GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2008


BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR *) FEBRUARI 2014

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2015*)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2011

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2015

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAMBI AGUSTUS 2015

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2015

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS 2016

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

Transkripsi:

41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak antara 6 o 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Bujur Timur dengan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta bagian selatan adalah Kota Depok, bagian timur adalah Provinsi Jawa Barat, bagian barat adalah Provinsi Banten dan bagian utara adalah Laut Jawa. Luas wilayah DKI Jakarta menurut SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007 adalah sebesar 662,33 km 2 untuk daratan dan 6.977,5 km 2 untuk lautan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Sedangkan secara administratif, wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota administratif dan satu kabupaten administratif yaitu Kota administratif Jakarta Selatan, Kota administratif Jakarta Timur, Kota administratif Jakarta Pusat, Kota administratif Jakarta Barat, Kota administratif Jakarta Utara dan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu. Daerah dengan wilayah terluas adalah Kota Jakarta Timur dengan luas wilayah 188,03 km 2. Sedangkan daerah dengan luas tersempit adalah Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 8,7 km 2 (BPS, Jakarta dalam angka 2010). Jumlah penduduk di DKI Jakarta selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Sensus Penduduk lima tahunan, jumlah penduduk Provinsi Jakarta tahun 2000, 2005 dan 2010 secara berurut adalah 8.361.000 jiwa, 8.860.000 jiwa dan 9.588.200 jiwa. Adapun untuk kepadatan penduduk per kilo meter persegi Provinsi DKI Jakarta tahun 2000 sebesar 12.592 km 2, 13.344 km 2

42 tahun 2005 dan 14.440 km 2 untuk tahun 2010 (BPS, Statistik Indonesia 2010). Dari data yang telah ditunjukkan, Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya mengalami kepadatan penduduk. Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk di DKI Jakarta umumnya memadati wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan dengan kepadatan penduduk secara berurutan adalah 18.745 km 2, 17.147 km 2 dan 15.287 km 2. Tabel 4.1. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota administratif 2009 No Kabupaten/Kota Luas (km 2 ) Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk (km 2 ) 1 Jakarta Selatan 141,27 2.159.638 15.287 2 Jakarta Timur 188,03 2.448.653 13.023 3 Jakarta Pusat 48,13 902.216 18.745 4 Jakarta Barat 129,54 2.221.243 17.147 5 Jakarta Utara 146,66 1471663 10.035 6 Kepulauan Seribu 8,7 19.587 2.251 Jumlah 662,33 9.223.000 13.925 4.2. Kondisi Perekonomian Tujuan dari pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan visi DKI Jakarta adalah terwujudnya Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan (BPS, 2010). Adapun pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jakarta sebagai ibukota negara dan kota perdagangan dan jasa hendaknya memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara

43 efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional. 2. Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya. 3. Jakarta hendaknya memilih penataan kota dan lingkungan yang baik dan manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan. Sedangkan untuk mencapai visi tersebut maka dilakukan misi sebagai berikut (BPS, 2010): 1. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau. 2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis partisipasi masyarakat. 3. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota. 4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota. 5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik. Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah adalah dengan mengetahui nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan PDRB di DKI Jakarta dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terus mengalami peningkatan (Tabel 4.2).

44 Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010 Tahun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) 2000 227.924.124 2001 263.720.107 2002 299.991.943 2003 334.364.795 2004 375.562.000 2005 433.860.000 2006 501.772.000 2007 566.449.400 2008 677.044.700 2009 757.696.600 2010 862.158.900 PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 862,16 triliun, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 757,70 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp 104,46 triliun. Peranan tiga sektor utama yakni sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap total perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2010 sekitar 64,16 persen. Dalam tahun 2010, berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan sebesar Rp. 239,16 triliun, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan-hotel-restoran sebesar Rp. 178,40 triliun, dan sektor industri pengolahan sebesar Rp 135,64 triliun. Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB menurut sektoral (lapangan usaha). Sekitar 71,27 persen PDRB Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan), 28,20 persen berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air

45 bersih) dan hanya sebesar 0,53 persen dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). (Tabel 4.3). Tabel 4.3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010 Lapangan Usaha Nilai (Miliar Rupiah) Struktur (Persen) 2009 2010 2009 2010 Pertanian 762,98 857,21 0,10 0,10 Pertambangan dan Penggalian 3.155,76 3.704,28 0,42 0,43 Industri Pengolahan 118.163,19 135.643,23 15,60 15,73 Listrik, Gas dan Air Bersih 8.294,31 9.012,26 1,09 1,05 Konstruksi 86.646,98 98.424,99 11,44 11,42 Perdagangan, Hotel dan 156.084,32 178.395,88 20,60 20,69 Restoran Pengangkutan dan Komunikasi 74.970,89 87.703,27 9,89 10,17 Keuangan, Real Estat dan Jasa 213.437,91 239.164,22 28,17 27,74 Perusahaan Jasa-jasa 96.180,24 109.253,58 12,69 12,67 PDRB 757.696,59 862.158,91 100,00 100,00 PDRB Tanpa Migas 754.540,83 858.454,63 99,58 99,57 4.3. Ketenagakerjaan Pada masa pembangunan ini, tenaga kerja terampil merupakan suatu potensi utama yang sangat diperlukan. Terutama pada masa otonomi daerah, dimana setiap daerah membangun dan mengembangkan daerahnya sendiri sesuai dengan potensi tersebut tanpa adanya campur tangan dari pemerinatah pusat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Namun seiring dengan perkembangan zaman, dimana rata-rata tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah cukup tinggi maka pada tahun 1998 penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berumur 15 tahun keatas.

46 Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, pada bulan Februari 2011, jumlah angkatan kerja tercatat 5,01 juta orang, naik sebesar 263,46 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010. Peningkatan jumlah angkatan kerja terjadi pada angkatan kerja laki-laki sebanyak 235,55 ribu dan perempuan sebanyak 27,91 ribu. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 4,21 juta orang pada Februari 2010 menjadi 4,47 juta orang pada Februari 2011, atau terjadi peningkatan sebesar 258,22 ribu orang. Selama satu tahun ini, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Peningkatan penduduk laki-laki yang bekerja sebesar 230,38 ribu orang, sementara itu penduduk perempuan yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 27,84 ribu orang (Tabel 4.4). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang menggambarkan presentase angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha, atau mereka yang tergolong angkatan kerja namun tidak terserap dalam pasar kerja (BPS, 2010). Selama periode 2010-2011, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan dari 11,32 persen menjadi 10,83 persen, atau terjadi penurunan sebesar 0,49 persen. Menurut jenis kelamin, TPT laki-laki mengalami penurunan dari 10,29 persen menjadi 9,67 persen, dan TPT perempuan turun dari 12,90 persen menjadi 12,71 persen (Tabel 4.4). Namun, Secara absolut, jumlah orang yang menganggur mengalami peningkatan sebesar 5,24 ribu orang dari 537,47 ribu orang pada Februari 2010 menjadi 542,71 ribu orang pada Februari 2011. Selama setahun terakhir, penambahan jumlah yang menganggur laki-laki sebesar 5,17 ribu orang sementara perempuan sebesar 0,07 ribu orang (Tabel 4.4).

47 Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan penganggur tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan sebesar 1,10 persen yaitu dari 66,84 persen pada Februari 2010 menjadi 67,94 persen pada Februari 2011. TPAK laki-laki sedikit mengalami penurunan dari 83,20 pada Februari 2010 persen menjadi 83,15 persen pada Februari 2011, sedangkan TPAK perempuan mengalami peningkatan dari 51,50 persen menjadi 52,44 persen (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Kegiatan Februari 2010 Februari 2011 Utama Laki- Perem- Jumlah Laki-laki Perem- Jumlah Laki puan Puan Angkatan Kerja 2.859.910 1.886.460 4.746.370 3.095.460 1.914.370 5.009.830 a.bekerja 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120 b.pengangguran 294.180 243.290 537.470 299.350 243.360 542.710 Bukan Angkatan 577.630 1.776.750 2.354.380 627.470 1.736.110 2.363.580 Kerja Tingkat 83,20 51,50 66,84 83,15 52,44 67,94 Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) Tingkat 10,29 12,90 11,32 9,67 12,71 10,83 Pengangguran Terbuka (TPT%) Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, dibedakan menurut tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer merupakan gabungan sektor pertanian dan pertambangan, sektor sekunder merupakan agregat sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air. Sektor tersier merupakan gabungan sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa kemasyarakatan (BPS, 2010).

48 Tabel 4.5. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Sektor Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Sektor Utama Februari 2010 Februari 2011 Selisih Tahun 2011-2010 Primer 41.330 101.720 60.390 Sekunder 783.790 829.170 45.380 Tersier 3.383.780 3.536.240 152.460 jumlah 4.208.900 4.467.120 258.220 Tabel 4.5. memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut tiga sektor utama. Pada sektor primer terjadi peningkatan penduduk yang bekerja sebesar 60.390 orang, sektor sekunder sebesar 45.380 orang. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor tersier, yaitu sebanyak 152.460 orang, dari 3.383.780 orang (Februari 2010) menjadi 3.536.240 orang (Februari 2011). Peningkatan yang cukup signifikan pada sektor tersebut sebagian besar merupakan kontribusi dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan restoran, serta sektor keuangan, real estate dan usaha persewaan. Lain halnya apabila melihat dari sisi pendidikan. Berdasarkan Tabel 4.6, pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan Februari 2010, kecuali untuk jenjang pendidikan SD ke bawah turun sebesar 154.020 orang. Pada Februari 2011, pekerja dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas mendominasi, yaitu sebesar 1.937.420 orang, diikuti dengan pendidikan Tinggi (Diploma dan Sarjana) sebesar 894.000 orang.

49 Tabel 4.6. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke Bawah Februari 2010 Februari 2011 Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah 532.660 496.180 1.028.840 471.400 403.430 874.830 SLTP 447.770 283.200 730.970 414.310 346.560 760.870 SLTA 1.168.700 532.550 1.701.250 1.396.820 540.600 1.937.420 Pendidikan Tinggi 416.600 331.240 747.840 513.580 380.420 894.000 Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120 Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan utama. Dari enam kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, pada bulan Februari 2011 terdapat sebesar 3.056.310 orang penduduk (68,42%) bekerja pada kegiatan formal, dan 1.410.820 ribu orang (31,58%) bekerja pada kegiatan informal. Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat bahwa dari 4.467.140 orang yang bekerja, status pekerjaan yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 2,9 juta orang (64,08 persen), diikuti berusaha sendiri sebesar 767.990 orang (17,19%), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas sebesar 152.220 orang (3,41%). Penduduk yang bekerja dengan status buruh/karyawan, 62,33 persen adalah lakilaki dan 37,67 persen perempuan. Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri, sebagian besar adalah laki-laki yaitu 70,06 persen dan hanya 29,94 persen perempuan. Dalam periode satu tahun terakhir (Februari 2010 Februari 2011) terdapat penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan

50 sebesar 302,94 ribu orang, dan pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar sebesar 76,10 ribu orang. Tabel 4.7. Penduduk usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011 Status Februari 2010 Februari 2011 Pekerjaan Laki- Perempuan Laki puan Jumlah Laki- Perem- Utama laki Jumlah Berusaha 604.350 325.100 929.450 538.020 229.970 767.990 Sendiri Berusaha 136.030 92.630 228.660 139.360 98.060 237.420 dibantu buruh tidak tetap Berusaha 164.790 35.520 200.310 141.750 52.180 193.930 dibantu buruh tetap Buruh/ 1.544.880 1.014.560 2.559.440 1.784.190 1.078.190 2.862.380 Keryawan Pekerja bebas 72.380 41.560 113.940 102.930 49.290 152.220 Pekerja tidak 43.300 133.800 177.100 89.870 163.330 253.200 dibayar Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.120 1.671.020 4.467.140 4.4. Kebijakan DKI Jakarta Terkait dengan Ketenagakerjaan Mulai dari tahun 1990-an DKI Jakarta sudah mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Investasi yang ditanamkan ke Jakarta relatif paling besar dibandingkan dengan provinsi selain Jakarta. pembangunan infrastruktur sedang digencarkan oleh pemerintah daerah Jakarta dengan dukungan dari pemerintah setempat. Pembangunan fasilitas dan sarana infrastruktur di Jakarta semakin berkembang. Fasilitas perkantoran, permukiman modern, supermarket dan sarana transportasi jalan tol lingkar luar dan lingkar dalam Jakarta mampu menyerap tenaga kerja dan semakin memudahkan orang di luar Jakarta untuk melakukan migrasi ke Jakarta dengan cepat dan murah, baik migrasi permanen maupun migrasi sirkuler.

51 Selain itu, tingkat Upah Minimum Regional yang tinggi di Jakarta juga mendorong migrasi penduduk ke Jakarta. Meningkatnya upah dari tahun ke tahun hingga saat ini membuat Jakarta menjadi kota tujuan untuk bermigrasi. Hal ini menyebabkan pemuda usia produktif dari berbagai daerah di Indonesia berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan mencari kerja atau ingin mencari pendapatan yang lebih tinggi. Jumlah penduduk juga memberikan efek besar yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta bukan merupakan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, namun angkanya mencapai 9.588.200 jiwa dan termasuk provinsi dengan jumlah penduduk besar (Lampiran 3). Hubungan antara jumlah penduduk dengan pertumbuhan ekonomi yang positif sesuai dengan pandangan ekonom klasik dan neo klasik. Menurut pandangan ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill) maupun ekonom neo klasik (Robert Solow dan Trevor Swan) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno 2006). Perkembangan jumlah penduduk yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dari pandangan ekonom klasik Adam Smith. Smith berpendapat bahwa perkembangan produktivitas penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian (Guntur, 2010).

52 Apabila kita melihat jumlah migrasi yang masuk ke Jakarta dari tahun 1990 hingga 1995 cenderung meningkat, namun mulai tahun 2000 hingga tahun 2005 jumlahnya semakin menurun (Lampiran 5). Hal ini disebabkan para migran lebih memilih tempat tinggal di wilayah sekitar Jakarta, seperti Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (bodetabek). Karena harga lahan disana lebih murah dibandingkan Jakarta, selain itu didukung dengan sarana transportasi yang murah dan mudah, sehingga banyak masyarakat yang melakukan commuting. Sebenarnya, keadaan seperti ini akan memberikan dampak yang baik bagi Jakarta dan wilayah penyangga Jakarta (bodetabek). Jakarta akan berkurang beban jumlah penduduknya dan wilayah penyangga Jakarta semakin berkembang dan maju. Namun, meski beberapa tahun belakangan ini jumlah migrasi ke Jakarta mengalami penurunan, kepadatan penduduk tiap tahunnya justru semakin meningkat (Lampiran 4). Apabila melihat dari kepadatan penduduk per kilo meter persegi, Provinsi DKI Jakarta tetap berada peringkat paling atas untuk kategori provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi yaitu mencapai 14.440 km 2 pada tahun 2010. Pentingnya pembangunan di daerah luar Jakarta juga diharapkan dapat membuat tingkat kepadatan penduduk Jakarta dapat teratasi. Migran melakukan migrasi karena tidak adanya lapangan pekerjaan di daerah asal migran, oleh karena itu perlu adanya investasi untuk daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru. Beberapa kebijakan telah diberlakukan dari pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi kepadatan penduduk di daerah Jakarta, diantaranya adalah kebijakan pada saat hari raya. Saat hari raya idul fitri, aparat kepolisian ditugaskan untuk melakukan pengecekkan rutin di tempat-tempat tertentu seperti terminal dan

53 stasiun. Aparat kepolisian ditugaskan untuk mengecek kartu identitas penduduk (Kartu Tanda Penduduk). Jika ditemukan penduduk yang bukan berdomisili di Jakarta, maka akan dikembalikkan ke daerah asal (Bagian Kependudukan Provinsi DKI Jakarta). Namun, ketidakpatuhan penduduk Jakarta akan kebijakan yang telah diberlakukan membuat peraturan yang telah dibuat tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan. Hal ini masih butuh perbaikan sistem agar peraturan ini dapat berjalan dengan baik.