BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk mengetahui pertumbuhan cacing E.foetida adalah dengan mengukur biomassa tubuhnya. Berikut ini adalah grafik ratarata hasil pengukuran biomassa cacing untuk dua kali panen selama dua bulan: Onggok aren 0% % : onggok aren 75% 50% : onggok aren 50% 75% : onggok aren 25% Perlakuan Bobot Cacing Bulan ke 1 Bobot Cacing Bulan ke 2 Gambar 7. Histogram Rata-Rata Pengukuran Biomassa Cacing Eisenia foetida (gram) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Histogram di atas menunjukkan bahwa rerata pertambahan bobot cacing tertinggi terdapat pada media dengan komposisi serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% + onggok aren 50% dengan berat 35,32gr pada bulan pertama dan 37,84gr pada bulan kedua. Sedangkan rerata bobot cacing 41

2 terendah terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa pada panen bulan pertama dan kedua yaitu 28,54 gr dan 29,71 gram. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan media paling cocok digunakan sebagai budidaya cacing Eisenia foetida adalah media dengan komposisi perbandingan serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% dan onggok aren 50%. Sedangkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa memiliki rerata bobot cacing paling rendah pada dua kali panen dalam percobaan dua bulan ini merupakan media yang kurang cocok sebagai media budidaya cacing Eisenia foetida. Perbedaan hasil percobaan ini diduga dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya ketersediaan nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cacing dapat berasal dari pakan yang diberikan dan dari media itu sendiri. Selain itu adalah faktor kondisi media yang digunakan. Onggok merupakan limbah industri dari proses ekstraksi tapioka. Namun tidak semua kandungan pati ikut tersaring bersama filtrat sehingga onggok masih memiliki pati dan serat kasar yang merupakan komponen karbohidrat yang masih potensial untuk dimanfaatkan (Rasyid,. et al, 1995). Serbuk gergaji batang pohon kelapa merupakan salah satu bahan media yang cocok untuk tumbuh cacing tanah karena sifatnya "porous" sehingga dapat menyerap air yang berlebih agar memudahkan cacing tanah berkopulasi dan meletakkan telurnya. Serat kasar yang terkandung dalam serbuk gergaji kelapa mempengaruhi aerasi media hidup cacing tanah. Serbuk gergaji kelapa juga mengandung holoselulosa yang tinggi, cacing tanah dapat 42

3 mencerna dan memecah kandungan selulosa yang tinggi ini dengan enzim selulase di pencernaannya menjadi sumber karbohidrat (Ratna Agustina, 2002:1). Menurut Hand (1988), pada lambung dan usus cacing tanah mesekret enzim-enzim seperti protease, lipase, amilase, sellulase dan kitinase. Selain itu fungi, algae, aktinomicetes dan mikroba hidup pada usus cacing tanah. Enzim-enzim dan mikrooranisme yang ada dalam tubuh cacing tanah melakukan proses pemecahan karbohidrat kompleks seberti selulosa & protein menjadi karbohidrat yang lebih sederhana seperti glukosa dan asam amino. Komponen organik yang berguna seperti karbohidrat akan diserap oleh tubuh cacing dan digunakan sebagai sumber energi pada saat bergerak dan bereproduksi. Selanjutnya, jika komponen organik yang diserap tubuh sudah mencukupi untuk sumber energi, sisanya akan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan makanan dan energi. Sisa dari komponen organik yang disimpan di tubuh inilah yang menyebabkan pertambahan biomassa cacing tanah. Perbandingan kedua media yang berbeda tersebut menunjukkan hasil yang paling baik digunakan sebagai media budidaya cacing Eisenia foetida. Namun dapat dilihat juga dalam Gambar 6, histogram pertambahan bobot cacing tanah Eisenia foetida dari berat awal 28 gr kemudian panen bulan pertama dan panen bulan kedua tidak menunjukan selisih yang banyak hanya 1-4 gr dalam semua perlakuan. 43

4 Hal tersebut diduga karena kondisi media yang tidak terlalu baik, sehingga nutrisi cepat menghilang. Terkstur media onggok yang digunakan sebagai media agak menggumpal dan sedikit sulit diatur kelembabannya, karena jika disiram air terlalu banyak onggok aren akan terlalu basah sehingga menyebabkan kelembaban tinggi dan menimbulkan jamur tumbuh di media. Namun jika tidak sering disiram air, media onggok bagian permukaan akan cepat kering sehingga cacing biasanya akan berpindah ke tempat yang lebih lembab. Hal ini dapat diatasi dengan lebih sering membolak-balik media sehingga kelembaban dapat homogen. Jamur yang sering tumbuh pada media yang terlalu lembab juga dicabut dan dibuang dari bak media. Selain dari kondisi media, pertambahan biomasa cacing tanah yang hanya sedikit diduga disebabkan oleh cacing jenis Eisenia foetida ini menggungakan sebagain besar energi yang didapat dari makanannya untuk menghasilkan kokon dibanding untuk pertumbuhan. Seperti yang dinyatakan oleh Gaddie & Douglas (1997), walaupun cacing tanah masih mengalami pertumbuhan, namun tingkat pertumbuhan akan lambat setelah cacing tanah mengalami dewasa kelamin. Ini disebabkan pada saat itu cacing sudah mulai memproduksi kokon (Christina M.F. S., 2000: 23). Menurut Edwards (1988), cacing tanah E.foetida merupakan spesies yang teridentifikasi mampu untuk mendegradasi sisa bahan-bahan organik, akan tetapi tidak semua bahan-bahan oranik itu mampu didegradasi dan 44

5 dikonsumsi serta meningkatkan laju pertumbuhan cacing tanah (Budi Afriansyah, 2010: 64). Hasil uji Anova Tabel 2 (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap pertambahan berat cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikasi sebesar Nilai signifikasi yang diperoleh ini lebih kecil atau kurang dari 0.05 (P< 0.05) yang berarti terdapat pengaruh nyata dari kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap pertambahan biomassa cacing Eisenia foetida. Dari hasil uji anova tersebut terlihat baha walaupun hanya terdapat selisisih yang sedikit antar pada hasil pengukuran biomassa namun meninjukkan hasil signifikan yang rendah yang berarti terdapat pengaruh yang nyata, hal tersebut dikarenakan memiliki tingkat homogen yang tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Lampiran 1) pada uji homogenitas menunjukkan nilai 0,463. Nilai ini lebih besar dari 0,05 yang berarti data penelitian adalah homogen. Guna mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 3 (Lampiran 1). Hasil uji lanjut Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan biomasa cacing Eisenia foetida dengan perlakuan media onggok aren tidak berbeda nyata dengan rata-rata biomassa cacing pada media onggok aren 75%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%, dan onggok aren 25%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 75%. Namun berbeda nyata 45

6 terhadap media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50%. Perbedaan yang nyata antar perlakuan ini dapat disebabkan oleh nurisi dalam media yang berbeda-beda. Dari Tabel 3 (Lampiran 1) juga terlihat bahwa perlakuan paling baik terhadap pertambahan biomassa cacing tanah adalah kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50% yang berada di kolom ketiga. Sedangkan kombinasi media paling tidak baik adalah serbuk gergaji kelapa yang berada di kolom pertama. B. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Produksi Kokon Cacing Eisenia foetida Produksi kokon cacing Eisenia foetida diketahui melalui data jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia foetida selama pengamatan ditampilkan sebagai berikut: Onggok aren 0% Gergaji kelapa 25% : onggok aren 75% Gergaji kelapa 50% : onggok aren 50% Perlakuan Gergaji kelapa 75% : onggok aren 25% Gergaji kelapa Jumlah Kokon Bulan ke 1 Jumlah Kokon Bulan ke 2 Gambar 8. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. 46

7 Histogram Gambar 8 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kokon tertinggi terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%+onggok aren 75% sebanyak 211 butir pada panen bulan kedua dan pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50% pada bulan pertama. Sedangkan rata-rata jumah kokon terendah pada bulan pertama adalah media onggok aren yaitu 49 butir dan pada bulan kedua pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa yaitu 104 butir. Data produksi kokon berupa rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia foetida menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%: onggok aren 75% menghasilkan jumlah kokon terbanyak dibandingkan media lainnya. Hal ini dapat dikarenakan kombinasi nutrisi dari kedua media dan faktor klimatik yang sesuai untuk mendukung kelangsungan proses reproduksinya. Hal ini seperti yang dikemukakan Dian Permata (2006:24), perbedaan produksi kokon tiap jenis media disebabkan oleh perbedaan nutrisi zat-zat makanan. Menurut Edwards & Lofty (1977), produksi kokon dipengaruhi oleh kepadatan populasi, biomassa, temperatur, kelembaban, kandungan energi dan ketersediaan makanan (Christina M.F. S., 2000: 7). Histogram gambar 8 juga menunjukkan rata-rata pertambahan kokon pada tiap perlakuan cukup banyak yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan cacing yang lambat ditandai dengan pertambahan berat cacing pada tiap perlakuan dengan selisih yang hanya sedikit. Hal ini diduga dikarenakan cacing Eisenia foetida lebih banyak menggunakan energinya 47

8 yang diperoleh dari makanannya untuk memproduksi kokon. Seperti yang dikemukakan oleh Edward & Lofty dalam Budi Ardiansyah (2010), bahwa walaupun terjadi pertambahan bobot badan, tetapi peningkatannya lambat karena produktifitas cacing tanah bekerja aktif dan energi yang diperoleh dari pakan lebih banyak digunakan untuk menghasilkan kokon dan juvenil. Terdapat perbedaan kombinasi media yang paling baik untuk pertambahan biomassa dan jumlah kokon. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya keseimbangan jumlah nutrisi yang didapatkan dari tiap kombinasi berbeda. Pada jumlah kokon kombinasi media paling baik yang mengandung onggok 75% hal ini karena nutrisi dari kandungan pati (amilum) dalam onggok yang dipecah menjadi asam amino. Hal tersebut juga ditunjang oleh hasil penelitian Catalan (1981) yang melaporkan bahwa bahan pakan untuk reproduksi harus mengandung cukup protein karena asam-asam amino dari protein bahan tersebut diperlukan untuk pembentukan gamet baik gamet jantan maupun betina dari cacing tanah (Eko Susetyarini, 2007). Guna mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida dilakukan uji Kruskal-Wallis Tabel 4 (Lampiran 1). Diperoleh hasil nilai segnifikasi sebesar Nilai signifikasi ini lebih kecil dari (P<0.005) yang berarti kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren berpegaruh nyata terhadap jumlah kokon Eisenia foetida. Indikator selanjutnya untuk produksi kokon adalah rata-rata berat/bobot kokon. Penghitungan bobot kokon ini tidak dilakukan pada 48

9 Berat kokon (gr) seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap perlakuan dan ulangan. Rata-rata berat kokon pada masing-masing media sebagai berikut: Onggok aren 0% % : onggok aren 75% % : onggok aren 50% Perlakuan % : onggok aren 25% Bobot Kokon Bulan ke 1 Bobot Kokon Bulan ke Gambar 9. Histogram Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Histogram di atas menunjukkan berat kokon tertinggi pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan terendah pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50%. Berat kokon dari cacing tanah diasumsikan dapat mempengaruhi jumlah individu yang ada di dalam kokon. Apabila berat kokon tinggi maka kemungkinan juvenil didalam kokon juga lebih banyak yang akan menetas. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya pengaruh bobot kokon terhadap jumlah anak cacing/ juvenil yang menetas. Kokon berbentuk lonjong berukuran 1/3 kepala korek api. Setiap kokon biasanya berisi 2-20 anak cacing, namun umumnya adalah 1-2 ekor anak 49

10 cacing. Anak cacing tanah akan menetas dari kokon setelah 2-3 minggu masa inkubasi (Amri dan Khairuman, 2009: 7). Hasil signifikasi pada uji homogenitas Tabel 5 (lampiran 1) pada bobot kokon adalah yang berarti nilai signifikan >0.05, maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen) sehingga analisis data dapat dilanjukan dengan uji Anova. Hasil uji anova Tabel 6 (Lampiran 1) pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikansi Nilai signifikasi tersebut lebih besar dari 0.05 (P > 0.05) maka dapat diartikan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak berpengaruh nyata terhadap berat kokon cacing Eisenia foetida. Data produksi kokon selanjutnya adalah indeks kokon. Perhitungan indeks kokon dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar kokon menggunakan jangka sorong. Penghitungan indeks kokon ini tidak dilakukan pada seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap perlakuan dan ulangan. Setelah didapatkan data ukuran panjang dan lebar kokon cacing maka indeks kokon dapat dihitung menggunakan rumus menurut Setiadi (2000: 25) berikut: Indeks kokon x Dari perhitungan indeks kokon tersebut didapatkan histogram rata-rata indeks kokon sebagai berikut: 50

11 Onggok aren 0% 25% : onggok aren 75% 50% : onggok aren 50% 75% : onggok aren 25% Perlakuan Indeks Kokon Bulan ke 1 Indeks Kokon Bulan ke 2 Gambar 10. Histogram Rata-Rata Indeks Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Gambar 10 menunjukkan rata-rata indeks kokon tertinggi terdapat pada perlakuan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 75% : onggok aren 25% yaitu 56,8% pada panen bulan pertama dan indeks kokon terendah terdapat pada serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50% yaitu 46.34% pada panen bulan kedua, namun dari semua perlakuan tidak terdapat perbedaan yang terlalu banyak pada rata-rata indeks kokon yang diperoleh. Menurut Stephenson (1930), indeks kokon menunjukkan tingkat kelonjongan dari bentuk kokon. Bentuk kokon bervariasi antarspesies cacing tanah, bentuknya bermacam-macam, bulat, lemon, lonjong dan melancip pada ujungnya. Warna kokon juga berbeda tergantung jenis cacingnya. Terjadi perubahan warna pada saat kokon mendekati waktu menetas yaitu berubah menjadi kecoklatan atau kemerahan. Dari perhitungan indeks kokon 51

12 diharapkan semakin besar indeks kokon yang berarti semakin besar juga ukuran kokon dan hal ini dapat diasumsikan bahwa telur yang ada di dalam kokon juga semakin banyak. Menurut hasil uji homogenitas Tabel 7 (Lampiran 1) indeks kokon diperoleh nilai signifikan Nilai ini >0.05 yang berarti varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen) sehingga analisis data dapat dilanjukan dengan uji Anova. Indeks kokon diuji menggunakan uji Anova satu arah Tabel 8 (Lampiran 1) untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa pengaruh dari kombinasi pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikansi Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 (P>0,05) yang berarti kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kokon cacing Eisenia foetida. C. Kondisi Media Kondisi media yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu media, kelembaban media dan ph media cacing Eisenia foetida. 1. Suhu Media Data pengukuran suhu media selama penelitian dua bulan atau 8 minggu dapat dilihat pada histogram berikut ini: 52

13 Perlakuan Onggok aren Perlakuan 25% : onggok aren 75% Perlakuan 50% : onggok aren 50% Perlakuan 75% : onggok aren 25% Perlakuan Gambar 11. Histogram Suhu Media Cacing Eisenia foetida. Suhu rata-rata media pemeliharaan dalam penelitian ini berkisar pada C-29 0 C. Suhu media dalam penelitian ini masih sesuai dengan suhu ideal cacing tanah. Menurut Gates (1972) cacing tanah E. foetida dewasa dapat berkembang biak pada temperatur C dan temperatur optimalnya adalah 28 0 C (Dian Permata, 2006: 18). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu selama penelitian masih ideal untuk pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah Eisenia foetida Aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi cacing tanah dipengaruhi perbedaan temperatur. Periode dewasa akan lebih cepat pada suhu tinggi dibanding suhu rendah. Pada E.foetida periode dewasa 6,5 minggu pada 28 0 C dan 9,5 minggu pada suhu 18 0 C. Suhu yang tinggi juga akan menurunkan masa inkubsi kokon 53

14 sehingga kokon akan lebih cepat menetas (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 99). 2. Kelembaban Media Data pengukuran kelembaban media dapat dilihat pada histogram berikut ini: Perlakuan Onggok aren Perlakuan 25% : onggok aren 75% Perlakuan 50% : onggok aren 50% Perlakuan 75% : onggok aren 25% Perlakuan Gambar 12. Histogram Kelembaban Media Cacing Eisenia foetida. Pada penelitian ini rata-rata kelembaban media 32%-45%. Kelembaban media tersebut sudah sesuai dengan persyaratan kelembaban media untuk budidaya cacing tanah. Sekitar 75-90% bobot cacing tanah adalah air sehingga dehidrasi (pengeringan) merupakan hal yang sangat menentukan bagi cacing tanah (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 96). Secara alamiah cacing akan bergerak ketempat yang lebih basah atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak terhindar dari tanah kering, ia akan tetap dapat bertahan hidup meskipun banyak 54

15 kehilangan air tubuhnya. Sebagian besar famili Lumbricidae dapat hidup meski tubuhnya telah kehilangan hingga 50% air. Meskipun dapat bertahan hidup pada kondisi kering, kesuburan cacing tanah terpengaruh. Pada kondisi yang kering, Eisenia foetida merupakan contoh cacing tanah yang bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 96). Perbedaan kelembaban juga dapat mempengaruhi laju konsumsinya. Menurut Gunadi (2003) dalam Budi Ardiansyah (2010: 62) perbedaan kelembaban menyebabkan metabolisme cacing tanah untuk menghasilkan energi berbeda sehingga mempengaruhi laju konsumsinya. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan laju konsumsi E. foetida. 3. Derajat Keasaman (ph) Media Perlakuan Onggok aren Perlakuan Gergaji kelapa 25% : onggok aren 75% Perlakuan Gergaji kelapa 50% : onggok aren 50% Gambar 13. Histogram ph Media Cacing Eisenia foetida. Rata-rata pada hasil pengukuran derajat keasaman (ph) dalam penelitian ini yang dilakukan pada bulan pertama hingga kedua adalah 55

16 6.8. Kemasaman media mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Umumnya cacing tanah tumbuh dengan baik pada ph sekitar 7,0. Untuk spesies Eisenia foetida lebih menyukai ph 6,8-8,0 (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 94). Hal ini membuktikan bahwa media dalam penelitian ini memiliki tingkat derajat keasaman yang sudah sesuai dengan tempat hidup cacing Eisenia foetida. 56

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA 447 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 8 Tahun 2017 PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN ONGGOK AREN (Arenga pinnata, Merr.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen yang terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan median onggok aren, 1 kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cacing tanah merupakan hewan yang cepat berkembangbiak, mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga dapat berkesinambungan ketersediaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA Pengaruh Kombinasi Media... (Lutfi Apriliani) 35 PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. glossocolecidae, dan lumbricidae (Khairulman dan Amri, 2009: 1-3).

BAB I PENDAHULUAN. glossocolecidae, dan lumbricidae (Khairulman dan Amri, 2009: 1-3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA 26 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 2 Tahun 2017 PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

LAMPIRAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. Tabel 1. Analisis pertambahan bobot cacing tanah Eudrilus eugeniae.

LAMPIRAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. Tabel 1. Analisis pertambahan bobot cacing tanah Eudrilus eugeniae. LAMPIRAN ANALISIS HASIL PENELITIAN Tabel 1. Analisis pertambahan bobot cacing tanah Eudrilus eugeniae. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Media Statistic df Sig. Statistic df Sig. pertambahanbobot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kerbau dan Sapi di Indonesia Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak kerbau tersebar merata di seluruh pulau di Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian 2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Pada saat penelitian berlangsung suhu dan RH di dalam Screen house cukup fluktiatif yaitu bersuhu 26-38 o C dan berrh 79 95% pada pagi hari pukul 7.

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Febuari 2016 di Screen house Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarata.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DALAM UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN Utilization of Oil Palm Empty Bunches as Media for Growth of Merang

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jamur telah digunakan selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat herbal. Studi-studi menunjukkan bahwa jamur bisa meningkatkan produksi dan aktivitas sel-sel darah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

THE EFFECT OF PALM STEM SAWDUST AND MANILA GRASS ON GROWTH AND COCOON PRODUCTION OF AFRICAN EARTHWORM (Eudrilus eugeniae)

THE EFFECT OF PALM STEM SAWDUST AND MANILA GRASS ON GROWTH AND COCOON PRODUCTION OF AFRICAN EARTHWORM (Eudrilus eugeniae) PENGARUH KOMBINASI MEDIA( furry Mei Nur Rahmawati) 55 PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON AREN DAN LIMBAH RUMPUT MANILA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING AFRIKA (Eudrilus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum banyak diminati masyarakat untuk dijadikan sebagai pakan alternatif. Produksi pisang di Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI RITA WAHYUNI E10013162 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci