PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.))

BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR

Adne Yudansha, Toto Himawan dan Ludji Pantja Astuti

USAHA PERBAIKAN PASCAPANEN SEBAGAI TEKNOLOGI ALTERNATIF DALAM RANGKA PENGELOLAAN HAMA KUMBANG BUBUK PADA JAGUNG DAN SORGUM

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae)

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

IDENTIFIKASI KADAR AIR BIJI JAGUNG DAN TINGKAT KERUSAKANNYA PADA TEMPAT PENYIMPANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan Hama Sitophilus zeamais. Arti Penting Hama

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN

PENGARUH PERLAKUAN DAYA DAN WAKTU OVEN GELOMBANG MIKRO TERHADAP MORTALITAS SERANGGA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

RESPON PADI BERAS HITAM TERHADAP FREKUENSI PEMBERIAN NUTRISI ORGANIK

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ME Yusnandar * PENDAHULUAN

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

METODOLOGI PENELITIAN

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TANAMAN PENGHASIL PATI

Indikator Mutu Benih dan Reaksi Varietas Srikandi Kuning dan Putih oleh Tekanan Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch)

PENGUJIAN KETAHANAN JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (QPM) TERHADAP HAMA KUMBANG BUBUK JAGUNG (Sitophilius zeamais )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

Pengaruh Periode Penyimpanan Beras terhadap Pertumbuhan Populasi Sitophilus oryzae (L.) dan Kerusakan Beras

Pengaruh Kepadatan Populasi Sitophilus oryzae (L.) terhadap Pertumbuhan Populasi dan Kerusakan Beras

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

RANCANGAN PERCOBAAN DENGAN SAS. Oleh Kismiantini, M.Si.

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst)

PERKEMBANGAN Sitophilus oryzae LINNAEUS (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA BERBAGAI JENIS PAKAN

KAJIAN ASPEK TINGKAH LAKU SERANGGA HAMA KUMBANG BUBUK Sitophilus zeamays DI LABORATORIUM. M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

PENGUJIAN KETAHANAN GALUR JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TERHADAP HAMA KUMBANG BUBUK Sitophilus zeamais Motschulsky

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN POPULASI Rhyzopertha dominica (F.) (COLEOPTERA: BOSTRICHIDAE) PADA LIMA VARIETAS SORGUM RIZKIKA LATANIA ARANDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

1 Muhammad Syaifullah Hiola, , Rida Iswati, Fahria Datau, Jurusan Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PERKEMBANGAN POPULASI HAMA Sitophilus oryzae L. PADA SIMPANAN BERAS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

UJI ALAT PENGGILING TIPE FLAT BURR MILL PADA KOMUNITAS BERAS, KETAN PUTIH DAN KETAN HITAM

SKRINING KETAHANAN 35 AKSESI PLASMANUTFAH JAGUNG TERHADAP SERANGAN HAMA KUMBANG BUBUK Sitophilus zeamais Motsch.

commit to users I. PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

Cara Perhitungan : % N = Abs Blangko X 14 X N. HCl X 100% Berat Sampel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Kaleng. Diakses Pada tanggal 30 Desember 2015.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

Transkripsi:

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

ABSTRAK MARYANA JAYANTI PASARIBU. Pertumbuhan Populasi Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera : Curculionidae) Pada Empat Kultivar Beras. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI HARAHAP dan ALI NURMANSYAH. Penyimpanan beras di gudang dalam jangka waktu yang relatif lama mengakibatkan serangan hama pasca panen selama penyimpanan. Serangan S. zeamais pada beras dapat mengakibatkan beras menjadi patah dan kebanyakan menjadi bubuk. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan populasi S. zeamais, susut berat, dan perubahan kadar air pada empat kultivar beras (IR-42, IR-64, Ketan Putih dan Ketan Hitam) selama tiga bulan penyimpanan. Populasi awal yang diinfestasikan adalah 5, 10, dan 15 pasang diinfestasikan pada masingmasing kultivar beras dengan tiga ulangan. Penyimpanan beras dilakukan pada 45, 60, dan 90 hari. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat populasi, susut berat, dan kadar air beras. Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian empat kultivar beras terhadap pertumbuhan populasi S. zeamais adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 3 x 3 dengan 3 ulangan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf lima persen dengan program SAS 9.1 dan analisis regresi dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2003 untuk mengetahui hubungan populasi awal (X 1 ) dan waktu penyimpanan (X 2 ) dengan populasi akhir (Y). Populasi akhir pada kultivar Ketan Hitam menghasilkan rata-rata populasi akhir tertinggi dibandingkan tiga kultivar lainnya yaitu 497,48 ekor. Persentase penyusutan pada Ketan Hitam lebih tinggi dibandingkan kultivar beras lainnya. Pada populasi awal 15 pasang S.zeamais, Ketan Hitam mengalami penyusutan tertinggi yaitu sebesar 4,85% dalam waktu penyimpanan selama 90 hari. Persentase kadar air Ketan Hitam dengan tingkat populasi awal 15 pasang mengalami peningkatan sebesar 2,27% dan lebih tinggi dibandingkan beras lainnya. Pada waktu penyimpanan selama 90 hari dengan tingkat populasi pada awal infestasi sebanyak 15 pasang, diperoleh rata-rata populasi akhir tertinggi sebesar 729,84 ekor kumbang beras (S. zeamais), sementara rata-rata tingkat populasi terendah yaitu 51,25 ekor pada penyimpanan 45 hari dengan populasi awal infestasi 5 pasang. Berdasarkan hasil analisi regresi pada kultivar IR-64 diperoleh persamaan Y= 20,54X 1 + 1,39X 2. Jenis beras berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan populasi akhir sementara waktu penyimpanan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan populasi akhir. Persamaan untuk kultivar IR-42 adalah Y= 8,01X 1 + 2,80X 2. Jenis beras tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan populasi akhir, namun waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir. Persamaan untuk kultivar Ketan Putih Y= 11,24X 1 + 2,28X 2. Faktor beras dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir. Sedangkan untuk kultivar Ketan Hitam persamaannya adalah Y= 11,60X 1 + 3,52X 2, pada persamaan ini jenis beras tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir, sedangkan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa pola pertumbuhan Sitophilus zeamais berbeda pada setiap kultivar beras.

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman MARYANA JAYANTI PASARIBU DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Penelitian : PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA : CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS Nama Mahasiswa : MARYANA JAYANTI PASARIBU NRP : A34051469 Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi. Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi. NIP. 195910221985031002 NIP. 196302121990021001 Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 196402041990021002

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Maret 1987 di Ende, Nusa Tenggara Timur. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari ibu K. Nainggolan dan bapak M. Pasaribu. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Lubuk Pakam, Sumatera Utara pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setahun kemudian terpilih sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama menempuh kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama Penyakit Setahun (2008-2009), Hama dan Penyakit Benih dan Pascapanen (2008-2009), dan Dasardasar Proteksi Tanaman (2008-2009).

PRAKATA Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Bapa surgawi atas kasih karunia dan penyertaan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pertumbuhan Populasi Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) Pada Empat Kultivar Beras. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1 Bapak Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si sebagai dosen pembimbing pertama, Bapak Dr. Ir. Ali Nurmansyah sebagai dosen pembimbing kedua dan Bapak Ir. Uha Suhardja Satari, MS sebagai dosen penguji atas masukan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Mama K. Nainggolan, bapak M. Pasaribu (atas dukungan doa dan materi), adik-adikku terkasih Christyanto Pasaribu, Erikson Setiawan Pasaribu, Merry Selviana Pasaribu. 3. Teman-teman DPT 42 : Bontor, Febri, Tety, Huda dan Anci atas bantuannya. 4. Abang-abangku : B Debby, B Maryo, B Dodo dan anak-anak Pondok Dame lainnya atas kesediaannya untuk membantu selama masa penelitian. 5. Teman-teman Wisma Ananda : Rina dan Maria, adikku Devi dan Tetty, dan teman-teman Pondok Putri dan alumni : Roro, Tintun, Wenny, Marie dan Esther atas dukungan moral yang diberikan di saat terberatku. 6. Kepada teman terbaikku Hilman Pardede ST, M.Eng atas semua doa, jurnal, dan semangat yang pernah diberikan selama ini. Bogor, Agustus 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i RIWAYAT HIDUP... v PRAKATA... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN Latar Balakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Padi (Oryza sativa)... 3 Sitophilus zeamais Motsch.... 4 Populasi... 6 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 7 Bahan dan Alat... 7 Metode Pengembangbiakan serangga uji... 7 Pemisahan serangga jantan dan betina (Seksing)... 7 Pelaksanaan Percobaan... 8 Peubah Pengamatan Perhitungan susut... 8 Perhitungan persentase perubahan kadar air... 9 Rancangan Percobaan... 9 Analisis Data... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Akhir Sitophilus zeamais... 1

Halaman Susut Berat Pada Empat Kultivar Beras... 14 Perubahan Kadar Air Pada Empat Kultivar Beras... 17 Perubahan Suhu Dalam Toples... 20 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 23 Saran... 23 DAFTAR PUSTAKA... 24 LAMPIRAN... 26

DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Rata-rata populasi akhir kumbang beras (S. zeamais) pada empat kultivar beras.... 11 2. Rata-rata populasi akhir kumbang beras (S. zeamais) pada populasi awal dan waktu penyimpanan yang berbeda... 12 3. Koefisien persamaan regresi setiap jenis beras untuk populasi akhir... 14 4. Rata-rata susut berat empat kultivar beras pada populasi awal yang berbeda... 15 5. Rata-rata susut berat empat kultivar beras pada waktu penyimpanan yang berbeda... 15 6. Rata-rata susut berat pada waktu penyimpanan dan populasi awal yang berbeda... 16 7. Rata-rata perubahan kadar air beras pada populasi awal yang berbeda... 17 8. Rata-rata perubahan kadar air beras pada waktu penyimpanan yang berbeda... 18 9. Rata-rata perubahan kadar air pada populasi awal dan waktu penyimpanan yang berbeda... 19

DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Perbedaan Sitophilus zeamais betina dan jantan... 7 2. Susunan toples penyimpanan empat kultivar beras berbagai waktu penyimpanan dan tingkat populasi Sitophilus zeamais... 8 3. Suhu dalam toples selama 45 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal... 20 4. Suhu dalam toples selama 60 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal... 21 5. Suhu dalam toples selama 90 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal... 21

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Output Populasi akhir... 26 2. Output susut berat... 31 3. Output kadar air... 32 4. Uji Lanjut Populasi Akhir... 36 5. Uji Lanjut Susut Berat... 40 6. Uji Lanjut Kadar Air... 52 7. Analisis Regresi... 63

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan utama sebagai sumber karbohidrat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Dewan Ketahanan Pangan diacu oleh Nainggolan (2007) tingkat konsumsi beras pada tahun 2007 adalah 139,15 kg/kap. Konsumsi ini termasuk pangan, kebutuhan industri, dan pakan ternak (Nainggolan, 2007). Penyimpanan beras di gudang dalam jangka waktu yang relatif lama mengakibatkan serangan hama pasca panen selama penyimpanan. Serangan hama pasca panen dapat menimbulkan banyak permasalahan diantaranya menurunkan kualitas bahan simpanan secara fisik, menyebabkan susut berat, perubahan kadar air serta menurunkan kandungan vitamin B dan dapat meningkatkan serat kasar, selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Ekawati, 2008). Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan hama gudang diperkirakan mencapai 26-29% (Semple 1985 dalam Ekawati, 2008). Menurut Sunjaya dan Widayanti (2006) penyebab utama kerusakan pada biji-bijian atau bahan pangan yang disimpan di daerah tropika adalah serangga. Serangga yang banyak merusak terutama dari jenis kumbang (Coleoptera). Sitophilus zeamais merupakan serangga penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan di dunia. Selain menyerang jagung dalam tempat penyimpanan, kumbang ini juga menyerang beras (Purwanto dan Nawangsih, 1999). Masalah hama adalah masalah populasi. Suatu jenis serangga mulai dikategorikan sebagai hama apabila tingkat populasinya telah mencapai suatu tingkat yang dapat merugikan secara ekonomi, atau kecenderungan populasinya selalu berada pada tingkat tertentu (Harahap, 2006). Kecocokan makanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan populasi hama, dan selanjutnya besarnya populasi hama sangat menentukan besarnya persentase susut produk pertanian (Rohayati, 1992). Makanan merupakan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan populasi hama. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana tingkat pertumbuhan Sitophilus

2 zeamais pada beberapa jenis beras untuk memperoleh informasi jenis beras apa yang paling sesuai untuk pertumbuhan kumbang ini serta tingkat penyusutan yang terjadi selama masa penyimpanan. Tujuan Penelitian Mempelajari pertumbuhan populasi S. zeamais, susut berat, dan perubahan kadar air pada empat kultivar beras selama tiga bulan penyimpanan serta menentukan pola pertumbuhan S. zeamais. Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan pertumbuhan S. zeamais pada kultivar beras yang berbeda dan waktu berpengaruh nyata terhadap tingkat pertumbuhan S. zeamais. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai referensi untuk mengetahui perkembangan populasi S. zeamais pada masingmasing kultivar beras.

TINJAUAN PUSTAKA Padi (Oryza sativa) Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Padi merupakan tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Taksonomi Oryza sativa menurut Lu (1999) : Ordo : Oryzeae Famili : Poaceae (Gramineae) Subfamili : Oryzoideae Genus : Oryzae Spesies : Oryza sativa Linnaeus Oryza sativa hanya dapat dipanen satu kali selama musim tanamnya. Kematangan fisiologis ditandai dengan menguningnya bulir dan berat bulir hampir tetap (Syafei 1991 dalam Rohayati 1992). Setelah padi dipanen, gabah (beras yang tertutup sekam) akan mengalami proses penanganan pasca panen. Beras merupakan hasil pengolahan gabah. Tahap pengolahan gabah menjadi beras yang dapat dikonsumsi, dikerjakan melalui tahapan gabah menjadi beras pecah kulit sampai menjadi beras sosoh. Beras pecah kulit adalah beras yang masih mempunyai kulit luar. Beras pecah kulit diperoleh dari butir gabah yang dikelupas sekamnya. Winarno (1984) menyatakan bahwa pati beras terdiri dari molekul-molekul besar yang tersusun atau dirangkaikan dari unit-unit gula (glukosa). Kalau rangkaiannya lurus disebut amilosa dan kalau bercabang disebut amilopektin. Rasio amilosa/amilopektin dapat menentukan tekstur, pera tidaknya nasi, pulen tidaknya nasi, cepat tidaknya mengeras serta lekat tidaknya nasi. Rasio amilosa/amilopektin tersebut dapat pula dinyatakan dengan kadar amilosa saja. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu beras dengan kadar amilosa tinggi 25% sampai 33%, beras dengan kadar amilosa medium 20% sampai 25%, beras dengan kadar amilosa rendah 9% sampai 20%, beras dengan kadar amilosa sangat rendah 2% sampai 9%. Beras pulen merupakan beras yang lebih rekat jika dimasak karena mengandung amilosa yang lebih rendah dan amilopektin yang tinggi. Sedangkan

4 beras pera kadar amilosanya lebih tinggi dibandingkan amilopektin (Haryadi, 2008). Sitophilus zeamais Motsch. Menurut Lawrence (1994) Sitophilus zeamais tergolong Ordo : Coleoptera Sub Ordo : Polyphaga Super Famili : Curuculionoidea Famili : Curculionidae. Serangga ini kecil kecoklatan (Borror et al. 1996) mudah dikenali karena moncongnya (snout) yang khas sehingga dikenal dengan sebutan kumbang moncong. Antenanya siku dan menggada, pada elitra terdapat empat buah bercak bulat berwarna merah. Punctures pada toraks bulat dan amat panjang (Pranata, 1979). Tipe alat mulutnya menggigit mengunyah. Kumbang ini adalah serangga penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Serangga ini bersifat polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan jambu mente. Sitophilus zeamais lebih dominan pada jagung dan beras, S. oryzae kebanyakan pada gandum (Kalshoven, 1981). Sitophilus zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang tongkol jagung yang masih berada di pertanaman. Baik imago maupun larva makan butir-butiran, dan larva berkembang dalam butiran (Borror et al. 1996). Aktivitas makan fase larva di dalam butir biji-bijian menyebabkan adanya lubang besar pada endosperma. Larva tidak bertungkai, berwarna putih jernih. Ketika bergerak larva agak mengkerut (Surtikanti, 2004). Serangan kumbang ini dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan panas dan dapat meningkatkan kadar air sehingga merangsang pertumbuhan cendawan. Ukuran serangga ini bergantung pada tempat serangga berkembang biak. Bila hidup pada jagung ukurannya lebih besar daripada bila hidup pada beras (Sunjaya dan Widayanti, 2006). Panjang imago bervariasi mulai 2-5 mm tergantung pada kemampuan makan larva, tetapi pada umumnya S. oryzae berukuran 2-3,5 mm dan S. zeamais 3-3,5 mm (Kalshoven, 1981). Satu butir

5 beras hanya dapat ditempati oleh satu larva kumbang ini sedangkan pada biji yang lebih besar seperti jagung, satu butirnya dapat ditempati oleh dua larva S. zeamais. Perbedaan kelamin hama ini dapat dibedakan dengan beberapa karakter fisik yaitu, moncong imago jantan lebih pendek, tebal, dan permukaan lebih kasar dibandingkan dengan moncong imago betina dan ujung abdomen jantan melengkung ke bawah, sedangkan ujung abdomen imago betina lurus ke belakang (Wilbur dan Mills, 1978). Di Indonesia S. zeamais lebih banyak ditemukan daripada S. oryzae (Pranata, 1979). Sitophilus zeamais merupakan serangga yang dapat berkembang biak dengan cepat, yaitu selama satu tahun dapat menghasilkan 5-7 generasi. Kumbang betina akan mengunyah lubang kecil di dalam inti biji, kemudian memasukkan satu telur ke dalamnya kemudian lubang ditutup kembali dengan zat seperti gelatin yang berfungsi sebagai sumbat telur atau egg plug (Haines 1991 dalam Tandiabang et al.). Kumbang betina dapat bertelur 300 hingga 400 telur selama lebih dari satu bulan. Telur akan menetas dalam beberapa hari menjadi larva dan memakan bagian dalam inti biji. Larva kemudian menggerek biji dan hidup di dalam biji, umur kurang lebih 20 hari pada suhu 25 0 C dan kelembaban nisbi 70%. Kemudian menjadi pupa, selanjutnya menjadi kumbang dewasa. Fase pupa berlangsung di dalam biji yang telah kosong (Kalshoven 1981). Tipe pupa eksarata, dimana semua embelannya bebas atau tidak menyatu satu sama lain (Fachry 2005). Imago dapat bertahan hidup cukup lama yaitu dengan makan sekitar 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari jika tanpa makan. Seluruh siklus hidup berlangsung dari empat hingga tujuh minggu (Anonim, 2008). Serangga ini digolongkan ke dalam hama primer (internal feeder), yaitu hama menyerang dan mampu berkembang dengan baik pada komoditas yang masih utuh dengan cara menggerek (Sunjaya dan Widayanti, 2006). Perkembangan, aktivitas, dan kopulasi serangga ini dilakukan pada siang hari dan berlangsung lebih lama dibandingkan dengan masa kopulasi hama gudang lainnya (Surtikanti, 2004). Populasi Populasi adalah sekelompok organisme dari spesies yang sama yang hidup di suatu tempat tertentu pada kurun waktu tertentu. Pertumbuhan populasi hama

6 gudang dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar dari populasi serangga tersebut. Faktor dalam seperti keperidian atau kemampuan bertelur dan siklus hidup, dapat menentukan kecepatan berkembang biak suatu jenis serangga. Semakin tinggi keperidian dan semakin singkat siklus hidup, pertumbuhan populasi serangga tersebut akan semakin cepat (Harahap, 2006). Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan populasi serangga adalah makanan, suhu, kelembaban, dan habitat. Populasi menunjukkan perkiraan jumlah serangga secara tidak langsung dari level perkiraan pada kerusakan komoditas atau produk dari aktivitas serangga. Misalnya kerusakan oleh serangga pada biji, jejak serangga pada residu tepung pada lantai, atau terbentuknya produksi sutera oleh mulut larva, sebagai indikasi tingkat infestasi serangga. Indikator ini sangat berguna untuk mengambil tindakan sebelum populasi serangga dan kerusakan komoditi terakumulasi lebih tinggi. ( Hidayat, 2006). Serangga hama gudang bisa dikatakan sebagai oportunis, yaitu mereka akan cepat memanfaatkan sumber daya yang tersedia, sehingga populasinya juga meningkat dengan cepat, namun akhirnya sumber daya yang ada tidak dapat lagi mendukung keberadaan serangga tersebut sehingga sebagian dari mereka berpindah mencari sumber daya baru (Harahap, 2006). Mengendalikan serangga pada hakekatnya adalah mengendalikan populasi. Oleh karena tingkat populasi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik maka semakin dirasakan perlunya para ahli hama memahami konsep-konsep ekologi (Pranata, 1979).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga uji Sitophilus zeamais dan beras dari kultivar IR-42, IR-64, Ketan Putih, dan Ketan Hitam. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah wadah pembiakan dan pemeliharaan serangga uji dengan tutup diberi kasa, mikroskop stereo, timbangan digital, termohigrometer, dan kuas. Metode Pengembangbiakan serangga uji Pengembangbiakan serangga uji dilakukan dengan cara menginfestasikan 150 imago S. zeamais pada 500 g beras menggunakan wadah toples. Imago dibiarkan bertelur selama 2 minggu dan setelah itu dikeluarkan dari tempat pembiakan. Imago baru yang diperoleh digunakan sebagai serangga uji. Pemisahan serangga jantan dan betina (Seksing) Imago baru hasil pengembangbiakan yang berumur kurang dari 2 minggu dibedakan antara jantan dan betina menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 15 kali. Betina Jantan Gambar 1 Perbedaan Sitophilus zeamais betina dan jantan

8 Pelaksanaan Percobaan Serangga uji adalah serangga yang berumur 2 minggu yang telah dibedakan antara jantan dan betina. Serangga tersebut diinfestasikan dengan tingkat populasi awal 5, 10, dan 15 pasang per 500 g beras pada setiap kultivar beras. Setiap jenis beras yang telah diinfestasi dengan tiga tingkat populasi serangga disimpan dengan waktu penyimpanan yang berbeda yaitu 45, 60, dan 90 hari, percobaan ini dilakukan dengan tiga kali ulangan. Pada hari ke 45, 60, dan 90 dilakukan penghitungan populasi serangga pada keempat kultivar tersebut. Beras ditimbang untuk mengetahui susut berat dan kemudian dilakukan pengukuran kadar air. Pencatatan temperatur dan kelembaban dilakukan sejak infestasi serangga sampai percobaan selesai dengan termohigrometer dan HOBO Logger. Gambar 2 Susunan toples penyimpanan empat kultivar beras berbagai waktu penyimpanan dan tingkat populasi Sitophilus zeamais. Peubah Pengamatan Perhitungan susut Susut berat dihitung dengan metode Bulk Density yang sering digunakan dalam penelitian skala laboratorik. Formulanya sebagai berikut: A B Persen susut = 100% A A = Berat Kering Awal B = Berat Kering Akhir (setelah penyimpanan 3 bulan) Berat kering dihitung menggunakan formula sebagai berikut :

9 Berat Kering = Berat Aktual ( 100 kadarair) 100 Perhitungan persentase perubahan kadar air Perubahan kadar air dapat dihitung dengan formula: % Kadar Air = (Kadar air awal kadar air akhir) x 100% Kadar air awal Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian empat kultivar beras terhadap pertumbuhan populasi S. zeamais adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 3 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah kultivar beras yaitu IR-64 (V1), IR-42 (V2), Ketan Putih (V3), dan Ketan Hitam (V4), faktor kedua adalah waktu yaitu 45 hari (T1), 60 hari (T2), dan 90 hari (T3) sedangkan faktor ketiga adalah tingkat populasi awal serangga yaitu 5 pasang (P1), 10 pasang (P2), dan 15 pasang (P3) dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf α= 0,05. Data diolah menggunakan program SAS 9.1 Model rancangannya adalah sebagai berikut: Keterangan : V T P VT ( VP) ( TP) ( VTP) Y ijk = i j k ik jk ijk ijkl ij Y ijk V i T j VT ij VP ik TP jk = Respon dari perlakuan kultivar ke-i, waktu ke-j, ulangan ke-k = Rataan umum = Pengaruh perlakuan kultivar ke-i = Pengaruh waktu ke-j = Pengaruh interaksi kultivar ke-i dan waktu ke-j = Pengaruh interaksi kultivar ke-i dan populasi ke-k = Pengaruh interaksi waktu ke-j dan populasi ke-k VTP ijk = Pengaruh interaksi kultivar ke-i dan waktu ke-j ijk = Galat dari perlakuan kultivar ke-i, waktu ke-j, dan ulangan ke-k

10 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2003. Dengan hasil berupa ANOVA dan analisis regresi untuk mengetahui hubungan peubah respon populasi awal (X 1 ) dan waktu penyimpanan (X 2 ) terhadap populasi akhir (Y). Analisis ini dilakukan pada masing-masing kultivar beras dengan pada setiap tingkat populasi awal dan waktu penyimpanan yang berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji ANOVA, untuk rata-rata populasi akhir memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata pada faktor beras dan pada interaksi antara populasi dan waktu. Interaksi antara beras dan populasi awal, beras dan waktu, populasi awal dan waktu pada susut berat juga menunjukkan adanya interaksi yang nyata dan hal tersebut juga terjadi pada perubahan kadar air. Untuk hasil análisis regresi diperoleh persamaan yang berbeda pada setiap kultivar beras. Dengan faktor waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap populasi akhir pada IR-42 dan Ketan Hitam, sedangkan beras berpengaruh nyata terhadap populasi akhir pada beras IR-64, dan untuk Ketan Putih kedua faktor yaitu beras dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap populasi akhir. Populasi Akhir Sitophilus zeamais Rata-rata populasi akhir yang diperoleh pada kultivar Ketan Hitam berbeda nyata dengan ketiga kultivar lainnya. Rata-rata populasi akhir pada kultivar Ketan Hitam 497,48 ekor dan merupakan rata-rata populasi tertinggi dari ketiga jenis beras lainnya. Sedangkan rata-rata populasi beras kultivar IR-42, IR- 64, dan Ketan Putih tidak berbeda nyata (Tabel 1). Tabel 1 Rata-rata populasi akhir (ekor) kumbang beras (S. zeamais) pada empat kultivar beras Beras Populasi akhir IR-42 253,48b IR-64 295,89b Ketan Putih 251,63b Ketan Hitam 497,48a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% Jumlah populasi akhir yang terdapat pada Ketan Hitam menunjukan bahwa Sitophilus zeamais mampu berkembang biak dengan baik pada jenis beras ini. Preferensi makan kumbang ini bisa dikatakan lebih tinggi pada Ketan Hitam

12 karena pertumbuhan populasi pada beras ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan ketiga beras lainnya. Harahap (2006) menyatakan bahwa pada kondisi yang menguntungkan, yaitu tersedianya makanan dan faktor lingkungan yang mendukung, populasi serangga hama gudang akan segera meningkat dengan cepat setelah infestasi. Menurut Ryoo et.al (1992) dalam Tandiabang et al. 1996, jenis makanan/jenis varietas sangat berpengaruh terhadap perilaku serangga dalam memilih makanan dan meletakkan telur. Pada waktu penyimpanan selama 45 hari, populasi kumbang beras pada populasi awal 5 pasang berbeda nyata dengan populasi awal 15 pasang sedangkan populasi kumbang beras pada populasi awal 5 dan 10 pasang tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan 60 hari, populasi akhir kumbang beras dengan populasi awal 5 pasang berbeda nyata dengan populasi awal 10 dan 15 pasang. Pada waktu penyimpanan selama 90 hari populasi akhir yang diperoleh berbeda nyata pada ketiga tingkat populasi. Populasi akhir yang tertinggi terlihat pada waktu penyimpanan 90 hari dengan tingkat populasi awal 15 pasang yaitu 729,83 ekor sedangkan populasi terendah pada waktu penyimpanan 45 hari dengan tingkat populasi awal 5 pasang yaitu 51,25 ekor (Tabel 2). Tabel 2 Rata-rata populasi akhir (ekor) kumbang beras (S. zeamais) pada populasi awal dan waktu penyimpanan yang berbeda. Populasi Awal Waktu (hari) (pasang) 45 60 90 5 51,25d 161,33cd 198,58cd 10 179,17cd 433,08b 478,00b 15 251,75c 438,08b 729,83a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% Populasi kumbang beras (S. zeamais) bertambah seiring lamanya penyimpanan dan tingkat populasi awal kumbang beras (S. zeamais) karena kumbang tersebut akan lebih lama melakukan kopulasi dengan pasangannya sehingga dapat menghasilkan generasi yang lebih banyak. Pada kepadatan populasi rendah, laju pertumbuhan biasanya kecil karena kesulitan untuk menemukan pasangan seksual (Anonim, 2009). Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh, dimana pada tingkat populasi tertinggi yaitu 15 pasang dengan

13 lama penyimpanan 90 hari, rata-rata populasi akhir mencapai 729,82 ekor. Sebaliknya pada tingkat populasi terendah yaitu 5 pasang dengan waktu penyimpanan yang sama, rata-rata populasi akhir yang diperoleh relatif rendah yaitu 198,58 ekor. Berdasarkan hasil analisis regresi dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi Sitophilus zeamais. Dari (Tabel 3) dapat diketahui persamaan regresi kultivar IR-42 adalah Y= 8,01X 1 + 2,80X 2. Jenis beras tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan populasi akhir, namun waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir. Secara umum persamaan ini dapat menggambarkan kondisi sebenarnya sebesar 89%. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa untuk waktu penyimpanan (X 2 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 8,01 ekor untuk setiap perubahan satu pasang populasi awal (X 1 ) dan pada populasi awal (X 1 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 2,80 ekor untuk setiap penambahan satu hari penyimpanan. Persamaan untuk kultivar IR-64 untuk populasi akhir adalah Y= 20,54X 1 + 1,39X 2. Jenis beras berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan populasi akhir sementara waktu penyimpanan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan populasi akhir. Secara umum persamaan ini dapat menggambarkan kondisi sebenarnya sebesar 82%. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa untuk waktu penyimpanan (X 2 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 20,54 ekor untuk setiap perubahan satu pasang populasi awal (X 1 ) dan pada populasi awal (X 1 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 1,39 ekor untuk setiap penambahan satu hari penyimpanan. Persamaan untuk kultivar Ketan Putih Y= 11,24X 1 + 2,28X 2. Faktor beras dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir. Berdasarkan pola tersebut dapat menggambarkan kondisi sebenarnya sebesar 82%. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa untuk waktu penyimpanan (X 2 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 11,24 ekor untuk setiap perubahan satu pasang populasi awal (X 1 ) sedangkan pada populasi awal (X 1 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 2,28 ekor untuk setiap penambahan satu hari penyimpanan. Sedangkan untuk kultivar Ketan Hitam persamaannya

14 adalah Y= 11,60X 1 + 3,52X 2, pada persamaan ini jenis beras tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi akhir, sedangkan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan populasi. Pola tersebut dapat menggambarkan 87% kondisi sebenarnya. Pada waktu penyimpanan (X 2 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 11,60 ekor untuk setiap perubahan satu pasang populasi awal (X 1 ), sedangkan pada populasi awal (X 1 ) yang konstan maka populasi akhir (Y) akan bertambah sebanyak 3,52 ekor untuk setiap penambahan satu hari penyimpanan. Tabel 3 Koefisien persamaan regresi setiap jenis beras untuk populasi akhir. Jenis Beras X 1 a) X 2 b) R 2 (%) IR-42 8,01 2,8 89 (p=0,053) (p=0,000) IR-64 20,54 1,39 82 (p=0,002) (p=0,150) Ketan Putih 11,24 2,28 82 (p=0,038) (p=0,010) Ketan Hitam 11,6 3,52 87 (p=0,089) (p=0,002) a) Variabel populasi awal (pasang) b) Variabel waktu (hari) Susut Berat Pada Empat Kultivar Beras Pada tingkat populasi awal sebesar 5 pasang, keempat jenis beras mengalami susut yang tidak berbeda nyata. Sedangkan pada tingkat populasi awal sebesar 10 pasang susut berat IR-42 tidak berbeda nyata dengan beras IR-64 dan Ketan Putih namun IR-64 berbeda nyata dengan Ketan Hitam. Pada tingkat populasi awal 15 pasang susut berat pada beras Ketan Hitam menunjukkan perbedaan yang nyata dengan beras IR-42, sedangkan beras IR-64, IR-42, dan Ketan Putih tidak berbeda nyata. Tingkat susut terbesar pada Ketan Hitam dengan tingkat populasi 15 pasang yaitu sebesar 4,85% (Tabel 4).

15 Tabel 4 Rata-rata susut berat (%) empat kultivar beras pada populasi awal yang berbeda. Beras Populasi awal (pasang) 5 10 15 IR-42 0,83cd 1,60bcd 2,41bcd IR-64 0,434d 0,56d 3,08abc Ketan Putih 1,61bcd 2,36bcd 2,80abcd Ketan Hitam 1,60bcd 3,71ab 4,85a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasakan uji Duncan pada taraf 5% Dengan semakin banyak populasi yang berada pada tempat penyimpanan menyebabkan penyusutan beras semakin besar pula karena aktivitas serangga yang akan semakin banyak memakan beras. Pada Ketan Hitam diperoleh rata-rata populasi akhir tertinggi, hal ini berbanding lurus dengan tingkat penyusutan yang terjadi pada beras tersebut. Ketika populasi bertambah, laju pertumbuhan meningkat secara eksponensial karena kelimpahan sumber makanan dan kesesuaian lingkungan (Anonim, 2009). Persentase susut berat menunjukkan bahwa susut berat Ketan Hitam berbeda nyata dengan Ketan Putih pada waktu penyimpanan selama 45 hari, sedangkan Ketan Putih tidak berbeda nyata dengan beras IR-42 dan IR-64. Pada waktu penyimpanan 60 hari persentase susut IR-42, IR-64, dan Ketan Putih tidak berbeda nyata, namun persentase susut Ketan Hitam berbeda nyata dengan beras IR-42 dan IR-64. Pada penyimpanan 90 hari, Ketan Hitam menunjukkan perbedaan nyata pada ketiga jenis beras lainnya, sedangkan persentase susut antara IR-42, IR-64 dan Ketan Putih tidak menunjukkan perbedaan nyata. Ketan Hitam mengalami penyusutan tertinggi dalam penyimpanan selama 90 hari yaitu sebesar 7,51% (Tabel 5). Tabel 5 Rata-rata susut berat (%) empat kultivar beras pada waktu penyimpanan yang berbeda. Beras Waktu (hari) 45 60 90 IR-42 1,08defg 0,39fg 2,98bc IR-64 0,77efg 0,62fg 2,69bcd Ketan Putih 2,05bcdef 1,45cdefg 3,27b Ketan Hitam 0,15g 2,50bcde 7,51a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

16 Pada waktu penyimpanan 60 dan 90 hari, Ketan Hitam mengalami penyusutan terbesar jika dibandingkan dengan ketiga kultivar beras lainnya. Pada waktu penyiimpanan 90 hari penyusutan beras ini hampir mencapai dua kali lipat penyusutan Ketan Putih. Penyusutan yang relatif tinggi ini dipengaruhi oleh waktu penyimpanan yang semakin lama dan populasi yang terus berkembang selama masa penyimpanan. Semakin lama beras disimpan maka susut yang terjadi juga semakin besar pula. Apabila beras tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama maka beras itu akan dimakan oleh hama gudang tersebut, dan hasilnya pun beras tersebut menjadi pecah dan kebanyakan menjadi bubuk sehingga dapat menyebabkan susut. Kerusakan biji jagung oleh hama sering diikuti oleh organisme lain seperti cendawan Aspergillus sp. yang menyebabkan kualitas biji menurun, karena cendawan tersebut memproduksi senyawa beracun yang disebut aflatoksin (Tandiabang et al. 1996). Pada waktu penyimpanan selama 45 hari persentase susut berat yang disebabkan serangga pada tingkat populasi 5, 10, dan 15 tidak menunjukkan perbedaan nyata. Sedangkan persentase susut pada waktu penyimpanan 60 hari untuk tingkat populasi awal 5 dan 10 pasang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun pada tingkat populasi awal 15 pasang persentase susut menunjukkan perbedaan nyata dengan tingkat populasi serangga 5 dan 10 pasang. Pada waktu penyimpanan 90 hari persentase susut pada populasi awal 15 pasang juga menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan populasi awal 5 dan 10 pasang. Pada penyimpanan 90 hari dengan tingkat populasi 15 pasang terjadi susut yang paling besar yaitu 6,81% (Tabel 6). Tabel 6 Rata-rata susut berat (%) pada waktu penyimpanan dan populasi awal yang berbeda. Populasi Awal Waktu (hari) (pasang) 45 60 90 5 0,88c 0,96c 1,21c 10 0,48c 1,39c 1,85c 15 2,01c 3,52b 6,81a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

17 Waktu penyimpanan dan tingkat populasi adalah faktor yang mempengaruhi susut bahan simpan. Pada waktu penyimpanan 45 hari susut terbesar terjadi pada tingkat populasi awal 15 pasang. Hal tersebut juga terjadi pada waktu penyimpanan 60 dan 90 hari dan menunjukkan pola penyusutan yang semakin meningkat seiring pertambahan waktu penyimpanan. Beras yang disosoh lebih mudah diserang daripada yang tidak disosoh, beras yang tidak disosoh akan rusak setelah dua bulan penyimpanan (Kalshoven 1981). Penyusutan bobot jagung mencapai 17% bila disimpan selama enam bulan dengan kerusakan biji 85% (Tandiabang et al. 1996). Perubahan Kadar Air Pada Empat Kultivar Beras Perubahan kadar air pada keempat jenis beras untuk tingkat populasi awal 5 pasang menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata, sedangkan pada tingkat populasi awal 10 pasang perubahan kadar air beras IR-64 berbeda nyata dengan beras Ketan Hitam dan Ketan Putih namun tidak berbeda nyata dengan beras IR- 42. Perubahan kadar air pada populasi awal 15 pasang tidak menunjukkan perbedaan nyata pada keempat jenis beras. Perubahan kadar air tertinggi yaitu pada Ketan Hitam dengan tingkat populasi awal 15 pasang (Tabel 7). Tabel 7 Rata-rata perubahan kadar air (%) beras pada populasi awal yang berbeda. Beras Populasi awal (pasang) 5 10 15 IR-42 0,48bc 0,59bc 1,34abc IR-64 0,05c 0,22c 1,28abc Ketan Putih 1,34abc 1,71ab 1,73ab Ketan Hitam 0,70bc 1,73ab 2,27a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% Pada tingkat populasi awal 15 pasang Ketan Hitam mengalami perubahan kadar air yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketiga jenis beras lainnya. Hal ini disebabkan karena populasi akhir yang diperoleh pada kultivar beras ini lebih tinggi dibandingkan dengan populasi akhir beras lainnya. Dengan semakin banyaknya populasi pada suatu tempat penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air. Menurut Kalshoven (1981), perkembangan

18 populasi kumbang bubuk akan berlangsung cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%. Perubahan kadar air pada penyimpanan 45 hari menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara Ketan Putih dengan ketiga jenis beras lainnya, sedangkan perubahan kadar air untuk IR-42, IR-64 dan Ketan Hitam tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan 60 hari, perubahan kadar air IR-42 dan IR-64 menunjukkan perbedaan nyata dengan Ketan Putih, sedangkan IR-42, IR-64, dan Ketan Hitam tidak menunjukkan perubahan kadar air yang berbeda nyata. Pada penyimpanan 90 hari, perubahan kadar air Ketan Hitam menunjukkan perbedaan yang nyata pada ketiga jenis beras lainnya, sedangkan IR-42, IR-64, dan Ketan Putih tidak menunjukkan perbedaan nyata. Ketan Hitam mengalami persentase perubahan kadar air yang paling besar yaitu pada penyimpanan selama 90 hari sebesar 4,19% dibandingkan ketiga kultivar lainnya. Sementara pada beras kultivar IR-42 dan IR-64 dalam penyimpanan 60 hari, tanda negatif menunjukkan tidak terjadinya peningkatan kadar air (Tabel 8). Tabel 8 Rata-rata perubahan kadar air (%) beras pada waktu penyimpanan yang berbeda. Beras Waktu (hari) 45 60 90 IR-42 0,77de -0,05ef 1,69bc IR-64 0,57de -0,31f 1,30bcd Ketan Putih 1,81bc 1,02cd 1,95b Ketan Hitam 0,03ef 0,49def 4,19a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% Selain faktor kepadatan populasi, lamanya waktu penyimpanan, suhu, dan kelembaban lingkungan juga mempengaruhi perubahan kadar air beras. Ketan Hitam mengalami perubahan kadar air terbesar pada waktu penyimpanan 90 hari. Seiring peningkatan waktu penyimpanan maka aktivitas serangga di dalam bahan simpan juga akan semakin besar. Hal ini akan mempengaruhi perubahan kadar air di dalam dalam bahan simpan. Kadar air biji berkorelasi positif dengan ketahanan hidup. Kadar air meningkat, kondisi lingkungan makin baik untuk serangga sehingga ketahanan hidupnya pun meningkat. Sebaliknya, ketahanan hidup hama pasca panen menurun bila kadar air biji rendah. Peningkatan suhu dan kadar air

19 bahan simpan meningkatkan produksi telur, hanya saja produksi telur tertinggi dan ketahanan hidup tertinggi tidak terjadi pada satu titik suhu atau kadar air yang sama. Pada Tribolium, kombinasi ketahanan hidup dan produksi telur yang menghasilkan tingkat reproduksi maksimum terjadi pada suhu 27 0 C dan kadar air 16% (Anonim 2009). Perubahan kadar air pada penyimpanan 45 hari menunjukkan bahwa pada populasi awal 10 pasang terdapat perbedaan yang nyata dibandingkan dengan populasi awal 5 dan 15 pasang. Pada waktu penyimpanan 60 hari pada populasi awal 15 pasang terdapat perubahan kadar air yang berbeda nyata dengan populasi awal 5 dan 10 pasang, sedangkan pada populasi awal 5 dan 10 pasang tidak terdapat perubahan kadar air yang nyata. Pada waktu penyimpanan 90 hari perbedaan yang nyata terhadap perubahan kadar air juga terjadi pada tingkat populasi awal 15 pasang jika dibandingkan dengan populasi awal 5 dan 10 pasang, sedangkan pada populasi 5 dan 10 pasang tidak terdapat perbedaan yang nyata. Perubahan kadar air pada waktu penyimpanan selama 90 hari dengan tingkat populasi 15 pasang dapat menyebabkan peningkatan sebesar 3,53% (Tabel 9). Tabel 9 Rata-rata perubahan kadar air (%) pada populasi awal dan waktu penyimpanan yang berbeda. Populasi Awal Waktu (hari) (pasang) 45 60 90 5 0,76c 0,68cd 0,96c 10-0,15d 0,52cd 0,48cd 15 1,32bc 2,00b 3,53a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan arti yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5% Persentase kadar air menunjukkan pola yang semakin meningkat terlebih pada tingkat populasi 15 pasang dengan ketiga waktu penyimpanan. Adanya aktivitas serangga dengan tingkat populasi yang semakin banyak dalam wadah penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air apalagi jika waktu penyimpanannya semakin lama. Peningkatan kadar air ini juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara di tempat penyimpanan. Tanda negatif pada waktu pengamatan 45 hari dengan populasi 10 pasang menunjukkan terjadinya

Suhu dalam toples ( o C) 20 penurunan kadar air akhir, mungkin disebabkan oleh waktu penyimpanan yang belum terlalu lama dan populasi yang tidak begitu banyak serta suhu lingkungan yang panas. Perubahan Suhu Dalam Toples Adanya aktivitas serangga pada wadah penyimpanan beras dapat mempengaruhi suhu di dalam wadah tersebut. Aktivitas serangga ini diantaranya makan, mencari pasangan, dan juga bereproduksi. Suhu di dalam wadah penyimpanan juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungan di sekitar penyimpanan. Suhu dalam toples penyimpanan 45 hari 29,00 28,00 27,00 26,00 25,00 24,00 Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III 23,00 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Tingkat Populasi Pulen Pera Ketan Putih Ketan Hitam Kultivar Beras Gambar 3 Suhu dalam toples selama 45 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal.

Suhu dalam toples ( o C) Suhu dalam toples ( o C) 21 Suhu dalam toples penyimpanan 60 hari 30,00 29,00 28,00 27,00 26,00 25,00 24,00 23,00 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Pulen Pera Ketan Putih Ketan Hitam Kultivar Beras Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III Pengamatan IV Tingkat Populasi Gambar 4 Suhu dalam toples selama 60 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal. 30,00 29,00 28,00 27,00 26,00 25,00 24,00 23,00 Suhu dalam toples penyimpanan 90 hari 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Pulen Pera Ketan Putih Ketan Hitam Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III Pengamatan IV Pengamatan V Pengamatan VI Tingkat Populasi Kultivar Beras Gambar 5 Suhu dalam toples selama 90 hari penyimpanan pada empat kultivar beras dengan tiga tingkat populasi awal.

22 Ketiga gambar di atas adalah hasil pengamatan suhu di dalam toples selama masa penyimpanan. Pada waktu penyimpanan selama 45 dan 60 hari terlihat pola yang semakin meningkat mulai dari pengamatan awal sampai pengamatan akhir. Pola ini juga terlihat pada waktu penyimpanan selama 90 hari mulai dari pengamatan I sampai pengamatan V, namun pada pengamatan terakhir suhu dalam toples terlihat menurun, mungkin hal ini disebabkan karena aktivitas serangga yang mulai berkurang.

KESIMPULAN Populasi akhir Sitophilus zeamais mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan tingkat populasi awal dan lamanya masa penyimpanan. Pertambahan populasi ini juga menyebabkan persentase penyusutan dan perubahan kadar air yang terjadi pada empat kultivar beras akan semakin besar pula akibat aktivitas serangga yang terjadi di dalam wadah penyimpanan. Pola pertumbuhan Sitophilus zeamais pada keempat beras menunjukkan perbedaan satu sama lain. Pada setiap kultivar beras, peningkatan populasi akhir dipengaruhi oleh faktor populasi awal dan waktu penyimpanan. Namun kedua faktor tersebut hanya berpangaruh nyata terhadap populasi akhir Ketan Putih saja. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ratarata populasi akhir pada Ketan Hitam menunjukkan pertumbuhan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan ketiga kultivar lainnya. Hal ini menunjukkan, kumbang ini lebih baik pertumbuhannya pada Ketan Hitam sehingga mengakibatkan susut berat dan perubahan kadar air yang terjadi lebih tinggi dibandingkan ketiga kultivar lainnya. SARAN Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada jenis bahan simpan yang tingkat populasi serangga dan waktu yang berbeda untuk mengetahui pertumbuhan populasi serangga, persentase susut, dan perubahan kadar air yang terjadi. Serta dapat membandingkan pertumbuhan serangga pada berbagai jenis bahan simpan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Kumbang jagung Sitophilus zeamais. Rentokil, Pest Control Indonesia. http://www.rentokil.co.id/techinical-a-z-pests-maize-weevil- 6.4.11.23.htm [20 Mei 2008]. Anonim. 2009. Ekologi hama pascapanen. http://abankudha123.tripod.com/ekologi_hama_pascapanen.htm [15 Juli 2009]. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Gadjah Mada University Press. Ekawati IW. 2008. Pengaruh empat jenis ekstrak dan serbuk tanaman terhadap aktivitas peneluran Sitophilus zeamais Motsch (Colepotera : Curculionidae) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fachry I. 2005. Keefektifan campuran ekstrak tumbuhan terhadap Sitophilus zeamais Motschulsky (Colepotera : Curculionidae) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harahap I. 2006. Ekologi serangga hama gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor: KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 53-55. Haryadi Y. 2008. Aneka ragam beras. http://kotacianjur.wordpress.com/2006/03 /03/aneka-ragam-beras/ [20 Mei 2008]. Hidayat P. 2006. Sampling dan monitoring serangga pada gudang penyimpanan. Pengendalian Hama Gudang di Tempat Penyimpanan Bahan Pangan, Pakan, dan Tembakau. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Imdad H, Nawangsih A. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Jakarta : Penebar Swadaya. Kalshoven,L.E.1981. The Pest of Crops in Indonesia. Rivised and translated by P.A.Vander Laan with the assistance of G.L.H.Rothsild. Jakarta : PT.Ikhtiar Baru-Van Hoeve. Ladang YD, Ngamo TS, Ngassoum MB, Mapongmestsem PM dan Hance T. Effect of sorghum cultivars on population growth and grain damages by the rice weevil, Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae). Lawrence JF, Briton EB. 1994. Australian Beetles. Melbourne University Press. Lu BR. 1999. Taxonomy of the genus Oryza (Poaceae): historical perspective and current status. Genetic Resources Center, IRRI. Nainggolan K. 2007. Ketergantungan beras, antisipasi 2030. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0706/04/sh04.html [17 Jun 2009]. Pranata RI. 1979. Pengantar Ilmu Hama Gudang. BIOTROP TROPICAL PEST BIOLOGY and BOGOR Agriculture

Rohayati A. 1992. Susut berat dua varietas beras dan gabah oleh beberapa tingkat populasi Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera : Bostrichidae) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saenong MS dan Hipi A. 2005. Hasil-hasil teknologi pengelolaan hama kumbang bubuk Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera: Curculionidae) pada tanaman jagung. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serelia Lain dan Balai Penelitian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Sunjaya dan Widayanti. 2006. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor: KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 44-45 Surtikanti. 2004. Kumbang bubuk Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera: Curculionidae) dan strategi pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Tandiabang J, Tenrirawe A, dan Surtikanti.. Pengelolaan Hama Pascapanen Jagung Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Winarno FG. 1984. Padi dan Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Wilbur D dan Mills R. 1978. Stored grain insects. Di dalam: Pfadt RE, editor. Fundamentals of Applied Entomology. Ed ke-3. New York: Mac Millian Publishing Co, Inc. Hlm 592

LAMPIRAN

27 Lampiran 1 Output Populasi akhir The SAS System 20:15 Wednesday, April 13, 2005 1 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values beras 4 1 2 3 4 populasi_awal 3 1 2 3 waktu 3 1 2 3 ulangan 3 1 2 3 Number of Observations Read 108 Number of Observations Used 108

28 Dependent Variable: pop_akhr The SAS System 20:15 Wednesday, April 13, 2005 2 The GLM Procedure Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 35 6013114.102 171803.260 4.37 <.0001 Error 72 2832423.333 39339.213 Corrected Total 107 8845537.435 R-Square Coeff Var Root MSE pop_akhr Mean 0.679791 61.09942 198.3412 324.6204 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F beras 3 1109560.991 369853.664 9.40 <.0001 populasi_awal 2 2113406.241 1056703.120 26.86 <.0001 waktu 2 1729460.574 864730.287 21.98 <.0001 beras*populasi_awal 6 375863.537 62643.923 1.59 0.1618 beras*waktu 6 205761.204 34293.534 0.87 0.5200 populasi_awal*waktu 4 428462.370 107115.593 2.72 0.0360 beras*populasi*waktu 12 50599.185 4216.599 0.11 0.9999 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F beras 3 1109560.991 369853.664 9.40 <.0001 populasi_awal 2 2113406.241 1056703.120 26.86 <.0001 waktu 2 1729460.574 864730.287 21.98 <.0001 beras*populasi_awal 6 375863.537 62643.923 1.59 0.1618 beras*waktu 6 205761.204 34293.534 0.87 0.5200 populasi_awal*waktu 4 428462.370 107115.593 2.72 0.0360 beras*populasi*waktu 12 50599.185 4216.599 0.11 0.9999

29 The SAS System 20:15 Wednesday, April 13, 2005 3 The GLM Procedure Level of -----------pop_akhr---------- beras N Mean Std Dev 1 27 295.888889 226.696906 2 27 253.481481 150.079817 3 27 251.629630 177.612835 4 27 497.481481 438.264529

30 The SAS System 20:15 Wednesday, April 13, 2005 4 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for pop_akhr NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 72 Error Mean Square 39339.21 Number of Means 2 3 4 Critical Range 107.6 113.2 116.9 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N beras A 497.48 27 4 B 295.89 27 1 B B 253.48 27 2 B B 251.63 27 3

31 The SAS System 20:15 Wednesday, April 13, 2005 5 The GLM Procedure Level of Level of -----------pop_akhr---------- populasi_awal waktu N Mean Std Dev 1 1 12 51.250000 38.544248 1 2 12 161.833333 75.331791 1 3 12 198.583333 86.970693 2 1 12 179.166667 174.844260 2 2 12 433.083333 225.439151 2 3 12 478.000000 224.958178 3 1 12 251.750000 131.349032 3 2 12 438.083333 195.377703 3 3 12 729.833333 462.264158