Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

dokumen-dokumen yang mirip
1. Pendahuluan KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

KAJIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR KOMITMEN DALAM PERKAWINAN. Oleh : Dyah Astorini Wulandari*) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

A. Latar belakang penelitian

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. digunakan peneliti serta kegiatan yang akan dilakukan selama proses penelitian

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO

PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

Transkripsi:

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53182, Telp. (0281) 636751 ext. 209 1 Email: rinirifqi@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 77 orang responden dengan ciri-ciri sebagai berikut : pria dan wanita berusia antara 18 sampai dengan 40 tahun sedang terikat dalam hubungan perkawinan paling tidak selama satu tahun pada saat penelitian ini dilakukan. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kepuasan dalam perkawinan dan skala komitmen pada perkawinan. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil uji coba instrumen penelitian, koefisien validitas skala kepuasan dalam perkawinan bergerak dari 0.415 hingga 0.873 dengan koefisien reliabilitas 0.799. Adapun skala komitmen pada perkawinan mempunyai koefisien validitas bergerak dari dari 0.406 hingga 0.868 dan koefisien reliabilitas 0.884. Hasil analisis data menemukan korelasi antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan sebesar r xy = 0.55 pada p = 0.000. Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Variabel kepuasan dalam perkawinan mempunyai sumbangan efektif sebesar 0.30 atau sebesar 30 % terhadap komitmen dalam perkawinan. Kata kunci : kepuasan dalam perkawinan, komitmen pada perkawinan PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang umumnya dialami oleh individu dalam kehidupannya. Melalui perkawinan, individu berharap dapat memenuhi berbagai kebutuhannya; baik fisik, psikologis, maupun spiritualitasnya. Pada kenyataannya, hidup perkawinan tidak selalu harmonis. Di Purwokerto, sebagaimana di beberapa daerah lain di Indonesia, angka perceraian terus menunjukkan kenaikan yang signifikan. Sumber dari Pengadilan Negeri Agama Tingkat I Purwokerto mencatat bahwa pada tahun 2010 terdapat 2.285 kasus gugatan cerai. Pada tahun 2011 terjadi 2.440 kasus gugatan cerai. Terjadi kenaikan sekitar 10 %. Beberapa alasan terjadinya perceraian antara lain adalah faktor ekonomi (0,65%), tidak ada tanggung jawab (15,69%), KDRT (0,15%), gangguan pihak ketiga (1,35%), ketidakharmonisan (6,87%) dan lain-lain (74,93%). Dari sejumlah perkawinan yang bertahan, kualitasnya pun ditemukan tidak terlalu baik. Banyak orang yang sekedar bertahan karena merasa bertanggung jawab dengan kehidupan pasangan kelak jika ditinggalkan. Ada pula yang merasa harus setia dengan janji perkawinan yang telah diucapkan. Alasanalasan lain yang struktural sifatnya misalkan menjaga nama baik, ajaran agama yang melarang perceraian, dan memikirkan dampak negatif perceraian terhadap anak. Bagi istri yang tidak bekerja, kondisi finansial menjadi salah satu faktor penting yang membuatnya bertahan. Perempuan umumnya juga lebih bertahan karena tidak ingin menyandang predikat janda yang masih negatif di mata masyarakat. Di sinilah penting untuk memahami arti sebuah komitmen perkawinan. Komitmen sendiri oleh Finkel (2002) didefinisikan dalam tiga komponen, yaitu : 1. Kecenderungan untuk tetap ada atau bertahan Komponen komitmen yang paling primitif adalah kecenderungan untuk tetap bertahan atau keputusan untuk tetap bergantung pada pasangan. Kecenderungan untuk tetap ada adalah primitif karena tidak dengan cara yang langsung (baik secara teoritis atau operasional) melibatkan kepentingan temporal yang lebih besar maupun kepentingan interpersonal yang lebih besar. 161

2. Orientasi jangka panjang Komponen komitmen kedua melibatkan kepentingan temporal yang lebih besar atau orientasi jangka panjang. Individu-individu dengan orientasi jangka pendek mungkin menerima hasil yang relatif bagus dengan berperilaku sesuai dengan kepentingan pribadi langsung. Dengan adanya orientasi jangka panjang, menyebabkan pasangan mengembangkan pola kerjasama timbal balik. 3. Kepentingan pribadi atau kelekatan psikologis Komponen komitmen ketiga melibatkan kepentingan pribadi yang lebih besar atau kelekatan psikologis, tergantung pada persepsi bahwa well-being seseorang dan well-being pasangan saling berkaitan. Individu yang punya komitmen mungkin mengerahkan usaha untuk mempertahankan hubungan tanpa memperhitungkan balasan yang akan mereka terima. Jadi komitmen menginspirasi tindakan sepenuhnya yang lebih berorientasi pada orang lain. Menurut Rusbult (Agnew, dkk, 1998) terdapat tiga aspek dalam komitmen pada perkawinan, yaitu : 1. Tingkat kepuasan tinggi Komitmen yang tinggi ditandai dengan tingkat kepuasan terhadap pasangan maupun hubungan tinggi. Artinya hubungan memenuhi kebutuhan paling penting individu, misalnya kebutuhan keintiman, seksualitas dan persahabatan. 2. Mengurangi pilihan-pilihan di luar hubungan Pilihan-pilihan lain di luar hubungan tidak terlalu menarik individu, sehingga individu tidak akan tertarik untuk memenuhi kebutuhan yang dianggapnya paling penting di luar hubungan, misal keterlibatan dalam hubungan romantis dengan orang lain, atau teman atau anggota keluarga dan bukan dengan pasangan 3. Meningkatkan investasi Komitmen terhadap hubungan dikatakan tinggi jika sejumlah sumber penting secara langsung maupun tak langsung dihubungkan dengan hubungan, seperti waktu, usaha, harta, dan jaringan persahabatan yang dulu merupakan milik pribadi kini meningkat menjadi milik dan dilakukan bersama pasangan. Dengan kata lain, individu menjadi lebih kaya bersama pasangan, punya teman yang lebih banyak, uang yang lebih banyak, relasi yang lebih luas. Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam perkawinannya. Padahal menurut Johnson (1991) penggagas teori komitmen perkawinan dari The Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk. Pertama adalah komitmen personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri. Kedua adalah komitmen moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan maupun janji perkawinan. Ketiga adalah komitmen struktural yang berbicara mengenai komitmen untuk bertahan dalam suatu hubungan karena alasan-alasan struktural seperti yang disebutkan di atas. Meskipun Johnson menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, adalah menarik untuk melihat kaitannya satu sama lain (http://esterlianawati.wordpress.com/2007). Menurut Johnson, orangorang yang sekedar bertahan karena alasan-alasan yang disebutkan di atas adalah orang yang memiliki komitmen moral dan struktural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan struktural memegang peranan kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan menghindari perceraian, namun memiliki keduanya tidak menjamin kebahagiaan perkawinan. Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi (http://esterlianawati.wordpress.com/2007). Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Masing-masing pihak merasa tidak puas dengan pasangan dan hubungan perkawinan tersebut dan pada akhirnya pasangan ini menjadi rentan terhadap perselingkuhan. Hal ini dikarenakan seseorang yang puas dengan kehidupan perkawinannya, akan lebih mungkin untuk berkomitmen dengan perkawinannya. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Menurut Lemme (1995) kepuasan perkawinan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan perkawinan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan perkawinan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan (Hendrick, 2004). Olson dan Fowers (dalam Anastasia, 2008) 162

mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai evaluasi terhadap area-area dalam perkawinan yang mencakup komunikasi, kegiatan di wkatu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak dan kesetaraan peran. Kepuasan perkawinan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fowers (dalam Anastasia, 2008). Adapun aspek-aspek tersebut antara lain: komunikasi, pilihan kegiatan untuk mengisi waktu senggang, orientai religius, resolusi konflik, pengelolaan keuangan, orientasi seksual, hubungan dengan keluarga dan teman, pengasuhan anak dan kesetaraan peran. Penelitian-penelitian tentang kepuasan dalam perkawinan secara konsisten menemukan bahwa kepuasan dalam perkawinan akan cenderung terus menurun dari waktu ke waktu. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Kurdeck (Handayani dkk, 2008) ditemukan bawah dalam kurun waktu 4 tahun kepuasan perkawinan akan terus berkurang. Penelitian lain mengenai kepuasan perkawinan juga diungkapkan oleh Jay Belksky dan Kuang-Hua Hsieh (Handayani dkk, 2008), yang menemukan bahwa beberapa pasangan mampu menjaga perkawinan yang sehat setelah kelahiran anak pertama, sementara yang lainnya menjadi kurang saling mencintai dan menghadapi banyak konflik Kepuasan dalam perkawinan yang terus menurun ini diduga menjadi faktor penyumbang terbesar terjadinya perpisahan atau perceraian. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan adanya pasangan yang tetap bersamasama atau mempertahankan perkawinan meskipun hubungan mereka sudah tidak memuaskan lagi tetapi tidak dapat atau tidak ingin bercerai (Adams & Jones, dalam Wulandari, 2005). Hal ini ditengarai disebabkan oleh faktor komitmen. Komitmen sudah lama dikenal sebagai faktor yang signifikan dalam perkembangan dan stabilitas yang berkelanjutan dalam sebuah perkawinan. Riset menyatakan bahwa komitmen dalam hubungan dekat merupakan prediktor penting dari sejumlah variabel yang menggambarkan aspek positif dalam hubungan personal. Contohnya, pasangan yang tingkat komitmennya tinggi cenderung lebih baik hati dan suka menolong satu sama lain (Wieselquist dkk, dalam Wulandari, 2005), berkomunikasi dan memecahkan masalah secara lebih efektif, dan lebih puas dengan kehidupan daripada pasangan yang komitmennya rendah (Adams & Jones dalam Wulandari, 2005). Pasangan dari pernikahan yang berbahagia menyatakan bahwa komitmen merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pernikahan mereka. Contoh-contoh ini menggambarkan bahwa komitmen merupakan konstruk yang serbaguna dan bermanfaat dalam menjelaskan perkembangan dan keberlangsungan hubungan, baik yang fungsional maupun yang disfungsional. Adapun kepuasan dalam perkawinan merupakan konstruk yang berpengaruh pada tingkat komitmen dalam perkawinan. Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengungkap hubungan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. METODE PENELITIAN Penelitian ini melibatkan 77 orang pria dan wanita berusia antara 18 sampai dengan 40 tahun dan sedang terikat dalam hubungan perkawinan paling tidak selama satu tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara pusposif atau purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kepuasan perkawinan dan skala komitmen pada perkawinan. Analisis data menggunakan korelasi product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi r xy sebesar 0.55 pada p = 0.000 (p < 0.01). Hasil temuan dalam penelitian ini membuktikan adanya korelasi yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Hal ini berarti meningkatnya kepuasan dalam perkawinan secara signifikan akan meningkatkan komitmen pada perkawinan. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain yang juga menyatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Kurdeck (Handayani dkk, 2008) ditemukan bahwa dalam kurun waktu 4 tahun kepuasan perkawinan akan terus berkurang. Penelitian lain mengenai kepuasan perkawinan juga diungkapkan oleh Jay Belksky dan Kuang-Hua Hsieh (Handayani dkk, 2008) yang menemukan bahwa beberapa pasangan mampu menjaga perkawinan yang sehat setelah kelahiran anak pertama, sementara yang lainnya menjadi kurang saling mencintai dan menghadapi banyak konflik. Kepuasan dalam perkawinan yang terus menurun ini diduga menjadi faktor penyumbang terbesar terjadinya perpisahan atau perceraian. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan adanya pasangan yang tetap bersamasama atau mempertahankan perkawinan meskipun hubungan mereka sudah tidak memuaskan lagi tetapi tidak dapat atau tidak ingin bercerai (Adams & Jones dalam Wulandari, 2005). Hal ini ditengarai disebabkan oleh faktor komitmen. Komitmen sudah lama dikenal sebagai faktor yang signifikan dalam perkembangan dan stabilitas yang berkelanjutan dalam sebuah perkawinan. 163

Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam perkawinannya. Padahal menurut Johnson (1991), penggagas teori komitmen perkawinan dari The Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk. Pertama adalah komitmen personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri. Kedua adalah komitmen moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan maupun janji perkawinan. Ketiga adalah komitmen struktural yang berbicara mengenai komitmen untuk bertahan dalam suatu hubungan karena alasan-alasan struktural seperti yang disebutkan di atas. Meskipun Johnson menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, adalah menarik untuk melihat kaitannya satu sama lain (http://esterlianawati.wordpress.com/2007). Orang-orang yang sekedar bertahan karena alasan-alasan yang disebutkan di atas adalah orang yang memiliki komitmen moral dan struktural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan struktural memegang peranan kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan menghindari perceraian, namun memiliki keduanya tidak menjamin kebahagiaan perkawinan. Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi. Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Perkawinan ini juga lebih rawan akan konflik. Ditambah dengan tidak adanya lagi rasa tertarik terhadap hubungan dan pasangan, masing-masing dapat kehilangan minat untuk menyelesaikan konflik tersebut. Akhirnya pasangan ini menjadi rentan terhadap perselingkuhan. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Apabila seseorang merasa puas terhadap perkawinan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun keseluruhan. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan sebelum menikah. Pasangan dari pernikahan yang berbahagia menyatakan bahwa komitmen merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pernikahan mereka. Contoh-contoh ini menggambarkan bahwa komitmen merupakan konstruk yang serbaguna dan bermanfaat dalam menjelaskan perkembangan dan keberlangsungan hubungan, baik yang fungsional maupun yang disfungsional. Adapun kepuasan dalam perkawinan merupakan konstruk yang berpengaruh pada tingkat komitmen dalam perkawinan. Meskipun demikian faktor kepuasan dalam perkawinan pada penelitian ini mempunyai sumbangan efektif hanya sebesar 0.30 atau 30 % terhadap komitmen pada perkawinan. Adapun 70 % sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misal berkurangnya pilihan lain di luar, komunikasi, dan usia pernikahan. Berdasarkan pada temuan dalam peneletian ini maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan dalam perkawinan berhubungan dengan komitmen pada perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan yang semakin meningkat akan semakin memperkokoh perkawinan. Meskipun demikian, kepuasan dalam perkawinan bersifat subjektif, dipengaruhi oleh banyak faktor dan bisa bervariatif sejalan dengan usia perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan. Oleh karenanya bagi peneliti lain yang tertarik mendalami komitmen pada perkawinan disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan dengan melibatkan jumlah sampel yang lebih banyak. KESIMPULAN Hasil analisis data menemukan korelasi antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan sebesar r xy = 0.55 pada p = 0.000. Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Variabel kepuasan dalam perkawinan mempunyai sumbangan efektif sebesar 0.30 atau sebesar 30 % terhadap komitmen dalam perkawinan. DAFTAR PUSTAKA Agnew, C.R., Van Lange, P.A.M., Rusbult, C.E., & Langston, C.A., (1998). Cognitive Interdependence : Commitment and the Mental Representation of Close Relationship. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 74. No. 4. p 939-954. Anastasia, S. ( 2008). Kepuasan Perkawinan pada Suami/Istri yang Pasangannya ODHA. USU Repository. Diakses pada tanggal 15 April 20112 Finkel, E.J., Rusbult, C.E., Kumashiro, M., & Hannon, P.A., (2002). Dealing With Betrayal in Close Relationships : Does Commitment Promote Forgiveness? Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82. No. 6. p. 965-974. 164

Handayani, M.M., Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., & Hartini, N. (2008). Psikologi Keluarga. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Hendrick, S.S. (2004). Understanding Close Relationships. Boston : Pearson Education, Inc. Johnson, M. P. (1991). Commitment to personal relationships. In W. H. Jones & D. W. Perlman (Eds.), Advances in personal relationships (Vol. 3, pp. 117-143). London: Jessica Kingsley Publishers. Lemme, B.H. (1985). Developmental in Adulthood. Boston : Allyn and Bacon. Wulandari, D.A. (2005). Empati dan Komitmen sebagai Fasilitator Perilaku Memberi Maaf pada Hubungan Romantis. Tesis. Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. http://esterlianawati.wordpress.com/2007/07/16/memahami-komitmen-perkawinan-bersama-hinggaujung-umur. Diakses tanggal 27 September 2013 165