SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB III METODE PENELITIAN

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widya Nurfebriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eka Yusmaita, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan kesesuaian antara kompetensi baru dengan kebutuhan. pengetahuan untuk kepentingan proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan desain

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya. Dengan

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

diselenggarakan secara internasional dapat dijadikan acuan guna mengetahui sejauh mana daya saing siswa Indonesia secara global (Fatmawati dan

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Joyful Learning Journal

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, maka program pendidikan seharusnya dapat menjawab kebutuhan manusia secara utuh dalam menghadapi kenyataan hidup yang terus berubah (Nuh, 2013). Pendidikan sains pada abad ke-21 ini seharusnya dapat merangsang pembahasan hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat berkaitan dengan pentingnya isu-isu yang ada dan terjadi di sekitar peserta didik. Sains pada hakikatnya terdiri atas empat aspek yaitu konten/konsep sains, kompetensi (proses) sains, konteks aplikasi sains, dan sikap sains (OECD, 2013). Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari pendidikan sains berperan penting untuk menyiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan sains dan teknologi (Depdiknas, 2006). Sains berperan sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, karena itu sangat diperlukan oleh semua insan Indonesia (science for all) dalam membentuk masyarakat yang literasi sains (Liliasari, 2011). Literasi sains atau melek sains didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2009). Studi hasil belajar dalam bidang sains, khususnya literasi sains pada level Internasional diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melalui program PISA. PISA (Programme for 1

2 International Student Assessment) adalah studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy) (Okezon, 2013). PISA mengukur kecakapan anak-anak usia 15 tahun dalam mengimplementasikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Indonesia mengikuti siklus tes tiga tahunan PISA sejak tahun 2000 (Kompas, 2013). PISA tahun 2012 bertema Evaluating School Systems to Improve Education diikuti 34 negara anggota OECD dan 31 negara mitra (termasuk Indonesia) yang mewakili lebih dari 80 persen ekonomi dunia. Murid yang terlibat sebanyak 510.000 anak usia 15 tahun yang mewakili 28 juta anak usia 15 tahun di sekolah dari 65 negara partisipan (Kompas, 2013). Hasil yang dipublikasikan pada tanggal 3 Desember 2013 ini memperkuat fakta rendahnya kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia. Posisi Indonesia nyaris jadi juru kunci dalam kemampuan matematika dan sains, yakni urutan ke-64 dari 65 negara. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak-anak Indonesia 375, rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata skor untuk sains 382. Padahal, rata-rata skor OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501 (Kompas, 2013). Berdasarkan hal tersebut, terlihat dengan jelas bahwa siswa di Indonesia memiliki literasi sains yang masih di bawah rata-rata dan secara umum kemampuan siswa Indonesia berada pada tahapan terendah skala pengukuran PISA, yaitu hanya dapat menjelaskan konsep sederhana. Posisi Indonesia tertinggal jauh bila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Faktor penyebab rendahnya literasi sains di Indonesia adalah proses pembelajaran sains di sekolah selama ini, siswa beranggapan bahwa sains merupakan pelajaran yang terpisah dari tempat mereka berada, selain itu sistem penilaian di Indonesia saat ini belum sesuai dengan sistem penilaian PISA karena masih menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal teoritis dan hitungan tanpa menyajikan masalah nyata yang sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan siswa (Sudiatmika, 2010). Banyaknya materi uji dalam penilaian PISA dan TIMMS yang tidak sesuai dengan materi uji dalam kurikulum

3 di Indonesia menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi Indonesia dalam capaian literasi sains siswa (Depdikbud, 2013). Sebagai salah satu pedoman dalam penilaian literasi sains, PISA memiliki empat aspek penting dalam kerangka penilaian literasi sains. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek konteks, konten, keterampilan ilmiah (sains), dan sikap. Soalsoal PISA tidak mengukur konteks, tetapi mengukur (kompetensi) proses sains, pengetahuan, dan sikap sains yang disajikan terkait dengan konteks (OECD, 2009). Keempat aspek tersebut menuntut siswa untuk dapat menjelaskan konteks berupa fenomena nyata dan menggunakan pengetahuan sains yang dimiliki oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sangat berkaitan dengan konsep-konsep sains. Hal ini menjadi sangat potensial agar fenomena tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk memperkaya pemahaman peserta didik mengenai konsep sains yang sedang diajarkan dan dapat menarik minat peserta didik terhadap pembelajaran sains khususnya mata pelajaran kimia. Dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam meningkatkan capaian literasi sains, perlu dilakukan rekonstruksi pada pembuatan alat ukur penilaian hasil belajar berupa soal-soal yang sesuai dengan soal-soal PISA. Alat ukur penilaian hasil belajar yang dibuat hendaknya disesuaikan dengan kerangka penilaian sains PISA agar siswa menjadi lebih terbiasa untuk mengerjakan soal-soal literasi sains, sehingga siswa tidak hanya memiliki kemampuan kognitif, namun siswa juga memiliki kemampuan sains serta sikap sains yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sekaligus kemampuan menggunakan konsep dan proses pengambilan keputusan rasional pada masalah sosial. Di Jerman, pengembangan model pengajaran, sekuensi mengajar, dan bahan ajar telah terlebih dahulu dikembangkan. Model ini dikenal dengan sebutan Model of Educational Reconstruction (MER). MER diperkenalkan oleh Duit, Gropengieber, dan Kattmann (1995). Model tersebut juga telah digunakan oleh

4 Jouni Viiri, Antti Savinainen (2008) untuk memperbaiki sekuensi pembelajaran dan Laherto (2012) untuk memperkenalkan teknologi nano sains di sekolah menengah. Beberapa penelitian yang menjadikan MER sebagai kerangka pijakannya telah menghasilkan pencapaian yang memuaskan terhadap perangkat yang dikembangkan. Salah satu materi kimia yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan model MER melalui konstruksi alat ukur penilaian literasi sains adalah konsep sel Volta. Pemilihan konsep materi sel volta didasarkan pada pandangan PISA terkait dengan beberapa prinsip pemilihan konten sains PISA, yakni : 1. Konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan keseharian yang nyata. 2. Konsep itu diperkirakan masih akan relevan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan. 3. Konsep itu harus berkaitan dengan kompetensi proses yaitu pengetahuan tidak hanya mengandalkan daya ingat siswa dan berkaitan hanya dengan informasi tertentu. (Hayat dan Suhendra, 2010) Dalam hal ini, konten sel Volta sesuai dengan ketiga prinsip pemilihan konten tersebut. Di samping itu, berdasarkan the natural edge project (2011: 9) sel Volta termasuk dalam kriteria spesifik pada klasifikasi reaksi kimia. Materi ini dirancang pada suatu silabus oleh Queensland Studies Authority (QSA) Senior School. Konten sel Volta merupakan bagian dari materi pokok elektrokimia yang terdapat di SMA kelas tiga semester pertama. Di samping itu, konteks yang digunakan adalah baterai Li-ion ramah lingkungan. Pemilihan konteks yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria seperti yang dirumuskan oleh De Jong (2006) yaitu: 1) Konteks yang digunakan dikenal dan relevan untuk siswa (perempuan dan laki-laki), 2) Konteks yang digunakan tidak mengganggu perhatian siswa terhadap konsep yang dihubungkan, 3) Konteks yang digunakan tidak terlalu menyulitkan bagi siswa, dan 4) Konteks yang digunakan tidak

5 membingungkan siswa. Selain itu konteks baterai Li-ion sangat dekat dengan kehidupan siswa. Sejak penemuannya di awal abad ke-21 baterai Li-ion menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia sehari-hari di era modern, tidak terkecuali pada siswa, mereka menggunakan baterai Li-ion sebagai sumber energi untuk menyalakan perangkat elektronik mereka seperti pada laptop, komputer, telepon genggam dan digital media player (Compton, et al., 2012). European Commision mengkategorikan baterai Li-ion sebagai baterai ramah lingkungan dikarenakan kandungan logam pada baterai Li-ion tidak menggunakan logam murni melainkan campuran, sehingga dipandang aman untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir. Disamping itu, baterai Li-ion merupakan baterai yang dapat diisi ulang berkali-kali dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama sehingga mengurangi jumlah limbah baterai di lingkungan (Dabek, 2008). Meskipun baterai Li-ion banyak digunakan oleh hampir seluruh anggota masyarakat, namun proses kimia yang terdapat dalam baterai Li-ion jarang dibahas dalam kurikulum sains terkait terutama mata pelajaran kimia (Compton, et al., 2012). Padahal baterai Li-ion merupakan salah satu contoh dari konsep sel Volta yang di dalamnya melibatkan proses kimia seperti reaksi reduksi oksidasi yang dapat diperkenalkan pada siswa sebagai contoh ideal pengaplikasian sel Volta yang dapat menghubungkan siswa dengan pengaplikasian ilmu kimia di dunia nyata (Compton, et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian mengenai Konstruksi alat ukur penilaian literasi sains siswa SMA materi sel Volta menggunakan konteks baterai Li-ion ramah lingkungan. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Hasil tes yang dilakukan siswa di Indonesia dalam mengikuti tes Program for International Student Assesment (PISA) selalu berada pada peringkat 5 terbawah sejak tahun 2000 hingga tahun 2012 lalu. Hal ini disebabkan karena soal-soal yang diteskan oleh PISA jauh berbeda dengan soal-soal yang sering mereka

6 dapatkan di sekolah maupun di buku-buku yang beredar di Indonesia. Kebanyakan tes yang diberikan oleh guru hanya menyajikan aspek konten sains saja, tanpa melibatkan aspek proses sains, aspek konteks sains maupun aspek sikap sains. Sistem penilaian siswa di Indonesia membutuhkan sistem penilaian yang mengadopsi bentuk tipe soal serupa dengan PISA untuk mendorong peningkatan literasi sains siswa SMA sekaligus menggali kemampuan berpikir ilmiah, kritis, kreatif, dan inovatif. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana alat ukur literasi sains siswa SMA pada konten sel Volta menggunakan konteks baterai Liion ramah lingkungan yang dikonstruksi? Untuk mempermudah pengkajian secara sistematis terhadap permasalahan yang diteliti, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi sub-sub masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kualitas alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan ditinjau dari parameter validitas dan reliabilitas? 2. Bagaimana penilaian ahli mengenai kesesuaian karakteristik soal dalam alat ukur literasi sains/kimia yang dikonstruksi pada konten sel Volta menggunakan konteks baterai Li-ion ramah lingkungan dengan soal literasi sains PISA? C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada konteks baterai yang ramah lingkungan, yaitu baterai Li-ion. Model rekonstruksi alat ukur literasi sains yang digunakan adalah model rekonstruksi pendidikan. Model ini terdiri atas 3 komponen, yaitu: 1). Analisis struktur konten; 2). Penelitian mengajar dan belajar; dan 3). implementasi dan evaluasi (Duit, et. al, 2012). Pelaksanaan penelitian ini dibatasi pada tahap analisis struktur konten. D. Tujuan Penelitian Terkait dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh alat ukur literasi sains siswa SMA pada konten sel volta

7 menggunakan konteks baterai Li-ion ramah lingkungan yang dikonstruksi untuk memperoleh informasi mengenai kualitas alat ukur penilaian literasi sains siswa SMA berdasarkan parameter validitas dan reliabilitas serta sesuai dengan karakteristik soal-soal PISA. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memfasilitasi tersedianya instrumen alat ukur penilaian literasi kimia pada materi sel Volta yang dapat dimanfaatkan oleh guru di lapangan, sehingga siswa terbiasa mengerjakan soal-soal terkait literasi sains. 2. Lembaga pendidikan, membantu mengembangkan instrumen penilaian literasi sains yang sesuai dengan proses belajar mengajar dan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih instrumen penilaian literasi sains demi kemajuan proses pembelajaran. 3. Peneliti lain, menjadi salah satu bahan kajian dalam pengembangan penelitian yang berkaitan dengan instrumen penilaian literasi sains untuk melakukan penelitian sejenis dengan konteks dan konten yang berbeda. F. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi hasil penelitian penulis dibagi menjadi lima bab, dimana masing-masing bab menguraikan hal-hal mengenai hasil analisa. Kelima bab tersebut meliputi. Bab I merupakan bagian pendahuluan yang memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian ini, yaitu karena belum banyak ditemukan soal-soal kimia yang dapat mengukur literasi sains/kimia siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku saat ini. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana alat

8 ukur literasi sains/kimia siswa SMA yang dikontruksi pada konten sel volta menggunakan konteks baterai Li-ion ramah lingkungan. Hal ini berimplikasi pada tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh alat ukur literasi sains/kimia siswa SMA yang dikonstruksi pada konten sel Volta menggunakan konteks baterai Li-ion ramah lingkungan yang sesuai dengan karakteristik soal-soal PISA. Bab II disajikan kajian pustaka mengenai literasi sains/kimia sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya akibat aktivitas manusia; karakteristik alat ukur penilaian literasi sains yang memuat aspek konten, kompetensi ilmiah dan sikap yang disajikan melalui konteks yang relevan; model rekonstruksi pendidikan (MER) untuk pengembangan alat ukur penilaian literasi sains; kaidah penulisan butir soal pilihan ganda sebagai pedoman penulisan soal pilihan ganda alat ukur literasi sains; teknik mengkonstruksi alat ukur penilaian literasi sains/kimia; kualitas alat ukur literasi sains dilihat dari parameter validitas dan reliabilitas; dan tinjauan materi pembelajaran sel volta sebagai konten sains dan konteks baterai Li-Ion ramah lingkungan pada konten sel volta. Hasil kajian pustaka pada Bab II berpengaruh terhadap rangkaian pelaksanaan penelitian yang dijabarkan dalam metodologi penelitian pada Bab III. Bab III diawali dengan penjelasan mengenai subjek penelitian dimana alat ukur literasi sains yang telah dikonstruksi, diujicobakan (uji realibilitas) pada siswa SMA kelas XII semester ganjil dari salah satu SMA di Kota Bandung. Selanjutnya penjelasan mengenai metode penelitian dimana metode penelitian yang digunakan adalah pengembangan menggunakan model rekonstruksi pendidikan (MER) Duit yang dibatasi hanya sampai tahap 1 yaitu tahap klarifikasi dan analisis konten sains. Metode yang dipilih berpengaruh terhadap instrumen penelitian yang disusun, meliputi lembar validasi ahli dan angket kesesuaian alat ukur penilaian yang dikonstruksi dengan alat ukur PISA. Instrumen penelitian yang telah disusun digunakan

9 untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, meliputi data hasil validasi yang diolah menggunakan CVR, data hasil reliabilitas yang diolah menggunakan KR-20, dan data angket penilaian ahli terhadap kesesuaian karakteristik alat ukur yang dikonstruksi dengan soal PISA yang telah dikonstruksi diolah melalui skala Likert. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan cara mengubah skor yang diperoleh dan menginterpretasikannya menjadi suatu kesimpulan. Bab IV mengemukakan mengenai pembahasan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan dipaparkan dalam Bab IV yang meliputi hasil pengolahan nilai CVR dan CVI untuk uji validitas, yang didalamnya membahas tentang hasil analisis deskriptif konstruksi alat ukur literasi sains yang terdiri atas hasil perumusan konteks baterai Li-Ion ramah lingkungan pada konten sel volta sebagai sumber pembuatan alat ukur penilaian literasi sains/kimia, hasil analisis standar isi mata pelajaran kimia SMA dan hasil analisis kompetensi ilmiah serta sikap PISA 2012 yang menjadi acuan dalam pembuatan indikator soal. Di samping membahas uji validitas, dibahas pula hasil uji reliabilitas melalui uji coba terbatas untuk mengetahui kualitas alat ukur penilaian literasi sains yang dikonstruksi. Selain itu dibahas pula hasil pengolahan skor angket penilaian ahli terhadap kesesuaian soal dalam alat ukur penilaian literasi sains yang dikonstruksi dengan soal PISA. Hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya dibahas dengan mengacu pada kajian teoritis yang dipaparkan dalam Bab II. Bab V berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan analisis yang dilakukan, serta saran-saran yang diajukan penulis. Kesimpulan berisi informasi dari permasalahan yang diangkat meliputi kualitas alat ukur yang dikembangkan dilihat dari validitas, reliabilitas, serta penilaian kesesuaian karakteristik alat ukur penilaian literasi sains yang dikonstruksi dengan soal PISA serta saran yang mendukung perbaikan penelitian ini.