TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA MEMPENGARUHI KEMAMPUAN ORANG TUA DALAM MELATIH PERAWATAN DIRI ANAK TUNANETRA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.

ABSTRAK

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia

HUBUNGAN KARATERISTIK PERAWAT DENGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PROSES KEPERAWATAN DAN DIAGNOSIS NANDA

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini

CAREGIVER BURDEN PADA KELUARGA DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)DI SDLB LABUI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING TODDLER ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA. Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskriptif dengan pendekatan survei (Arikunto, 2013). intervensi (Nursalam, 2013). Seperti pada penelitian gambaran

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP PENGASUHAN DARI ORANG TUA DENGAN ANAK PENYANDANG RETARDASI MENTAL DI SLB-C KOTA BANDUNG

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ringan sampai efek yang berat (Dickinson et al., 2007).

PENGARUH PSIKOEDUKASI KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN PERAWTAN KEBERSIHAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SDLB PURWOSARI KUDUS TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

v Universitas Kristen Maranatha

TINGKAT KEMANDIRIAN KEBERSIHAN DIRI SAAT MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI TUNAGRAHITA DI SLB N I BANTUL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American

EFEKTIFITAS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KELUARGA MENGATASI MASALAH KESEHATAN DI KELUARGA. Agrina 1, Reni Zulfitri

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI

EFEKTIVITAS MODEL CARING TERHADAP KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tork, et al (dalam Ramawati, 2011) setiap orangtua. menginginkan anak yang sehat dan mandiri. Namun, pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada masa bayi sangat peka terhadap

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP ORANG TUA DALAM MELAKUKAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TKK SANG TIMUR MALANG ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

Kata Kunci : Pelatihan, Motivasi, Dukungan Keluarga dan Masyarakat, Keaktifan Kader Posyandu

PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR BALITA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

PENGARUH KARAKTERISTIK ORANGTUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA

KATA PENGANTAR. dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Antara Pola Asuh Orang

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Tunagrahita Di SDLB C Budi Nurani Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

HUBUNGAN KINERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING NASKAH PUBLIKASI

PERBANDINGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUTPADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB-B DAN SLB-C KOTA TOMOHON

PENGARUH PSIKOEDUKASI KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SDLB PURWOSARI KUDUS TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SLB Negeri 1 Bantul. Rungu/Wicara (B), Tuna Grahita (C), Tuna Daksa (D) dan Autisme.

3/8/2017. Dita Rachmayani, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id / PENGGUNAAN ISTILAH

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HUBUNGAN PERAN KEPALA RUANG TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RS. A JAKARTA

LUH PUTU MEITA PRIMAYUNI YADNYA

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

FAKTOR - FAKTOR YANG MENINGKATKAN HARGA DIRI PADA REMAJA TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSI SKRIPSI

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ASUPAN ZAT GIZI MIKRO SELAMA KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN

EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA

PENGARUH PENERAPAN SERVICE LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

GAMBARAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI (SELF CARE AGENCY) PADA ANAK DISABILITAS (TUNA GRAHITA DAN TUNA NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KEBERSIHAN DIRI PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSU

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA SOSIAL TERHADAP KEMANDIRIAN LANSIA DALAM AKTIVITAS SEHARI-HARI DI PELAYANAN SOSIAL LANSIA BINJAI

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANTU PENCAPAIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN SIGUHUNG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM.

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID DI POLIKLINIK RS JIWA DAERAH PROPSU MEDAN

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI ANAK DI RSUD Dr. MOEWARDI

POLA ASUH KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT(YPAC) MEDAN

1 Indah J. Larete 2 Liesbeth F. J. Kandou 2 Herdy Munayang.

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DALAM PEMENUHAN AKTUVITAS SEHARI-HARI DI DESA TUALANGO KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG VERBAL ABUSE (KEKERASAN VERBAL) PADA ANAK

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta ABSTRACT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dalam kriteria penelitian atau masuk dalam drop out sehingga tersisa 105


BAB I PENDAHULUAN. di atas 65 tahun (7,79 % dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia. paling cepat di Asia Tenggara (Versayanti, 2008).

PERAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ACTIVITY DAILY LIVING PADA ANAK AUTISME DI SLB BINA ANGGITA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

DR. Didi Tarsidi, M.Pd., UPI. Dampak Ketunanetraan terhadap Pembelajaran Bahasa

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PELATIHAN TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG SENAM OTAK PADA TUNAGRAHITA RINGAN. Di SDLB C Pertiwi Ponorogo

Pengaruh Teknik Guided Imagery Pada Pemasangan Infus Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan SKRIPSI

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Penelitian untuk mengetahui perbedaan status kebersihan gigi dan mulut

PERAN KELUARGA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SDLB NEGERI LABUI BANDA ACEH TAHUN 2011

PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN KEJADIAN JATUH PADA LANSIA DI KELURAHAN PAHLAWAN BINJAI

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA, BIMBINGAN BELAJAR, DAN TINGKAT KECERDASAN (IQ) DENGAN KEMAMPUAN BINA DIRI BAGI SISWA TUNAGRAHITA

DUKUNGAN KELUARGA DAN HARGA DIRI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN STRES PENGASUHAN ISTRI YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DAN SEDANG

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : RINI INDARTI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PADA KLIEN STROKE DI RSUD WATES

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden. Mahasiswa 34,7% 65,3%

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENELITIAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG TANDA TANDA DEPRESI. Di Dukuh Gadungan Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo

Jurnal of Health Education

ANALISIS MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH. Aminuddin 1) Sugeng Adiono 2)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya maka ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DI DUSUN KWARASAN GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

TERAPI KELOMPOK TERAPEUTIK ANAK USIA SEKOLAH PADA ANAK- ORANG TUA DAN ANAK-GURU MENINGKATKAN PERKEMBANGAN MENTAL ANAK USIA SEKOLAH

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE VISUAL AIDS TERHADAP SIKAP TENTANG JAJANAN SEHAT PADA SISWA KELAS V DI SDN NOGOTIRTO SLEMAN YOGYAKARTA

Transkripsi:

TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA MEMPENGARUHI KEMAMPUAN ORANG TUA DALAM MELATIH PERAWATAN DIRI ANAK TUNANETRA Arie Puji Lestari 1, Tuti Nuraini 2 1 Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2 Dosen Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Kampus FIK UI, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia Telepon: 085694403700. E-mail: arie.puji91@ui.ac.id Abstrak Kemampuan orang tua secara kognitif, afektif, dan psikomotor terhadap keterbatasan fisik anak tunanetra mempengaruhi cara mereka merawat dan berdampak pada tingkat perkembangan dan kemandirian perawatan diri pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak dengan tunanetra. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan melibatkan 100 orang tua yang memiliki anak tunanetra yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan 51,0% orang tua memiliki kemampuan melatih perawatan diri yang baik. Penelitian memberikan implikasi supaya hasil penelitian dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan dalam memaksimalkan peran orang tua pada perkembangan kemampuan anak tunanetra. Kata kunci: kemampuan orang tua, perawatan diri, tunanetra Abstract The ability of parents in cognitive, affective, and psychomotor towards physical limitations of children with visual impairments affects the way they care, it impacts to the level of development and self-care independence in children. The purpose of this research was to identify parents ability in self-care training with visual impairments children. This research used descriptive design, involved 100 parents of visual impairments children that were taken using purposive sampling technique. The result showed that 51.0% of parents have a good ability to train self care of visual impairments children. This study has implications for improve the quality of nursing care and educational institusions in maximizing the role of parents in visual impairments child development. Keywords: parents ability, self care, visual impairments Pendahuluan Istilah tunanetra merujuk pada suatu kondisi dimana seseorang yang diidentifikasi tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (low vision). Sehingga, dalam tugas perkembangannya seorang tunanetra memerlukan bantuan atau layanan bimbingan secara spesifik. Hal ini dapat dipahami, karena kondisi anak tunanetra memiliki beberapa karakteristik yang memerlukan perhatian lebih. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik (2009 dalam Irwanto, 2010) jumlah penyandang tunanetra merupakan kedua terbesar setelah tunadaksa, yaitu sebesar 15,93%. Dari jumlah tersebut sebanyak

2 13.302 tunanetra berada di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data Pendidikan Luar Biasa (PLB) Tahun 2009/2010, jumlah siswa tunanetra yang bersekolah di SLB negeri dan swasta di Indonesia berjumlah 1063 orang. Seratus sembilan belas (119) anak diantaranya berada di Provinsi DKI Jakarta (Kemdiknas, 2010). Anak berkebutuhan khusus, termasuk tunanetra menjadi jumlah terbesar pada anak yang masih tergantung untuk melakukan perawatan diri (Ulfatulsholihat, 2010). Oleh karena itu, seorang anak tunanetra dituntut untuk memperkecil ketergantungan terhadap bantuan orang lain, termasuk orang tuanya sendiri. Tingginya tingkat ketergantungan anak dalam melakukan kegiatan harian menjadi beban yang amat besar bagi orang tua, pengasuh, dan pemberi layanan kesehatan, termasuk tenaga keperawatan (Tork et al., 2007). Kemandirian pada anak tunanetra dapat dilatih dari hal yang paling kecil, seperti daily activities dan self care (perawatan diri). Anak yang telah mandiri sejak dini, maka akan terbiasa mandiri ketika dewasa. Bagi seorang anak, tidak ada sumber kekuatan (resource) yang lebih penting selain orang tua. Orang tua bertanggung jawab untuk membantu anak mempelajari berbagai keterampilan agar terbentuknya kemandirian. Ketika guru hanya bersifat sementara, orang tua merupakan figur utama dan tetap bagi kehidupan anak. Kedekatan dengan orang tua memberikan sumbangan yang paling bermakna dibandingkan kedekatan dengan teman dan guru (Udaranti, 2005). Orang tua dari anak berkebutuhan khusus, termasuk dalam hal ini tunanetra, memiliki berbagai peran diantaranya mengajarkan anak, memberi konseling kepada anak, mengatur tingkah laku untuk menjalin hubungan dengan anak, mengasuh saudara kandung yang tidak berkebutuhan khusus, menjaga hubungan orang tua dengan orang tua, mendidik orang-orang terdekat (significant others) dan menjalin hubungan dengan sekolah dan masyarakat (Heward, 1996). Setelah anak tunanetra mendapatkan pelatihan bina diri dari sekolahnya, tentunya orang tua juga harus membiasakan anak untuk mandiri ketika di rumah sesuai dengan peranperan diatas. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan anak tunanetra dapat maksimal tanpa banyak meminta bantuan dari orang lain, sehingga kemandiriannya pun dapat tercapai. Kemampuan orang tua baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam melatih kemandirian perawatan diri anak tunanetra sangatlah penting untuk dilakukan, agar senantiasa anak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri tanpa harus tergantung dengan orang lain. Adanya bimbingan dan latihan yang tepat baik di rumah maupun sekolah, dapat menjadikan mereka mandiri

3 dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya. Metode Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif untuk melihat tingkat kemampuan (kognitif, afektif, psikomotor) orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak tunanetra di Jakarta. Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang tua dari anak tunanetra yang berusia 3-18 tahun. Rentang anak usia preschool sampai remaja dipilih karena pada usia ini adalah waktu yang tepat bagi orang tua untuk mulai mengajarkan keterampilan perawatan diri pada anak dalam kehidupan sehari-hari dan mempersiapkan anak untuk dapat mandiri pada rentang usia selanjutnya. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari Hellen Keller International Indonesia dan Hilton Perkins International Program 2006 dalam The Oregon Project For Visually Impaired and Blind mengenai peran orang tua dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, yang juga pernah dipakai sebelumnya pada penelitian Widiastuti (2010). Kuesioner terdiri dari 4 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra. Kemampuan kognitif dan psikomotorik diukur menggunakan skala Guttman dengan pilihan jawaban Benar/Salah dan Ya/Tidak. Kemampuan afektif diukur menggunakan skala Likert dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik orang tua, karakteristik anak tunanetra, dan kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra. Analisis bivariat merupakan data tambahan untuk melihat hubungan antara kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra dengan karakteristik orang tua dan karakteristik anak. Hasil Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari 2013 sampai bulan Juni 2013. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik orang tua, karakteristik anak tunanetra, dan kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra dengan karakteristik orang tua dan karakteristik anak tunanetra. Selain itu, juga dilihat hubungan antara kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra dengan karakteristik orang tua dan karakteristik anak tunanetra.

4 Tabel 1. Distribusi Karakteristik Orang Tua, Karakteristik Anak, Kemampuan Orang Tua Dalam Melatih Perawatan Diri Anak Tunanetra di Jakarta Tahun 2013 (n=100) Variabel Karakteristik Orang Tua 1. Usia Dewasa Muda Dewasa Madya 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan Rendah Menengah Tinggi 4. Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 5. Pendapatan Di bawah UMR Di atas UMR Karakteristik Anak 1. Usia Preschool Sekolah Remaja 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3. Riwayat Tunanetra Sejak lahir Tidak sejak lahir Kemampuan Orang Tua 1. Total Kemampuan 2. Kemampuan Kognitif 3. Kemampuan Afektif 4. Kemampuan Psikomotorik Frekuensi (n) 51 49 78 6 59 35 42 58 51 49 13 55 32 58 42 73 27 49 51 33 67 45 55 45 55 Persentase (%) 51,0 49,0,0 78,0 6,0 59,0 35,0 42,0 58,0 51,0 49,0 13,0 55,0 32,0 58,0 42,0 73,0 27,0 49,0 51,0 33,0 67,0 45,0 55,0 45,0 55,0 Pembahasan Kemampuan orang tua yang baik dalam melatih anak tunanetra merupakan modal utama dalam membentuk keterampilan dan kemandirian anak sehari-hari. Hal ini disebabkan karena orang tua merupakan guru pertama bagi anak, orang yang selalu memberi dukungan, dorongan, pujian dan umpan balik yang baik (Heward, 1996). Semakin dini dilakukan diagnosis dan intervensi, maka akan semakin besar pula tingkat kemajuan perkembangan anak. Beberapa orang tua tidak dapat mengajarkan keterampilan langsung kepada anaknya karena sebab ketidaktahuan, ketidakmauan atau ketidakmampuan dalam mendidik anak tunanetra. Kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab dalam mendidik anak kepada pengasuh di rumah, sekolah, ataupun tenaga professional. Tidak mudah memang bagi orang tua untuk melakukan intervensi atau latihan kepada anak jika orang tua sejatinya masih kurang akan informasi mengenai hal ini. Perlunya diadakan penyuluhan atau program edukasi secara rutin kepada orang tua anak tunanetra, karena di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan. Adanya parent support group juga tentunya dapat membantu orang tua untuk berbagi pengalaman dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Tabel 2. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Total Kemampuan Orang Tua Dalam Melatih Perawatan Diri Anak Tunanetra di Jakarta Tahun 2013 (n=100) 5 Karakteristik Orang Tua 1. Usia Dewasa Muda (< 40 tahun) Dewasa Madya (.40 tahun) 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi 4. Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 5. Pendapatan Keluarga Di bawah UMR Di atas UMR Total Kemampuan Orang Tua n % n % 27 12 37 5 32 12 27 28 21 43,1 55,1 54,5 47,4 83,3 54,2 34,3 52,4 46,6 54,9 42,9 29 10 41 1 27 23 20 31 23 28 56,9 44,9 45,5 52,6 16,7 45,8 65,7 47,6 53,4 45,1 57,1 OR (95% CI) 0,618 (0,281-1,462) 1,330 (0,514-3,437) X 2 p value 0,993 0,319 0,121 0,728-6,510 0,039* 1,263 (0,570-2,798) 1,623 (0,737-3,577) 0,139 0,709 1,009 0,315 Tabel 3. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Kemampuan Kognitif Orang Tua Dalam Melatih Perawatan Diri Anak Tunanetra di Jakarta Tahun 2013 (n=100) Karakteristik Orang Tua 1. Usia Dewasa Muda (< 40 tahun) Dewasa Madya (.40 tahun) 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan Pendidikan Rendah Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi 4. Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 5. Pendapatan Keluarga Di bawah UMR Di atas UMR Kemampuan Kognitif Orang Tua n % n % 13 20 9 24 5 23 5 16 17 11 25,5 40,8 40,9 30,8 83,3 39,0 14,3 38,1 29,3 43,1,4 38 29 13 54 1 36 30 26 41 29 38 74,5 59,2 59,1 69,2 16,7 61,0 85,7 61,9 70,7 56,9 77,6 OR (95% CI) 0,496 (0,212-1,160) 1,558 (0,587-4,136) X 2 p value 2,007 0,157 0,405 0,524-13,37 0,001* 1,484 (0,640-3,442) 2,621 (1,098-6,257) 0,499 0,480 3,947 0,047* Hasil analisis didapatkan bahwa pendidikan orang tua mempunyai hubungan yang bermakna dengan total kemampuan dan kemampuan kognitif orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra (p = 0,039 dan p = 0,001; α = 0,05). Hasil ini diperkuat oleh pernyataan Siagian (1995 dalam Widiastuti, 2010), yang mengatakan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Penelitian Smith et al. (2001) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dengan stres dalam mengurus anak

6 berkebutuhan khusus. Orang tua dengan latar pendidikan tinggi lebih mampu mengatasi anaknya yang berkebutuhan khusus dengan lebih efektif dibanding orang tua dengan latar pendidikan yang lebih rendah (Barber et al., 1988 dalam Li-Tsang, 2001). Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Ramawati (2011) yang menyatakan tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan kemampuan perawatan diri anak tunagrahita (p = 0,062; α = 0,05). Resch, Elliott, dan Benz (2012) juga tidak memperoleh hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dengan risiko depresi memiliki anak berkebutuhan khusus (p = 0,82; α = 0,05). Hasil penelitian berbeda disebabkan karena mayoritas responden pada penelitian Ramawati (2011) dan Resch et al. (2012) mempunyai tingkat pendidikan minimal SMA dan 95% pernah memasuki dunia perkuliahan, sehingga termasuk responden dengan pendidikan yang tinggi. Latar pendidikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan pribadi anak. Orang tua yang mempunyai latar pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan memberikan perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua akan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan kebutuhan dan masalah yang mungkin dialami oleh anak tunanetra. Pendidikan rendah dari orang tua berakibat kurangnya kualitas orang tua dalam memberikan pengasuhan kepada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak, sehingga anak akan cenderung tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka. Pendidikan yang rendah pada keluarga juga akan berdampak pada kurangnya pengetahuan orang tua bagaimana mengasuh anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya. Tidak menutup kemungkinan bagi orang tua yang memiliki latar pendidikan rendah ataupun menengah untuk mempunyai kemampuan melatih perawatan diri yang baik pada anak, karena untuk memperoleh pengetahuan tidak hanya melalui pendidikan formal saja, bisa juga melalui pendidikan non formal seperti pelatihan-pelatihan, seminar dan lain-lain. Hal tersebut tentunya akan menambah wawasan bagi orang tua terkait mendidik anak tunanetra dengan baik dan benar sesuai tahap perkembangannya. Pendidikan juga dapat mempengaruhi perilaku individu. Individu dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi, mudah mengerti dan mudah menyelesaikan masalah. Semakin baik tingkat pendidikan orang tua, maka semakin sedikit jumlah anak yang mengalami keterlambatan baik secara fisik atau kemampuan komunikasi, serta memperlihatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas dengan normal (Ramawati, 2011).

7 Pendidikan yang tinggi membuat pola pikir seseorang menjadi lebih terbuka, kritis, dan rasional sehingga dapat mempengaruhi keinginan orang tua untuk mencari tahu, belajar, memberikan latihan, juga mengarahkan secara tepat dalam melatih anak tunanetra melakukan keterampilan perawatan diri. Dapat dikatakan bahwa orang tua dengan pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang lebih baik dalam membimbing anak-anaknya melakukan tindakan perawatan diri dengan lebih baik. Pendapatan keluarga juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan kognitif orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra (p = 0,047; α = 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harvey (2004 dalam Ramawati, 2011) yang mendapatkan bahwa masalah keuangan menjadi masalah sosial yang luas dampaknya bagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus. Smith et al. (2001) juga menambahkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan orang tua dengan stres dalam mengurus anak berkebutuhan khusus. Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi proses tumbuh kembang anak dalam hal pengasuhan anak. Gunarsa (2004 dalam Herlina, 2013) menyatakan bahwa keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan orang tua kurang memperhatikan anak untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dan penanaman nilai-nilai dan norma dalam masyarakat, sehingga akan berakibat anak akan mengalami masalah pada proses tumbuh kembangnya. Pendapatan keluarga yang relatif lebih rendah pada akhirnya mengakibatkan keluarga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan anak atau mempersiapkan masa depan yang baik bagi anak berkebutuhan khusus. Keluarga dengan status sosio-ekonomi yang tinggi menandakan suatu keadaan keuangan yang baik untuk memenuhi perawatan ekstra dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari anak berkebutuhan khusus (Yau & Li-Tsang, 1999). Keluarga dengan status sosial yang tinggi akan berupaya untuk memenuhi segala kebutuhan anak mereka, dari kebutuhan dasar, pendidikan, dan kebutuhan finansial lainnya dapat terpenuhi. Selain itu pada ekonomi keluarga yang tinggi orang tua memiliki waktu lebih cukup untuk membimbing anak mereka, karena orang tua tidak dipusingkan dengan keadaan ekonomi keluarga. Hasil analisis lebih lanjut terhadap kemampuan afektif dan psikomotorik menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara karakteristik orang tua dan karakteristik anak terhadap kemampuan afektif dan psikomotorik orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra (p > 0,05; α = 0,05). Menurut asumsi peneliti,

8 tidak adanya hubungan tersebut dikarenakan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap dan keterampilan seseorang seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa dan lembaga pendidikan (Azwar, 1995 dalam Chahyani, 2012). Keyakinan dan perasaan seseorang terhadap objek yang bersangkutan juga dapat mempengaruhi sikap seseorang. Kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra dapat meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan. Pengetahuan dapat berasal dari pendidikan formal dan non-formal, pengalaman pribadi dan jumlah informasi yang diakses oleh orang tua. Hal ini dapat dijadikan acuan atau panduan bagi para perawat anak yang ada di masyarakat dalam penatalaksanaan keluarga dengan anak tunanetra, seperti dengan meningkatkan pengetahuan orang tua melalui pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan terkait cara melatih kemandirian perawatan diri anak tunanetra. Bagi pihak institusi pendidikan dan lembaga pelayanan tunanetra, penelitian ini dapat menggambarkan kebutuhan orang tua untuk berbagi pengalaman, pengetahuan dan berlatih merawat anak tunanetra yaitu dengan membentuk parent support group. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri anak tunanetra sebagian besar memiliki total kemampuan yang baik, dengan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor juga berada pada kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik orang tua yaitu tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga perbulan terhadap kemampuan orang tua dalam melatih perawatan diri pada anak tunanetra. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk penelitian yang berkaitan dan mampu memperluas area penelitian dengan metode yang berbeda, seperti menggunakan studi perbandingan maupun studi korelasi dengan menambahkan dan mengidentifikasi variabel tambahan terkait karakteristik demografi seperti pola asuh orang tua dan jenis tunanetra anak. Referensi Chahyani, I. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap mahasiswa reguler FIK UI terhadap RUU Keperawatan. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Herlina. (2013). Hubungan pola asuh keluarga dengan kemandirian perawatan diri anak usia sekolah di Kelurahan

9 Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Heward, W. (1996). Exceptional children: An introduction to special education (5th ed.). New Jersey: Prentice Hall. Irwanto., Kasim, E., Fransiska, A., Yusli, M., & Okta, S. (2010). Analisis situasi penyandang disabilitas di Indonesia: Sebuah desk-review. Depok; Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI. Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Daftar tabel data pendidikan luar biasa (PLB) tahun 2009/2010. Diakses pada November 2012. http://www.psp.kemdiknas.go.id/upload s/statistik%20pendidikan/0910/index_p lb_0910.pdf Li-Tsang, C., Yau, M., & Yuen, H. (2001). Success in parenting children with developmental disabilities: Some characteristics, attitudes and adaptive coping skills. The British Journal of Developmental Disabilities, 47 (93): 61-71. Ramawati, D. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawatan diri anak tunanetra di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Resch, J., Elliot, T., & Benz, M. (2012). Depression among parents of children with disabilities. American Psychological Association, 30 (4): 291-301. doi: 10.1037/a0030366 Smith, T., Oliver, M., & Innocenti, M. (2001). Parenting stress in families of children with disabilities. American Journal of Orthopsychiatric, 71 (2): 257-261. doi: http://dx.doi.org/10.1037/0002-9432.71.2.257 Tork, H., Lohrmann, C., & Dassen, T. (2007). Care dependency among school-aged children: Literature review. Nursing and Health Sciences, 9: 142-149. Udaranti, W. (2005). Sumbangan kelekatan dengan orangtua, guru, dan teman, terhadap keterlibatan akademis remaja tuna netra (Studi di Sekolah Menengah SLB-A di Kota Jakarta, Bekasi, Bandung). Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Ulfatulsholihat, R. (2010). Peran orangtua dalam penyesuaian diri anak tuna grahita. Jurnal Universitas Gunadarma, Jakarta. Widiastuti, S. H. (2010). Pengaruh terapi kelompok suportif terhadap kemampuan keluarga dalam melatih self care anak tunanetra ganda di SLB G Rawinala di Jakarta. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Yau, M., & Li-Tsang, C. (1999). Adjusment and adaptation in parents children with developmental disability in two-parent families: A review of the characteristics and attributes. The British Journal of Developmental Disabilities, 45 (88).