BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN DARAH MERAH DOMBA YANG DISUPEROVULASI SEBELUM KAWIN DAN DISUNTIK hcg HARI KE-6 SETELAH KAWIN PADA AWAL KEBUNTINGAN YUDI GUNAWAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Domba atau Ovis aries (Anonim 1999)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

Ilmu Pengetahuan Alam

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

SISTEM PEREDARAN DARAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang masing -masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah


BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

Makalah Sistem Hematologi

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Pembelajaran. 1. Dapat menjelaskan 3 komponen penyusun sistem peredaran darah pada manusia.

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

PENDAHULUAN Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM SIRKULASI OLEH : DRS. DJOKO IRAWANTO

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

II KAJIAN KEPUSTAKAAN meter dari permukaan laut dengan kondisi lembab, serta mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superovulasi Superovulasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan dan peningkatan jumlah folikel yang berkembang hingga mengalami ovulasi dirangsang melalui penyuntikan pregnant mare serum gonadotropin/human chorionic gonadotrophin (PMSG/hCG). Jumlah korpus luteum dan folikel sangat erat kaitannya dengan tingkat sekresi hormon kebuntingan dan hormon mammogenik seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan (Dziuk 1992; Kleeman et al. 1994; Manalu et al. 2000a). Peningkatan jumlah folikel, korpus luteum, dan plasenta menyebabkan kenaikan sekresi dari kelenjar penghasil hormon kebuntingan dan mammogenik. Hormon kebuntingan dan mammogenik berperan penting dalam pemeliharaan kebuntingan hingga memasuki periode pasca partus. Penggunaan PMSG/hCG untuk meningkatkan jumlah folikel dan korpus luteum telah terbukti dapat meningkatkan sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio dan fetus, bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi susu pada domba (Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b), sapi (Sudjatmogo et al. 2001), dan kambing (Adriani et al. 2004a). Superovulasi yang dilakukan sebelum perkawinan dapat memperbaiki konsentrasi hormon metabolisme yang tergambar melalui peningkatan sekresi endogen T 3 dan T 4. Selain meningkatkan sekresi endogen, superovulasi ternyata mampu meningkatkan metabolit penting, yaitu trigliserida, protein dan glukosa darah (Mege et al. 2009). Superovulasi meningkatkan sekresi hormon-hormon kebuntingan sehingga menyebabkan peningkatan pertumbuhan fetus pada masa prepartum dan postpartum. Dengan mengabaikan jumlah anak kambing per kelahiran, superovulasi induk sebelum perkawinan terbukti meningkatkan bobot lahir anak kambing sebesar 21% dan bobot sapih anak kambing sebesar 37% (Adriani et al. 2004a).

Perlakuan superovulasi dengan level dosis 600 hingga 1200 IU per ekor pada babi meningkatkan sekresi progesteron dan estradiol serta pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta pada masa gestasi 15, 35, dan 70 hari. Kondisi ini membuktikan bahwa superovulasi dengan dosis 600 sampai 1200 IU dapat meningkatkan reproduksi babi. Superovulasi pada induk akan meningkatkan hormon kebuntingan progesteron sekaligus juga meningkatkan kapasitas plasenta yang dimanifestasikan melalui peningkatan bobot basah dan kering, massa sel aktif, aktivitas sintetik sel (DNA dan RNA), dan sintesis nutrien plasenta hingga usia 70 hari kebuntingan. Peningkatan kapasitas plasenta juga dipengaruhi oleh pemeliharaan korpus luteum dan produksi progesteron oleh plasenta (Mege et al. 2005). Peningkatan volume ambing sebagai efek superovulasi sangat nyata meningkatkan produksi susu yang dihasilkan dan bekerja sinergis dengan kombinasi suplementasi seng dalam pakan, terutama pada konsentrasi seng 60 mg/kg bahan kering. Peningkatan volume ambing selama kebuntingan sejalan dengan peningkatan korpus luteum, estrogen, dan progesteron yang dihasilkan serta berhubungan erat dengan naiknya produksi susu. Peningkatan produksi susu akibat superovulasi tidak mempengaruhi kualitas susu dan konsumsi nutrien pakan (Adriani et al. 2004b). Sediaan yang juga sering dimanfaatkan untuk perlakuan superovulasi adalah controlled internal drug release (CIDR) dan folicle stimulating hormone (FSH). Bentuk CIDR seperti huruf T dengan bahan silikon yang mengandung hormon progesteron. Perlakuan superovulasi dengan kombinasi CIDR dan FSH disertai penyuntikan hcg mampu secara nyata meningkatkan respon superovulasi dan jumlah korpus luteum yang terbentuk pada induk sapi donor Brangus sehingga meningkatkan jumlah embrio terkoleksi dan jumlah embrio layak transfer. Jumlah korpus luteum yang dihasilkan pada perlakuan superovulasi dengan CIDR, FSH, dan hcg meningkat signifikan dibandingkan dengan kelompok hewan coba yang hanya disuperovulasi dengan CIDR dan FSH (Kaiin dan Tappa 2006). Menurut Situmorang (2008), tujuh dari sebelas kerbau memberikan respon positif terhadap perlakuan superovulasi dengan menggunakan hormon

gonadotropin. Terdapat bukti nyata bahwa konsentrasi progesteron pada masa inisiasi superovulasi memegang peranan yang penting dan konsentrasi progesteron yang tinggi menjadi indikasi signifikan dari keberhasilan program untuk mendapatkan embrio berkualitas baik dengan jumlah yang lebih tinggi. Adriani et al. (2007), dalam jurnalnya menyatakan bahwa perlakuan superovulasi dengan dosis 40 mg FSH secara intramuskular pada sapi Simbrah memberikan hasil terbaik dengan jumlah korpus luteum terbanyak. 2.2. Hematologi Darah Darah merupakan komponen metabolisme makhluk hidup yang berperan sebagai media transportasi oksigen dan sari makanan ke dalam jaringan dan mengangkut sisa metabolisme jaringan dan karbon dioksida untuk selanjutnya diekskresikan. Selain itu, sistem sirkulasi darah dapat juga berperan sebagai sarana penyaluran sekresi kelenjar endokrin menuju organ target. Menurut Dellman dan Brown (1989), volume total darah mamalia berkisar antara 7-8 % dari bobot badan dengan komposisi plasma sebesar 75-85% dan sisanya merupakan benda-benda darah sebanyak 25-35 % yang terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan platelet (keping darah). Sedangkan plasma darah itu sendiri tersusun atas 91-92% cairan dan 8-9% padatan (Swenson 1984). Darah juga berfungsi sebagai buffer atau regulator yang mengatur kestabilan ph pada jaringan untuk metabolisme optimum, salah satunya dengan ion bikarbonat. Senyawa karbonik anhidrase dalam darah berperan mengkatalis reaksi antara CO 2 dan H 2 O membentuk ion bikarbonat (H 2 CO 3 ) dan selanjutnya CO 2 dikeluarkan dari tubuh melalui sistem respirasi. Pengaturan suhu dilakukan oleh darah melalui mekanisme yang berkaitan dengan kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi dan berkonstriksi sehingga dapat mengatur pelepasan panas. Dalam sistem imunologis, darah dapat menjadi target agen infeksius sehingga di dalam darah terkandung pula faktor-faktor penting pertahanan tubuh seperti limfosit, monosit, eosinofil, neutrofil, dan basofil (Frandson 1996 dan Banks 1993).

Perubahan gambaran darah seperti jumlah sel darah merah, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin dapat mencerminkan adanya perubahan status fisiologis. Indeks hematologi domba normal tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter Hematologi Domba Normal Parameter Nilai kisaran Satuan RBC (eritrosit) 8-16 10 6 /µl WBC (leukosit) 4-12 10 3 /µl Hb 8-16 g% PCV 24-50 % MCV 33-48 fl MCH 8-13 pg MCHC 27-38 g/dl (Sumber: Frandson 1996, Banks 1993, dan Kelly 1984) 2.3. Sel Darah Merah (Eritrosit) Istilah eritrosit berasal dari bahasa yunani yaitu eritro yang berarti darah dan sit yang berarti sel. Proses pembentukan sel-sel eritrosit berbeda tergantung pada tahap perkembangan hewan. Pada masa fetus, sel eritrosit diproduksi oleh hati dan limpa, sedangkan pada saat hewan dewasa produksi eritrosit diambil alih fungsinya oleh sumsum tulang merah (Frandson 1996). Domba memiliki eritrosit berukuran sekitar 4,8 µm dengan bentuk cakram bikonkaf dan pinggiran sirkuler (Swenson 1984). Eritrosit domba dapat bertahan aktif dalam sistem sirkulasi selama 146 ± 12,9 hari dilihat melalui uji serologis dan selama 137 hari melalui pengujian radioaktif (Sherif dan Habel 1976). Secara umum, eritrosit mamalia termasuk domba, memiliki karakteristik yang tidak berinti dan bersifat nonmotil (Swenson 1984). Produksi eritrosit pada mamalia dipengaruhi oleh stimulasi EPO atau erythropoietin yang dihasilkan oleh ginjal sebagai respon terhadap hipoksia yang terjadi di jaringan (Guyton and Hall 1997). Penghancuran dan pembuangan sel-sel darah merah dilakukan oleh makrofag atau sistem rerikuloendotelial, yang terdiri atas sel-sel khusus dalam hati, limfa, sumsum tulang, dan limfonodus. Sel akan mengalami proses disintegrasi, melepaskan Hb ke dalam sirkulasi, dan menjadi

debris (puing-puing) sel rusak untuk selanjutnya dibuang dari sirkulasi (Frandson 1996). Pembentukan eritrosit terjadi di sumsum tulang. Eritrosit memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan sel-sel lain dalam jaringan. Kandungan utama dalam eritrosit, yaitu hemoglobin, lipid, protein, dan enzim. Hemoglobin merupakan zat padat yang memberi warna merah pada eritrosit dan berfungsi mengikat oksigen dalam fungsi respirasi. Lipid yang terdapat dalam eritrosit, diantaranya kolesterol, lesitin, dan sefalin. Protein dalam eritrosit, yaitu stromatin, lipoprotein, dan elimin. Karbonat anhidrase, peptidase, kolinesterase, dan enzimenzim dalam sistem glikolisis, merupakan enzim yang terdapat dalam eritrosit. Bahan organik utama dalam eritrosit adalah ATP dan ADP yang berperan dalam produksi energi. Bahan organik lain yang terkandung dalam eritrosit, di antaranya urea, asam amino, kreatinin, dan glukosa (Schalm 1975). Struktur membran eritrosit tampak seperti gambar 1 dibawah ini, Gambar 1. Struktur Membran Eritrosit Simplified diagram of the RBC membrane structure. (A) Rh complex; (B) protein 4.1 complex; (C) and (D) band 3 macrocomplex ((C) band 3 tetrameric form and (D) band 3 dimeric form (Oliveira dan Saldanha 2009). Komposisi elektrolit dan konsentrasi glukosa dalam plasma sama dengan komposisi dan konsentrasi di dalam eritrosit dan memiliki tekanan osmolaritas yang isotonis dengan osmosis larutan 0,9% NaCl dalam air. Jumlah eritrosit antara satu spesies dengan spesies lain berbeda-beda. Umumnya, jumlah normal eritrosit dalam tubuh berkisar antara 4 juta hingga 5 juta sel dalam tiap 1 mm 3.

Jumlah eritrosit dalam tubuh memiliki nilai yang cenderung tetap. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian kecepatan pembentukan eritrosit baru dengan kecepatan rusaknya eritrosit lama. Proses pembentukan darah yang terdiri atas eritrosit, leukosit, dan platelet disebut hemopoiesis. Sel darah hewan dewasa berasal dari satu sumber, yaitu selsel batang primordial di dalam sumsum tulang. Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang dipengaruhi oleh respon tubuh terhadap kadar oksigen dalam jaringan. Bila jaringan dan sel mengalami kondisi hipoksia atau kurangnya kadar oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme optimum, maka renal akan melepaskan hormon eritropoietin ke plasma darah untuk merangsang eritropoiesis. Eritropoietin akan berada dalam plasma satu jam setelah mulai terjadinya hipoksia. Hipoksia dapat terjadi karena rendahnya kadar oksigen dalam darah yang dapat disebabkan oleh hipoventilasi, maupun karena afinitas hemoglobin yang rendah terhadap oksigen sehingga suplai oksigen ke jaringan menurun. Sumsum tulang tidak menunjukkan respon langsung terhadap hipoksia dan umumnya produksi eritrosit baru akan terjadi tiga hari kemudian hingga kondisi hipoksia dapat dihilangkan. Setelah kondisi hipoksia berakhir, eritrosit yang berlebih dalam sirkulasi akan dieliminasi melaui mekanisme atrisi (pelemahan) dan degenerasi normal setelah kurang lebih bersirkulasi selama 120 hari tanpa pergantian (Frandson 1996). Kondisi kelainan klinis berupa menurunnya jumlah eritrosit dibawah batas normal disebut anemia. Anemia dapat terjadi karena infeksi maupun kelainan kongenital. Menurunnya jumlah eritrosit berakibat pada menurunnya suplai oksigen ke jaringan dan terhambatnya penyaluran bahan organik ke sel yang secara tidak langsung menggangu metabolisme tubuh. Jumlah eritrosit yang meningkat hingga diatas ambang normal juga merupakan suatu kondisi kelainan yang disebut polisitemia (Guyton dan Hall 1997). Menurut Palazzuoli et al. (2011), anemia adalah tanda klinis penyakit yang sering dikaitkan dengan kegagalan fungsi jantung dan insufisiensi renal. Hubungan antara ketiga kondisi kelainan ini disebut sebagai penyakit cardiorenal-anemia syndrome (CRS). Anemia dapat muncul sebagai hasil dari interaksi kompleks antara kemampuan jantung, homeostasis sumsum tulang, disfungsi

renal, dan efek samping dari berbagai jenis obat-obatan. Aktivitas neurohormonal dan antiinflamasi seringkali menjadi kunci awal munculnya penyakit yang bersifat progresif hingga akhirnya berujung pada anemia. Menurut Silverberg (2011), penyebab utama anemia pada kondisi gagal jantung kongesti, adalah penyakit ginjal kronis yang mengakibatkan terjadinya depresi produksi eritropoietin di ginjal diikuti produksi sitokin yang berlebihan dan berakhir dengan terjadinya depresi produksi eritropoietin di ginjal maupun di sumsum tulang. Kelebihan produksi sitokin pada gagal jantung kongesti juga menyebabkan defisiensi besi karena sitokin akan meningkatkan produksi hepcidin dari hati yang menyebabkan penurunan absorpsi besi di gastrointestinal dan mengurangi pelepasan besi dari depositnya di makofag dan hepatosit. Polisitemia didefinisikan sebagai kenaikan hematokrit dan hemoglobin berturut-turut. Penyebab utamanya dapat karena penyakit neoplastik seperti polisitemia vera dengan proliferasi sel klon. Beberapa kondisi polisitemia dapat terjadi sebagai hasil dari hipoksia kronis. Polisitemia fisiologis dapat ditemukan di penduduk dataran tinggi dan atlit yang berlatih di daerah tinggi (Kohler dan Dellweg 2010). 2.4. Hemoglobin Hemoglobin adalah bahan organik padat yang terdapat dalam eritrosit, berfungsi mengikat oksigen, dan memberi warna merah pada eritrosit. Kandungan hemoglobin dalam darah kurang lebih 15 gram per 100 ml darah. Molekul hemoglobin terdiri atas protein globin dan gugus heme yang mengandung Fe. Hemoglobin yang berikatan dengan oksigen akan membentuk ikatan oksihemoglobin. Proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat dihambat oleh gas karbonmonoksida (CO). Hal ini dikarenakan ikatan antara hemoglobin dengan CO lebih kuat dibandingkan dengan oksigen dan kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya keracunan CO pada jaringan. Pengikatan oksigen oleh hemoglobin dilakukan melalui Fe yang terdapat pada gugus heme. Zat besi dalam bentuk Fe 2+ yang terdapat pada pusat heme akan mengikat atom oksigen membentuk oksihemoglobin. Selanjutnya oksihemoglobin akan melepaskan oksigen ke jaringan.

Kerusakan eritrosit menyebabkan keluarnya hemoglobin dari sel, sehingga Fe yang terikat pada gugus heme akan ikut terlepas ke jaringan. Fe yang terlepas akan ditangkap oleh transferin dan kemudian disimpan untuk dapat digunakan lagi. Transferin adalah protein dalam plasma yang mampu mengikat Fe secara reversible. Kadar Fe dalam tubuh dipengaruhi oleh tingkat hemoglobin dan bobot tubuh. Selain dalam hemoglobin, Fe juga terdapat dalam feritin dan hemosiderin. Kandungan Fe yang lebih sedikit terdapat dalam mioglobin, plasma, dan cairan ekstraseluler. Hemoglobin yang rusak menyebabkan terbentuknya bilirubin. Bilirubin adalah zat warna kuning yang mampu berikatan kompleks dengan albumin sebelum ditranspor ke hati (Guyton dan Hall 1997). 2.5. Hematokrit (PCV) Suatu ukuran yang menunjukkan volume total eritrosit dalam setiap 100 ml darah disebut hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV). Nilai hematokrit dinyatakan dalam persentase. Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu eritrosit pada bagian dasar, leukosit dan trombosit yang berupa lapisan berwarna putih sampai abu-abu (buffy coat), dan plasma darah pada bagian paling atas (Schalm 1975). Pada kondisi perdarahan, jumlah eritrosit yang hilang seringkali berbanding lurus dengan plasma darah sehingga nilai hematokrit tetap. Nilai hematokrit yang rendah dapat menyebabkan anemia (Duncan dan Prase 1986). 2.6. Domba Domba tergolong sebagai hewan ruminansia kecil yang didosmetikasi atau diternakkan sebagai sumber protein hewani dan merupakan kerabat kambing, sapi, dan kerbau (Mulyono 2005). Domba termasuk dalam Famili Bovidae dan Genus Ovis. Domba yang diternakkan saat ini, diperkirakan merupakan hasil domestikasi tiga jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) dari Asia Tenggara, dan Urial (Ovis vignei) dari Asia. Domba yang dikenal di Indonesia ada tiga bangsa, yaitu domba lokal atau domba ekor tipis, domba ekor gemuk, dan domba Priangan. Domba ekor tipis

memiliki ukuran tubuh dan ekor yang relatif kecil, bulu cenderung berwarna putih, domba jantan bertanduk kecil dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk, bobot domba jantan berkisar 30-40 kg dan bobot betina berkisar 15-20 kg (Sarwono 2004). Bangsa domba ekor tipis berasal dari India dan Bangladesh dengan penamaan yang berbeda di berbagai wilayah di Indonesia, seperti domba negeri, domba kampung, domba lokal, dan domba kacang. Gambaran domba ekor tipis tampak seperti gambar dibawah ini, Gambar 2. Domba ekor tipis (Sumber: Anomim 1 2012) Domba ekor gemuk memiliki ukuran badan yang besar, bobot domba jantan mencapai 50 kg dan bertanduk, sedangkan domba betina mencapai 40 kg dan tidak bertanduk. Bangsa domba ekor gemuk cenderung berekor panjang dengan bagian pangkalnya besar dan menimbun banyak lemak. Domba ini banyak tersebar di Madura, Sulawesi, Lombok, dan Jawa Timur. Gambaran domba ekor gemuk tampak seperti gambar dibawah ini, Gambar 3. Domba ekor gemuk (Sumber: Anomim 2 2012) Domba Priangan atau domba Garut berasal dari Priangan, Kota Garut, Jawa Barat. Bobot domba jantan dapat mencapai 80 kg dan betina dapat mencapai 40 kg. Bangsa domba Priangan umumnya berbadan besar dan lebar, memiliki leher dan tanduk yang kuat sehingga sering dimanfaatkan sebagai domba aduan. Gambaran domba Priangan tampak seperti gambar dibawah ini,

Gambar 4. Domba Priangan (Sumber: Anomim 3 2012) Tanduk domba Priangan jantan melingkar ke belakang membentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir menyatu. Domba Priangan betina umumnya tidak bertanduk dengan postur tubuh yang lebih panjang dan bulu halus (Mulyono 2005).