BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

ANATOMI DAN FUNGSI SINUS PARANASAL

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK (CSL) FOTO X RAY SKULL & LUMBOSACRAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

DAFTAR TABEL. Halaman. Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jantung dan pembuluh darah (26,3%). Ditemukan angka kematian akibat penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada

Repair of Cerebrospinal Fluid Leak After Functional Endoscopy Sinus Surgery

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Low back pain (selanjutnya disebut LBP) merupakan. salah satu kelainan muskuloskeletal yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

12/3/2010. Nasal asessory sinuses Rongga dalam tulang kepala berisi udara. Sinus maksila Sinus frontal Sinus etmoid Sinus sfenoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan


ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

AKURASI GEJALA KLINIS KRITERIA TASK FORCE TERHADAP INDEKS LUND-MACKAY TOMOGRAFI KOMPUTER. Tesis

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri dari sinus frontalis, sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis anterior yang bermuara di meatus medial, dan kelompok posterior yang terdiri dari sinus ethmoidalis posterior yang bermuara di meatus superior dan sinus sphenoidalis yang bermuara di recessus sphenoethmoidalis (Budiman & Rosalinda 2010). Perkembangan sinus paranasalis ini sudah dimulai sejak dalam kandungan, terutama sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis. Sinus frontalis berkembang setelah usia 1 tahun dan sinus sphenoidalis berkembang pada usia 3 tahun. Keunikan perkembangan ini menjelaskan terjadinya variasi anatomi yang cukup banyak (Duque & Casiano 2005; Figueroa & Sullivan 2005; Dwivedi & Singh 2010). Sinus frontalis dan jalur drainage-nya merupakan area anatomi yang kompleks di dasar tengkorak bagian anterior. Kompleksitas ini diperbesar dengan seringnya variasi anatomi yang berdampak pada arah drainage, efisiensi mucociliar clearance dan morfologi dari recessus frontalis. Pneumatisasi agger nasi atau cellula agger nasi dan procesus uncinatus mempengaruhi pola drainage dan struktur dasar dari recessus frontalis. Recessus frontalis dapat menyempit dari arah anterior inferior karena hiperpneumatisasi agger nasi (Figueroa & Sullivan 2005; Dwivedi & Singh 2010).

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasalis dengan gejala berupa rhinorrhea, hidung tersumbat atau nyeri pada wajah. Secara teoritik penyakit ini dapat ditemukan pada bayi, karena sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis sudah terbentuk sejak bayi, sedangkan sinus frontalis baru berkembang umur 7-15 tahun (Kentjono 2004; Balasubramanian 2012a; Champbell 2004). Insidensi sinusitis pada dewasa terbanyak adalah sinusitis maxillaris,sedangkan pada anak yang terbanyak adalah sinusitis ethmoidalis, diikuti oleh sinusitis sphenoidalis dan sinusitis frontalis (Balasubramanian2012a; Budiman & Rosalinda 2010). Sinusitis frontalis adalah peradangan mukosa sinus frontalis dan saluran drainage-nya (Balasubramanian 2012a). Sinusitis frontalis walaupun menempati insidensi yang lebih rendah dibandingkan sinusitis paranasalis yang lain, tetap harus diperhitungkan karena komplikasinya yang cukup berbahaya seperti poot s puffy tumor (osteomyelitis tabula anterior os frontalis, merupakan penyebaran ke arah anterior), epidural abscess, subdural abscess, meningitis, thrombosis sinus sagitalis superior dan thrombosis sinus cavernosus (yang merupakan penyebaran ke arah posterior baik penyebaran percontinuitatum maupun hematogen). Diagnosis dan terapi sinusitis frontalis harus cepat, tepat dan akurat, mengingat berbagai resiko tersebut (Reh & Hwang 2005; Lang et al. 2010; Balasubramanian 2012b). Faktor risiko dalam patogenesis sinusitis frontalis meliputi faktor host, agent, environment. Faktor host diantaranya adalah penyempitan recessus frontalis. Penyempitan recessus frontalis yang merupakan saluran drainage dari sinusitis frontalis bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah adanya variasi

anatomis berupa cellula agger nasi di bagian anterior dari recessus frontalis. Di sekitar recessus frontalis banyak terdapat rongga rongga udara, meliputi bulla lamella di bagian posterior, cellula supraorbital ethmoidalis di bagian lateral. Dibagian anterior seringkali terdapat cellulae agger nasi dan cellula frontalis tipe 1-4 yang merupakan variasi anatomis cavum nasi (Reh & Hwang 2005; Balasubramanian 2012a). Cellula agger nasi sering disebut sebagai cellula ethmoidalis paling anterior dan meluas ke anterior sampai os lacrimalis. Cellula agger nasi tersebar di anterior, lateral dan inferior dari recessus frontalis, dan berbatasan dengan ostium sinus frontalis. Cellula agger nasi tersembunyi di anterior dari processus uncinatus dan mengalirkan sekret ke dalam hiatus semilunaris. Dinding cellula agger nasi bagian posterior membentuk dinding anterior dari recessus frontalis. Atap dari cellula agger nasi adalah dasar dari sinus frontalis yang merupakan tanda penting untuk operasi sinus frontalis. Oleh karena itu ukuran cellula agger nasi berpengaruh secara langsung terhadap patensi recessus frontalis dan meatus medial bagian anterior (Kantarci et al. 2004; Reddy & Dev 2012). Berbagai penelitian mendapatkan insidensi cellula agger nasi yang beragam, berkisar antara 24,3% sampai dengan 93%. Korelasi antara cellula agger nasi dengan sinusitis dinyatakan oleh beberapa peneliti secara bervariasi. Bradley & Kountakis (2004) menyatakan adanya korelasi yang kuat antara adanya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis. Deosthale et al. (2013) menyatakan terdapat hubungan bermakna antara adannya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis pada sisi yang sama. Brunner et al. (1996) mengemukakan hasil bahwa cellula

agger nasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan sinusitis frontalis khronis. Sedangkan hasil yang didapatkan pada penelitian Eweiss dan Khalil (2013), juga pada penelitian Ameri et al. (2005) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara adanya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis. Computed Tomography (CT) scan merupakan metode yang baik untuk mengevaluasi struktur anatomi karena dapat memperlihatkan dengan jelas struktur anatomi hidung dan sinus paranasalis seperti kondisi ostiomeatal complex, kelainan anatomi, menampilkan jaringan patologis di sinus dan perluasannya. Pemeriksaan CT mampu memberikan gambaran struktur anatomi pada area yang tidak tampak melalui endoscopy. Pemeriksaan ini sangat baik dalam memperlihatkan cellulae ethmoidalis anterior, 2/3 atas cavum nasi dan recessus frontalis. Pada daerah ini CT dapat memperlihatkan lokasi faktor penyebab sinusitis khronis (Emilia 2013). CT scan menjadi pemeriksaan radiologis pilihan untuk mendiagnosis rhinosinusitis akut maupun khronis. CT scan dianggap sebagai standar untuk penegakan diagnosis sinusitis (Arulrajah et al. 2012; Elwany S et al. 2012; Suojanen & Regan 1995). CT scan sinus paranasalis dapat menampilkan anatomi soft tissue dan tulang secara terperinci (Qudah et al. 2009). CT scan sinus paranasalis lebih dipilih oleh dokter spesialis THT karena dapat menampilkan anatomi sinus paranasalis dan ostiomeatal complex lebih terperinci dan tepat, yang berguna saat operasi Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) ( Dua et al. 2005) B. Perumusan Masalah

1. Sinusitis frontalis adalah peradangan pada mukosa sinus frontalis yang ditandai dengan adanya sekret, air fluid level, maupun penebalan mukosa di sebagian atau seluruh sinus frontalis, walaupun bukan merupakan sinusitis paranasalis yang banyak dijumpai tetapi apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang berat. 2. Cellula agger nasi merupakan salah satu variasi anatomi di sinus paranasalis yang diduga berperan pada timbulnya sinusitis frontalis. C. Pertanyaan Penelitian Adakah korelasi antara temuan adanya cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara temuan cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala. E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi klinisi untuk prediksi dan evaluasi pada dengan temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis. 2. Bagi masyarakat umum Apabila ada korelasi bermakna antara temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis, maka masyarakat akan mendapat informasi yang lebih akurat tentang penyakit sinusitis frontalis dan penanganan yang lebih tepat. 3. Bagi peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti dalam pemeriksaan MSCT scan kepala mengenai variasi anatomi sinus paranasalis khususnya mengenai temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis. 4. Bagi pendidikan Penelitian ini merupakan sarana proses pendidikan khususnya dalam melatih cara berpikir dan meneliti. 5. Bagi pengembangan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu data dasar maupun acuan pustaka untuk melakukan penelitian selanjutnya. F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai korelasi antara temuan adanya cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di Instalasi Radiologi RSUPDr. Sardjito Yogyakarta. Dari penelusuran kepustakaan oleh penulis, ada beberapa penelitian mengenai variasi anatomi sinus paranasalis dan sinusitis pada pemeriksaan CT scan kepala yang digunakan sebagai acuan pustaka,diantaranya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian mengenai variasi anatomi pada sinus paranasalis dan sinusitis paranasalis pada gambaran ComputedTomography scan kepala. Peneliti (Tahun) Tempat Subye k Topik Hasil Perbedaan/ kebaruan Deosthale et al.(2014) Nagpur 62 Hubungan antara variasi anatomi regio sinonasal dengan Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis rhinosinusitis khronis Eweiss & Khalil (2013) Mesir 70 Prevalensi cellulae frontalis dan hubungan nya dengan sinusitis Agger nasi &cellulae frontalis banyak ditemukan di area recessus frontalis frontalis Bradley & Kountakis (2004) Amerika Serikat 80 Hubungan antara cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis pada yang dilakukan FESS Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis

Ameri et al. (2005) Iran 206 Variasi anatomi sinus paranasalis dengan sinusitis khronis. Tidak terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis Brunner et al. (1996) Amerika Serikat 50 Hubungan antara cellulae agger nasi dengan sinusitis frontalis khronis Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis khronis Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan populasi yang dengan penelitian lain sebelumnya. Berbeda dalam rentang waktu maupun sampel (subjek penelitiannya). Penelitian ini menggunakan alat Multislice Computed Tomography 64 slice merek Philips Brilliance, yang dapat memvisualisasi dan merekonstruksi gambar dengan lebih baik dibandingkan dengan CT single slice. Subjek penelitian ini mewakili kondisi masyarakat indonesia, khususnya yang tinggal di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang datang ke Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.