BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

BAB IV METODE PENELITIAN

Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 2016

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE

BAB III LANDASAN TEORI A.

TUGAS AKHIR PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN TEBAL LAPIS PERKERASAN TAMBAHAN METODE BENKELMAN BEAM (BB) MENGGUNAKAN APLIKASI VBA- EXCEL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB III LANDASAN TEORI

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR ( OVERLAY ) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

S. Harahab 1 *, R. A. A. Soemitro 2, H. Budianto 3

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

ANALISA DEFLECTOMETRY DAN TEBAL LAPIS TAMBAH DENGAN METODE PD T B PADA PERKERASAN LENTUR.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

BAB III LANDASAN TEORI

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN

Disusun Oleh: AYU ANDRIA SOLIHAT NIM :

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

Metodologi Penelitian

Perbandingan Koefisien Kekuatan Relatif dan Umur Rencana Perkerasan Jalan Lapis Aus (AC-WC) menggunakan BNA Blend 75/25 dan Aspal Pen 60/70


ANALISA TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN GORONTALO-LIMBOTO

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK MARSHALL MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 DENGAN VARIASI WAKTU PENGADUKAN CAMPURAN

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

(Studi Kasus Jalan Nasional Pandaan - Malang dan Jalan Nasional Pilang - Probolinggo) Dipresentasikan Oleh: : Syarifuddin Harahab NRP :

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA AGREGAT HALUS DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS-WC SEMI SENJANG

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PEMANFAATAN TANAH DOMATO SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel B1 Hasil pengujian menggunakan alat FWD

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B,tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang.benkelman Beam merupakan alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan. Menurut Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkelman Beam SNI 03-216-1991, metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam (BB) yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu dengan tujuan untuk memperoleh data dilapangan yang akan bermanfaat bagi penilaian struktur peramalan performance perkerasan dan perencanaan overlay. Untuk alat Benkelman Beam dalam dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Alat Benkelman Beam (BB) Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005 11

12 B. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan Metode Pd T-05-2005-B 1. Analisa Lalu Lintas a. Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur L <,50 m 1,50 m L < 8,00 m 2 8,00 m L < 11,25 m 3 11,25 m L < 15,00 m 15,00 m L < 18,75 m 5 18,75 m L < 22,50 m 6 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan Tabel 3.2. Jumlah Lajur 1 2 3 5 6 Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan (C) Kendaraan ringan* Kendaraan berat** 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1,00 1,00 1,00 1,00 0,60 0,50 0,70 0,50 0,0 0,0 0,50 0,75-0,30-0,5-0,25-0,25-0,20-0,0 Keterangan: *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus b. Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut persamaan3.1, 3.2, 3.3 dan 3. atau Tabel 3.3

13 Angka ekivalen STRT = Angka ekivalen STRG = Angka ekivalen SDRG = beban sumbu (ton ) 5,0 beban sumbu (ton ) 8,16 beban sumbu (ton ) 13,76... (3.1)... (3.2)... (3.3) Angka ekivalen STrRG= beban sumbu (ton ) 18,5... (3.) Tabel 3.3 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban sumbu Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) (ton) STRT STRG SDRG STrRG 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 15 16 17 18 19 20 0,00118 0,01882 0,09526 0,30107 0,73503 1,5216 2,82369,81709 7,71605 11,7608 17,21852 2,38653 33,58910 5,17905 59,5372 77,0737 98,2269 123,5679 153,26372 188,1676 0,00023 0,00361 0,01827 0,0577 0,1097 0,29231 0,515 0,92385 1,7982 2,2558 3,30225,67697 6,188 8,6666 11,1838 1,78153 18,83801 23,67715 29,39367 36,08771 0,00003 0,0005 0,00226 0,0071 0,0173 0,03615 0,06698 0,1126 0,18302 0,27895 0,081 0,5783 0,79671 1,07161 1,1218 1,82813 2,32982 2,92830 3,63530,6320 0,00001 0,0001 0,00070 0,00221 0,00539 0,01118 0,02072 0,03535 0,05662 0,08630 0,12635 0,17895 0,268 0,33153 0,3690 0,56558 0,72079 0,90595 1,1268 1,38081 c. Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut persamaan 3.5 atau Tabel 3. N = 1 2 1 + (1 + r)n + 2(1 + r) (1+r)n 1 1 r... (3.5)

1 n (tahun) 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 15 20 25 30 Tabel 3. Faktor hubungan antara umur rencana dengan r(%) perkembangan lalu lintas (N) 2 5 6 8 10 1,01 2,0 3,09,16 5,26 6,37 7,51 8,67 9,85 11,06 12,29 13,55 1,83 16,13 17,7 2,5 32,35 0,97 1,02 2,08 3,18,33 5,52 6,77 8,06 9,0 10,79 12,25 13,76 15,33 16,96 18,66 20,2 30,37 2,8 57,21 1,03 2,10 3,23,2 5,66 6,97 8,35 9,79 11,30 12,89 1,56 16,32 18,16 20,09 22,12 33,89 8,92 68,10 1,03 2,12 3,28,51 5,81 7,18 8,65 10,19 11,8 13,58 15,2 17,38 19,5 21,65 23,97 37,89 56,51 81,3 1,0 2,16 3,38,69 6,10 7,63 9,28 11,06 12,99 15,07 17,31 19,7 22,36 25,18 28,2 7,59 76,03 117,81 d. Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama umur rencana ditenrukan dengan persamaan 3.6. CESA = MP dengan pengertian : Traktor Trailer m 365 E C N... (3.6) CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m = jumlah masing-masing jenis kendaraan 365 = jumlah hari dalam satu tahun E = ekivalen beban sumbu (Tabel 3.3) C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel 3.2) N = Faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas (Tabel 3.) 1,05 2,21 3,8,87 6,1 8,10 9,96 12,01 1,26 16,73 19,6 22,5 25,75 29,37 33,36 60,1 103,26 172,72

15 2. Analisa Lendutan a. Lendutan dengan Benkelman Beam Perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan kekuatan struktur perkerasan struktur yang ada dengan nilai lendutan. Lendutan yang didapatkan pada pengujian Benkelman Beam adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beaban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah: d B = 2 (d 3 d 1 ) Ft Ca FK B-BB... (3.7) d B d 1 d 3 Ft Ca = lendutan balik (mm) = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari pengukuran = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35 C, persaman 3.2 untuk tebal lapis beraspal (H L ) lebih kecil 10 cm dan persamaan 3.3 untuk tebal lapis beraspal (H L ) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau dapat juga menggunakan Gambar 3.2. =,18 T -0,025 L, untuk H L < 10 cm... (3.8) = 1,785 T -0,7573 L, untuk H L 10 cm... (3.9) T L = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapatdiprediksi dari temperatur udara yaitu: T L = 1/3 (T p + T t + T b )... (3.10) T p = temperatur permukaan lapis beraspal T t = temperatur tengah lapis beraspal atau dari tabel 3.5 T b = temperatur bawah lapis beraspal atau dari tabel 3.5 = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau

16 ataumuka air tanah rendah = 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau ataumuka air tanah tinggi FK B-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) = 77,33 (Beban Uji dalam ton) (-2,0715)... (3.11) Cara pengukuran lendutan balik mengacu pada SNI 03-216-1991 (Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkelman Beam). Gambar 3.2 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft) Catatan: - Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (H L ) kurang dari 10 cm. - Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (H L ) minimum 10 cm.

17 Tabel 3.5 Temperatur tengah (Tt) dan bawah ( Tb) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp) Tu +Tp ( C) Temperatur lapis beraspal ( C) pada kedalaman 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm 5 26,8 25,6 22,8 21,9 20,8 20,1 6 27, 26,2 23,3 22, 21,3 20,6 7 28 26,7 23,8 22,9 21,7 21 8 28,6 27,3 2,3 23, 22,2 21,5 9 29,2 27,8 2,7 23,8 22,7 21,9 50 29,8 28, 25,2 2,3 23,1 22, 51 30, 28,9 25,7 2,8 23,6 22,8 52 30,9 29,5 26,2 25,3 2 23,3 53 31,5 30 26,7 25,7 2,5 23,7 5 32,1 30,6 27,1 26,2 25 2,2 55 32,7 31,2 27,6 26,7 25, 2,6 56 33,3 31,7 28,1 27,2 25,9 25,1 57 33,9 32,3 28,6 27,6 26,3 25,5 58 3,5 32,8 29,1 28,1 26,8 26 59 35,1 33, 29,6 28,6 27,2 26, 60 35,7 33,9 30 29,1 27,7 26,9 61 36,3 3,5 30,5 29,5 28,2 27,3 62 36,9 35,1 31 30 28,6 27,8 63 37,5 35,6 31,5 30,5 29,1 28,2 6 38,1 36,2 32 31 29,5 28,7 65 38,7 36,7 32,5 31, 30 29,1 66 39,3 37,3 32,9 31,9 30,5 29,6 67 39,9 37,8 33, 32, 30,9 30 68 0,5 38, 33,9 32,9 31, 30,5 69 1,1 39 3, 33,3 31,8 30,9 70 1,7 39,5 3,9 33,8 32,2 31, 71 2,2 0,1 35, 3,3 32,7 31,8 72 2,8 0,6 35,8 3,8 33,2 32,3 73 3, 1,2 36,3 35,2 33,7 32,8 7 1,7 36,8 35,7 3,1 33,2 75,6 2,3 37,3 36,2 3,6 33,7 76 5,2 2,9 37,8 36,7 35 3,1 77 5,8 3, 38,3 37,1 35,5 3,6 78 6, 38,7 37,6 36 35 79 7,5 39,2 38,1 36, 35,5 80 7,6 5,1 39,7 38,6 36,9 35,9 81 8,2 5,6 0,2 39 37,3 36, 82 8,8 6,2 0,7 39,5 37,8 36,8 83 9, 6,8 1,2 0 38,3 37,3 8 50 7,3 1,6 0,5 38,7 37,7 85 50,6 7,9 2,1 0,9 39,2 38,2

18 b. Keseragaman Lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai berikut: FK = s d R 100% < FK ijin... (3.12) FK = faktor keseragaman FK ijin= faktor keseragaman yang diijinkan = 0% - 10% ; keseragaman sangat baik = 11% - 20% ; keseragaman baik = 21% - 30% ; keseragaman cukup baik dr = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan s = n s 1 d n s... (3.13) = deviasi standar = simpangan baku = n ns s 1 d 2 ns 1 d 2 n s n s 1... (3.1) d = nilai lendutan balik (db) tiap titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan n s = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan c. Lendutan Wakil (D wakil ) Pada perencanaan tebal lapis tambahan perkerasan lentur ini memiliki tiga jenis jalan berdasarkan fungsinya menurut Sukirman (1999), yaitu: 1) Jalan Arteri/tol adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2) Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak

19 sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi 3) Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas jalan harus disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan yaitu: D wakil = d R + 2 s ; untuk jalan arteri/tol... (3.15) D wakil = d R + 1,6 s ; untuk jalan kolektor... (3.16) D wakil = d R + 1,28 s ; untuk jalan lokal... (3.17) D wakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan d R = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai persamaan 3.13 s = deviasi standar sesuai persamaan 3.1 d. Lendutan Rencana/Ijin (D rencana ) Untuk lendutan BB menggunakan rumus sebagai berikut: D rencana = 22,208 CESA (-0,2307)... (3.18) D rencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar dalam satuan ESA 3. Tebal Lapis Tambah (Overlay), (Ho) Untuk menentukan tebal lapis tambah (Ho) dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Ho = Ln 1,036 + Ln D wakil Ln (D rencana ) 0,0597... (3.19) Ho = tebal lapis tambah sebelumdikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu dalam satuan centimeter (cm). D wakil = lendutan sebelum lapis tambah/d wakil dalam satuan

20 milimeter (mm). D rencana = lendutansetelahlapis tambah atau lendutan rencana dalam satuan milimeter (mm). a. Tebal Lapis Tambah (Overlay) terkoreksi, (Ht) Untuk mentukan Ht dengan cara mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo): Ht = Ho Fo... (3.20) Ht = teballapis tambah/overlaylaston setelah dikoreksi dengantemperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter Ho = teballapis Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-ratatahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah (overlay), (sesuai persamaan 3.15 atau Gambar 3.2) b. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Overlay) Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh berdasarkan temperatur standar 35 C, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Fo = 0,5032 EXP (0,019xTPRT)... (3.21) Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah (overlay) TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/ kota tertentu (Tabel A1 pada Lampiran A)

21 Gambar 3.3 Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) terhadap TPRT c. Jenis Lapis Tambah Pada perencanaan tebal lapis tambahan perkerasan lentur ini memiliki tiga jenis lapisan yang digunakan yaitu: 1) Laston Modifikasi merupakan lapisan aspal yang dimodifikasi haruslah jenis Asbuton, dan elastomerik latex atau sintetis memenuhi ketentuan-ketentuan Tabel 3.6 Proses pembuatan aspal modifikasi dilapangan tidak diperbolehkan kecuali ada lisensi dari pabrik pembuatan aspal modifikasi dan pabrik pembuatannya menyediakan instalasi pencampuran yang setara dengan yang digunakan di pabrik asalnya.

22 Tabel 3.6 Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Tipe II Aspal yang Tipe I Dimodifikasi Aspal A B Pen.60-70 Aston yang Elastometer diproses Sintetis 1 Penetrasi pada 25 C (0,1 mm) SNI 06-256-1991 60-70 min. 50 Min. 0 2 Viskositas Dinamis 60 C (Pa.s) SNI 06-611-2000 160-20 20-360 320-80 3 Viskositas Kinematis 135 C (cst) SNI 06-611-2000 300 385-2000 3000 Titik lembek ( C) SNI 23-2011 8 53 5 5 Daktilitas pada 25 C, (cm) SNI 23-2011 100 100 100 6 Titik Nyala ( C) SNI 23-2011 232 232 232 7 Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) AASHTO T 1-03 99 90 (1) 99 8 Berat Jenis SNI 21 2011 1,0 1,0 1,0 9 Stabilo\itas Penyimpanan: ASTM D 5976 part Perbedaan Titik Lembek ( C) 6.1-2,2 2,2 10 Partikel yang lebih halus dari 150 micron (µm) (%) Min. 95 (1) - Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-20-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002) 11 Berat yang Hilang (%) SNI 06-256-1991 0,8 0,8 0,8 12 Viskositas Dinamis 60 (Pa.s) SNI 03-61-2000 800 1200 1600 13 Penetrasi pada 25 C (%) SNI 06-256-1991 5 5 5 1 Daktilitas pada 25 C (cm) SNI 232 2011 100 50 25 15 Keelastisan setelah Pengembalian (%) AASHTO T 301-98 - - 60 Sumber : Spesifikasi Umum Bina marga, 2010 (Revisi 3) 2) Laston kepanjangan dari Lapis Aspal Beton yang selanjutnya disebut AC. Terdiri dari tiga jenis canpuran yaitu AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis antar (AC-Binder Course, AC-BC0 dan AC Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25, mm, 37,5 mm. Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal dimosifikasi dengan alam disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified.

23 3) Lataston merupakan kepanjang dari Lapis Tipis Aspal Beton yang selanjutnya disebut HRS. Terdiri dari dua jenis campuran HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis Aus (HRS Wearing Course, HRS-WC) dan ukuran maksimal agregat masingmasing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai propersi fraksi agregat kasar lebih besar dari pada HRS-WC. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci utama adalah: a) Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi yang benar-benar senjang, maka selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan agregat pecah mesin. b) Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang ditunjukan dalam Spesifikasi ini. Laston bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang hanya boleh digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat gradasi yang benar-benar senjang tidak dapat diperoleh dan disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan. Jika jenis atau sifat campuran (bahan perkerasan jalan) yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan, maka tebal lapis tambahan harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis tambahan penyesuaian (FK TBL ) sesuai persamaan 3.22 atau tabel 3.6. (FK TBL ) = 12,51 M (-0.333) R... (3.22) (FK TBL ) = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian M R = Modulus Resilien (MPa)

2 Tabel 3.7 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) Jenis Lapisan Modulus Resilien, M R (MPa) Stabilitas Marshall (kg) FK TBL Laston Modifikasi 3000 min. 1000 0,85 Laston 2000 min. 800 1,00 Lataston 1000 min. 800 1,23 C. Visual Basic for Application (VBA) pada Microsoft Excel Menurut Kusrini (2007), Visual Basic adalah salah satu bahasa pemograman komputer. Bahasa pemograman adalah perintah-perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Visual Basic merupakan salah satu development tool yaitu alat bantu untuk membuat berbagai macam program komputer khususnya yang menggunakan sistem operasi windows. Sejak tahun 1993, Excel telah memiliki bahasa pemrograman Visual Basic for Applications (VBA), yang dapat menambahkan kemampuan Excel untuk melakukan automatisasi di dalam Excel dan juga menambahkan fungsi-fungsi yang dapat didefinisikan oleh pengguna (user-defined functions/udf) untuk digunakan di dalam worksheet. Selain itu, Excel juga dapat merekam semua yang dilakukan oleh pengguna untuk menjadi (macro), sehingga mampu melakukan automatisasi beberapa tugas. VBA juga mengizinkan pembuatan form dan kontrol yang terdapat di dalam worksheet untuk dapat berkomunikasi dengan penggunanya. Secara umum Visual Basic of Application (VBA) Microsoft Excel dapat diartikan sebagai program yang berisi rangkaian perintah untuk mengatur beberapa aspek pada Excel sehingga pekerjaan dapat menjadi lebih efektif dan efesien. Sesungguhnya VBA tidak hanya digunakan untuk Microsoft Excel, tetapi juga digunakan oleh beberapa produk Microsoft lainnya seperti Microsoft Word, Microsoft Acces dan Microsoft Power Point.

25 Adapun komponen-komponen untuk membangun VBA pada Excel diantaranya sebagai berikut: 1. Visual Basic Editor atau Excel VBA Integrated Development Environment (IDE) adalah lingkungan tempat program VBA Exceldibuat lingkungan kerja visual basic edditor. 2. ToolBox Control merupakan objek dalam useform atau worksheet yang dapat dimanipulasi, seperti command button, text box, check box, combo box, list box, label dan option button. 3. Property merupakan karakteristik suatu objek seperti scrollarea, font, dan name.. UserForm merupakan lembar kerja yang berisi kontrol dan intruksi VBA untuk memanipulasi antar muka pengguna (user interface). 5. Function dan Macro. Untuk fuction adalah salah satu tipe VBA macro yang memiliki return value. Sedangkan macro sekumpulan instruksi dalam VBA yang dijalankan secara otomat