TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hakhak atas tanah dari status yang lama

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTEMUAN MINGGU KE 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

- alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama) - organisasi kekuatan (politik)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE ( TOR ) TAHUN ANGGARAN 2015 PROGRAM PENATAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB III METODE PENEITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Pola Konversi dan Pemanfaatan Lahan yang Dikonversi

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

MANUSIA DAN BUDAYA. A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia. Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar:

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak adalah tanah untuk bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan.

ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.

Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah sebagai berikut. 1. Faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi. 2. Faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor kebijakan; yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan. Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Menurut Fauziah (2005), menyebutkan bahwa alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu segi substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tidak tegas, maupun penegaknya yang tidak di dukung oleh pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin pemfungsian suatu lahan. Tetapi juga tidak didukung oleh tidak menarik nya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat produksi laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan cenderung terus menurun drastis mengakibatkan minat penduduk (atau pun sekedar mempertahankan fungsinya) terhadap sektor pertanian pun menurun.

Jadi dari pendapat di atas disimpulkan bahwa alih fungsi lahan adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic) dengan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Selain itu, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: pertama faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, kedua faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi, ketiga faktor kebijakan; yaitu aspek regulasi. Pada perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan makin kebutuhan penduduk dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Dalam hal ini alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, tetapi juga tidak didukung oleh tidak menarik nya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat produksi laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif. 2.2 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Petani Pemilik Terhadap Kehidupan Rumah Tangganya dan Masyarakat Luas 2.2.1 Dampak alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan rumah tangganya Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Menurut Somaji (1994), konversi lahan juga berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non pertanian.

Sihaloho (2004) menjelaskan konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada perubahan struktur agrarian. Adapun perubahan yang terjadi sebagai berikut. 1. Perubahan pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari kepemilikan tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi akibat alih konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap dan petani penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan dan terjadinya proses marginalisasi. 2. Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana masyarakat dan pihak pihak lain memanfaatkan sumber daya agrarian tersebut. Konversi lahan menyebabkan pergesaran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga kerja wanita. Konversi lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian. Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi. Implikasi langsung dari perubahan ini adalah dimanfaatkannya lahan tanpa mengenal sistem bera, khususnya untuk tanah sawah. 3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang makin terbatas menyebabkan memudarnya sistem bagi hasil tanah maro menjadi mertelu. Demikian juga dengan munculnya sistem tanah baru yaitu sistem sewa dan sistem jual gadai. Perubahan terjadi karena meningkatnya nilai tanah dan makin terbatasnya tanah. 4. Peruban pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian masyarakat dan hasil hasil produksi pertaanian dibandingkan dengan hasil non pertanian. Keterbatasan lahan dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran sumber mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan yang makin menurun). Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan terjadi secara berlebihan sudah tentu akan berdampak negatif bagi masa depan pertanian. Apalagi Indonesia dikenal sebagai Negara agraris dengan sawah terbentang luas dari sabang sampai merauke. Jika lahan pertanian berkurang atau bahkan habis dikonversi maka Indonesia akan mengalami krisis pangan. Dari tahun ke tahun, luas lahan produktif yang beralih fungsi terus bertambah, yang akan mengakibatkan terjadi penurunan produksi pangan nasional. Sedangkan kebutuhan pangan penduduk semakin besar karena adanya pertumbuhan penduduk yang juga semakin besar. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang semakin meningkat, otomatis diperlukan lahan pertanian yang luas pula. Namun, dengan adanya alih fungsi lahan maka produksi pangan mengalami penurunan dan kebutuhan masyarakat akan sangat sulit dipenuhi (Timnine, 2015). Dampak alih fungsi lahan secara langsung mengurangi luas lahan sektor pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian terutama padi. Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka dampaknya akan mengancam ketahanan pangan (Depkeu, 2014). 2.2.2 Dampak alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan masyarakat luas Impilkasi alih fungsi lahan pertanian terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sangat kompleks. Dimulai dari semakin mahalnya harga pangan, hilangnya lapangan keja bagi petani hingga tingginya angka urbanisasi. Selain itu, dampak yang ditimbulkan yaitu berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan rusaknya saluran irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan sawah (Sihaloho 2004).

Dampak alih fungsi lahan berpengaruh pada ketahanan sosial. Ketahanan sosial atau social resilience dalam konteks ini merujuk pada kemampuan masyarakat, kelembagaan sosial atau komunitas sosial yang terkait dengan lahan pertanian agar tetap bertahan dan mampu menghadapi perubahan karena alih fungsi lahan. Untuk kasus Bali, eksistensi kelembagaan subak mewakili kelembagaan sosial tersebut. Sosial Resilience mencerminkan upaya kelompok atau kelembagaan masyarakat mempertahankan kelembagaan dan nilai sosial serta norma lokal dalam proses intervensi atau introduksi nilai dan norma eksternal. Pada ketahanan ekonomi merujuk pada kemampuan masyarakat yang secara ekonomi harus mampu menghadapi perubahan sebagai akibat proses terjadinya alih fungsi lahan. Dengan membandingkan beberapa variabel ekonomi seperti. peluang kerja, tingkat pendapatan dan kesejahteraan sebelum dan sesudah alih fungsi lahan. Sedangkan pada ekologi mengacu pada pemahaman subak sebagai suatu ekosistem. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat dalam ekosistem subak setelah terjadinya alih fungsi lahan adalah menyangkut debit air, pencemaran air, dan lahan sawah, keadaan biota sawah, produktivitas hasil dan keberlanjutan usahatani (Suradisastra, 2008). Menurut Lestari (2009) faktor eksternal terjadinya alih fungsi lahan tersebut dengan adanya dinamika pertumbuhan ekonomi. Faktor jumlah penduduk, jumlah industri, dan PDRB per kapita berpengaruh terhadap terjadinya penurunan luas lahan pertanian. Alih fungsi lahan pertanian pada umumnya berdampak sangat besar pada bidang sosial dan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah satunya dari berubahnya fungsi lahan. Semakin sempitnya lahan pertanian akan menyebabkan banyak masalah dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Implikasi alih fungsi lahan pertanian terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sangat kompleks. Di mulai dari semakin mahalnya harga pangan, hilangnya lapangan pekerjaan bagi petani hingga tingginya angka urbanisasi. Selain itu dampak yang ditimbulkan

yaitu berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan rusaknya saluran irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan sawah. Pertanian bagi masyarakat di Bali tidak hanya sebagai sumber pangan dan pendapatan tetapi juga sebagai sumber budaya. Sebagian besar aktivitas budaya masyarakat Bali bersumber dari sektor pertanian. Upacara dari penanaman bibit hingga panen semuanya dari kegiatan pertanian (masaba, mapeed, ngaturang sarin taur, mapag toya, sampai mantenin padi dijineng). Bila kemudian lahan-lahan produktif pertanian dialih fungsikan menjadi pemukiman, pertokoan, dan pariwisata maka budaya Bali pun akan berkurang. Pada masa mendatang generasi muda tidak akan dapat melihat budaya pertanian yang khas (Timnine, 2015). Dampak alih fungsi lahan menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat. Dampak sosial yang muncul berupa dampak positif, dampak negatif dan masalah sosial. Dampak positif yang ditimbulkan yaitu terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat. Dampak negatif yang ditimbulkan yaitu berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan rusaknya saluran irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan sawah. Masalah sosial yang timbul adalah adanya kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat serta masalah keamanan dan kenakalan remaja (Munazat, 2013). 2.3 Wujud Kebudayaan Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaningrat (1979). Pertama yaitu, wujud pola pikir sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud aspek sosial sebagai aktivitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah aspek artefak/kebendaan sebagai bendabenda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk abstrak, sehingga tidak dapat dilihat

dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kata adat dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat. Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial dijelaskan Koentjaningrat sebagai keseluruhan aktivitas manusia atau segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktivitas ini dilakukan setiap waktu dan membentuk polapola tertentu berdasarkan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaningrat. Sistem sosial berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat. Menurut Arifin (2011) setiap karya budaya selalu mempunyai tiga wujud budaya yaitu: Wujud ide, wujud berkelakuan berpola, dan wujud teknologi. Dalam aktivitas manusia seharihari ketiga wujud budaya tersebut saling berhubungan timbal balik. Demikian juga setiap karya budaya suatu masyarakat mempunyai unsur budaya, dari unsur-unsur budaya yang mempunyai ruang lingkup luas sampai unsur budaya yang mempunyai ruang lingkup sangat kecil. Karya budaya manusia itu mempunyai unsur unsur budaya yang selalu dijumpai di setiap kehidupan masyarakat dimana pun di dunia ini. Unsur-unsur budaya tersebut disebut unsur budaya universal.

Menurut Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 2000), wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak/kebendaan. 1. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang bersifat abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu daalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. 2. Aktivitas Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta begaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 3. Artefak/kebendaan Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. 2.4 Kerangka Pemikiran Alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan rumah tangganya berdampak pada turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada perubahan orientasi ekonomi,

sosial, budaya, dan politik masyarakat. Penggunaan lahan semakin meningkat untuk tempat tinggal, tempat melakukan usaha, pemenuhan akses umum dan fasilitas lain menyebabkan lahan lahan pun semakin menyempit. Subak Lange berada di kawasan Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Alih fungsi lahan yang terdapat di Subak Lange sangat drastis. Lahan pun semakin menyempit termakan zaman. Hal ini dapat diteliti pada Subak Lange dengan wujud kebudayaan yaitu: pola pikir, sistem sosial, dan artefak/kebendaan. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Petani Pemilik Terhadap Kehidupan Rumah Tangganya di Subak Lange Wujud Kebudayaan Sistem Sosial a. Kehidupan setelah menjual sawah b. Interaksi dengan keluarga dan lingkungan sekitar setelah menjual sawah Artefak/kebendaan a. Pendapatan perbulan sebelum dan sesudah menjual sawah b. Luas lahan sebelum dan sesudah dijual c. Harga lahan

Pola Pkir a. Tujuan menjual sawah b. Alasan menjual sawah c. Perasaan setelah menjual sawah d. Memang ada sebelumnya merencanakan menjual sawah e. Manfaat yang dirasakan setelah menjual lahan sawah sawah per are d. Pemanfaatan hasil penjualan sawah Simpulan Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Petani Pemilik Terhadap Kehidupan Rumah Tangganya, di Kawasan Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat Tahun 2015