BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II Tinjauan Pustaka

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

BAB IV Hasil dan Pembahasan

VARIASI MUTASI GEN ATPase 6 mtdna MANUSIA PADA POPULASI DATARAN RENDAH

ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HVSI DNA MITKONDRIA MANUSIA POLI-C

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia

Variasi Urutan nukleotida Daerah D-Loop DNA Mitokondria Manusia pada Dua Populasi Asli Indonesia Tenggara. Program Studi Kimia FPMIPA UPI

BAB XIII. SEKUENSING DNA

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

BAB IV Hasil dan Pembahasan

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

Analisis DNA Mitokondria Pada Temuan Rangka di Kompleks Candi Kedaton desa Sentonorejo Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto

DNA MITOKONDRIA GAJAH SUMATERA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN SPESIES DAN SUBSPESIES GAJAH LAIN TESIS

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIAN NON-DELESI 9 PASANG BASA DNA MITOKONDRIA MANUSIA SAMPEL FORENSIK BALI

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

menggunakan program MEGA versi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI FRAGMEN HV1 DNA MITOKONDRIA INDIVIDU DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI ABSTRACT

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Jumlah Koloni Lombok AcLb11 Kampus lama Univ Mataram, Kec. Selaparang, Mataram. AcLb12 Kelayu, Lombok Timur

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

Ari Basuki SMA Negeri 2, Tanjungpinang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

IDENTIFIKASI FRAGMEN DNA MITOKONDRIA PADA SATU GARIS KETURUNAN IBU DARI SEL EPITEL RONGGA MULUT DAN SEL FOLIKEL AKAR RAMBUT

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

ANALISIS DNA MITOKONDRIA MANUSIA MELALUI KARAKTERISASI HETEROPLASMI PADA DAERAH PENGONTROL GEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena yang jarang terjadi. Rangkaian poli-c di daerah HVI ini muncul karena adanya mutasi transisi basa timin (T) menjadi sitosin (C) pada posisi 16189. Hanya 17,30% individu dari populasi yang dianalisis ditemukan mengalami mutasi T16189C (Surja dalam Siti, 2005). Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan hasil penelitian urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang mengandung poli-c terhadap dua sampel populasi Nusa Tenggara Barat yang meliputi: (1) Karakteristik sampel, (2) Fragmen 0,4 kb mtdna hasil PCR, (3) Hasil direct sequencing terhadap kedua sampel, (4) Analisis mutasi daerah HVI, dan (5) Rangkaian poli-c pada daerah HVI mtdna kedua sampel tersebut. 4.1. Karakteristik Sampel Penyiapan templat mtdna untuk PCR diawali dengan pengambilan sel rambut dari populasi NTB yang dijadikan sampel yang dilanjutkan dengan lisis sel sesuai prosedur yang telah dituliskan pada bab III. Adapun data sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data sampel. No. Kode Sampel Suku asal sampel 1 NB-007 Bima 2 NB-008 Sumbawa 24

Kedua individu yang menjadi sampel tersebut merupakan keturunan asli Nusa Tenggara Barat. Dari kedua sampel diambil beberapa helai rambut untuk dijadikan sebagai sumber mtdna. Adapun beberapa alasan yang mendasari pemilihan rambut sebagai sumber mtdna pada penelitian ini adalah: rambut mengalami pertumbuhan setiap saat; proses pengambilan sampel rambut lebih mudah dibanding sel-sel sumber mtdna lainnya seperti darah serta penyimpanannya yang lebih mudah. Secara lebih spesifik, bagian rambut yang diambil adalah bagian akarnya, karena pada bagian akar inilah yang sesungguhnya mengalami pertumbuhan. Sehingga diperkirakan pada akar rambut terdapat mtdna yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian pangkalnya. 4.2. Fragmen 0,4 kb mtdna Hasil PCR Fragmen 0,4 kb daerah HVI mtdna diperoleh dari hasil amplifikasi mtdna manusia secara in vitro dengan teknik PCR. Hasil PCR selanjutnya diidentifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1% (b/v) dengan menggunakan puc19/hinfi sebagai marker (standar). puc19/hinfi akan menghasilkan lima fragmen dengan ukuran masing-masing 1419 pb, 517 pb, 396 pb, 214 pb, dan 75 pb (Hartati dan Maksum, 2004). Hasil deteksi produk PCR dengan elektroforesis gel agarosa ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat adanya pita fragmen pada sampel yang dianalisis yang terletak diantara pita 517 pb dan pita 396 pb standar puc19/hinfi. Dengan membandingkan posisi pita fragmen sampel dengan pita puc/hinfi, disimpulkan bahwa fragmen sampel tersebut memiliki ukuran sekitar 0,4 kb. Munculnya pita 25

0,4 kb tersebut mengindikasikan bahwa proses amplifikasi daerah HVI mtdna sampel telah berhasil dilakukan. Gambar 4.1. Hasil deteksi produk PCR dengan elektroforesis gel agarosa. Lajur 1 menunjukkan marker DNA puc19/hinfi, lajur 2 dan 3 menunjukkan fragmen 0,4 kb sampel NB-007 dan NB-008. Sedangkan lajur 4 dan 5 masing-masing menunjukkan kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol positif dalam elektroforesis gel agarosa berperan sebagai kontrol lisis. Dalam kontrol positif, yang menjadi templat DNA adalah sampel yang telah berhasil dilisis dan menunjukkan hasil positif ketika dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa. Gambar 4.1 menunjukkan munculnya pita pada kontrol positif, dan hal ini membuktikan bahwa proses lisis terhadap sampel telah berhasil. Apabila suatu hasil elektroforesis gel agarosa menunjukkan munculnya pita 0,4 kb pada kontrol positif, sedangkan pada sampel tidak muncul pita 26

fragmen 0,4 kb tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan terjadi pada proses lisis sampel. Gambar 4.1 juga memperlihatkan bahwa pada kontrol negatif tidak muncul pita fragmen 0,4 kb. Dalam proses PCR, kontrol negatif berperan sebagai indikator ada atau tidaknya kontaminan dalam campuran reaksi PCR. Pada kontrol negatif ini, templat mtdna diganti dengan ddh 2 O. Dengan tidak munculnya pita pada kontrol negatif menunjukkan bahwa fragmen 0,4 kb yang diperoleh pada sampel bukan berasal dari kontaminan. 4.3. Hasil Direct Sequencing Urutan Nukleotida mtdna HVI Sampel NB-007 dan NB-008 Urutan nukleotida sampel diperoleh melalui proses sekuensing yang dilakukan oleh Macrogen, Inc. Korea. Data hasil sekuensing kemudian dianalisis dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR sehingga dapat diperoleh tampilan elektroforegram untuk kedua sampel tersebut. Tampilan elektroforegram untuk sampel NB-008 dapat dilihat pada Gambar 4.2. sedangkan tampilan elektroforegram sampel NB-007 hampir sama dengan NB-008, dan untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam lampiran. 27

Gambar 4.2. Elektroforegam hasil sekuensing sampel NB-008. Puncak berwarna hijau menunjukkan basa adenin, puncak berwarna biru menunjukkan basa sitosin, puncak berwarna hitam menunjukkan basa guanin dan puncak berwarna merah menunjukkan basa timin. Pada Gambar 4.2 bagian yang berwarna kuning menunjukkan nukleotida yang urutannya tidak bisa terbaca. Ketidakterbacaan ini berhubungan dengan adanya insersi basa sitosin (C) pada posisi 16189 yang mengakibatkan munculnya rangkaian poli-c pada kedua sampel. Berkaitan dengan ketidakterbacaan sampel yang mengandung poli-c tersebut telah dilakukan beberapa penelitian, salah satunya adalah penelitian yang 28

dilakukan oleh Levin. Dari hasil penelitian tersebut Levin menyimpulkan bahwa ketidakterbacaan sampel dengan direct sequencing disebabkan karena adanya campuran heteroplasmi rangkaian poli-c dalam satu individu (Siti dkk., 2007). Heteroplasmi merupakan suatu fenomena adanya dua atau lebih tipe mtdna dengan proporsi yang sama dalam suatu sel atau individu. Dalam suatu sel terdapat banyak sekali molekul mtdna. Apabila dari sekian banyak molekul mtdna tersebut ternyata muncul dua atau lebih tipe mtdna dengan jumlah yang relatif sama, maka munculah fenomena heteroplasmi dalam sel tersebut. Dengan adanya hal itu, akan menyebabkan ketidakterbacaan urutan nukleotida mtdna secara lengkap dengan metoda direct sequencing. Hal ini juga berkaitan dengan prinsip direct sequencing yang hanya dapat membaca fragmen dominan saja (Siti, 2005). 4.4. Analisis Mutasi Daerah HVI Analisis mutasi yang terjadi pada daerah HVI mtdna dilakukan dengan cara membandingkan urutan setiap sampel terhadap urutan standar. Sebagai standar digunakan urutan nukleotida CRS Anderson yang telah direvisi oleh Andrew (1999). Analisis jenis dan posisi mutasi yang terjadi pada kedua sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR dengan cara menempatkan posisi nukleotida sampel sejajar dengan urutan nukleotida rcrs (revised Cambridge Reference Sequence). Gambar 4.3 menunjukkan contoh hasil analisis dengan cara tersebut pada sampel NB-008. 29

Gambar 4.3. Contoh tampilan analisis mutasi pada sampel NB-008 dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR. Berdasarkan Gambar 4.3, bagian yang diberi kotak menunjukkan adanya perbedaan antara urutan nukleotida sampel NB-008 dengan urutan nukleotida rcrs. Dari gambar yang sama diketahui bahwa pada sampel NB-008 terjadi mutasi transisi basa timin (T) menjadi sitosin (C) pada posisi 16140. Dengan cara yang sama, dapat diketahui mutasi lain yang terjadi pada sampel NB-008 dan sampel NB-007. Secara lengkap, mutasi-mutasi yang terjadi pada kedua sampel dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Posisi, jenis dan jumlah mutasi pada daerah HVI mtdna sampel NB-007 dan NB-008. No Kode Sampel Posisi Jenis Mutasi Jumlah Mutasi 1 NB-007 T16086C; T16189C; 16190.2C 3 2 NB-008 T16140C; A16183C; T16189C; 16190.1C 4 Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa pada sampel NB-007 ditemukan mutasi sebanyak tiga mutasi yaitu mutasi transisi basa T menjadi C pada posisi 16086 dan 16189 serta mutasi insersi dua basa C pada posisi 16190. Sedangkan pada sampel NB-008 terdapat empat mutasi, dua diantaranya adalah mutasi transisi basa T menjadi C pada posisi 16140 dan 16189, satu mutasi transversi 30

basa A menjadi C pada posisi 16183, dan satu mutasi insersi basa C pada posisi 16190. Untuk menentukan mutasi yang memiliki frekuensi tertinggi pada populasi Nusa Tenggara Barat, data mutasi yang terjadi pada kedua sampel dibandingkan dengan hasil penelitian Siti dkk. (2007). Tabel 4.3 menunjukkan jenis-jenis mutasi yang terjadi pada daerah HVI mtdna populasi Nusa Tenggara Barat untuk sampel NB-007 dan NB-008 serta empat sampel hasil penelitian terdahulu. Tabel 4.3. Posisi, jenis dan jumlah mutasi pada daerah HVI mtdna sampel NB-007 dan NB-008 dan empat sampel hasil penelitian terdahulu. No. Kode Sampel Posisi Jenis Mutasi Jumlah Mutasi 1 NB-007 T16086C; T16189C; 16190.2C 3 2 NB-008 T16140C; A16183C; T16189C; 16190.1C 4 3 NB18 C16186T; C16276T; C16301T; C16302T; T16367C 5 4 NB19 T16140C; 16183.D; T16189C; T16223C 4 5 NB20 G16139A; T16154C; C16158T; T16182C; C16223T; T16321C; A16353G 7 6 NB21 C16223T; C16305T 2 Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mutasi-mutasi yang terjadi pada daerah HVI mtdna populasi Nusa Tenggara Barat bervariasi. Namun ada satu mutasi yang memiliki frekuensi tertinggi, yaitu mutasi transisi basa T menjadi C pada posisi 16189. Mutasi T16189C ini muncul pada tiga sampel yaitu NB-007, NB-008 dan NB19. 31

4.5. Rangkaian poli-c pada Daerah HVI mtdna Sampel Dari hasil analisis mutasi yang terjadi pada sampel NB-007 dan NB-008, telah diketahui bahwa kedua sampel mengalami mutasi T16189C. Mutasi tersebut menyebabkan munculnya rangkaian poli-c pada kedua sampel. Lebih jelasnya rangkaian poli-c pada elektroforegram masing-masing sampel dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5. Gambar 4.4. Rangkaian poli-c pada sampel NB-007. Gambar 4.5. Rangkaian poli-c pada sampel NB-008. Berdasarkan kedua gambar di atas, terlihat bahwa pada kedua sampel muncul fenomena poli-c dengan jumlah rangkaian C yang sama yaitu 12C. Jumlah rangkaian poli-c sebenanya bisa bervariasi, hal ini tergantung pada mutasi-mutasi yang terjadi di sekitar urutan 16181-16193. Standar rcrs pada urutan 16181-16193 memiliki urutan nukleotida yang terdiri atas tiga A, sembilan C dan satu T. Ketika terjadi mutasi transisi basa T menjadi C pada posisi 16189, maka akan terbentuk rangkaian poli-c sebanyak 10C. Fenomena tersebut muncul pada sampel NB19 hasil penelitian 32

Siti dkk. (2007). Sedangkan pada sampel NB-008, selain mutasi T16189C juga terjadi mutasi A16183C dan 16190.1C yang menyebabkan terbentuknya rangkaian poli-c sebanyak 12C. Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti (2005) diperoleh empat sampel mtdna manusia yang mengandung poli-c dengan panjang bervariasi mulai dari 10C hingga 15C. Secara lebih jelas, perbandingan rangkaian poli-c sampel NB-007 dan NB-008 dengan lima sampel poli-c lain hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbandingan rangkaian poli-c pada dua sampel yang diteliti dengan lima sampel hasil penelitian terdahulu. 16181 16182 16183 16184 16185 16186 16187 16188 16189 16190 16191 16192 16193 rcrs A A A C C C C C T C C C C Jumlah rangkaian poli-c 16181 16182 16183 16184 16185 16186 16187 16188 16188.1 16189 16190 16190.1 16190.2 16191 16192 16193 16193.1 16193.2 16193.3 C4B A A A C C C C C C C C C C 10 NB19 A A A C C C C C C C C C C 10 GMR A A A C C C C C C C C C C C 11 NB-007 A A A C C C C C C C C C C C C 12 NB-008 A A C C C C C C C C C C C C 12 ESG C C C C C C C C C C C C C 13 XXAM A C C C C C C C C C C C C C C C 15 Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah rangkaian poli-c pada sampel-sampel tersebut bervariasi mulai dari 10C hingga 15C tergantung mutasimutasi yang terjadi pada masing-masing sampel. Namun pada ketujuh sampel tersebut terdapat satu mutasi yang sama, yaitu mutasi T16189C. Mutasi basa T menjadi C pada posisi 16189 telah banyak dijumpai dan dapat membagi populasi menjadi dua bagian, yaitu 83% dan 17%, masing-masing untuk populasi T dan C. 33

Mutasi ini juga menyebabkan terbentuknya rangkaian poli-c sepanjang 10C (Dwiyanti, 2006). Hal ini dapat dilihat pada sampel C4B dan NB19 yang mengalami mutasi T16189C, sehingga terbentuk rangkaian poli-c sepanjang 10C. Pada sampel NB-007, rangkaian ini diperpanjang menjadi 12C dengan adanya mutasi insersi dua C pada posisi 16190. Sedangkan pada sampel XXAM, rangkaian poli-c sebanyak 10C akibat mutasi T16189C diperpanjang menjadi 15C dengan adanya mutasi A16182C; A16183C; dan insersi tiga C pada posisi 16193. Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel NB-007 dan NB-008 serta empat sampel populasi Nusa Tenggara Barat (NTB) hasil penelitian Siti dkk. (2007), diketahui bahwa munculnya fenomena poli-c pada populasi NTB memiliki frekuensi yang tinggi. Dari enam sampel tersebut, tiga sampel memiliki rangkaian poli-c. Sementara itu, dari hasil pengumpulan data secara acak terhadap urutan nukleotida mtdna manusia yang dipublikasi GenBank selama enam bulan terakhir mulai dari tanggal 16 Mei 2008 sampai 16 November 2008, diperoleh 49 sampel yang berasal dari populasi Asia. Dari 49 sampel tersebut hanya ditemukan empat sampel yang mengandung poli-c pada daerah HVI. Data keempat sampel yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 4.5. 34

Tabel 4.5. Data empat sampel populasi Asia yang memiliki rangkaian poli-c pada daerah HVI. No. Kode sampel Daerah asal sampel Jumlah rangkaian poli-c 1 EF185801 Indonesia 10 2 EU872041 India 10 3 EU872049 India 11 4 EU872045 India 12 Berbagai publikasi urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia, khususnya populasi Asia menunjukkan bahwa fenomena poli-c merupakan fenomena yang jarang terjadi. Oleh karena itu, tingginya frekuensi kemunculan poli-c pada populasi NTB ini perlu dikaji lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 35