Komersialisasi baterai alkaline yang dapat dipakai ulang 1999 Kordesch (Kanada) Komersialisasi baterai Li-ion polimer Sumber : Buchmann (2001) 2.1.1 Komponen Utama Baterai Komponen utama pada baterai yaitu terdiri atas : a. Elektroda negatif (anoda) yaitu elektroda yang melepaskan elektron ke rangkaian luar dan mengalami proses oksidasi pada proses elektrokimia. b. Elektroda positif (katoda) yaitu elektroda yang menerima elektron ke rangkaian luar dan mengalami proses reduksi pada proses elektrokimia. c. Elektrolit adalah media transfer ion yang bergerak dari anoda ke katoda dalam sel baterai saat penggunaan (Linden, 2002). d. Separator. Seperator adalah material berpori yang diletakkan di antara anoda dan katoda untuk mencegah terjadinya gesekan antar plat yang menyebabkan arus pendek (Subhan, 2011).

2.1.2 Jenis Jenis Baterai Berdasarkan kemampuannya untuk dikosongkan (discharged) dan diisi ulang (recharged) baterai terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut : 1. Baterai Primer Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas baterai habis (fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa contoh baterai jenis ini adalah baterai Seng-Karbon (Baterai Kering), baterai Alkalin dan baterai Merkuri. 2. Baterai Sekunder Baterai sekunder adalah baterai yang dapat diisi ulang. Kemampuan diisi ulang baterai sekunder bervariasi antara 100-500 kali (satu siklus adalah satu kali pengisian dan pengosongan). Beberapa contoh baterai sekunder adalah baterai Ni-Cd, baterai Ni-MH dan baterai ion lithium (Buchmann, 2001). 2.1.3 Istilah-Istilah Umum dalam Baterai Beberapa istilah-istilah umum dalam baterai yaitu antara lain : 1. Kapasitas baterai Kapasitas baterai merupakan kemampuan baterai untuk menyimpan dan memberikan arus listrik pada waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan Ampere-hour (Ah). Proses reaksi sel yang terjadi secara spontan, terkait dengan perubahan energi bebas dan jumlah total muatan yang bisa ke rangkaian luar Q, disebut "kapasitas sel", oleh hukum Faraday dirumuskan dengan: tt Q = ii dddd 0 = zf*n (2.1) dimana i adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, t adalah waktu, z adalah jumlah elektron yang berhubungan dengan reaksi redoks, F adalah konstanta Faraday (96.490 Cmol -1 ) dan N merupakan jumlah mol dari reaksi elektrokimia Persamaan 2.1. diatas menyatakan bahwa jumlah total listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah mol dengan jumlah elektron konstan Faraday (Moretti, 2010).

Besar kapasitas baterai secara teoritik tergantung dari jumlah material aktif terkandung terlihat pada rumus 2.1. Sebagai contoh, besar kapasitas material katoda LiCoO 2 sebesar 1 gram adalah sebagai berikut : Berat atom Li = 7, Co = 59 dan O 2 = 16. 1 gram LiCoO 2 setara dengan 0,010204 mol Jumlah muatan = 1 Dari bilangan Avogadro diketahui 1 mol material mengandung 96.500 Couloumb. Maka 1 gram LiCoO 2 memiliki kapasitas listrik sebesar = 0,010204 1 96.500 /3600 = 273,5 mah (Triwibowo, 2011). 2. Kapasitas spesifik Kapasitas spesifik adalah total muatan yang dihasilkan pada saat discharge dari sel dalam satu siklus dibagi dengan total massa ( mm) dari sel. Q = zzzz NN mm (2.2) 3. Efisiensi baterai Efisiensi baterai merupakan perbandingan antara kapasitas discharge dan kapasitas charge yang dirumuskan sebagai berikut : Efisiensi baterai = DDDDDDDD haaaaaaaa ke n CChaaaaaaaa ke n x 100 % (2.3) dimana discharge ke n adalah kapasitas discharge pada siklus ke n dan charge ke n adalah kapasitas charge pada siklus ke n. 4. Kerugian kapasitas irreversible Kerugian kapasitas irreversible berhubungan dengan banyaknya kapasitas yang hilang setiap siklus. Kerugian kapasitas irreversible = (Gritzner et al. 1993). CChaaaaaaaa ke n DDDDDDDD haaaaaaaa ke n CChaaaaaaaa ke n x 100 % (2.4)

2.2 Baterai ion Lithium Baterai ion lithium adalah baterai yang digerakkan oleh ion lithium. Baterai ion lithium pertama kali dikomersialisasikan pada tahun 1990 oleh Sony Corp untuk ponsel Kyocera. Sejak diperkenalkan, pasar ion lithium telah berkembang menjadi sekitar $ 4 miliar pada tahun 2005 (Yoshio et al. 2009). Baterai ion lithium memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan baterai sekunder lainnya yaitu ringan, densitas energinya tinggi, tidak memiliki memory effect, dapat diisi ulang (rechargeable), tahan lama, tegangannya tinggi (4V), ramah lingkungan dan penurunan charge baterai ion lithium rendah sekitar 5% per bulan. Namun, baterai ion lithium masih memiliki kekurangan diantaranya sangat sensitif terhadap suhu tinggi dan biayanya lebih tinggi dibandingkan dengan baterai yang sudah ada (Oswal et al. 2010). Baterai ion lithium juga memiliki sifat utama yaitu nilai spesifik energi secara grafimetrik maupun volumik jauh lebih unggul dibandingkan dengan baterai sekunder lain (Kawamoto, 2010). Hal ini dapat dilihat perbandingannya pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Perbandingan Baterai ion Lithium dengan Baterai Sekunder Lainnya (Tarascon et al. 2001)

Penjelasan pada Gambar 2.1. dapat dilihat perbandingan antara baterai ion lithium dengan baterai sekunder lainnya pada Tabel 2.2. dibawah ini. Tabel 2.2. Perbandingan Baterai ion Lithium dengan Baterai Sekunder Lainnya Katoda Ion Li Pb Acid Ni Cd Ni MH Waktu hidup (cycle) 500-1000 200-500 500 500 Tegangan kerja (V) 3,6 1,0 1,2 1,2 Energi Spesifik (Wh/Kg) 100 30 60 70 Energi Spesifik (Wh/L) 240 100 155 190 Sumber : Wu et al (2011) Dalam kondisi charge dan discharge baterai ion lithium bekerja menurut fenomena interkalasi, yaitu proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di struktur kristal suatu bahan elektroda dan pemasukan ion lithium pada tempat di struktur kristal bahan elektroda yang lain (Munshi, 1995). Sehingga bahan elektroda harus mempunyai tempat bagi perpindahan ion lithium yang sering disebut host. Bahan elektroda mempunyai struktur host dengan variasi interkalasi yang berbeda-beda. Pada umumnya, bahan memiliki tiga model interkalasi berdasarkan struktur dari hostnya, yaitu interkalasi satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi seperti pada Gambar 2.2. (Prihandoko, 2008). Gambar 2.2. Tiga Model Host dari Bahan Anoda dan Katoda

Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge dapat dilihat pada Gambar 2.3. dibawah ini. Gambar 2.3. Proses Interkalasi pada Baterai ion Lithium saat Charge dan Discharge (Leite, 2009) Selama proses charge baterai, terjadi pergerakan ion lithium dari elektroda positif (katoda) melalui seperator dan elektrolit ke elektroda negatif (anoda). Baterai menyimpan energi selama proses ini (densitas energi). Selama discharge, ion lithium bergerak dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) melalui seperator dan elektrolit, menghasilkan densitas daya pada baterai. Dalam proses interkalasi elektron mengalir dalam arah yang berlawanan dengan ion di sekitar sirkuit luar (Oswal et al. 2010). Reaksi kimia yang terjadi dalam baterai ion lithium bersifat reversible, sehingga material penyusun sel dipilih dari material yang memiliki struktur kristal dengan kemampuan insertion compound yaitu material yang mampu menerima dan melepaskan ion lithium tanpa mengalami perubahan besar atau kerusakan dalam struktur kristalnya (Linden, 2002). Reaksi yang terjadi merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) pada katoda dan anoda. Reaksi reduksi merupakan reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul atau atom sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu

molekul atau atom. Reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi pada katoda LiFePO 4 dan anoda LiC 6 saat charge dan discharge pada baterai ion lithium yaitu : Pada katoda : LiFePO 4 + xli + + xe - xfepo 4 + Li 1-x FePO 4 (2.5) (Wu et al. 2011). Pada anoda : C 6 + x Li + + x e - LixC 6 (2.6) Reaksi pada sel baterai : LiFePO 4 + C 6 Li 1-x FePO 4 + Li x C 6 (2.7) (Zhao et al. 2015). Suatu material elektrokimia dapat berfungsi baik sebagai elektroda anoda maupun katoda bergantung pada pemilihan material yang akan menentukan karakteristik perbedaan nilai tegangan kerja (working voltage) dari kedua material tersebut. Potensial tegangan yang terbentuk antara kedua elektroda bergantung dari reduksi dan oksidasi pada bahan elektroda yang dipilih (Subhan, 2011). Tegangan kerja dari beberapa material elektroda dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Tegangan Kerja pada Beberapa Material Elektroda pada Baterai ion Lithium (Marom et al. 2001)

Pada Gambar 2.4. tampak bahwa material yang dapat berfungsi sebagai katoda dan anoda dilihat pada tegangan kerjanya. Material yang berperan sebagai katoda harus memiliki tegangan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tegangan kerja pada material anoda. Misalnya, grafit berfungsi sebagai anoda ketika dipasangkan dengan Li x MnO 2 karena tegangan kerja grafit sebesar 0,5 V sedangkan Li x MnO 2 tegangan kerjanya sebesar 3 V. Namun grafit dapat berfungsi sebagai katoda saat dipasangkan dengan elektroda Li metal sebagai anodanya karena tegangan kerja Li metal masih dibawah tegangan kerja grafit sebesar 0 Volt (Subhan, 2011). 2.3 Material Elektroda untuk Baterai ion Lithium Material elektroda pada baterai ion lithium terdiri atas material aktif katoda dan material aktif anoda. Material aktif katoda yang sering digunakan yaitu LiFePO 4 dan material aktif anoda yaitu Mesocarbon Microbead (MCMB). 2.3.1 Material Katoda Struktur, sifat fisik dan sifat elektrokimia material katoda menentukan kinerja pada baterai ion lithium. Untuk setiap berat material katoda, jumlah ion lithium yang dilepaskan material katoda saat charging dan jumlah ion lithium yang kembali dalam waktu tertentu ke material katoda saat discharging menggambarkan densitas energi dan densitas daya sel baterai. Semakin banyak ion lithium dipindahkan dari katoda ke anoda maka semakin besar pula densitas energi sel baterai. Semakin banyak ion lithium yang kembali ke katoda dari anoda maka semakin besar densitas dayanya. Oleh karena itu, material katoda harus bersifat ion dan elektron konduktif (Triwibowo, 2011). Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh material katoda yaitu antara lain : 1. Struktur host nya harus memiliki kemampuan interkalasi yang besar (kapasitas energinya tinggi) dan memiliki koefisien difusi kimia lithium yang tinggi (densitas dayanya tinggi).

2. Perubahan struktur host selama interkalasi dan deinterkalasi harus sekecil mungkin (siklus hidupnya panjang). 3. Material harus memiliki sifat kimia yang stabil, tidak beracun dan murah. 4. Proses pengerjaannya mudah (Yao, 2003). Material katoda yang sering digunakan pada baterai ion lithium yaitu LiCoO 2, LiFePO 4, LiMn 2 O 4 dan material lainnya. Ketiga material tersebut memiliki bentuk struktur host yang berbeda yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. a) b) c) Gambar 2.5. (a) Struktur Layered pada Material Katoda LiCoO 2, (b) Struktur Spinel pada LiMn 2 O 4 dan (c) Struktur Olivine pada LiFePO 4 (Buchmann, 2001) Pada struktur host bentuk layered, ion lithium beinterkalasi dalam tiga arah, pada struktur host bentuk spinel interkalasi ion lithium dalam dua arah, sedangkan pada struktur host bentuk olivine interkalasi ion lithium dalam satu arah (Buchmann, 2001). Karakteristik elektrokimia dari masing-masing material tersebut dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Karakteristik Elektrokimia dari Beberapa Material Katoda Katoda LiFePO 4 LiMnO 4 LiCoO 2 Densitas (g/cm 3 ) 3,6 4,31 5,10 Potensial (V) 3,5 4,05 3,90 Kapasitas Spesifik (mah/g) 169 148 274 Energi Spesifik (Wh/g) 0,59 0,56 0,98 Sumber : Yueping Yao (2003)

Lithium Ferrophosphate (LiFePO 4 ) LiFePO 4 merupakan salah satu material katoda yang memiliki struktur olivine, termasuk kedalam sistem kristal ortorombik Pnma. Konstanta kisi a, b dan c adalah masing-masing 1,033, 0,601 dan 0,4693 μm. Ikatan kovalen kuat pada PO membuat LiFePO 4 stabil bahkan pada suhu diatas 200 C. Struktur kristal LiFePO 4 dapat dilihat pada Gambar 2.6. a) b) Gambar 2.6. (a) Struktur Kristal LiFePO 4 (Padhi et al. 2002) dan b) Struktur Kristal LiFePO 4 saat Charge-Discharge (Rizki, 2014) Penggunaan LiFePO 4 sebagai material aktif katoda pertama kali dilakukan oleh John Goodenough s di Universitas Texas pada tahun 1996. Alasan pemilihan LiFePO 4 sebagai material aktif katoda karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan material katoda lain diantaranya seperti biaya pembuatan lebih murah karena bahan pembentuknya mudah didapatkan di alam, tidak beracun, kapasitas sedang (170 mah/g), keelektronegatifannya tinggi, sangat reaktif, densitas energi yang tinggi, dan ramah lingkungan. Namun, material ini masih memiliki kelemahan yaitu konduktifitas listrik yang rendah berorde 10-9 S/cm dan difusi ion lithium yang lambat (Padhi et al. 2002). Untuk meningkatkan konduktifitas material katoda LiFePO 4 yang rendah maka dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan penambahan zat aditif konduktif untuk membentuk material komposit. Sumber karbon, seperti carbon black, acetylene black, grafit, dan sumber karbon lainnya sering digunakan sebagai zat aditif pada material tersebut (Wu et al. 2011). Karakteristik dari LiFePO 4 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Karakteristik dari LiFePO 4 Material Nilai Kapasitas Spesifik (mah/g) 160 Densitas (g/cc) 3,70 Densitas Energi (Wh/ L) 220 Tegangan Kerja (V) 3,3 Daya Spesifik (W/kg) > 300 Waktu Hidup (tahun) > 10 Siklus Hidup (cycle) 2.000 Sumber : Yoshio et al (2009) 2.3.2 Material Anoda Bahan anoda yang sering digunakan sebagai komponen sel baterai lithium rechargeable adalah grafit/karbon dan logam lithium. Kedua material tersebut memenuhi syarat sebagai suatu material untuk proses interkalasi. Adapun tiga syarat utama yang harus dimiliki material anoda pada baterai ion lithium yaitu sebagai berikut : 1. Potensial penyisipan dan pelepasan ion lithium pada anoda harus sekecil mungkin. 2. Banyaknya ion lithium yang dapat dimuat oleh material anoda harus besar untuk mencapai kapasitas spesifik yang besar. 3. Host pada anoda harus menahan penyisipan dan pelepasan ion lithium yang berulang ulang tanpa kerusakan strukturnya untuk memperoleh siklus hidup yang panjang (Yao, 2003). Penggunaan karbon sebagai bahan anoda pada baterai ion lithium pertama kali dikomersialisasikan oleh Sony Corporation pada tahun 1991 pada peluncuran baterai ion lithium rechargeable (karbon/licoo 2 ). Lapisan karbon, khususnya grafit digunakan sebagai bahan anoda karena memiliki konduktifitas elektron yang tinggi (10 3-10 4 S/cm), biayanya rendah, kapasitasnya yang baik, dan siklus hidupnya yang panjang (Courtel et al. 2011).

Bahan karbon dapat digunakan sebagai material anoda untuk sel ion lithium berdasarkan potensial lithiasi karbon sangat dekat dengan logam Lithium. Tegangan lithiasi grafit vs logam Li adalah 0,0-0,5 V. Selama proses pengisian dan pengosongan, ion lithium dapat berinterkalasi dan de-interkalasi dari karbon tanpa mengalami perubahan sifat mekanik, listrik dan volume yang signifikan (Hossains, 1995). Perbedaan bahan karbon memiliki pengaruh besar pada proses interkalasi ion lithium. Karbon dengan ikatan sp 2 antar atom karbon dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut : 1. Grafit Grafit merupakan lembaran graphene yang membentuk tiga dimensi (3D). Graphene tersusun dari atom karbon yang membentuk pola heksagonal dengan susunannya berupa lembaran dengan ketebalan sebesar satu atom karbon. Jarak antar atom karbon pada satu ikatan pada graphene adalah 0,142 nanometer sedangkan untuk membentuk suatu grafit, jarak antar lembaran graphene-nya adalah 0,335 nanometer. Kapasitas maksimum secara teori yang dihasilkan dari grafit adalah berkisar 372 mah/g (Patterson, 2009). Struktur lembaran graphene dan grafit dapat dilihat pada Gambar 2.7. dibawah ini. a) b) Gambar 2.7. (a) Struktur Graphene berupa Lapisan dengan Ketebalan 1 Atom C (b) Struktur Grafit yang terdiri dari Lapisan Graphene (Buchmann, 2001)

2. Hard carbon Hard carbon merupakan jenis karbon yang pertama kali dikomersialkan pada baterai ion litihum. Lapisan atom karbon tersusun tidak rapi dengan jarak antar layernya 0,38 nanometer (Patterson, 2009). Jenis karbon ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi namun sangat reaktif dan hasil kapasitas ireversibelnya tinggi selama discharge (Hossains, 1995). Karbon ini tidak digunakan lagi sebagai material anoda pada baterai karena tempat difusinya tampak seperti labirin sehingga menyulitkan ion lithium untuk berinterkalasi (Yoshio et al. 2009). 3. Soft carbon Soft carbon merupakan grafit sintesis yang tersusun atas lapisan graphene dengan jarak antar lembaran graphene-nya 0,375 nm (Patterson, 2009). Grafit sintesis memiliki kemurnian yang tinggi, struktur yang cocok untuk proses interkalasi dan deinterkalasi ion lithium. Namun, grafit sintesis memiliki kekurangan pada struktur kristalnya yang berbentuk amorf sehingga untuk membuatnya memiliki struktur kristal menggunakan biaya yang tinggi karena memerlukan perlakuan pada suhu diatas 2.800 0 C pada proses grafitisasinya (Yoshio et al. 2009). Salah satu grafit sintesis yang sering digunakan sebagai material aktif anoda pada industri baterai ion lithium yaitu Mesocarbon Microbeads (MCMB). Struktur karbon pada soft carbon, hard carbon dan grafit dapat dilihat pada Gambar 2.8. (a) (b) (c) Gambar 2.8. Stuktur (a) Soft Carbon, (b) Hard Carbon dan (c) Grafit (Yoshio et al. 2009)

Perbandingan antara grafit, hard carbon, dan soft carbon dapat dilihat pada Tabel 2.5. dibawah ini. Tabel 2.5. Perbandingan antara Grafit, Hard Carbon, dan Soft Carbon Material Kapasitas Initial, mah/g Kapasitas Reversible, mah/g Kapasitas Irreversible, mah/g Efisiensi cycle pertama, % Grafit 390 360 30 92 Hard Carbon 480 370 90 77 Soft Carbon 275 235 40 85 Sumber : Patterson (2009) Mesocarbon Microbeads (MCMB) Material MCMB termasuk bagian dari soft carbon yang memiliki struktur kristal lebih sedikit dibandingkan dengan grafit alam. Adapun alasan pemilihan karbon MCMB sebagai material anoda karena memiliki kapasitas yang baik pada tegangan rendah dan kemampuan siklusnya yang terbaik diantara semua jenis bahan anoda karbon (Yao, 2003). MCMB terdiri dari struktur bola dengan diameter 1-40 μm sehingga luas permukaan spesifiknya rendah. Besar kapasitas spesifik pada MCMB mencapai 320-330 mah/g (Yoshio et al. 2009). Struktur MCMB tipe Brooks Taylor dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar 2.9. Struktur MCMB tipe Brooks-Taylor

Grafitisasi MCMB memiliki banyak kelebihan bila digunakan sebagai anoda baterai yaitu sebagai berikut : 1. Densitas muatan yang tinggi menjamin densitas energi yang tinggi pula. 2. Luas permukaan yang kecil menurunkan kapasitas ireversible sesuai dengan dekomposisi elektrolit. 3. MCMB memiliki struktur spinel sehingga ion lithium mudah berinterkalasi dan hal tersebut akan meningkatkan kapasitas baterai (Yoshio et al. 2009). Karakteristik dari Mesocarbon Microbead (MCMB) dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Karakteristik dari Mesocarbon Microbead (MCMB) Properties Kemurnian Karbon (%) 99,6 Discharge Pertama (mah/gr) 500 Efisiensi (%) 93,4 Titik Lebur ( 0 C) 3550 Tekanan Uap (mm Hg) ( 0 C) 3586 Temperatur Sintering (K) 1800-2500 Sumber : MTI Corporation (2010) 2.4 Zat Aditif Super P Bahan karbon seperti acetylene black, super p, carbon black dan grafit yang banyak digunakan dalam elektroda positif dan elektroda negatif sebagai zat aditif konduktif berfungsi untuk meningkatkan konduktifitas listrik dan mengurangi hambatan listrik dalam sistem elektrokimia. Namun, bahan tersebut tidak terlibat dalam proses redoks elektrokimia. Konduktifitas elektron pada sumber karbon aditif sebesar 10-2 - 10-4 S/cm (Shin et al. 2006). Super P adalah sumber karbon yang berfungsi sebagai zat aditif konduktif pada elektroda untuk meningkatkan konduktifitas elektronik baterai ion lithium, yang memiliki sifat kemurnian tinggi, distribusi ukuran dapat dikendalikan, luas

permukaan dan volume pori yang rendah (Zheng et al. 2012). Karakteristik dari Super P dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Karakteristik dari Super P Parameter Nilai Luas Permukaan (m 2 /g) 76,4 Volume Pori (cm 3 /g) 0,36 Efisiensi Siklus Pertama pada at 0,1 C (%) 83,4 Kapasitas charge pada elektroda spinel 91,5 setelah 200 cycles (1 C) (%) Sumber : Zheng et al (2012) 2.5 Matriks Polyvinylidene Fluoride (PvDf) Pengikat (binder) elektroda pada baterai ion lithium digunakan untuk mengikat lapisan bahan aktif atau antara lapisan bahan aktif dengan current collector. Pengikat yang digunakan harus memiliki karakteristik seperti kemampuan mengikat dengan baik, fleksibilitas, ketidaklarutannya dalam elektrolit, stabil pada kimia dan elektrokimianya, dan aplikasi yang mudah untuk pelapisan elektroda (Yoshio et al. 2009). Polyvinylidene Fluoride (PvDf) termasuk matriks termoplastik floropolimer murni yang tidak reaktif yang baik untuk molekul polar, dan sering digunakan sebagai binder pada anoda dan katoda. PvDf memiliki karakteristik seperti berwarna putih, dapat tembus cahaya dalam bentuk padat, tidak larut dalam air, sekitar 50 % dan 60 % kristalin, titik lelehnya rendah, dan densitasnya rendah. Adapun struktur dari PvDf dapat dilihat pada Gambar 2.10. dibawah ini. Gambar 2.10. Struktur Kimia PvDf

Sifat umum Polyvinylidene fluorida (PvDf) dapat dilihat pada Tabel 2.8. dibawah ini. Tabel 2.8. Sifat Umum Polyvinylidene Fluorida (PvDf) Sifat Nilai Kekuatan Tarik (Mpa) 21,0-57,0 Modulus Elastisitas (Mpa) 1380-55200 Elongasi (%) 12-600 Kekuatan Fleksural (Mpa) 67-95 Modulus Fleksural (Mpa) 1173 82800 Temperature Transisi Gelas (Tg) ( 0 C) -60 (-20) Temperature Leleh (Tm) ( 0 C) 141 178 Sumber : Abdillah (2008) 2.6 Pelarut N, N-Dimethylacetamide (DMAC) N,N-Dimethylacetamide (DMAC) merupakan pelarut yang dapat digunakan sebagai pelarut PvDf pada baterai ion lithium. Pelarut tersebut memiliki kelarutan terhadap bahan organik dan anorganik yang tinggi, titik didih tinggi, titik beku yang rendah, stabilitas yang baik dan tidak akan mengalami degradasi serta perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 350 0 C (BASF, 2014). Sifat fisik dan kimia DMAC dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Sifat Fisik dan Kimia DMAC Parameter Nilai Bentuk Cair PH (200 g/l, 20 0 C) 4 Titik Lebur ( 0 C) - 20 Titik Didih ( 0 C) 165 166 Tekanan Uap (mbar) 2 Densitas (g/cm 3 ) pada 20 0 C 0,94 Sumber : BASF (2014)

2.7 Elektrolit Lithium Hexafluorophosphate (LiPF 6 ) Elektrolit merupakan suatu material yang bersifat penghantar ionik, baik dalam bentuk cair ataupun padat. Karakteristik yang perlu dimiliki elektrolit adalah konduktifitas ionik tinggi dan konduktifitas elektronik yang rendah sehingga mampu menghantarkan ion selama proses reaksi redoks terjadi antara elektroda positif dan elektroda negatif tanpa terjadi kebocoran arus elektron (Subhan, 2011). Ada beberapa syarat yang harus dimiliki elektrolit pada baterai ion lithium yaitu sebagai berikut : 1. Elektrolit harus bersifat ion konduktif. Konduktifitas elektrolit cair berkisar antara 10-3 10-2 S/cm. 2. Stabil sifat kimia, panas, dan elektrokimianya serta sifat mekanik yang kuat. 3. Jumlah pemindahan ion lithium harus besar karena konduktifitas bergantung pada pergerakan ion (Yao, 2013). Lithium Hexafluorophosphate (LiPF 6 ) adalah garam yang paling banyak digunakan sebagai elektrolit untuk sel ion lithium komersial. Garam LiPF 6 murni secara termal stabil sampai suhu 380 K di tempat yang kering, dan merupakan proses dekomposisi dari LiF padat dan PF 5 sebagai produk gas (Yang et al. 2003). Proses penguraian LiPF 6 dapat dilihat dari reaksi dibawah ini (Sloop et al. 2001). LiPF 6 LiF + PF 5 (2.8) Tabel 2.10. Karakteristik dari Lithium Hexafluorophosphate (LiPF 6 ) Properties Rumus Molekul LiPF 6 Massa Molar (g/mol) 151.905 Bentuk Bubuk Putih Densitas (g/cm 3 ) 1.5 Titik Lebur o C (392 o F; 473 K) 200 Kelarutan dalam air Larut Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/lithium_hexafluorophosphate

2.8 Separator Seperator adalah membran berpori yang berfungsi untuk memastikan terjadinya aliran ion dan mencegah terjadinya hubungan arus pendek. Ukuran pori-pori pada seperator harus lebih kecil dari ukuran partikel pada komponen elektroda dan terdistribusi secara merata. Hal ini untuk memastikan distribusi arus merata diseluruh separator supaya dapat menekan pertumbuhan lithium pada anoda. Sedangkan porositas dari separator harus memiliki jumlah yang tepat untuk proses pergerakan ion antar elektroda. Biasanya, separator pada baterai ion lithium memiliki porositas 40% (Kim et al. 2012). Seperator berpori dalam sel baterai ion lithium dengan elektrolit cair dapat dilihat pada Gambar 2.11. Gambar 2.11. Seperator dalam Sel Baterai ion Lithium (Prihandoko, 2008) Bahan separator konvensional yang sering digunakan pada baterai ion lithium adalah polyolefin, seperti polietilen (PE) dan polipropilen (PP). Polyolefin sangat umum digunakan sebagai bahan separator, khususnya pada laptop dan hp, karena tipis dan memiliki kestabilan elektrokimia yang baik. Polyolefin sendiri terdiri atas perpaduan antara polypropylene (sebagai penyangga utama, backbone) dan polyethylene sebagai pelapis pada lubang/pori-pori. Polyethylene memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 o C. Apabila panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas, polyethylene akan meleleh dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan proses perpindahan lithium ion berhenti. Sehingga separator memiliki fungsi utama dalam hal keamanan bila terjadi panas berlebihan (http://www.chem-is-try.org).

2.9 Analisis Mikrostruktur Analisis mikrostruktur pada suatu sampel dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa alat karakterisasi diantaranya sebagai berikut : 2.9.1 X-Ray Diffraction (XRD) Difraksi sinar-x merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fasa kristalin didalam material-material benda dan serbuk, dan untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa komposisi orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah sinar-x yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut. Dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional (Zakaria, 2003). Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah metode difraksi sinar-x serbuk (X- ray powder diffraction) seperti terlihat pada Gambar 2.12. Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filamen panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga (Cu). Gambar 2.12. Prinsip kerja XRD

Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar- X yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang-bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula partikel-partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga difraksi sinar-x memenuhi Hukum Bragg : n λ = 2 d sin θ (2.9) dengan n adalah orde difraksi (1,2,3, ), λ adalah panjang sinar-x, d adalah jarak kisi dan θ adalah sudut difraksi. Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-x terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-x yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969). Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-x untuk hampir semua jenis material yang disebut standart ICDD (Triwibowo, 2011).

2.9.2 Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. Ada beberapa sinyal penting yang dihasilkan oleh SEM. Pada pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered elektron. Elektron backscattered (BSE) yaitu ketika elektron beam menembak atom sampel akan tetapi elektron beam tidak mengenai elektron pada atom tersebut. BSE ini digunakan untuk menggambarkan kontras dalam komposisi dalam sampel multiphase dan untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi. Elektron sekunder (ES) yaitu ketika elektron beam menembak atom pada sampel dan elektron pada sampel tersebut langsung terlepas. Elektron sekunder ini yang menghasilkan gambar SEM dan biasanya digunakan untuk pencitraan sampel dalam menunjukkan morfologi dan topografi pada sampel. Sinyal sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat dilihat pada Gambar 2.13. dibawah ini. Gambar 2.13. Sinyal-Sinyal dalam SEM Kedua sinyal inilah yang akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah.

Prinsip kerja dari SEM yaitu elektron gun menghasilkan elektron beam dari filamen. Pada umumnya elektron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Penjelasan prinsip kerja SEM diatas dapat dilihat pada Gambar 2.14. dibawah ini. Gambar 2.14. Prinsip Kerja SEM (https://materialcerdas.wordpress.com) 2.9.3 Mikroskop Optik Mikroskop optik merupakan mikroskop yang menggunakan cahaya tampak dan sebuah sistem lensa untuk memperbesar gambar spesimen yang kecil. Mikroskop optik dasarnya sangat sederhana, meskipun ada banyak desain lain yang kompleks yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi dan kontras dari spesimen.

Mikroskop optik mudah untuk dikembangkan dan populer karena menggunakan cahaya tampak sehingga sampel dapat langsung diamati oleh mata. Pada saat ini, gambar dari mikroskop optik dapat ditangkap oleh kamera normal yang peka cahaya untuk menghasilkan mikrograf dan langsung disambungkan ke layar monitor komputer. Perbesaran mikroskop optik dapat mencapai 1000 x. Bagian-bagian mikroskop optik dapat dilihat pada Gambar 2.15. Gambar 2.15. Bagian-bagian dari Mikroskop Optik Prinsip penting dari mikroskop adalah bahwa lensa objektif dengan panjang fokus yang sangat pendek (sering hanya beberapa mm saja) digunakan untuk membentuk perbesaran bayangan nyata dari objek. Lensa objektif adalah sebuah kaca pembesar bertenaga sangat tinggi dengan panjang fokus yang sangat pendek. Lensa ini diletakkan sangat dekat dengan spesimen yang akan diteliti sehingga cahaya dari spesimen jatuh ke fokus sekitar 160 mm di dalam tabung mikroskop sehingga menciptakan perbesaran sebuah gambar dari subjek. Gambar yang dihasilkan terbalik dan dapat dilihat dengan menghapus lensa okuler dan menempatkan secarik kertas kalkir di ujung tabung. Dengan hati-hati memfokuskan spesimen yang sangat terang, pencitraan yang sangat besar bisa dilihat. Pencitraan yang dihasilkan adalah gambaran nyata yang dilihat oleh lensa okuler dengan menambahkan pembesaran lebih lanjut. Di kebanyakan mikroskop, lensa okuler merupakan lensa majemuk, dengan satu lensa komponen di dekat bagian depan dan satu di dekat bagian belakang tabung lensa okuler. Dalam beberapa desain, gambar virtual menuju ke sebuah fokus antara dua lensa okuler. Lensa pertama membawa gambar nyata dan lensa kedua memungkinkan mata

untuk fokus pada gambar virtual. Pada semua mikroskop, gambar dimaksudkan untuk dilihat dengan mata terfokus tak terhingga (diingat bahwa posisi mata pada gambar di atas ditentukan oleh fokus mata peneliti). Untuk pengujian mikroskop optik ini diperlukan juga permukaan spesimen yang rata dan halus. Sehingga pengujian ini dilakukan setelah pengujian emission spektrometer yang juga memerlukan permukaan yang halus. 2.10 Pengujian Charge-Discharge. Untuk mendapatkan performa sebuah baterai maka diperlukan pengujian charge/discharge sehingga akan didapatkan besar kapasitas sel baterai. Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan membuat sistem pengujian charging dan discharging dengan alat BTS8-10A30V. BST8-10A30V adalah baterai analyzer delapan channel untuk menganalisis kecil sel koin dan baterai silinder dari 0,1 ma sampai 10 A dan tegangan sampai 30 V. Setiap saluran analyzer memiliki independen konstan saat ini dan sumber tegangan konstan, yang dapat diprogram dan dikendalikan oleh perangkat lunak komputer. Sistem ini menyediakan aplikasi yang paling dalam bidang pengujian baterai seperti penelitian bahan elektroda, uji kinerja baterai, pembentukan baterai skala kecil, kemampuan grading, pengujian baterai, dan lain-lain. Merek laptop baru dengan MS Jendela 8, MS Excel 2013 dan versi terbaru dari kontroler software diinstal dan dikalibrasi untuk segera digunakan (hingga 20 set analisa dapat secara bersamaan dikendalikan oleh satu PC).