TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang sehat dan produksi tandan buah segar (TBS) secara maksimum dan ekonomis, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas standar sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya (Sutarta et al., 2003). Poeloengan et al. (2003) menyatakan bahwa pemupukan dalam suatu usaha perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu usaha perawatan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan dan potensi produksi. Ditinjau dari segi biaya, pemupukan menjadi sangat penting karena usaha tersebut memerlukan biaya sebesar 40 60 % dari biaya pemeliharan tanaman atau sekitar 30 % dari total biaya produksi. Strategi pemupukan kelapa sawit yang baik harus mengacu pada konsep keefektifan dan efisiensi yang maksimum (Pahan, 2010). Selanjutnya Sutarta (2002) menambahkan bahwa pemupukan yang ideal harus berprinsip pada 4 T, yaitu: tepat jenis pupuk, tepat dosis, tepat cara aplikasi, dan tepat waktu aplikasi. Menurut Pahan (2010), pemupukan kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman, yaitu pada tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis baku, tahap TM yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor dasar serta konsep neraca hara. Pengamatan terhadap faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sistem konservasi tanah dan air, drainase, dan kronologi terjadinya serangan hama/penyakit, serta keakuratan data riwayat tanaman dan sistem perawatannya akan sangat membantu dalam penentuan rekomendasi pemupukan yang tepat. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi atas unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak. Ada enam unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N), fosfor (P),
4 kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Namun, unsur ini harus selalu tersedia di dalam jaringan tanaman. Unsur mikro itu adalah besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (Bo), Molibdenum (Mo), klorida (Cl), dan seng (Zn) (Pahan, 2010). Nitrogen (N). Sebagian besar senyawa kimia tumbuhan mengandung nitrogen. Protein dan enzim tersusun atas asam amino yang mengandung nitrogen. Kekurangan nitrogen memberikan gejala perubahan warna daun daun bawah menjadi kekuningan (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Tanaman mengabsorpsi nitrogen dalam bentuk nitrat (NO - 3 ), walaupun ternyata ammonium (NH + 4 ) dapat juga langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat dipengaruhi oleh ph tanah (Hakim, 2007). Fosfor (P). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) fosfor merupakan bagian dari senyawa yang mengatur pertumbuhan tanaman. Asam nukleat dan senyawa yang mengatur pernapasan dan pematangan juga mengandung fosfor. Kekurangan fosfor menghambat pertumbuhan tanaman. Unsur fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk H 2 PO - 4. Kalium (K). Fungsi utama kalium adalah sebagai katalisator (pendorong dan mempercepat reaksi reaksi biokimia). Fungsi lainnya untuk mengatur kegiatan fotosintesis, transpirasi, serta reaksi biokimia dalam daun dan titik tumbuh. Kekurangan kalium dapat mengurangi produksi buah (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Unsur kalium (K) diserap oleh tanaman dalam bentuk kation K +. Magnesium (Mg). Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) menyatakan bahwa magnesium merupakan bagian dari molekul klorofil dan berasosiasi dengan fosfor (P) dalam proses pembentukan senyawa senyawa fosfolipid yang merupakan bagian dari minyak yang diproduksi. Kekurangan magnesium ditandai dengan gejala klorosis (warna kekuningan). Magnesium dari jaringan tua ditransfer ke jaringan yang lebih muda, sehingga gejala klorosis terlihat pada daun daun tua (daun bawah). Magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Mg 2+. Hara Mg merupakan hara makro sekunder yang berperan penting sebagai bahan pembentuk molekul klorofil dan komponen enzim esensial, serta berperan
5 dalam proses metabolisme P dan respirasi tanaman. Mg juga diperlukan dalam transfer ATP, transfer energi dalam proses fotosintesis, glikolisis, siklus kreb, dan respirasi (Rankine dan Fairhurst, 1999; Havlin et al., 2004). Belerang (S). Belerang merupakan bagian dari protein, penelitian tentang belerang masih kurang karena kasus kekurangan belerang jarang ditemui dimana unsur belerang sudah tersedia dalam pupuk lain seperti pupuk ZA (ammonium sulfat) (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Unsur belerang diserap oleh tanaman dalam bentuk anion SO 2-4. Defisiensi unsur belerang (S) terjadi pada daun kelapa sawit yang termuda dengan gejala yang terjadi yaitu daun menjadi hijau kekuningan dengan tulang daun kekuning kuningan (Pahan, 2010). Kalsium (Ca). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) kalsium merupakan bagian dari dinding sel dan kandungan kalsium terbesar terdapat pada daun. Kalsium berguna untuk menjaga membran membran dalam sel tetap berfungsi; berperan dalam bagian bagian meristem tanaman; dan mendorong pertumbuhan akar. Kalsium memiliki kemampuan menekan aktivitas kalium (K) dan mempengaruhi penyerapan unsur nitrogen. Unsur kalsium (Ca) diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Ca 2+. Dosis Pemupukan Untuk mengetahui dosis pupuk yang harus ditambahkan ke dalam tanah yaitu dengan mempertimbangkan jumlah hara yang diserap tanaman, status hara dalam daun, hara yang terangkut bersama hasil panen, hara yang kembali ke tanah, hara yang hilang dari zona perakaran, dan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara (Siahaan dan Buma, 1992). Kisaran dosis optimal yang dapat diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
6 Tabel 1. Kisaran Dosis Optimal Pada Pemupukan Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan Umur Jenis Pupuk (dosis kg/pokok/tahun) Tanaman Sulphate of Rock Muriate of Kieserite (tahun) Amonia (ZA) Phosphate Potash (MOP) (Kies) (RP) 3.0-5.0 1.0-2.0 0.5-1.0 0.4-1.0 0.5-1.0 6.0-12.0 2.0-3.0 1.0-2.0 0.5-3.0 1.0-2.0 >12.0 1.5-3.0 0.5-1.0 1.5-2.0 0.5-1.5 Sumber: Lubis (2008) Tanaman kelapa sawit membutuhkan pupuk N, P, dan K yang sangat banyak sehingga diperlukan takaran pupuk yang tepat dan optimal. Sementara itu, berdasarkan analisis tanah dan daun yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa tanaman kelapa sawit memerlukan koreksi takaran pupuk yang akan diberikan. Namun, takaran pupuk tersebut hanya berlaku 1 tahun sehingga setiap tahun harus dilakukan analisis ulang tentang tanah dan daun untuk menentukan takaran pupuk yang tepat bagi tanaman kelapa sawit. Kebutuhan pupuk untuk setiap lokasi berbeda-beda, tergantung dari kondisi lokasi terebut. Secara umum terdapat dosis optimal untuk pemupukan tanaman kelapa sawit (Riwandi, 2002). Tempat dan Cara Penyebaran Pupuk Tempat penyebaran pupuk adalah tempat dimana pupuk dapat ditaburkan. Ada yang di dalam bokoran di tempat yang bersih dari gulma, ada juga yang ditempatkan di luar bokoran dimana gulma lunak masih dapat tumbuh. Sebelum kegiatan pemupukan dilakukan pencampuran pupuk, apabila ada jenis pupuk yang tidak boleh dicampur maka tempat penaburannya harus dipisahkan atau paling tidak ada jarak sekitar 12 hari antara aplikasi pupuk yang satu dengan pupuk lainnya. Tempat penyebaran pupuk pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan umur 1 bulan sampai pelepah menutupi bokoran adalah seluruh tempat di bokoran, kecuali Rock Phosphate yang harus ditaburkan di luar bokoran, di atas penutup tanah. Cara tersebut juga dilakukan pada TBM yang pelepahnya sudah melewati bokoran. Sedangkan tempat penaburan pupuk pada tanaman yang sudah menghasilkan (TM) dibedakan berdasarkan sifat masing-masing pupuk yaitu:
7 (a) nitrogen sebaiknya ditaburkan antara batang tanaman sampai ujung bokoran, (b) P 2 O 5 dan MgO (Phosphate dan magnesium) ditaburkan sekitar 25 cm dari tanaman sampai ujung bokoran. Namun, apabila Rock phosphate yang digunakan, maka tempat penaburan pupuk adalah di gawangan di pinggir rumpukan pelepah dan di atas gulma lunak yang tumbuh disana (Hakim, 2007). Tempat dan cara penyebaran pupuk dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tempat dan Cara Penebaran Pupuk di Piringan Cara Aplikasi Pemupukan Menurut Sastrosayono (2003), cara menempatkan pupuk akan mempengaruhi jumlah pupuk yang diserap akar tanaman. Penempatan pupuk juga berpengaruh terhadap hasil TBS (PPKS, 2003). Cara pemupukan yang direkomendasikan oleh PPKS berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan adalah dengan cara menabur pupuk (P, K, Mg) secara merata di piringan pada jarak 1.5 m dari pangkal batang ke arah pinggir piringan, sedangkan pupuk N dianjurkan agar dibenam dalam tanah. Pada daerah piringan yang belum dilengkapi dengan tapal kuda, pemupukan dianjurkan dilakukan dengan cara dibenamkan (untuk seluruh jenis pupuk) pada beberapa lubang di sekitar pohon. Waktu dan Frekuensi Pemupukan Menurut Adiwiganda (2007) waktu dan frekuensi pemupukan ditentukan oleh keadaan iklim terutama curah hujan dan hari hujan, sifat fisik tanah dan kondisi relief, dan proses pengadaan pupuk. Setyamidjaja (2006) menambahkan bahwa waktu pemberian pupuk pada TBM didasarkan kepada umur tanaman. Jadi, pemupukan tidak dilaksanakan pada patokan pemupukan pada awal atau akhir musim hujan. Pahan (2010) menyatakan bahwa
8 manfaat pemupukan secara maksimal didapat pada bulan-bulan dengan curah hujan berkisar 100-250 mm/bulan. Pada masa ini, kondisi tanah cukup basah (tetapi belum jenuh), sehingga memudahkan terserapnya unsur hara oleh tanaman.