INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015

jayapurakota.bps.go.id

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Katalog BPS:

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo]

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,99

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016



INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROPINSI NTB TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT



INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Katalog BPS :

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DKI JAKARTA TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

STATISTIK GENDER 2011

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

Transkripsi:

i

ii

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman/ Numbe rof page : xii + 70 halaman Tim Penyusun / Working Team Penanggung Jawab/ Head of team : Uddani Malewa, SE Penyunting/ Editor : Cahyo Kristiono, S.ST, M.Stat Penulis dan analisis data/ : Cahyo Kristiono, S.ST, M.Stat Writer and data analysis Gambar Kulit/ Cover designer : Cahyo Kristiono, S.ST, M.Stat Diterbitkan oleh : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong BPS Statistics Sorong Regency Dicetak oleh : Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference to the source iii

iv

KATA PENGANTAR Meningkatnya pelaksanaan program pembangunan di segala bidang menuntut tersedianya data statistik yang lengkap, akurat, mutakhir, dan berkesinambungan terutama guna menunjang terwujudnya perencanaan yang tepat, pengawasan yang baik, serta evaluasi kritis terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sorong telah berusaha menyajikan gambaran tentang sumber daya manusia dan komponen-komponen yang digunakan dalam penyusunan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Sorong untuk memberikan gambaran perkembangan pembangunan manusia dalam publikasi Indeks Pembangunan Manusia (Metode Baru) Kabupaten Sorong Tahun 2014. Data dan informasi yang disajikan terdiri dari situasi pembangunan manusia di Kabupaten Sorong dan hasil penghitungan pencapaian IPM (metode baru). Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan terima kasih. Saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang. Sorong, November 2015 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong UDDANI MALEWA, SE NIP. 19580812 199003 2 001 v

vi

DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... Daftar Gambar... 1. Pendahuluan... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Tujuan dan Sasaran... 5 1.3 Manfaat Penulisan... 6 1.4 Ruang Lingkup... 6 1.5 Sistematika Penulisan... 6 2. Metodologi... 11 2.1 Sejarah Penghitungan IPM... 11 2.2 Sumber Data... 12 2.3 Metode Penyusunan Indeks... 12 2.4 Besaran Skala IPM... 18 3. Gambaran Umum Sosial Ekonomi... 21 3.1 Kependudukan... 21 3.1.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk... 21 3.1.2 Sebaran Penduduk... 25 3.2 Ketenagakerjaan... 26 3.2.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja... 27 3.2.2 Tingkat Kesempatan Kerja... 28 3.2.3 Tingkat Pengangguran Terbuka... 29 3.2.4 Lapangan Usaha Utama... 31 3.3 Kondisi Kesehatan... 32 3.3.1 Indikator Kesehatan... 32 3.3.2 Situasi Sumber Daya Kesehatan... 36 3.4 Kondisi Pendidikan... 38 3.4.1 Angka Partisipasi Kasar... 38 3.4.2 Angka Partisipasi Murni... 40 3.4.3 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan... 41 vii

3.4.4 Rasio Murid terhadap Guru dan Sekolah... 42 3.5 Kondisi Perumahan... 43 3.5.1 Luas Lantai... 44 3.5.2 Jenis Lantai, Atap dan Dinding... 45 3.5.3 Sumber Penerangan... 46 3.5.4 Fasilitas dan Sumber Air Minum... 46 3.5.5 Fasilitas Tempat Buang Air Besar... 48 3.6 Pengeluaran dan Konsumsi... 50 4. Pencapaian Kinerja Pembangunan Manusia... 55 4.1 Perkembangan Komponen Kesehatan... 56 4.2 Perkembangan Komponen Pendidikan... 57 4.2.1 Perkembangan Harapan Lama Sekolah (HLS)... 58 4.2.2 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah... 59 4.3 Perkembangan Pengeluaran per Kapita Disesuaikan... 61 4.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia... 62 4.5 Pertumbuhan IPM... 65 6. Penutup... 69 viii

DAFTAR TABEL No.Tabel Judul Tabel Hal 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru... 12 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM... 16 2.3 Klasifikasi Capaian IPM... 18 3.1 Indikator Pendidikan di Kabupaten Sorong Tahun 2013... 43 3.2 Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai per Kapita di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 44 3.3 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas, Jenis Lantai Terluas dan Jenis Dinding Terluas di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 45 3.4 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 46 3.5 Persentase Rumah Tangga menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 47 3.6 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Utama Air untuk Minum di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 48 3.7 Persentase Rumah Tangga menurut Fasilitas, Jenis Kloset dan Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 49 3.8 Kemerataan menurut Bank Dunia, Koefisien Gini dan Rata-rata Pengeluaran per Kapita per Bulan di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 51 4.1 Indeks Penyusun IPM (Metode Baru) di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 63 ix

DAFTAR GAMBAR No.Gambar Judul Gambar Hal 3.1 Piramida Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2014... 22 3.2 Rasio Jenis Kelamin menurut Distrik di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 23 3.3 Rasio Ketergantungan menurut Jenis Kelamin Kabupaten Sorong Tahun 2014... 24 3.4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2014... 26 3.5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Sorong Tahun 2014... 28 3.6 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 29 3.7 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 30 3.8 Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 31 3.9 Rata-rata Anak Lahir Hidup (ALH) dan Rata-rata Anak Masih Hidup (AMH) menurut Kelompok Umur Wanita Pernah Kawin di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 33 3.10 Persentase Balita yang Mendapatkan Imunisasi Menurut Jenis Imunisasi di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 34 3.11 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Menurut Jenis Keluhan Kesehatan di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 35 3.12 Persentase Balita menurut Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 37 3.13 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 39 3.14 Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 40 x

3.15 Penduduk Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki di Kabupaten Sorong Tahun 2014... 42 4.1 Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 57 4.2 Harapan Lama Sekolah (HLS) di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 58 4.3 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 59 4.4 Perbadingan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama (HLS) Sekolah di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 60 4.5 Pengeluaran perkapita disesuaikan (dalam Ribuan Rupiah) di Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 62 4.6 Perbandingan IPM Metode Lama dan Metode Baru Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014... 64 4.7 IPM (Metode Baru) se-provinsi Papua Barat Tahun 2014... 65 4.8 Pertumbuhan IPM (Metode Baru) Kabupaten Sorong, 2010-2014... 66 xi

xii

PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya dan tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan yang sederhana, namun seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek yang berorientasi pada hal-hal yang bersifat materi. Paradigma tentang pembangunan telah mengalami pergeseran dari waktu ke waktu, yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi (production centered development) pada dekade 60-an ke paradigma pembangunan yang lebih menekankan pada distribusi hasilhasil pembangunan (distribution growth development) selama dekade 70-an. Selanjutnya pada dekade 80-an, muncul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic need development), dan akhirnya menuju paradigma pembangunan yang terpusat pada manusia (human centered development) yang muncul pada tahun 1990-an. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah perluasan pilihan dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut (UNDP, 1990). Di antara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Konsep pembangunan manusia yang sesungguhnya adalah menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi pembangunan. Hal ini berbeda dari pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki oleh 3

manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahapan pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan. Paradigma pembangunan manusia mengandung 4 (empat) komponen utama : a. Produktifitas Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktifitasnya dan berpartisipasi secara penuh dalam mencari penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karena itu pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan manusia. b. Pemerataan/ ekuitas Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan. Sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapat keuntungan dari peluang yang sama. c. Keberlanjutan Akses terhadap peluang/kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua sumber daya harus dapat diperbaharui. d. Pemberdayaan Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukan sematamata dilakukan untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Penyertaan konsep pembangunan manusia dalam kebijakan-kebijakan pembangunan sama sekali tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu, yang antara lain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan mencegah perusakan lingkungan. Perbedaannya adalah bahwa dari sudut pandang pembangunan manusia, semua tujuan tersebut di atas diletakan dalam kerangka untuk memperluas pilihanpilihan bagi manusia. Agar konsep pembangunan manusia dapat diterjemahkan ke dalam perumusan kebijakan, pembangunan manusia harus dapat diukur dan dipantau dengan mudah. 4

Pendahuluan Human Development Report (HDR) global telah mengembangkan dan menyempurnakan pengukuran statistik dari pembangunan manusia, yang meliputi: lamanya hidup (longevity), pengetahuan/ tingkat pendidikan (knowledge) dan standar hidup (decent standard of living). Untuk memperoleh gambaran tentang pembangunan manusia di Kabupaten Sorong, maka disusunlah publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sorong tahun 2014, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan pembangunan di Kabupaten Sorong. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penulisan ini adalah menyajikan data dan informasi tentang konsep penduduk dan permasalahannya, sebagai dampak dari pembangunan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sorong. Selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya manusia di Sorong, termasuk penentuan sektor-sektor prioritas dalam pembangunan manusia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan publikasi ini meliputi : a. Teridentifikasinya kondisi beberapa variabel sektoral dalam pembangunan manusia, meliputi sektor-sektor : kesehatan, pendidikan dan ekonomi di Kabupaten Sorong. b. Memberikan gambaran permasalahan yang ada di bidang pembangunan manusia di Kabupaten Sorong. c. Diperolehnya gambaran tentang perkembangan ukuran pembangunan manusia (IPM) dan indikator-indikator sosial lainnya di Kabupaten Sorong. 1.3 Manfaat Penulisan Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah: a. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Kabupaten Sorong secara berkesinambungan. 5

b. Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. c. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat pendidikan 1.4 Ruang Lingkup 1.4.1 Lingkup Materi Ruang lingkup materi penulisan ini meliputi : a. Identifikasi kondisi variabel kunci dalam pengukuran besaran IPM yang meliputi : lamanya hidup (longevity), pengetahuan/ tingkat pendidikan (knowledge) dan standar hidup (decent standard of living). b. Identifikasi permasalahan mendasar pada sektor-sektor kunci yang terkait dengan IPM, meliputi indikator kesehatan, pendidikan dan ekonomi. c. Pengukuran besaran angka IPM Kabupaten Sorong. d. Analisis Situasi Pembangunan Manusia di Kabupaten Sorong. 1.4.2 Lingkup Wilayah Lokasi penelitian mencakup wilayah Kabupaten Sorong pada kurun waktu tahun 2014. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sorong Tahun 2014 disusun dalam sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya penyusunan publikasi yang menggambarkan proses pembangunan manusia di Kabupaten Sorong. Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan sistematika penulisan. 6

Pendahuluan Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penyusunan indeks. Metode penghitungan masing-masing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghitungan IPM. Bab III Gambaran Umum Sosial Ekonomi di Kabupaten Sorong, memberikan gambaran secara lengkap hasil-hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Bab IV Pencapaian Kinerja Pembangunan Manusia, memberikan gambaran tentang perkembangan komponen-komponen penyusun IPM serta pecapaian IPM. Publikasi ini ditutup dengan Bab V, yang merupakan bab penutup. 7

8

METODOLOGI

Metodologi BAB II M E T O D O L O G I 2.1 Sejarah Penghitungan IPM IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui laporan pembangunan manusia (Human Development Report) dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan pembangunan kualitas manusia di 177 negara. Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada tahun 1996. Laporan pembangunan manusia tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan 1993. Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota. Penghitungan IPM di seluruh Indonesia pada tahun 2014 menggunakan metode baru. Alasan pertama yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM adalah ada beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM metode lama dianggap sudah tidak sesuai. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik pada IPM metode lama tersebut mengakibatkan ada informasi yang tertutup dikarenakan capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. 2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah: 1. Angka harapan hidup saat lahir (Sensus Penduduk 2010-SP2010, Proyeksi Penduduk). 11

2. Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah (Survei Sosial Ekonomi Nasional/ Susenas). 3. PNB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sehingga diproksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data Susenas. 4. Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan Standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah. 2.3 Metode Penyusunan Indeks IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut adalah dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan dan kehidupan yang layak. Tabel 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru DIMENSI Kesehatan Pengetahuan Standar Hidup Layak Agregasi METODE LAMA METODE BARU UNDP BPS UNDP BPS Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) 1. Angka Melek Huruf (AMH) 2. Kombinasi Angka Partisipasi Kasar (APK) PDB per kapita Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) 1. Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Hitung 2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran per kapita Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) 1. Harapan Lama Sekolah (HLS) 2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) PNB per kapita Rata-rata Ukur Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) 1. Harapan Lama Sekolah (HLS) 2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran per kapita 12

Metodologi Angka harapan hidup pada saat lahir (Life Expectancy - E 0) Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur. Adapun langkahlangkah penghitungan angka harapan hidup adalah: a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 19, 20 24, 25 29, 30 34, 35 39, 40 44, dan 45 49 tahun. b. Menghitung rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada huruf a di atas. c. Input rata-rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK sub program CEBCS. d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir. Referensi waktu yang digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei. e. Untuk mendapatkan proyeksi angka harapan hidup dilakukan berdasarkan tren SDKI. Rata-rata lama sekolah - RLS (Mean Years of Schooling - MYS) Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 25 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Langkah-langkah penghitungan rata-rata lama sekolah sebagai berikut: a. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. b. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. c. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. d. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standard internasional yang digunakan oleh UNDP. e. Menghitung rata-rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean. Untuk menghitungnya dapat menggunakan paket Program SPSS. 13

Harapan Lama Sekolah HLS (Expected Years of Schooling EYS) a. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. b. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang. c. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. d. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. e. Sumber data pesantren yaitu dari Direktorat Pendidikan Islam. HLS dihitung dengan formula sebagai berikut: HLS t a FK n i a Keterangan: t HLS a : Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t t E i : Jumlah Penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t t P i : Jumlah Penduduk usia i pada tahun t FK : Faktor koreksi pesantren t i t i E P Pengeluaran per Kapita Disesuaikan a. Menghitung standar hidup layak didekati dengan pengeluaran per kapita disesuaikan yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. b. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul Konsumsi, dihitung dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Formulanya adalah sebagai berikut: 14

Metodologi Y * t Y IHK ' t ( t,2012) 100 Keterangan: Y : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012 * t ' Y t (t,2012) : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun t IHK : IHK tahun t dengan tahun dasar 2012 c. Perhitungan paritas daya beli (PPP) pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan. Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao dengan formula sebagai berikut: Keterangan: PPP P ij P m ik j PPP j m i 1 P P ij ik : Paritas daya beli : Harga komoditas i di Jakarta Selatan : Harga komoditas i di kab/kota j : Jumlah komoditas 1 m d. Menghitung pengeluaran per kapita disesuaikan dengan rumus berikut: Y * * t Y * t PPP Keterangan: Y : Rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan ** t * Y t : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012 : 15

Menghitung IPM : a. Setelah masing-masing komponen IPM dihitung, maka masing-masing indeks dihitung dengan persamaan: Indeks X (i, j) X X ( i, j) ( i maks) X X ( i min) ( i min) Keterangan: X : Indeks komponen ke-i dari kabupaten ke j; ( i, j) X ( i min) : Nilai minimum dari X i X ( i maks) : Nilai maksimum dari X i Nilai maksimum dan minimum dari masing-masing indeks tercantum pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM Indikator Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Satuan Minimum Maksimum UNDP BPS UNDP BPS Tahun 20 20 85 85 Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 0 0 18 18 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 0 15 15 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan 100 (PPP U$) 1.007.436* (Rp) 107.721 (PPP U$) 26.572.352** (Rp) Keterangan : Batas maksimum minimum mengacu pada UNDP kecuali indikator daya beli * Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua ** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025 16

Metodologi b. Menghitung indeks per dimensi: Indeks Kesehatan I kesehatan AHH AHH AHH maks min AHH min Indeks Pengetahuan I pengetahuan I HLS I 2 RLS dimana dan I HLS HLS HLS HLS maks min HLS min I RLS RLS RLS RLS maks min RLS min Indeks Hidup Layak I hiduplayak pendapatan ln pendapatan ln ln(pendapatan maks min ) ln(pendapatan min ) c. Nilai IPM dapat dihitung sebagai berikut: IPM 3 I kesehatan I pendidikan I hiduplayak 17

d. Menghitung Pertumbuhan IPM, digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. Pertumbuhan IPM IPMt IPM t IPM t 1 1 100 Keterangan: IPM t : IPM suatu wilayah pada tahun t IPM t-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1) 2.4 Besaran Skala IPM IPM suatu wilayah dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori. Keempat kelompok itu adalah (UNDP, 2010): Tabel 2.3 Klasifikasi Capaian IPM No Klasifikasi Capaian IPM 1 Sangat Tinggi IPM 80 2 Tinggi 70 IPM < 80 3 Sedang 60 IPM < 70 4 Rendah IPM < 60 18

GAMBARAN UMUM SOSIAL EKONOMI

Gambaran Umum Sosial Ekonomi BAB III GAMBARAN UMUM SOSIAL EKONOMI 3.1 Kependudukan Penduduk merupakan faktor yang sangat dominan dalam proses pembangunan. Penduduk memegang dua peranan sekaligus dalam proses pembangunan, yaitu sebagai subyek dan obyek pembangunan. Sumber daya alam yang tersedia tidak akan mungkin dapat dimanfaatkan tanpa adanya peranan dari manusia. Dengan adanya manusia, sumber daya alam tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarga secara berkelanjutan. Besarnya peran penduduk tersebut maka pemerintah dalam menangani masalah kependudukan tidak hanya memperhatikan pada upaya pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk saja tetapi lebih menekankan ke arah perbaikan kualitas sumber daya manusia. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi dan mendatangkan manfaat yang besar bila memiliki kualitas yang baik, namun besarnya jumlah penduduk tersebut dapat menjadi beban yang akan sulit untuk diselesaikan bila kualitasnya rendah. Informasi kependudukan yang baik sangat diperlukan dalam menunjang ke arah pembangunan manusia yang berkualitas. 3.1.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk keadaan Juni tahun 2014, Kabupaten Sorong mempunyai penduduk sebanyak 78.698 jiwa, yang terdiri dari 41.624 jiwa penduduk laki-laki dan 37.074 jiwa penduduk perempuan. Komposisi penduduk Kabupaten Sorong menurut struktur umur dan jenis kelamin dapat digambarkan dengan lebih jelas oleh piramida penduduk. Dengan piramida penduduk kita juga 21

5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 - - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 dapat melihat tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Gambar 3.1 menunjukkan piramida penduduk Kabupaten Sorong pada tahun 2014. Dari Gambar 3.1 terlihat bahwa penduduk Kabupaten Sorong tergolong sebagai penduduk muda. Penduduk muda digambarkan oleh bentuk piramida penduduk dengan alas yang besar dan mengecil dengan cepat pada kelompok umur berikutnya, serta puncak piramidanya lancip pada kelompok umur 65 tahun ke atas. Sebaliknya piramida penduduk tua mempunyai alas yang relatif tidak lebar dan perlahan-lahan berkurang pada kelompok umur berikutnya serta puncaknya tumpul. Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2014 75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 Perempuan Laki-laki Sumber : BPS Kabupaten Sorong, Hasil Proyeksi Penduduk Implikasi dari struktur penduduk muda adalah besarnya persentase penduduk yang bersiap memasuki batas penduduk usia kerja (economically active population) dan besarnya rasio ketergantungan (dependency ratio). Batas bawah usia kerja di Indonesia adalah umur 15 tahun. Setelah memasuki usia tersebut maka mereka disebut sebagai penduduk usia kerja. 22

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Penduduk usia kerja dibagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga dan melakukan kegiatan lainnya). Bila penduduk usia kerja tidak melakukan salah satu aktivitas dalam kelompok bukan angkatan kerja maka termasuk ke dalam kriteria angkatan kerja. Dan bila dalam angkatan kerja tidak melakukan aktifitas kerja maka kelompok ini termasuk ke dalam kriteria pengangguran (unemployment). Dengan jumlah penduduk muda yang besar tentu potensi jumlah penduduk yang akan terjun ke dalam angkatan kerja juga besar, untuk itu pemerintah harus bersiap untuk menyediakan lapangan kerja untuk menampung jumlah angkatan kerja yang besar ini. Hal yang akan terjadi bila permintaan akan tenaga kerja lebih kecil dari jumlah pencari kerja adalah terciptanya pengangguran. Gambar 3.2 Rasio Jenis Kelamin menurut Distrik di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Maudus Klayili Salawati Selatan Aimas Klamono Salawati Klaso Mariat Mayamuk Moisegen Seget Beraur Segun Makbon Klawak Sayosa Klabot Sumber: BPS Kab.Sorong, Proyeksi Penduduk 125 119 118 116 115 113 113 112 111 109 108 105 104 104 101 100 96 0 50 100 150 Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kabupaten Sorong tahun 2014 adalah 112, artinya bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan, terdapat 112 penduduk laki-laki. Jika 23

dirinci menurut distrik, maka rasio jenis kelamin yang tertinggi ditemukan di Distrik Maudus, yaitu 125 dan yang terendah ditemukan di Distrik Klabot, yaitu 96. Gambar 3.2 menunjukkan dengan lebih jelas rasio jenis kelamin menurut distrik di Kabupaten Sorong tahun 2014. Penduduk usia produktif (15 64 tahun) merupakan suatu modal penting dalam pelaksanaan pembangunan di segala sektor. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk keadaan Juni 2014, sebanyak 64,50 persen penduduk Kabupaten Sorong merupakan penduduk usia produktif, dan sisanya, yaitu 35,50 persen merupakan penduduk usia non-produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Rasio ketergantungan (dependency ratio) pada tahun 2014 mencapai 55,04 persen, artinya bahwa setiap 100 orang kelompok usia produktif harus menanggung sekitar 55 orang kelompok penduduk usia non produktif. Gambar 3.3 Rasio Ketergantungan menurut Jenis Kelamin Kabupaten Sorong Tahun 2014 56,64 55,04 53,65 Lk Pr Lk+Pr Sumber: BPS Kab.Sorong, Proyeksi Penduduk 24

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong daerah maju atau daerah yang sedang berkembang. Semakin tinggi rasio ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan semakin rendah rasio ketergantungan menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. 3.1.2 Sebaran Penduduk Kecenderungan seseorang untuk memilih suatu wilayah tertentu sebagai tempat tinggalnya biasanya ditentukan oleh pertimbangan kemudahan seseorang untuk dapat mengakses kebutuhan hidupnya, dalam hal ini dalam kaitannya untuk mendapatkan sandang pangan. Hal ini akan mengakibatkan persebaran penduduk yang terpusat pada daerah-daerah yang potensial secara ekonomi. Persebaran penduduk Kabupaten Sorong terpusat di daerahdaerah yang berdekatan dengan pusat pemerintahan dan dengan perusahaan-perusahaan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Persebaran penduduk Kabupaten Sorong yang tidak merata diperlihatkan pada Kepadatan penduduk terkonsentrasi di beberapa distrik. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 3.4. Sebaran penduduk yang tidak merata mengindikasikan kegiatan perekonomian terpusat di wilayah tertentu. Distrik Aimas yang merupakan ibu kota Kabupaten Sorong memiliki kepadatan penduduk terpadat, yaitu 107 jiwa/km 2. Sebagai distrik yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan di Kabupaten Sorong, tentunya akan menjadi daya tarik bagi para imigran untuk tinggal dan menetap di distrik ini. Distrik dengan penduduk terpadat ke dua adalah Distrik Mariat, dengan kepadatan penduduk 105 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk dari ke dua distrik ini hampir sama. Hal ini dapat dijelaskan bahwa Distrik Mariat merupakan distrik pemekaran dari Distrik Aimas, sehingga Distrik Mariat mempunyai akses ke pusat-pusat kegiatan ekonomi yang relatif mudah untuk dijangkau. Distrik Mayamuk merupakan distrik ke tiga terpadat penduduknya, yaitu 50 jiwa/km 2. Sedangkan Distrik Salawati, Moisegen dan Klamono 25

mempunyai kepadatan penduduk antara 11 sampai 19 jiwa/km 2. Distrik-distrik lainnya, yaitu Distrik Seget, Makbon, Klabot, Beraur, Klawak, Klaso, Salawati Selatan, Klayili, Sayosa, Maudus dan Segun mempunyai kepadatan penduduk di bawah 5 jiwa/km 2. Secara keseluruhan, kepadatan penduduk Kabupaten Sorong pada tahun 2014 hanya mencapai 6 jiwa/km 2. Gambar 3.4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2014 KAB.SORONG Aimas Mariat Mayamuk Salawati Moisegen Klamono Seget Makbon Klabot Beraur Klawak Klaso Salawati Selatan Klayili Sayosa Maudus Segun 6,47 19,42 18,70 11,18 3,72 2,26 1,45 1,32 1,28 1,08 0,98 0,93 0,88 0,87 0,77 50,36 107,31 104,83 Sumber: BPS Kab.Sorong, Proyeksi Penduduk dan Kab.Sorong dalam Angka 3.2 Ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2, telah diamanatkan bahwa: tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjamin penyediaan lapangan kerja bagi warga negaranya. Salah satu sasaran utama pembangunan adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itu, upaya pembangunan banyak diarahkan pada 26

Gambaran Umum Sosial Ekonomi perluasan kesempatan kerja sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Indikator ketenagakerjaan yang dikumpulkan dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mengacu pada konsep dasar angkatan kerja (Standard Labour Force Concept). Dalam pendekatan ini, penduduk dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pengukuran ini didasarkan pada waktu referensi (time reference) kegiatan yang dilakukan selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan. 3.2.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Sesuai dengan definisi dari BPS, laporan ini menggunakan analisis usia kerja 15 tahun ke atas. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran. Gambar 3.5 menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Sorong pada tahun 2014 sebesar 68,59 persen. Sedangkan sisanya, yaitu 31,41 persen dari penduduk usia 15 tahun ke atas merupakan penduduk bukan angkatan kerja, yaitu penduduk usia kerja yang kegiatan utamanya selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan adalah bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibandingkan laki-laki di Kabupaten Sorong dikarenakan perempuan lebih banyak mengurus rumah tangga. Selain itu banyak perempuan yang umumnya sebagai pekerja keluarga dan pekerja paruh waktu sehingga dalam situasi tertentu mereka bisa keluar dari kelompok angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja. 27

Gambar 3.5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Sorong Tahun 2014 82,64 68,59 52,32 Lk Pr Lk+Pr Sumber: BPS, Sakernas 2014 3.2.2 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan kerja yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi. Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kebutuhan tenaga kerja. Mengingat data kesempatan kerja sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis digunakan pendekatan bahwa kesempatan kerja didefinisikan dengan banyaknya lapangan kerja yang terisi, yang tercermin dari jumlah yang bekerja. Dalam hal ini seseorang dikatagorikan bekerja apabila dia melakukan pekerjaan yang maksudnya untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam dalam seminggu yang lalu, sebelum 28

Tingkat Kesempatan Kerja (%) Gambaran Umum Sosial Ekonomi pencacahan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) yaitu porsi penduduk yang terserap dalam pasar kerja. Gambar 3.6 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014 100,00 98,00 96,00 94,00 92,00 90,00 88,00 86,00 84,00 82,00 80,00 98,73 96,40 96,73 96,19 94,24 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS, Sakernas 2010-2014 TKK Kabupaten Sorong pada tahun 2010-2014 berada pada kisaran di atas kisaran 94 persen. Pada tahun 2014 TKK Kabupaten Sorong mencapai 96,19 persen 3.2.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pengangguran terbuka (open unemployment) merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 29

TPT (%) Pengertian pengangguran tidak dapat disamakan dengan pencari kerja, karena sering kali terjadi di antara pencari kerja terdapat mereka yang tergolong bekerja namun karena berbagai alasan masih mencari perkerjaan lain. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) diartikan sebagai persentase dari jumlah jiwa yang mencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja. Gambar 3.7 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Sorong Tahun 2010-2014 14,00 12,00 10,00 8,00 5,76 6,00 4,00 2,00 3,60 1,27 3,27 3,81 0,00 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Sumber: BPS, Sakernas 2010-2014 TPT di Kabupaten Sorong tahun 2010-2014 berada pada kisaran 1 hingga 6 persen. Pada tahun 2014, TPT mencapai 3,81 persen. 30

Gambaran Umum Sosial Ekonomi 3.2.4 Lapangan Usaha Utama Dalam konsep Sakernas, lapangan usaha utama dikategorikan sebagai: (1) pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan; (2) Industri pengolahan; (3) Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel; (4) Jasa kemasyarakatan dan (5) Lainnya, yang meliputi: pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air, bangunan, angkutan, pergudangan dan komunikasi, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan. Gambar 3.8 Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Industri Pengolahan 8,22% Perdagangan 10,48% Jasa Kemasyarakatan 9,89% Lainnya 13,10% Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan 58,30% Sumber : BPS, Sakernas 2014 Data Sakernas 2014 menunjukkan bahwa penduduk berumur 15 tahun ke atas di Kabupaten Sorong yang bekerja, sebagian besar pekerjaan utamanya adalah pada usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan, yaitu mencapai 58,30 persen. Sektor lainnya menempati urutan ke-2 dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebanyak 13,10 persen. Sektor perdagangan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 10,48 persen. 31

Sedangkan penduduk yang bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan dan sektor industri pengolahan masing-masing sebanyak 9,89 persen dan 8,22 persen. 3.3 Kondisi Kesehatan Indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pembangunan manusia dalam bidang kesehatan adalah manusia sebagai objek pembangunan itu sendiri. Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari sejarah kesehatan yang diruntut dari kondisi kesehatannya sejak lahir, balita, anak-anak hingga dewasa. Sedangkan tingkat kesehatan pada masyarakat secara umum dapat dilihat dari tingkat kesakitan atau jumlah keluhan kesehatan, tingkat kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan lain-lain. Perhatian pemerintah dalam membangun indeks pembangunan manusia di bidang kesehatan, diwujudkan melalui penyedian fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi sebuah indikator yang layak untuk dievaluasi. 3.3.1 Indikator Kesehatan Upaya pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sorong selama ini, harus diakui telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan indikator derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian peningkatan yang terjadi belum sepenuhnya bermakna secara kualitatif terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat dan belum memberikan dampak yang nyata terhadap kepuasan pelayanan kesehatan terutama pada masyarakat lapisan bawah. Kenyataan ini tentunya merupakan tantangan selanjutnya yang harus diselesaikan. Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang pengaruh upaya pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini maka digambarkan dampak yang terjadi melalui beberapa indikator berikut ini. 32

1,00 1,00 1,27 1,22 1,74 1,71 1,95 1,82 2,42 2,32 2,82 2,71 3,41 3,33 3,60 3,36 Gambaran Umum Sosial Ekonomi 3.3.1.1 Anak Lahir Hidup dan Anak Masih Hidup Indikator penting terkait dengan kesehatan adalah angka kematian bayi. Angka kematian bayi berpengaruh kepada penghitungan angka harapan hidup waktu lahir (e 0) yang digunakan dalam salah satu dimensi pada indeks komposit penyusun indeks pembangunan manusia ditilik dari sisi kesehatan. Angka kematian bayi dapat didekati dari data jumlah anak yang lahir hidup dengan jumlah anak yang masih hidup. Gambar 3.9 Rata-rata Anak Lahir Hidup (ALH) dan Rata-rata Anak Masih Hidup (AMH) menurut Kelompok Umur Wanita Pernah Kawin di Kabupaten Sorong Tahun 2014 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Rata-rata Kelompok Umur Wanita Pernah Kawin ALH AMH Sumber : BPS, Sakernas 2014 Berdasarkan data Susenas 2014 tentang data rata-rata anak lahir hidup dengan ratarata anak masih hidup, terlihat bahwa angka kematian anak tertinggi berada pada kelompok usia wanita antara umur 45-49 tahun. Hal ini dilihat dari selisih rata-rata anak lahir hidup dengan 33

rata-rata anak masih hidup dari wanita kelompok umur 45-49 tahun mempunyai selisih terbesar di antara kelompok umur lainnya yaitu sebesar 0,23 poin. Gambar 3.9 memperlihatkan rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup Kabupaten Sorong pada tahun 2014. 3.3.1.2 Imunisasi Balita Indikator ini digunakan untuk menggambarkan tingkat pelayanan imunisasi lengkap terhadap balita. Pemberian imunisasi pada balita sangat perlu dalam menjaga kekebalan pada tubuh balita dari berbagai macam penyakit. Imunisasi yang diberikan pada balita di antaranya adalah imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Gambar 3.10 menunjukkan bahwa persentase balita yang mendapatkan imunisasi cukup tinggi untuk semua jenis imunisasi. Pada tahun 2014, persentase balita yang mendapatkan imunisasi BCG sebanyak 94,61 persen; DPT sebanyak 92,15 persen; polio sebanyak 92,81 persen; campak sebanyak 86,76 persen dan hepatitis B sebanyak 90,13 persen. Gambar 3.10 Persentase Balita yang Mendapatkan Imunisasi Menurut Jenis Imunisasi di Kabupaten Sorong di Kabupaten Sorong Tahun 2014 94,61 92,15 92,81 90,13 86,76 BCG DPT POLIO Campak/ Morbili Hepatitis B Sumber : BPS, Susenas 2014 34

Gambaran Umum Sosial Ekonomi 3.3.1.3 Penduduk Sakit Indikator ini menunjukkan proporsi dari keseluruhan penduduk yang menderita akibat masalah kesehatan hingga mengganggu aktifitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Banyaknya keluhan akibat masalah kesehatan ini digunakan untuk mengukur derajat kesehatan pada masyarakat. Masyarakat dianggap memiliki derajat kesehatan yang semakin tinggi ketika keluhan kesehatan yang dialami semakin sedikit. Data Susenas 2014 mencatat bahwa sekitar 22 dari 100 orang di Kabupaten Sorong, mengalami keluhan kesehatan (22,67 persen). Jenis keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan adalah batuk (10,75 persen), pilek (7,61 persen) dan panas (7,56 persen). Gambar 3.11 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Menurut Jenis Keluhan Kesehatan di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Keluhan Kesehatan 22,67 Lainnya 7,47 Sakit gigi Sakit kepala berulang Diare/buang air Asma/ napas sesak/ cepat 2,16 3,77 1,35 0,88 Pilek 7,61 Batuk 10,75 Panas 7,56 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Sumber : BPS, Susenas 2014 35

3.3.2 Situasi Sumber Daya Kesehatan Sumber daya merupakan komponen input dari pelayanan kesehatan dalam konteks sebagai suatu sistem. Komponen ini merupakan modal utama yang mutlak diperlukan untuk dapat melakukan proses pelayanan. Secara logis, jika daya dukung komponen sumber daya tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup maka proses pelayanan seharusnya dapat dilakukan secara optimal. Perhatian pemerintah dalam membangun indeks pembangunan manusia di bidang kesehatan, diwujudkan melalui penyedian fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi sebuah indikator yang layak untuk dievaluasi. 3.3.2.1 Persalinan Dibantu Tenaga Medis Salah satu aspek penentu besarnya angka kematian bayi dapat dilihat dari penolong kelahiran. Penolong kelahiran sebenarnya terkait dengan angka kematian bayi dan angka kematian ibu akibat melahirkan. Dalam proses kelahiran bayi tidak dapat dipisahkan antara keselamatan ibu maupun anak yang dilahirkan. Penolong kelahiran yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya selama ini dianggap lebih baik jika dibandingkan dengan dukun atau famili. Dalam analisis ini digunakan penolong kelahiran terakhir mengingat pada penolong kelahiran terakhirlah terdapat proses kelahiran yang sangat mengandung resiko. 36

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Gambar 3.12 Persentase Balita menurut Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Dukun bersalin; 17,69 Famili/ keluarga; 7,22 Dokter; 9,44 Tenaga paramedis lain; 3,00 Bidan; 62,65 Sumber : BPS, Susenas 2014 Berdasarkan data Susenas 2014, sebagian besar (62,65 persen) balita di Kabupaten Sorong mendapatkan pertolongan terakhir kelahirannya oleh tenaga bidan. Sekitar 17,69 persen balita mendapatkan pertolongan kelahirannya oleh dukun bersalin. Hanya sekitar 9,44 persen balita di Kabupaten Sorong mendapat pertolongan pada proses kelahiran terakhirnya oleh tenaga dokter. Sementara itu, 7,22 persen hanya ditolong oleh famili/ keluarga dalam proses kelahiran terakhirnya. 3.3.2.2 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Peningkatan derajat kesehatan penduduk dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas kesehatan yang dapat menjangkau pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat sampai tingkat kecamatan/ distrik. Selain puskesmas, fasilitas kesehatan lain yang ada di Kabupaten Sorong di antaranya adalah Puskesmas Pembantu (pustu) dan 37

Puskesmas Keliling. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong tahun 2013, di Kabupaten Sorong terdapat 16 Puskesmas, 53 Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 55 Puskesmas Keliling. Selain fasilitas kesehatan, hal yang sangat mendukung peningkatan derajat kesehatan adalah ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga medis sebagai subjek yang melakukan pengobatan dan penanganan medis. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong tahun 2013, jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Sorong adalah sebagai berikut : jumlah dokter sebanyak 32 orang, jumlah perawat sebanyak 212 orang, dan jumlah tenaga kesehatan non perawat sebanyak 148 orang. 3.4 Kondisi Pendidikan Pembangunan pendidikan di Indonesia dititikberatkan pada peningkatan pelayanan pendidikan dan perluasan jangkauan pelayanan pendidikan. Secara sederhana indikator keberhasilan pembangunan di bidang ini dilihat dari banyaknya penduduk yang melek huruf dan tingkat partisipasi sekolah. Komitmen yang kuat dari pemerintah pusat maupun daerah sangat berperan penting dalam memberantas buta huruf di Indonesia. 3.4.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal APK SD sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. 38

30,02 22,36 27,05 75,13 85,09 84,68 106,10 108,74 107,41 95,16 98,03 123,50 Gambaran Umum Sosial Ekonomi Gambar 3.13 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Lk Pr Total Lk Pr Total Lk Pr Total Lk Pr Total APK SD APK SMP APK SMA APK PT Sumber : BPS, Susenas 2014 APK untuk jenjang pendidikan SD pada tahun 2014 sebesar 107,41 persen, artinya terdapat penduduk di luar usia sekolah SD (7-12 tahun) yang masih bersekolah SD. Hal ini terlihat dari angka APK SD lebih besar dari 100 persen. Untuk jenjang pendidikan SMP, APK sebesar 85,09 persen pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan persentase penduduk yang sedang bersekolah di SMP di antara penduduk berumur 13-15 tahun hanya sebesar 85,09 persen. APK untuk jenjang pendidikan SMA sebesar 98,03 persen, artinya persentase penduduk yang sedang bersekolah di SLTA di antara penduduk berumur 16-18 tahun sebesar 98,03 persen. Sedangkan APK untuk jenjang pendidikan perguruan tinggi sebesar 27,05 persen. 39

27,28 17,23 23,39 60,67 68,17 67,70 75,76 77,54 71,08 95,03 93,06 94,05 3.4.2 Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Murni (APM) adalah indikator pendidikan yang digunakan untuk mendeteksi partisipasi penduduk yang bersekolah tepat pada waktunya. APM adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan cara membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut. Misalkan APM SD merupakan jumlah penduduk usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah di tingkat SD dibagi dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun. Gambar 3.14 Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Lk Pr Total Lk Pr Total Lk Pr Total Lk Pr Total SD SMP SMA PT Sumber : BPS, Susenas 2014 40

Gambaran Umum Sosial Ekonomi APM SD di Kabupaten Sorong pada tahun 2014 sebesar 94,05 persen, yang berarti bahwa dari 100 orang yang berusia 7-12 tahun, terdapat sekitar 94 orang bersekolah di bangku SD. Sedangkan untuk APM SMP sebesar 68,17 persen, artinya bahwa dari 100 orang yang berusia 13-15 tahun, terdapat sekitar 68 orang bersekolah di bangku SMP. APM SMA sebesar 71,08 persen, yang berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia 16-18 tahun, terdapat sekitar 71 orang bersekolah di bangku SMA. Sedangkan APM perguruan tinggi sebesar 23,39 persen, artinya bahwa dari 100 orang yang berusia 19-22 tahun, terdapat sekitar 23 orang yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. 3.4.3 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Gambaran mengenai peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas. Level pendidikan penduduk diketahui dari tingkat pendidikan yang ditamatkan dengan diidentifikasi melalui ijazah/ STTB tertinggi yang dimiliki. Indikator ini dapat pula digunakan untuk melihat perkembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengetahui level tertinggi pendidikan antar waktu dan antar wilayah. Semakin tinggi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka menggambarkan semakin baik pula kualitas pendidikan manusianya. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (SLTA keatas). Biasanya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin kecil persentase penduduk yang lulus pada level pendidikan tersebut. Secara umum penduduk di Kabupaten Sorong masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini terlihat pada besarnya persentase penduduk yang berpendidikan SD ke bawah. Lebih dari separuh penduduk berusia 10 tahun ke atas di Kabupaten Sorong berpendidikan SD ke bawah (yang memiliki ijazah SD dan yang tidak mempunyai ijazah). 41

Gambar 3.15 Penduduk Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki di Kabupaten Sorong Tahun 2014 SD/ MI/ Paket A; 25,46 Sumber : BPS, Susenas 2014 Tidak Mempunyai Ijazah; 25,83 SMP/ MTs/ Paket B; 21,22 S1/DIV+; 5,72 SMA/ MA/ Paket C; 14,98 SMK; 6,03 Dipl. I/II; 0,37 Akademi/ Dipl III; 0,39 3.4.4 Rasio Murid terhadap Guru dan Sekolah Rasio murid terhadap guru digunakan untuk melihat perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah guru. Rasio ini untuk mengetahui berapa beban seorang guru mengajar sejumlah murid. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa beban rata-rata seorang guru SD di Kabupaten Sorong mengajar murid sebanyak 15 orang, beban seorang guru SLTP Umum mengajar sebanyak 11 orang. Sedangkan seorang guru SMU/MA/SMK mempunyai beban mengajar sebanyak 10 dan 6 orang murid. 42

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Tabel 3.1 Indikator Pendidikan di Kabupaten Sorong Tahun 2013 Uraian SD/MI SLTP/MTs SMU/MA/SMK Sekolah 126 42 29 Guru 941 457 507 Murid 13.992 5.051 2.981 Lulusan 2012/2013 1.695 1.242 872 Rasio Murid/ Sekolah 111,05 120,26 102,79 Rasio Murid/Guru 14,87 11,05 5,88 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong Rasio murid terhadap sekolah digunakan untuk melihat perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah sekolah sesuai tingkat pendidikannya. Rasio murid terhadap sekolah untuk tingkat pendidikan SD adalah 111,05 artinya rata-rata beban setiap sekolah tingkat SD menampung sejumlah 111 murid. Rata-rata beban sekolah tingkat SLTP/MTs menampung sebanyak 120 murid, dan rata-rata beban sekolah SMU/MA/SMK menampung sebanyak 102 murid. 3.5 Kondisi Perumahan Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat. Secara umum, kualitas rumah tinggal ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan, yang secara nyata mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya, karena itu 43

aspek kesehatan dan kenyamanan dan bahkan estetika bagi sekelompok masyarakat tertentu sangat menentukan dalam pemilihan rumah tinggal dan ini berhubungan dengan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain kualitas rumah tinggal, tingkat kesejahteraan juga dapat digambarkan dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas perumahan yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. 3.5.1 Luas Lantai Konsep yang dipakai dalam penghitungan luas lantai pada Susenas adalah mengacu pada luas lantai yang biasa dipakai sehari-hari. Sedangkan bagian-bagian yang tidak digunakan sehari-hari, seperti lumbung padi, kandang ternak dan jemuran tidak dimasukkan dalam penghitungan luas lantai. Untuk bangunan bertingkat, penghitungan luas lantai rumah tangga dilakukan dengan menjumlahkan luas lantai yang biasa digunakan sehari-hari pada setiap lantai. Tabel 3.2 berikut memperlihatkan persentase rumah tangga di Kabupaten Sorong menurut luas lantai per kapita. Tabel 3.2 Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai per Kapita di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Luas Lantai Persentase 7,2 m 2 14,74 8 m 2 19,28 10 m 2 30,28 > 10 m 2 69,72 Sumber : BPS, Susenas 2014 44

Gambaran Umum Sosial Ekonomi 3.5.2 Jenis Lantai, Atap dan Dinding Data Susenas 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi perumahan di Kabupaten Sorong mempunyai jenis atap terluasnya berupa seng, yaitu ditemukan pada 96,99 persen rumah tangga. Sebanyak 93,25 persen rumah tangga di Kabupaten Sorong jenis lantainya adalah bukan tanah. Sebagian besar perumahan, yaitu sebanyak 52,04 persen rumah tangga, dinding rumahnya adalah berupa tembok. Tabel 3.3 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas, Jenis Lantai Terluas dan Jenis Dinding Terluas di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Uraian Persentase Jenis Atap Terluas Beton 0,23 Genteng 1,55 Sirap 0,78 Seng 96,99 Lainnya 0,45 Total 100,00 Jenis Lantai Terluas Bukan tanah 93,25 Tanah 6,75 Total 100,00 Jenis Dinding Terluas Tembok 52,04 Kayu 46,86 Lainnya 1,10 Total 100,00 Sumber : BPS, Susenas 2014 45

3.5.3 Sumber Penerangan Data Susenas 2014 mencatat 88,50 persen rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan listrik PLN sebagai sumber penerangan utamanya. Sebanyak 7,58 persen rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan listrik non PLN sebagai sumber penerangan utamanya. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan pelita/sentir/obor dan petromak/aladin sebagai sumber penerangan utamanya masing-masing sebanyak 3,33 persen dan 0,59 persen. Tabel 3.4 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Sumber Penerangan Utama Persentase Listrik PLN 88,50 Listrik non PLN 7,58 Pelita/ sentir/ obor 3,33 Petromak/ aladin 0,59 Total 100,00 Sumber : BPS, Susenas 2014 3.5.4 Fasilitas dan Sumber Air Minum Privatisasi penggunaan fasilitas air minum merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga. Pada umumnya tingkat privatisasi penggunaan fasilitas air minum sendiri akan lebih menjamin kesehatan, kebersihan dan keleluasaan dalam hal penggunaannya. 46

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Tabel 3.5 Persentase Rumah Tangga menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Penggunaan Fasilitas Air Minum Persentase Sendiri 70,51 Bersama 8,91 Umum 10,72 Tidak ada 9,86 Sumber : BPS, Susenas 2014 Total 100,00 Sebagian besar (70,51 persen) rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan fasilitas air minum sendiri. Sementara itu 8,91 persen rumah tangga menggunakan fasilitas air minum secara bersama, 10,72 persen menggunakan fasilitas air minum secara umum. Masih ditemukan sekitar 9,86 persen rumah tangga tidak mempunyai fasilitas air minum. Sumber air minum utama yang digunakan oleh rumah tangga di Kabupaten Sorong adalah dari air hujan (53,19 persen). Air isi ulang menjadi pilihan utama berikutnya bagi rumah tangga di Kabupaten Sorong sebagai sumber air minum utama mereka, yaitu sebanyak 22,83 persen. Sebanyak 10,36 persen rumah tangga menggunakan sumur bor/pompa sebagai sumber utama air untuk minum. Sumber air minum utama lainnya yang digunakan rumah tangga masing-masing tidak melebihi dari 5 persen. 47

Tabel 3.6 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Utama Air untuk Minum di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Sumber air untuk minum Persentase Air hujan 53,19 Air isi ulang 22,83 Sumur bor/ pompa 10,36 Mata air terlindung 4,15 Sumur tak terlindung 2,57 Air sungai 2,54 Air kemasan bermerk 2,22 Leding Meteran 0,90 Sumur terlindung 0,86 Leding eceran 0,37 Mata air tak terlindung Lainnya Sumber : BPS, Susenas 2014 n.a n.a Total 100,00 3.5.5 Fasilitas Tempat Buang Air Besar Kondisi perumahan tidak terlepas dari fasilitas tempat buang air besar. Data Susenas 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan fasilitas tempat buang air besar sendiri (74,37 persen). Sebagian besar jenis kloset yang digunakan adalah leher angsa, yaitu sebanyak 76,81 persen. Menurut tempat pembuangan akhir tinja, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan tangki/spal sebagai tempat pembuangan akhir tinja, yaitu sebanyak 70,42 persen. 48

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Tabel 3.7 Persentase Rumah Tangga menurut Fasilitas, Jenis Kloset dan Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Uraian Persentase Menurut Fasilitas: Sendiri 74,37 Bersama 11,54 Umum 9,21 Tidak ada 4,87 Total 100,00 Menurut jenis kloset Leher angsa 76,81 Plengsengan 5,23 Cemplung/cubluk 17,96 Tidak pakai N.A Total 100,00 Menurut tempat pembuangan akhir tinja Tangki/SPAL 70,42 Kolam/sawah 2,05 Sungai/danau/laut 5,23 Lubang tanah 20,38 Pantai/tanah lapang/kebun 1,91 Total 100,00 Sumber : BPS, Susenas 2014 49

3.6 Pengeluaran dan Konsumsi Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran makanan ke pengeluaran non makanan. Porsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi terhadap kebutuhan non makanan seperti: perumahan, barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama (kendaraan, perhiasan dan sebagainya) biasanya lebih besar dibanding masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah. Pergeseran pola pengeluaran dari makanan ke non makanan terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya permintaan terhadap barang non makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanan sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, ditabung, ataupun investasi. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat, dimana distribusinya merupakan distribusi pendapatan masyarakat yang dapat dijadikan petunjuk tingkat pemerataan pendapatan masyarakat. 50

Gambaran Umum Sosial Ekonomi Tabel 3.8 Kemerataan menurut Bank Dunia, Koefisien Gini dan Rata-rata Pengeluaran per Kapita per Bulan di Kabupaten Sorong Tahun 2014 Uraian Nilai Persentase Rumah Tangga menurut Kemerataan menurut Bank Dunia 40 % terbawah 20,53 % 40 % menengah 37,71 % 20 % teratas 41,76 % Koefisien Gini 0,33 Rata-rata Pengeluaran/kapita/bln Rp 630.277,- Sumber : BPS, Susenas Modul Konsumsi 2014 Kriteria bank Dunia, membagi jumlah penduduk ke dalam tiga kelompok, yakni 20 persen penduduk berpendapatan tinggi, 40 persen berpendapatan menengah dan 40 persen berpendapatan rendah. Kelompok pertama adalah bagian dari penduduk terkaya dan kelompok ketiga adalah bagian dari populasi termiskin. Kelompok kedua sering dikatakan sebagai masyarakat kelas menengah. Koefisien gini adalah salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. Indeks Gini memiliki kisaran 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata yaitu setiap orang memiliki jumlah penghasilan atau kekayaan yang sama persis. Nilai 1 menunjukkan distribusi yang timpang sempurna yaitu satu orang memiliki segalanya dan semua orang lain tidak memiliki apa-apa. Data Susenas 2014 menunjukkan koefisien gini sebesar 0,33, atau tergolong pada ketimpangan rendah. 51

Sebanyak 41,76 persen penduduk Kabupaten Sorong termasuk pada kelompok pertama, sebanyak 37,71 persen penduduk termasuk pada kelompok kedua dan sebanyak 20,53 persen termasuk pada kelompok ke tiga. Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan penduduk Kabupaten Sorong tahun 2014 sebesar Rp 630.277,- 52

PENCAPAIAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA