EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND DI WILAYAH KERJA KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

ANDI IRWAN ( ) UNDER GUIDANCE : SYAMARUDDIN SIREGAR AND BAMBANG KUNTORO ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

Yogyakarta 2 Departmen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

Bibit sapi perah holstein indonesia

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

EVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

POTENSI SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) KEBUMEN SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI LOKAL DI INDONESIA BERDASARKAN UKURAN TUBUHNYA (STUDI PENDAHULUAN)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

Evaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

Grade Kambing Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

MORFOMETRIK ANAK SAPI BALI HASIL PERKAWINAN ALAMI DAN INSEMINASI BUATAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF DI KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

KARAKTERISTIK FENOTIP SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KAMBING KACANG DI KABUPATEN MUNA BARAT. ABSTRAK

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG JANTAN DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI. Oleh ARIES RAHARDIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam memilih calon induk sapi perah, meliputi atribut harga dan non harga.

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

Transkripsi:

EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang) CHARACTERISTICS EVALUATION OF DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case Study at KPSBU Lembang) Firda Liesdiana*, Hermawan**, Heni Indrijani** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: firdaliesdiana@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik sapi perah Fries Holland (FH) pada peternakan rakyat di wilayah kerja KPSBU Lembang berupa sifat kuantitatif (lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan) serta sifat kualitatif (ciri bangsa). Objek penelitian ini adalah pedet, dara, dan induk laktasi sapi perah FH yang berjumlah 213 ekor dari sampel 60 peternak di TPK Pojok, TPK Manoko, dan TPK Keramat. Berdasarkan analisis deskriptif, sapi perah usia 0-22 bulan memiliki ukuran tubuh yang bervariasi dengan koefisien variasi rata-rata diatas 10%, sedangkan induk laktasi memiliki ukuran tubuh cukup seragam dengan koefisien variasi rata-rata dibawah 10%. Ciri bangsa sapi perah FH di lokasi penelitian umumnya masih baik dengan keberadaan tanda putih putih pada dahi 92%, warna rambut bagian bawah ekor berwarna putih 97%, serta keempat kaki bagian bawah sebagian besar berwarna putih, dan terdapat 7 ekor atau 3% dari populasi sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang yang masih memiliki seluruh kriteria ciri bangsa sapi perah FH. Kata Kunci : karakteristik, Lembang, sapi perah fries holland, ukuran tubuh Abstract This study aims to evaluate the Fries Holland (FH) dairy cattle characteristic at people farm in KPSBU working area towards their quantitative (chest size, shoulder height and body length) and qualitative nature (nation characteristic). Research objects are 213 FH dairy cattle comprising calf, heifer and lactation dairy from 60 farmer samples in TPK Pojok, TPK Manoko and TPK Keramat. Based on descriptive analysis, dairy cattle age 0-22 months have various body sizes by average variation coefficient over 10%, while lactation parent have fairly uniform body sizes by average variation coefficient below 10%. FH dairy cattle nation characteristic in research locations are generally in good condition which indicated by 92% white mark on their forehead, 97% white under tail hair colour and under four legs are mostly white. There are 7 heads or 3% from dairy cattle population in KPSBU Lembang working area still have whole criteria for FH dairy cattle nation characteristic. Keywords : body size, cattle dairy, characteristic, fries holland, Lembang. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

PENDAHULUAN Perkembangan usaha peternakan sapi perah pada umumnya dilakukan dalam dua bentuk usaha, yaitu peternakan rakyat dan perusahaan sapi perah. Usaha peternakan yang baik adalah usaha yang dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia sehingga diperoleh performa produktivitas yang maksimal. Potensi sapi perah Fries Holland (FH) dapat dimaksimumkan dengan manajemen pemeliharaan yang baik, kualitas pemberian pakan, serta perbaikan mutu bibit. Perbaikan mutu bibit diantaranya melalui kegiatan seleksi terhadap berbagai sifat kuantitatif dan kualitatif, sehingga diperoleh bibit atau keturunan sapi perah FH yang baik. Sifat-sifat kuantitatif seperti lingkar dada, tinggi pundak, serta panjang badan sering dijadikan dasar dalam seleksi ternak. Selain itu, terdapat pula sifat-sifat kualitatif yang menjadi ciri khas utama pada sapi perah FH tersebut, seperti tanda putih pada dahi, ujung ekor yang berwarna putih, serta bagian bawah carpus (femur sampai batas teracak) yang berwarna hitam/putih. Merujuk penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah yang diselenggarakan atas kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, sebagian besar sapi perah FH di Jawa Barat sudah memiliki ciri-ciri khusus bangsa berupa tanda putih pada dahi, ujung bulu ekor berwarna putih, dan kejelasan batas antar warna kulit hitam putih. Sedangkan pada sifat kuantitatif baik pedet betina, dara, maupun sapi laktasi secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang sudah cukup baik juga walaupun masih jauh lebih rendah dari standar ukuran tubuh bangsa sapi perah FH murni. OBJEK DAN METODE 1. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tongkat ukur, pita ukur, form checklist, dan alat penunjang lainnya seperti alat tulis, kalkulator, laptop berisi progam ms.excel serta kamera digital. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah induk laktasi dan/atau dara dan/atau pedet betina sapi perah Fries Holland (FH) yang berjumlah 213 ekor dari 60 peternak di TPK Pojok, TPK Manoko, dan TPK Keramat yang merupakan wilayah kerja KPSBU Lembang. Karakteristik yang diamati pada penelitian ini adalah ukuran tubuh berupa lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan serta ciri bangsa berupa segitiga pada dahi, warna rambut ekor Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2

dan warna pada bagian bawah carpus pada induk laktasi dan/atau dara dan/atau pedet betina sapi perah FH milik peternak responden. 2. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan teknik penentuan peternak secara proporsional, dan pengambilan sampel peternak responden dengan menggunakan metode random sampling. Kepada peternak responden dilakukan wawancara untuk mendapatkan data identitas responden dan kepemilikan ternak perahnya. Selanjutnya, dilakukan pengukuran dan pemeriksaan terhadap seluruh ternak sapi perah betina (induk, dan/atau dara, dan/atau pedet) yang dimiliki oleh peternak. Perhitungan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu dengan mengukur ukuran tubuh sapi perah FH yakni lingkar dada (LD), tinggi pundak (TP), dan panjang badan (PB) serta pengamatan langsung ciri khas sapi perah yang masih melekat pada ternak yang dimiliki peternak responden. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Daerah Penelitian Lembang adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Lembang berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara 17-27 C dengan curah hujan sekitar 100-200 mm/bulan (BBPP Lembang, 2014). Sejak dahulu Lembang dikenal sebagai salah satu kawasan peternakan sapi perah terbaik di Jawa Barat, hal ini terbukti bahwa sejak tahun 1900 Sapi Perah Fries Holland murni yang masuk ke Jawa Barat mulai dipelihara di kawasan Lembang (Siregar, 1992). Namun seiring berjalannya waktu, Lembang kini telah mengalami pergeseran fungsi menjadi kawasan wisata. Pengaruh yang terjadi pada sektor peternakan sendiri yaitu para peternak sapi perah menjadi pindah ke daerah pinggiran karena pusat kawasan Lembang kini berubah menjadi kawasan industri dan wisata. Namun hal tersebut tidak berpengaruh pada sumber daya manusia dalam hal ini adalah peternak, meskipun telah terjadi pergeseran fungsi sebagai kawasan wisata, jumlah peternak di kawasan Lembang tidak berkurang tetapi malah bertambah, hanya saja populasi ternak sapi perah yang mengalami pengurangan jumlah. KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jawa Barat, yang berdiri sejak 8 Agustus 1971 ini merupakan koperasi primer tunggal usaha. Koperasi ini bertempat di Kompleks Pasar Panorama Lembang, Bandung, Jawa Barat. Pada mulanya Koperasi dibentuk Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3

sebagai suatu wadah bagi para peternak sapi perah yang berada di wilayah Kecamatan Lembang. 2. Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah Betina FH di Wilayah Kerja KPSBU Lingkar Dada Tabel 1. Data pengamatan lingkar dada sapi perah FH Umur (bulan) N LD (cm) Periode Laktasi N 4 3 114,8 ± 9,0 5 5 117,9 ±11,5 6 2 123,4 ±25,3 7 3 138,3 ±31,3 8 5 143,1 ±10,8 9 3 145,1 ±15,7 10 3 140,0 ±15,0 11 3 143,4 ± 6,7 13 2 144,4 ± 8,6 14 2 149,7 ±19,0 15 3 155,2 ±19,7 16 3 160,4 ±19,5 17 2 163,0 ±38,8 19 3 175,9 ±12,2 21 3 180,0 ±10,8 22 2 180,3 ± 7,1 LD (cm) 1 26 184,4 ±10,3 2 53 185,3 ±17,0 3 36 185,2 ±11,2 4 24 187,3 ±11,6 5 22 188,9 ± 7,4 6 5 193,9 ± 7,4 Ukuran lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1 22 bulan secara keseluruhan memiliki laju pertumbuhan yang terus meningkat pada tiap usianya, namun ada beberapa ternak yang memiliki ukuran lingkar dada lebih rendah dari usia yang lebih muda, dalam penelitian ini ditemukan sapi perah usia 10 bulan, 11 bulan, dan 13 bulan memiliki ukuran lingkar dada lebih rendah dibanding sapi perah usia 9 bulan (145,1 cm). Berdasarkan data yang diambil, nilai-nilai rataan lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1-22 bulan masih beragam, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, dan 7 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Perbedaan ukuran lingkar dada ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor selain usia, diantaranya genetik, manajemen pakan, serta manajemen pemeliharaan sendiri (Makin, 2011). Berbeda dengan ukuran lingkar dada pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi maka pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat sehingga didapat koefisien variasi rendah. Nilai-nilai rataan ukuran lingkar dada pedet usia 1 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4

antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Tinggi Pundak Tabel 2. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Umur (bulan) N TP (cm) 4 3 92,6± 0,8 5 5 94,1±11,8 6 2 96,2±22,7 7 3 99,5±22,0 8 5 115,8± 3,0 9 3 109,6± 7,2 10 3 113,6± 8,5 11 3 117,2±10,3 13 2 119,1± 4,7 14 2 121,0± 0,1 15 3 123,4±12,3 16 3 125,8± 6,3 17 2 127,8± 0,1 19 3 129,3± 2,5 21 3 130,7± 0,6 22 2 134,5± 2,4 Periode Laktasi N TP (cm) 1 26 132,5± 4,7 2 53 134,4± 6,2 3 36 136,4± 7,2 4 24 137,1±12,5 5 22 136,1± 4,9 6 5 136,5± 2,5 Sama seperti pada pengukuran lingkar dada, usia sangat berpengaruh juga terhadap ukuran tinggi pundak. Semakin tinggi umur ternak maka tinggi pundak atau gumba pun semakin meningkat. Selain itu, laju pertumbuhan tinggi pundak dapat terjadi karena pengaruh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri (Makin, 2011). Ukuran lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1-22 bulan secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, dan 7 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Berbeda dengan ukuran tinggi pundak pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi maka pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat sehingga didapat koefisien variasi rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh seragam. Nilai-nilai rataan ukuran tinggi pundak pedet usia 1 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5

Panjang Badan Tabel 3. Data pengamatan panjang badan sapi perah FH Umur N PB Periode N PB (bulan) (cm) Laktasi (cm) 4 3 103,8± 4,6 1 26 164,6±20,2 5 5 105,1±11,7 2 53 168,5±22,0 6 2 106,7±29,7 3 36 173,0±13,6 7 3 111,3±24,5 4 24 178,0±14,6 8 5 126,0± 8,9 5 22 174,8±16,9 9 3 128,3±21,5 6 5 172,8±20,4 10 3 132,0±13,9 11 3 134,3±12,7 13 2 137,4± 4,1 14 2 140,4± 5,3 15 3 147,3±19,5 16 3 155,0± 2,6 17 2 162,9±13,3 19 3 162,7± 6,6 21 3 168,7±14,6 22 2 179,5± 2,8 Usia sangat berpengaruh juga terhadap ukuran panjang badan. Semakin tinggi umur ternak maka ukuran panjang badan pun semakin meningkat. Laju pertumbuhan panjang badan dapat terjadi karena pengaruh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri (Makin, 2011). Hasil pengamatan parameter ukuran panjang badan pedet sapi perah FH usia 0 22 bulan secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi yang tinggi yakni diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, 7 bulan, 9 bulan, 10 bulan, dan 15 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Berbeda dengan ukuran tinggi pundak pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi sehingga pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat maka didapat koefisien variasi rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh seragam. Nilai-nilai rataan ukuran panjang badan pedet usia 0 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6

3. Pengamatan Ciri Bangsa Sapi Perah Betina FH di Wilayah Kerja KPSBU Tanda Putih pada Dahi Tanda putih pada dahi merupakan salah satu ciri khas sapi perah Fries Holland yang paling melekat. Tanda putih pada dahi diamati dari berbagai hal, diantaranya sebagai berikut: a. keberadaan (ada/tidak ada) b. bentuk (segitiga tegas/melebar kearah dahi) c. serta ukuran (kecil/sedang/besar) Dari hasil pengamatan pada tanda putih di dahi diringkas dan dibagi menjadi 7 kriteria, antara lain: 1) Jelas Sedang (ada segitiga tegas sedang) 2) Jelas Kecil (ada segitiga tegas kecil) 3) Jelas Besar (ada segitiga tegas besar) 4) Tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi kecil) 5) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi sedang) 6) Melebar searah tulang hidung (ada melebar kearah dahi besar) 7) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi) Dari hasil tersebut maka didapat ternak yang memiliki kriteria (1) sebanyak 59 ekor atau 27%, kriteria (2) sebanyak 27 ekor atau 13%, kriteria (3) sebanyak 59 ekor atau 27%, tidak terdapat ternak dengan kriteria (4) atau 0%, kriteria (5) sebanyak 16 ekor atau 7%, kriteria (6) sebanyak 41 ekor atau 19%, dan kriteria (7) sebanyak 16 ekor atau 7%. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya sapi perah Fries Holland yang berada di kawasan Lembang memiliki tanda putih dengan kriteria Jelas Sedang dan Jelas Besar. Kriteria Jelas Sedang tentu merupakan jenis tanda putih yang paling sesuai dengan ciri bangsa sapi perah FH murni. Jika merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi yang sesuai dengan ciri bangsa sapi perah FH murni kini mengalami penurunan dari yang semula 29,4%. Hal tersebut terjadi karena semakin berkurangnya juga bibit sapi perah FH murni. Karakteristik kualitatif pada sapi perah FH ini dapat terjadi karena adanya perubahan lingkungan berupa perubahan suhu yang secara langsung akan membuat ternak melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto, 2006). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7

Warna Rambut Ekor Tabel 4. Data Pengamatan Warna Rambut Ekor Warna Bagian Atas Ekor Jumlah % Warna Bagian Bawah Ekor Jumlah % Hitam - Putih 151 71 Putih 43 20 Hitam 18 9 Putih - Hitam 1 0 Putih 206 97 Hitam 4 2 Putih - Hitam 2 1 Hitam - Putih 1 0 Warna pada rambut ekor ini dibagi menjadi 2 bagian yang diamati, yaitu warna pada rambut ekor bagian atas dan warna pada rambut ekor bagian bawah. Dari hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas ternak yang berada di wilayah kerja KPSBU Lembang memiliki warna ekor bagian atas hitam-putih sedangkan bagian bawah ekor mayoritas berwarna putih. Ekor bagian bawah berwarna putih sudah sesuai dengan standarisasi ciri bangsa pada sapi perah FH murni. Jika merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, hal ini merupakan sebuah kemunduran dimana pada tahun 2002 didapat data warna putih pada rambut bagian bawah ekor sebesar 99,4%. Warna Bagian Bawah Kaki Tabel 5. Data Pengamatan Warna Bagian Bawah Kaki Warna Kaki Depan-Kanan Jumlah % Putih 120 57 Hitam - Putih 86 40 Hitam 5 2 Putih - Hitam 2 1 Warna Kaki Depan-Kiri Jumlah % Putih 144 70 Hitam - Putih 62 29 Hitam 7 3 Putih - Hitam 0 0 Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8

Warna Kaki Belakang - Kanan Jumlah % Putih 154 72 Hitam Putih 54 25 Putih Hitam 4 2 Hitam 1 1 Warna Kaki Belakang - Kiri Jumlah % Putih 159 75 Hitam Putih 52 24 Hitam 2 1 Putih Hitam 0 0 Warna kaki bagian bawah yang diamati adalah dari keempat kaki, yaitu kaki depan-kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri. Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas warna kaki bagian bawah sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPSBU Lembang keempatnya berwarna putih. Hal tersebut sangat sesuai dengan standarisasi ciri bangsa sapi perah FH yang menyatakan bahwa standar bibit sapi perah FH murni memiliki bagian bawah kaki (carpus) berwarna putih. KESIMPULAN Ukuran tubuh pada sapi perah usia 4-22 bulan cenderung bervariatif, sedangkan pada induk laktasi pada umumnya sudah seragam. Merujuk pada penelitian tahun 2002, telah terjadi peningkatan ukuran tubuh (lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan) yang signifikan, baik itu pada sapi perah laktasi maupun pedet dan dara. Sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPSBU Lembang umumnya mengalami kehilangan ciri khas pada tanda putih di dahi dan warna bagian atas ekor. Merujuk pada penelitian 2002, terjadi penurunan mutu kualitiatif pada keberadaan tanda putih di dahi serta rambut bagian bawah ekor. SARAN Diperlukan data asal semen pejantan yang digunakan saat IB agar mengetahui ciri bangsa tetua pada sapi yang digunakan sebagai pejantan, apakah pejantan FH murni atau pejantan dari bangsa lain. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada kasih kepada dosen pembimbing utama Ir. Hermawan, MS., dan dosen pembimbing anggota Dr. Heni Indrijani, S.Pt., M.Si., yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2014. Kondisi Geografis Lembang. [Online] Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Available at : http://www.bbpp-lembang.info/index.php/profil/sekilas bbpp-lembang/kondisi-geografis (diakses 2 Juni 2016, pukul 21.55 WIB) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2002. Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah. Proyek Pembibitan Ternak Sapi Perah, Sapi Potong, Domba, Unggas, dan hewan Kesayangan di Masyarakat Jawa Barat. Kerjasama antara Dinas Peternakan Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm 20-36. Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 9. Nasution, A. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Siregar, S. 1992. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya, Jakarta. Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Media Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11