ASEAN Financial Inclusion Rabu, 24 September 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Informasi dalam buku ini bersumber dari National Strategy for Financial Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun

Data Akses ke Lembaga Keuangan Formal

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Financial Inclusion (keuangan inklusif) identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya unbanked yang

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

Keuangan Inklusif dan Penanggulangan Kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan.

Evolusi Kerangka Kebijakan Financial Inclusion. BANK INDONESIA November 2013

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

PENINGKATAN AKSES PEMBIAYAAN BAGI KUKM (Tantangan dan Harapan)

Rencana Aksi. Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan. Departemen Perlindungan Konsumen OJK Jakarta, 18 September 2017

ANALISIS CASH RATIO, LOAN TO DEPOSIT, DAN LOAN TO ASSET RATIO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017

Sambutan Utama. Gubernur Agus D.W. Martowardojo. Pada Seminar Internasional IFSB. Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islam

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

PETA PERSAINGAN JASA KEUANGAN VS FINTECH DI ERA DIGITAL. Finansial Inclusion & Financial Technology. Widya T Harjono

BAB I PENDAHULUAN. the World Bank, IMF, ADB, dan ASEAN, pembahasan mengenai isu sosial

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

TINJAUAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Moekti P. Soejachmoen

Banking Weekly Hotlist (24 Juli 28 Juli 2017)

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

OUTLINE SITUASI GLOBAL HASIL-HASIL TINDAK LANJUT DAN KORELASI DENGAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

Menuju Less Cash Society Finansial Inclusion & Digital Divide

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri dalam menghadapi globalisasi dibidang perekonomian seperti

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

BAB I PENDAHULUAN. penting guna mendukung pengembangan teknologi itu sendiri. Perbankan

Arah dan Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja UKM RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

BAB I LATAR BELAKANG

Keynote Speech STRATEGI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, INKLUSIF, DAN BERKEADILAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2016

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Sosialisasi. Strategi Perlindungan Konsumen Keuangan (SPKK) Disampaikan kepada

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERAN STRATEGIS OJK DALAM MENGEMBANGKAN LITERASI KEUANGAN YANG INOVATIF

BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan memiliki peranan yang strategis dalam

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

Perumusan Strategi dan Posisi Indonesia Menghadapi G20 Turki Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI Jakarta, 3 Maret 2015

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan inklusif. Keuangan inklusif ini lebih dipergunakan atau ditujukan

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

Term of References Kompetisi Inklusi Keuangan (KOINKU) Perluasan Akses Keuangan Melalui Pembiayaan Mikro

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

Transkripsi:

ASEAN Financial Inclusion Rabu, 24 September 2014 Para pemimpin negara-negara kawasan Asia Tenggara telah menyerukan disusunnya suatu rencana strategis untuk mempercepat dan mewujudkan visi menggandakan Financial Inclusion di kawasan ASEAN pada tahun 2020. Sebuah pendekatan regional untuk Financial Inclusion telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penting bagi pembangunan nasional di banyak negara ASEAN. Selain itu, hal ini juga menjadi strategi penting untuk mendukung tujuan yang lebih luas dari integrasi ekonomi kawasan sebagaimana tercantum dalam cetak biru ASEAN Economic Community (AEC). Financial sector deepening adalah merupakan salah satu tujuan utama dalam AEC blueprint. Hal ini terutama berpengaruh pada capital and capacity constraint pada sistem keuangan di beberapa negara ASEAN, seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Viet Nam (CLMV). Akan tetapi, hal ini tentunya harus dilakukan secara paralel dengan negara-negara ASEAN yang Financial Inclusion-nya telah mapan melalui pertumbuhan yang inklusif dan pembangunan yang merata. Secara global, adanya peningkatan jangkauan layanan jasa keuangan dan komitmen terhadap Financial Inclusion telah berhasil mendorong dan mempercepat tercapai Financial Inclusion. Hal ini kiranya sejalan dengan dimulainya AEC pada tahun 2015. Oleh karenanya, tahun 2014 menjadi sebuah milestone yang menentukan dikarenakan tahun ini merupakan akhir dari Millennium Development Goals (MDGs) dan awal dari inisiatif Post-2015 Development Agenda. Penguatan kerja sama kawasan ASEAN akan berperan dalam mendefinisikan dan mengimplementasikan kerangka pembangunan kawasan pasca 2015. Hubungan kerja sama regional, termasuk South-South Cooperation akan menjadi jembatan penghubung antara tujuan global dan kepentingan nasional. Diagram Persentase penduduk usia 15 ke atas (15+) yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal Sumber: Global Financial Inclusion Database (2011) Menurut UN Capital Development Fund (2014), dalam konteks pencapaian MDGs, kawasan ASEAN secara keseluruhan telah meraih kesuksesan yang cukup diperhitungkan. Akan tetapi, ketimpangan (gap) yang besar masih terjadi diantara negara-negara dalam kawasan, dan kemiskinan masih melanda beberapa negara. Kiranya masih terdapat development gap yang signifikan antara negara kaya dan negara miskin di kawasan ASEAN. UN Capital Development Fund (2014) mencatat adanya perbedaan kondisi perekonomian dan pasar keuangan pada tiap-tiap negara anggota ASEAN. Terutama bila dilihat dari rendahnya rasio aset keuangan terhadap GDP yang mencerminkan size dan competitiveness sektor keuangan negara tersebut. Secara umum, kondisi tersebut mencerminkan adanya beragam tantangan yang dihadapi guna meraih visi AEC sebagai kawasan yang highly

competitive market and production base dalam perekonomian global. UN Capital Development Fund (2014) menekankan urgensi financial regulatory reform dalam skala besar dalam rangka pembangunan sektor keuangan dan menciptakan peluang bagi negara-negara CLMV untuk melakukan upaya financial deepening dalam pasar keuangan mereka. Diagram Ratio Aset Sektor Keuangan terhadap GDP Sumber:Â Global Financial Development Database (2013) Sumber: Global Financial Inclusion Database (2011) Definisi Financial Inclusion Sistem keuangan yang baik memiliki tujuan utama yaitu memberikan layanan simpanan (savings), fasilitas pembayaran (payment), kredit, dan risk management kepada individu atau perusahaan. Sistem keuangan yang inklusif adalah ketika jumlah individu atau perusahaan yang menggunakan jasa keuangan memiliki proporsi yang relatif sangat tinggi dibandingkan total jumlah individu atau perusahaan. Tanpa sistem keuangan yang inklusif, masyarakat harus mengandalkan jumlah tabungannya yang sangat terbatas untuk melakukan investasi atau memulai usaha baru, serta perusahaan-perusahaan hanya dapat mengandalkan keuntungan dari pendapatan yang mereka peroleh untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Kondisi tersebut bisa mendorong terjadinya income inequality dan melambatnya pertumbuhan ekonomi (World Bank, 2014). Menurut World Bank (2014), Financial inclusion dan akses terhadap layanan jasa keuangan adalah dua permasalahan yang berbeda. Financial Inclusion didefinisikan sebagai proporsi individu atau perusahaan yang menggunakan layanan jasa keuangan. Financial Inclusion memiliki multi-dimensi, merefleksikan beragam macam layanan keuangan, mulai dari fasilitas pembayaran, rekening tabungan, kredit, asuransi, dana pension, dan pasar modal. Financial Inclusion juga berbeda antara individu dan perusahaan. Rendahnya penggunaan layanan jasa keuangan bukan berarti tidak terdapat akses terhadap layanan keuangan. Sebagian masyarakat mungkin saja memiliki akses terhadap layanan jasa keuangan pada tingkatan harga yang terjangkau, namun memilih untuk tidak menggunakan layanan jasa keuangan tertentu, sementara banyak masyarakat lainnya tidak memiliki akses terhadap layanan jasa keuangan dikarenakan biaya untuk mendapatkan layanan yang tinggi dan tak terjangkau atau dikarenakan tidak tersedianya layanan jasa keuangan yang dibutuhkan karena adanya keterbatasan regulasi dan aturan hukum,

ketidakpastian pasar, dan hambatan budaya. Derajat Financial Inclusion sebuah wilayah dipengaruhi oleh kebutuhan atau permintaan akan layanan jasa keuangan dan/atau adanya hambatan bagi individual atau perusahaan untuk mengakses layanan jasa keuangan. Secara global, World Bank (2014) menjelaskan bahwa sekitar 50 persen orang memiliki satu atau lebih rekening bank, dan sisanya tergolong unbanked atau tidak menggunakan jasa perbankan. Beck et al (2007) dan Bruhn et al (2009) berpandangan bahwa pembangunan sektor keuangan telah menjadi bagian penting dalam agenda pembangunan pada tingkat global. Hal ini mencakup pada upaya untuk melakukan financial deepening yang berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Terlebih lagi, akhir-akhir ini pembangunan sektor keuangan difokuskan pada Financial Inclusion guna meningkatkan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap layanan jasa keuangan formal dan sebagai alat yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. Diagram Komponen Financial Inclusion Sumber: Alliance for Financial Inclusion (2010) Financial Inclusion merupakan konsep yang multi-faceted dan terdiri atas beberapa komponen, yang semuanya relevan dengan agenda pembangunan di sebuah negara. Bank Indonesia (2014) memandang bahwa untuk mengetahui sejauh mana perkembangan proses Financial Inclusion diperlukan suatu ukuran kinerja. Alliance for Financial Inclusion (2010) secara umum mendefinisikan kompleksitas Financial Inclusion ke dalam 4 (empat) komponen, sebagai berikut: - Access Komponen ini terutama menekankan pada kemampuan untuk menggunakan layanan jasa keuangan dan produk-produk yang disediakan oleh lembaga keuangan formal. Untuk memahami tingkatan akses atas jasa keuangan dibutuhkan analisa dan pengetahuan mengenai potensi hambatan-hambatan yang terjadi ketika membuka dan menggunakan rekening bank untuk segala urusan, serta

biaya dan lokasi pelayanan bank. Quality Sebagai ukuran atas kesesuaian jasa atau produk keuangan terhadap kebutuhan konsumen, komponen kualitas mencakup pengalaman konsumen yang ditunjukkan dalam opini dan sikap tentang produk-produk jasa keuangan yang tersedia bagi mereka. Kualitas akan menjadi alat ukur hubungan antara penyedia jasa keuangan dan konsumen, serta pilihan-pilihan produk keuangan yang tersedia dan tingkat pemahaman konsumen atas implikasi dari produk keuangan pilihannya. Usage Tidak hanya menekankan pada penggunaan layanan perbankan, komponen usage lebih memfokuskan pada aspek permanence and depth dari layanan dan produk sektor keuangan di sebuah negara. Dengan kata lain, komponen usage menjelaskan secara detail mengenai frekuensi dan durasi penggunaan layanan dari sebuah produk jasa keuangan. Selain itu, komponen usage juga mengukur kombinasi produk-produk keuangan yang digunakan oleh rumah tangga atau individu. - Welfare Salah satu komponen tersulit adalah mengukur dampak dari suatu produk atau layanan jasa keuangan terhadap konsumen, seperti perubahan pada pola konsumsi, aktivitas usaha dan investasi, serta kesejahteraan. Tabel Indikator Financial Inclusion di Indonesia Sumber: Bank Indonesia (2014)

Financial Services di negara-negara CLMV Zhuang et al (2009) menjelaskan bahwa kesenjangan yang signifikan dalam economic size and structure terjadi antara negara-negara CLMV dan negara lain dalam kawasan. Untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pasar keuangan di negara-negara CLMV tersebut, kiranya upaya financial sector deepening dapat memainkan peran penting khususnya dalam mempercepat tercapainya Financial Inclusion. Kondisi geografis negara-negara ASEAN menciptakan prospek yang baik bagi pembangunan ekonomi yang didorong oleh tingginya volume perdagangan intra-regional dan aliran modal dalam kawasan. Terlebih lagi bergabungnya Myanmar memberikan peluang unik untuk mempercepat pertumbuhan di seluruh kawasan. Posisi strategis kawasan ASEAN juga dipengaruhi oleh pusat-pusat pertumbuhan di kawasan lain, seperti RRT, Jepang dan Korea yang mendorong terbentuknya pilar kerja sama Asia Timur ASEAN Plus Three (ASEAN+3). Terlebih lagi, adanya kemiripan diantara pasar keuangan di kawasan dan negara CLMV memberikan peluang terjadinya peer-to-peer learning, serta negara-negara tersebut bisa mengambil manfaat dari beragam kebijakan yang berlaku di beberapa negara berkembang dalam skema South-South Cooperation. Demirguc-Kunt (2005) menjelaskan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap layanan sektor keuangan tidak hanya pro growth tetapi juga pro poor, mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki sistem keuangan formal yang kuat dan efisien mampu menurunkan tingkatâ kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan relatif lebih cepat. Derajat Financial Inclusion di sebuah negara mencerminkan kompleksitas antara demand and supply di pasar keuangan negara tersebut. Dalam rangka membentuk sektor keuangan yang sesuai dengan permintaan, kiranya dibutuhkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan masyarakat tersebut, inovasi yang tepat guna dan tepat sasaran, serta regulasi yang kuat. Jumlah tabungan (saving) di beberapa negara ASEAN relatif tinggi, dimana pinjaman (loan) menjadi produk layanan keuangan yang paling sering digunakan. Namun demikian, jika dilihat dari tingkat tabungan (saving) dan jumlah rekening bank, terlihat adanya kecenderunganâ masyarakat untuk memilih menggunakan informal and non-bank services sebagai penyedia jasa keuangan. Kondisi tersebut sesuai dengan penelitian Collins et al (2009) bahwa masyarakat berpenghasilan rendah cenderung menggunakan produk informal financial institutions. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak sepenuhnya berada diluar sistem keuangan formal, hanya saja mereka mungkin berada diluar jangkauan pasar keuangan formal atau tidak terlayani oleh produk-produk yang disediakan oleh sektor keuangan formal. Tabel Sektor Keuangan di beberapa negara ASEAN Sumber: World Bank Global Findex (2013)

 Dari sisi  supply of financial services, sejumlah bank di banyak negara di kawasan ASEAN memiliki beberapa perbedaan, terutama dalam hal ketersediaan layanan perbankan. UN Capital Development Fund (2014) mencontohkan jumlah pemilik rekening bank per 1000 orang di Kamboja hanyalah 108, dimana nilai tersebut lebih rendah dari nilai rata-rata untuk negara berpenghasilan rendah di kawasan Sub-sahara Afrika. Perbedaan mencolok juga terjadi dalam hal jumlah ATM per kapita dimana negara-negara CLMV hanya memiliki kurang dari 10 persen jumlah ATM di Thailand. Angka-angka tersebut menggambarkan banyak hambatan yang dihadapi oleh sebagian masyarakat berpenghasilan rendah dalam menjangkau lokasi pelayanan bank, mesin-mesin ATM, atau bentuk layanan perbankan lainnya. Akhirnya banyak dari mereka lebih memilih bentuk layanan lain yang disediakan oleh informal financial institutions, meskipun terkadang lebih mahal biayanya. UN Capital Development Fund (2014) menegaskan bahwa strategi untuk mengembangkan Financial Inclusion di kawasan harus memperhatikan kondisi politik-ekonomi di tiap negara dan antar negara anggota ASEAN, sehingga dapat memaksimalkan kebijakan yang diambil dalam rangka mempercepat proses Financial Inclusion. Hal ini tentunya menjadikan penerapan â international best practiceâ sebagai sebuah solusi harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan politik-ekonomi masing-masing wilayah. Diagram Persentase penduduk usia 15 ke atas (15+) yang memiliki tabungan (savings) Sumber: Global Financial Inclusion Database (2011)  Financial Inclusion di Indonesia Menurut Booklet of Indonesian Financial Inclusion (2014), Financial

Inclusion adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan yang dihadapi masyarakat dalam menggunakan jasa-jasa keuangan. Financial inclusion juga merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan. Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan bahwa hanya 49 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Bank Indonesia melalui Household Balance Sheet Survey (2011) menunjukkan bahwa hanya 48 persen rumah tangga di Indonesia yang menyimpan tabungan mereka pada lembaga keuangan formal. Akses yang buruk terhadap jasa keuangan disebabkan oleh rendahnya pendapatan, rumitnya prosedur layanan perbankan, kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai layanan lembaga keuangan, tingginya biaya administrasi layanan jasa keuangan, dan sulitnya akses transportasi menuju lokasi bank berada. Financial inclusion telah menjadi agenda penting pada tatanan internasional dan nasional. Di tingkat internasional, financial inclusion telah menjadi pokok pembahasan di G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN. Sementara itu, di tingkat nasional, Presiden Indonesia pada KTT ASEAN 2011 telah menyatakan komitmennya untuk mewujudkan National Strategy for Financial Inclusion. Dalam National Strategy for Financial Inclusion, upaya financial inclusion mencakup 6 (enam) pilar, yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan layanan keuangan, kebijakan/regulasi pendukung, fasilitas distribusi dan kelembagaan, dan perlindungan konsumen. Untuk mewujudkan program financial inclusion yang berkesinambungan dan meningkatkan akses terhadap jasa keuangan, kiranya dibutuhkan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan K/L terkait, prioritas pelaksanaan program yang tepat, serta pengawasan pelaksanaan program yang ketat. Diagram Indikator Financial Inclusion di ASEAN (Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas) Sumber: World Bank (2012) Peranan Penting Financial Inclusion di Indonesia Keberhasilan pembangunan nasional salah satunya ditandai dengan terbentuknya sistem keuangan yang stabil dan memberikan manfaat bagi semua lapisan masyarakat. Dalam hal ini, lembaga keuangan memainkan peran penting melalui fungsi intermediary guna

mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan. Namun demikian, seringkali cepatnya perkembangan industri keuangan sering kali tidak diimbangi dengan akses terhadap layanan keuangan yang memadai. Disamping itu, akses terhadap layanan keuangan merupakan salah satu prasyarat pokok bagi masyarakat untuk bisa terlibat dalam sistem ekonomi di sebuah wilayah. Akses publik terhadap jasa keuangan di Indonesia termasuk dalam kategori moderate dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Akses publik terhadap jasa keuangan di Indonesia relatif lebih baik dari dua negara emerging giants, India dan RRT, namun lebih rendah dibandingkan Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Hal ini berarti masih banyak peluang untuk menjadikan sistem keuangan menjadi lebih inklusif dan memberikan social advantages. Akses terhadap layanan keuangan adalah permasalahan yang kompleks yang mencakup masyarakat sebagai konsumen dan lembaga keuangan sebagai produsen. Hal ini membutuhkan pendekatan multi dimensi untuk meningkatkan akses terhadapa lembaga keuangan. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, perbankan memainkan peran penting sebagai mesin penggerak aktivitas financial inclusion dikarenakan perbankan Indonesia memiliki share mencakup 80 persen kegiatan dalam pasar keuangan di Indonesia. Akan tetapi, financial inclusion bukan hanya tugas Bank Indonesia, tetapi juga Pemerintah dalam rangka membuka akses terhadap layanan keuangan kepada masyarakat seluas-luasnya. Diagram Financial Inclusion Strategy di Indonesia Sumber: Bank Indonesia (2014) Upaya pengembangan financial inclusion di Indonesia memiliki beberapa tujuan, sebagai berikut: Menjadikan strategi financial inclusion sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan Financial inclusion adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, yaitu penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta bagian dari strategi untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Kelompok miskin dan marjinal merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan akses ke layanan keuangan. Tujuan financial inclusion adalah memberikan

akses ke jasa keuangan yang lebih luas bagi setiap penduduk, namun terdapat kebutuhan untuk memberikan fokus lebih besar kepada penduduk miskin. Menyediakan jasa dan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Konsep keuangan inklusif harus dapat memenuhi semua kebutuhan yang berbeda dari segmen penduduk yang berbeda melalui serangkaian layanan holistik yang menyeluruh. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai layanan keuangan Hambatan utama dalam keuangan inklusif adalah tingkat melek keuangan yang rendah. Pengetahuan ini penting agar masyarakat merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga keuangan. Meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan Hambatan bagi orang miskin untuk mengakses layanan keuangan umumnya berupa masalah geografis dan kendala administrasi. Menyelesaikan permasalahan tersebut akan menjadi terobosan mendasar dalam menyederhanakan akses ke jasa keuangan. Memperkuat sinergi antara bank, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan bukan bank Pemerintah harus menjamin tidak hanya pemberdayaan kantor cabang, tetapi juga peraturan yang memungkinkan perluasan layanan keuangan formal. Oleh karena itu, sinergi antara Bank, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi penting khususnya dalam mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan. Mengoptimalkan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memperluas cakupan layanan keuangan Teknologi dapat mengurangi biaya transaksi dan memperluas sistem keuangan formal melampaui sekedar layanan tabungan dan kredit. Namun, pedoman dan peraturan yang jelas perlu ditetapkan untuk menyeimbangkan perluasan jangkauan dan resikonya. Tabel

Karakteristik Kelompok Sasaran Sumber : Bank Indonesia (2014) Â National Strategy for Financial Inclusion di Indonesia Financial Inclusion merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Strategi yang berpusat pada masyarakat ini perlu menyasar kelompok yang mengalami hambatan untuk mengakses layanan keuangan. National Strategy for Financial Inclusion secara eksplisit memiliki kelompok sasaran dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan, yaitu tiga kategori penduduk (orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerja/miskin produktif, dan orang hampir miskin) dan tiga lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk daerah tertinggal). World Bank (2010) mengungkapkan setidaknya terdapat empat jenis layanan jasa keuangan yang dianggap vital bagi kehidupan masyarakat, yakni layanan penyimpanan dana, layanan kredit, layanan sistem pembayaran dan asuransi termasuk di dalamnya dana pensiun. Keempat aspek inilah yang menjadi persyaratan mendasar yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Peningkatan akses masyarakat kepada lembaga keuangan tersebut tentunya merupakan permasalahan yang kompleks dan memerlukan koordinasi lintas sektoral yang melibatkan otoritas perbankan, jasa keuangan non bank dan K/L lain yang menaruh perhatian pada upaya pengentasan kemiskinan, sehingga diperlukan kebijakan komprehensif serta menyeluruh dalam suatu National Financial Inclusion Framework. Menurut Bank Indonesia (2014), pengembangan Financial Inclusion di Indonesia kiranya dibangun di atas 6 (enam) pilar, sebagai berikut: (1)Â Edukasi Keuangan (2)Â Fasilitas Keuangan Publik (3)Â Pemetaan Informasi Keuangan (4)Â Kebijakan/Peraturan

yang mendukung (5)Â Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi (6)Â Perlindungan Konsumen Keeenam pilar tersebut selanjutnya dijabarkan kedalam program-program yang telah disesuaikan dengan kelompok-kelompok sasaran dan kategori penduduk yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dan K/L terkait. Tabel diatas menggambarkan beberapa contoh program yang telah dilakukan. Berbagai inisiatif telah dilaksanakan oleh K/L terkait dalam rangka implementasi National Financial Inclusion Framework. Hal ini menunjukkan komitmen dari berbagai K/L terkait untuk secara aktif berupaya mengimplementasikan rencana-rencana masa depan serta program-program akan datang yang berkaitan dengan pembanguan Financial Inclusion di Indonesia. Tabel Contoh program berdasarkan kelompok saran Sumber: Bank Indonesia (2014) Penutup Dalam rangka mendorong peningkatan penggunaan layanan jasa keuangan oleh masyarakat, kiranya diperlukan suatu kebijakan untuk: mengatasi kegagalan pasar yang disebabkan oleh asimetri informasi dan abuse of power; mendorong inovasi layanan jasa keuangan guna meminimalkan biaya yang ditanggung konsumen dan produsen; serta memberikan pendidikan keuangan dan perlindungan terhadap konsumen sehingga masyarakat dapat menentukan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan terhindar kerugian. Pemerintah dapat mengurangi dampak dari kegagalan pasar dan mendorong Financial Inclusion dengan cara membangun kerangka hukum dan regulasi yang tepat, mendukung perkembangan iklim bisnis, mempromosikan persaingan usaha yang sehat dan fair, serta memfasilitasi berbagai macam skema bisnis guna mendorong Financial Inclusion. Kemajuan teknologi menjanjikan adanya perluasan Financial Inlusion di sebuah negara. Biaya transaksi bisa menjadi penghambat Financial Inclusion ketika para penyedia jasa keuangan menderita kerugian akibat melayani konsumen dengan penghasilan rendah. Inovasi teknologi, seperti mobile banking, internet banking, dan kartu debit/kredit bisa membantu mengurangi

biaya transaksi dalam sistem keuangan. Namun demikian, kemanfaatan inovasi teknologi bagi pengembangan Financial Inclusion kiranya sangat bergantung pada tingkat pembangunan sektor keuangan, ukuran pasar, struktur pendapatan dan sosial, serta ketersediaan infrastruktur pendukung. Produk-produk keuangan harus didesain sesuai dengan kondisi pasar, kebutuhan konsumen, dan mampu menjadi solusi atas masalah yang berkembang guna mendorong tingkat penggunaan layanan jasa keuangan. Penyesuaian bentuk usaha dan saluran distribusi dalam industri keuangan juga dapat meningkatkan Financial Inclusion dengan cara mengurangi biaya pada layanan keuangan. Regulasi pemerintah dapat mempengaruhi desain produk dan bentuk usaha pada industri keuangan. Oleh karenanya, pemerintah harus mampu menciptakan keseimbangan antara menjaga stabilitas keuangan dan memberikan ruang bagi kemajuan inovasi di sektor keuangan dalam rangka menghadirkan Financial Inclusion yang lebih besar. Beberapa temuan menunjukkan bahwa pemerintah memiliki peranan dalam menentukan standar mengenai transparansi, mengatur aspek-aspek dalam menjalankan usaha, dan memantau efektivitas mekanisme perlindungan konsumen. Guna menghindari adanya conflict of interest, regulasi sistem keuangan harus dipisahkan dengan regulasi tentang perlindungan konsumen. Persaingan juga menjadi bagian penting dari perlindungan konsumen karena hal ini mencipatakan mekanisme punishment and reward bagi para pelaku sektor keuangan dalam pasar keuangan serta memberikan konsumen pilihan untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi guna meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan dan mengambil beberapa kebijakan untuk mendorong Financial Inclusion. Namun demikian, seringkali hal tersebut justru menghasilkan tingkat utang (debt levels) yang tinggi terutama di daerah pedesaan. Restrukturisasi utang kiranya diperlukan guna menghindari adanya gagal bayar serta guna mengurangi resiko akibat terjadinya moral hazard.  Referensi 1.  Demirguc-Kunt (2005), Financial Sector Development as an Essential Determinant for Achieving the MDGs: Increasing Private Credit Shown to Reduce Income Inequality, World Bank, Washington D.C. 2.  Bank Indonesia (2014), Booklet of Indonesian Financial Inclusion, Financial Inclusion Development Group, Jakarta 3.  Bankable Frontier Associates (2010), Financial inclusion measurement for regulators: Survey design and implementation, Alliance for Financial

Inclusion (AFI) Policy Paper, Bangkok 4.  Beck, Demirguc-Kunt dan Levine (2007), Finance, Inequality and the Poor: Cross-Country Evidence, Journal of Economic Growth 12(1): 27-49 5.  Bruhn dan Love (2009), The Economic Impact of Banking the Unbanked: Evidence from Mexico, World Bank Policy Research Working Paper 4981 6.  Collins, Morduch, Rutherford, dan Ruthven (2009), Portfolios of the Poor: How the Worldâ s Poor Live on $2 a Day, Princeton University Press, New Jersey 7.  UN Capital Development Fund (2014), Doubling Financial Inclusion in the ASEAN Region by 2020, Asia Pacific Regional Centre (APRC), Bangkok 8.  World Bank (2014), Financial Inclusion, Global Financial Development Report, Washington D.C. 9.  Zhuang et al (2009), Financial Sector Development, Economic Growth, and Poverty Reduction: A Literature Review, ADB Report, Manila