BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri dari sinus frontalis, sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis anterior yang bermuara di meatus medial, dan kelompok posterior yang terdiri dari sinus ethmoidalis posterior yang bermuara di meatus superior dan sinus sphenoidalis yang bermuara di recessus sphenoethmoidalis (Budiman & Rosalinda 2010). Perkembangan sinus paranasalis ini sudah dimulai sejak dalam kandungan, terutama sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis. Sinus frontalis berkembang setelah usia 1 tahun dan sinus sphenoidalis berkembang pada usia 3 tahun. Keunikan perkembangan ini menjelaskan terjadinya variasi anatomi yang cukup banyak (Duque & Casiano 2005; Figueroa & Sullivan 2005; Dwivedi & Singh 2010). Sinus frontalis dan jalur drainage-nya merupakan area anatomi yang kompleks di dasar tengkorak bagian anterior. Kompleksitas ini diperbesar dengan seringnya variasi anatomi yang berdampak pada arah drainage, efisiensi mucociliar clearance dan morfologi dari recessus frontalis. Pneumatisasi agger nasi atau cellula agger nasi dan procesus uncinatus mempengaruhi pola drainage dan struktur dasar dari recessus frontalis. Recessus frontalis dapat menyempit dari arah anterior inferior karena hiperpneumatisasi agger nasi (Figueroa & Sullivan 2005; Dwivedi & Singh 2010).
Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasalis dengan gejala berupa rhinorrhea, hidung tersumbat atau nyeri pada wajah. Secara teoritik penyakit ini dapat ditemukan pada bayi, karena sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis sudah terbentuk sejak bayi, sedangkan sinus frontalis baru berkembang umur 7-15 tahun (Kentjono 2004; Balasubramanian 2012a; Champbell 2004). Insidensi sinusitis pada dewasa terbanyak adalah sinusitis maxillaris,sedangkan pada anak yang terbanyak adalah sinusitis ethmoidalis, diikuti oleh sinusitis sphenoidalis dan sinusitis frontalis (Balasubramanian2012a; Budiman & Rosalinda 2010). Sinusitis frontalis adalah peradangan mukosa sinus frontalis dan saluran drainage-nya (Balasubramanian 2012a). Sinusitis frontalis walaupun menempati insidensi yang lebih rendah dibandingkan sinusitis paranasalis yang lain, tetap harus diperhitungkan karena komplikasinya yang cukup berbahaya seperti poot s puffy tumor (osteomyelitis tabula anterior os frontalis, merupakan penyebaran ke arah anterior), epidural abscess, subdural abscess, meningitis, thrombosis sinus sagitalis superior dan thrombosis sinus cavernosus (yang merupakan penyebaran ke arah posterior baik penyebaran percontinuitatum maupun hematogen). Diagnosis dan terapi sinusitis frontalis harus cepat, tepat dan akurat, mengingat berbagai resiko tersebut (Reh & Hwang 2005; Lang et al. 2010; Balasubramanian 2012b). Faktor risiko dalam patogenesis sinusitis frontalis meliputi faktor host, agent, environment. Faktor host diantaranya adalah penyempitan recessus frontalis. Penyempitan recessus frontalis yang merupakan saluran drainage dari sinusitis frontalis bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah adanya variasi
anatomis berupa cellula agger nasi di bagian anterior dari recessus frontalis. Di sekitar recessus frontalis banyak terdapat rongga rongga udara, meliputi bulla lamella di bagian posterior, cellula supraorbital ethmoidalis di bagian lateral. Dibagian anterior seringkali terdapat cellulae agger nasi dan cellula frontalis tipe 1-4 yang merupakan variasi anatomis cavum nasi (Reh & Hwang 2005; Balasubramanian 2012a). Cellula agger nasi sering disebut sebagai cellula ethmoidalis paling anterior dan meluas ke anterior sampai os lacrimalis. Cellula agger nasi tersebar di anterior, lateral dan inferior dari recessus frontalis, dan berbatasan dengan ostium sinus frontalis. Cellula agger nasi tersembunyi di anterior dari processus uncinatus dan mengalirkan sekret ke dalam hiatus semilunaris. Dinding cellula agger nasi bagian posterior membentuk dinding anterior dari recessus frontalis. Atap dari cellula agger nasi adalah dasar dari sinus frontalis yang merupakan tanda penting untuk operasi sinus frontalis. Oleh karena itu ukuran cellula agger nasi berpengaruh secara langsung terhadap patensi recessus frontalis dan meatus medial bagian anterior (Kantarci et al. 2004; Reddy & Dev 2012). Berbagai penelitian mendapatkan insidensi cellula agger nasi yang beragam, berkisar antara 24,3% sampai dengan 93%. Korelasi antara cellula agger nasi dengan sinusitis dinyatakan oleh beberapa peneliti secara bervariasi. Bradley & Kountakis (2004) menyatakan adanya korelasi yang kuat antara adanya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis. Deosthale et al. (2013) menyatakan terdapat hubungan bermakna antara adannya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis pada sisi yang sama. Brunner et al. (1996) mengemukakan hasil bahwa cellula
agger nasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan sinusitis frontalis khronis. Sedangkan hasil yang didapatkan pada penelitian Eweiss dan Khalil (2013), juga pada penelitian Ameri et al. (2005) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara adanya cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis. Computed Tomography (CT) scan merupakan metode yang baik untuk mengevaluasi struktur anatomi karena dapat memperlihatkan dengan jelas struktur anatomi hidung dan sinus paranasalis seperti kondisi ostiomeatal complex, kelainan anatomi, menampilkan jaringan patologis di sinus dan perluasannya. Pemeriksaan CT mampu memberikan gambaran struktur anatomi pada area yang tidak tampak melalui endoscopy. Pemeriksaan ini sangat baik dalam memperlihatkan cellulae ethmoidalis anterior, 2/3 atas cavum nasi dan recessus frontalis. Pada daerah ini CT dapat memperlihatkan lokasi faktor penyebab sinusitis khronis (Emilia 2013). CT scan menjadi pemeriksaan radiologis pilihan untuk mendiagnosis rhinosinusitis akut maupun khronis. CT scan dianggap sebagai standar untuk penegakan diagnosis sinusitis (Arulrajah et al. 2012; Elwany S et al. 2012; Suojanen & Regan 1995). CT scan sinus paranasalis dapat menampilkan anatomi soft tissue dan tulang secara terperinci (Qudah et al. 2009). CT scan sinus paranasalis lebih dipilih oleh dokter spesialis THT karena dapat menampilkan anatomi sinus paranasalis dan ostiomeatal complex lebih terperinci dan tepat, yang berguna saat operasi Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) ( Dua et al. 2005) B. Perumusan Masalah
1. Sinusitis frontalis adalah peradangan pada mukosa sinus frontalis yang ditandai dengan adanya sekret, air fluid level, maupun penebalan mukosa di sebagian atau seluruh sinus frontalis, walaupun bukan merupakan sinusitis paranasalis yang banyak dijumpai tetapi apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang berat. 2. Cellula agger nasi merupakan salah satu variasi anatomi di sinus paranasalis yang diduga berperan pada timbulnya sinusitis frontalis. C. Pertanyaan Penelitian Adakah korelasi antara temuan adanya cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara temuan cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala. E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pelayanan kesehatan Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi klinisi untuk prediksi dan evaluasi pada dengan temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis. 2. Bagi masyarakat umum Apabila ada korelasi bermakna antara temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis, maka masyarakat akan mendapat informasi yang lebih akurat tentang penyakit sinusitis frontalis dan penanganan yang lebih tepat. 3. Bagi peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti dalam pemeriksaan MSCT scan kepala mengenai variasi anatomi sinus paranasalis khususnya mengenai temuan cellula agger nasi dan hubungannya dengan sinusitis frontalis. 4. Bagi pendidikan Penelitian ini merupakan sarana proses pendidikan khususnya dalam melatih cara berpikir dan meneliti. 5. Bagi pengembangan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu data dasar maupun acuan pustaka untuk melakukan penelitian selanjutnya. F. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai korelasi antara temuan adanya cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis pada pemeriksaan MSCT scan kepala menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di Instalasi Radiologi RSUPDr. Sardjito Yogyakarta. Dari penelusuran kepustakaan oleh penulis, ada beberapa penelitian mengenai variasi anatomi sinus paranasalis dan sinusitis pada pemeriksaan CT scan kepala yang digunakan sebagai acuan pustaka,diantaranya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian mengenai variasi anatomi pada sinus paranasalis dan sinusitis paranasalis pada gambaran ComputedTomography scan kepala. Peneliti (Tahun) Tempat Subye k Topik Hasil Perbedaan/ kebaruan Deosthale et al.(2014) Nagpur 62 Hubungan antara variasi anatomi regio sinonasal dengan Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis rhinosinusitis khronis Eweiss & Khalil (2013) Mesir 70 Prevalensi cellulae frontalis dan hubungan nya dengan sinusitis Agger nasi &cellulae frontalis banyak ditemukan di area recessus frontalis frontalis Bradley & Kountakis (2004) Amerika Serikat 80 Hubungan antara cellula agger nasi dengan sinusitis frontalis pada yang dilakukan FESS Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis
Ameri et al. (2005) Iran 206 Variasi anatomi sinus paranasalis dengan sinusitis khronis. Tidak terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis Brunner et al. (1996) Amerika Serikat 50 Hubungan antara cellulae agger nasi dengan sinusitis frontalis khronis Terdapat hubungan bermakna antara cellula agger nasi dengan kejadian sinusitis frontalis khronis Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan populasi yang dengan penelitian lain sebelumnya. Berbeda dalam rentang waktu maupun sampel (subjek penelitiannya). Penelitian ini menggunakan alat Multislice Computed Tomography 64 slice merek Philips Brilliance, yang dapat memvisualisasi dan merekonstruksi gambar dengan lebih baik dibandingkan dengan CT single slice. Subjek penelitian ini mewakili kondisi masyarakat indonesia, khususnya yang tinggal di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang datang ke Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.