15 KONDISI UMUM KEBUN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan dari kelompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk dalam holding Sampoerna Agro. PT. National Sago Prima dulunya bernama PT. National Timber. PT. National Timber berdiri pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari 1971. Pada tanggal 24 Desember 1970, nama PT. National Timber diubah menjadi PT. National Timber and Forest Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said Tadjoedin, notaris di Jakarta. Selanjutnya, akte notaris diubah dengan akte notaris Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni 1987. Pada tahun 2009 nama P.T National Timber and Forest Product berubah menjadi PT. National Sago Prima sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni 2009. SK tersebut berisi tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 353/MENHUT-II/2008 Tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT. National Timber And Forest Product atas areal hutan produksi seluas ± 21.620 Ha di provinsi Riau. Letak Geografis dan Administratif Lokasi Hutan Tanaman Insdustri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Arealnya mencakup beberapa desa seperti Desa Sungai Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru. Lokasi PT. National Sago Prima dilewati beberapa aliran sungai yaitu Sungai Mukun, Sungai Pulau,
16 dan Sungai Buntal. Secara geografis, PT. National Sago Prima terletak pada koordinat 0 0 31 LU-1 0 08 LU dan 101 0 43 BT 103 0 08 BT. Kebun PT. National Sago Prima sebelah Barat berbatasan dengan PT. Unisraya, di Selatan berbatasan dengan Desa Kampung Baru dan Desa Teluk Buntal, di Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai, dan di sebelah Utara berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur. PT. National Sago Prima telah membudidayakan sagu pada 12 divisi (satu divisi terdiri atas 20 blok, satu blok luasnya 50 hektar). Lokasi dari divisi tersebut adalah sebagai berikut: Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal Divisi 5 dan 7 terletak di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal divisi 9, 10, dan 11 terletak di Desa Sungai Pulau (Lampiran 2). Keadaan Tanah Susunan batuan di areal HTI sagu PT. National Sago Prima (NSP) terdiri atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut. Hal tersebut didasarkan pada hasil pengukuran planimetris pada peta geologi 1:100 000. Tanah yang terdapat di seluruh areal HTI sagu PT. National Sago Prima adalah jenis tanah organosol dan alluvial. Tanah organosol terdapat di seluruh kelompok hutan Teluk Kepau dengan luas 19 820 hektar (99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan luas 80 hektar (0.40%). Tanah organosol memiliki solum dalam (> 100 cm) dengan kandungan bahan organik lebih dari 20%. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai tingkat menengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan ph 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, namun mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan terjadi erosi rendah. Tanah organosol (tanah gambut) adalah tanah yang terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Di Indonesia, luas lahan gambut lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta
17 ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya terdapat di Provinsi Riau. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) diperkirakan gambut di Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton, yang jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca. Topografi dan Iklim Secara umum, areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima sebagian besar mempunyai topografi datar dengan ketinggian tempat antara 0-5 m di atas permukaan laut (dpl) yang termasuk kelas kelerengan 0-5%. Hal ini berdasarkan hasil penafsiran peta topografi Daerah Tingkat I Riau skala 1:250 000 dan pemeriksaan lapang. Menurut teknik klasifikasi Schmidt dan fergusson (1951) areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan Q=33,3%. Curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 1 409 mm dengan jumlah hari hujan 65 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Hal ini berdasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMKG pada tahun 2008. Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan Poyry yaitu antara 22.3 0 C sampai 31.4 0 C dengan kelembaban udara 85% dan kecepatan angin 2-4 m/s. Latar Belakang Pengusahaan Sagu Sumberdaya alam berupa tanaman sagu (Metroxylon spp.) yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat besar dan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sagu adalah tanaman penghasil karbohidrat yang tinggi sehingga sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tanaman sagu juga merupakan tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri. Sebagai bahan baku indstri sagu dapat digunakan sebagai bioetanol. PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan Sampoerna Agro yang di dalamnya juga terdapat Sampoerna Biofuel yang bergerak dalam bidang produksi Bioenergi atau bahan bakar nabati. Dalam teknik produksi pembuatan
18 bioetanol dibutuhkan bahan baku yang mengandung pati, sehingga diharapkan PT. National Sago Prima dapat menyediakan kebutuhan bahan baku tersebut. Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat tumbuh di lahan marjinal dengan ketersedian hara minimal. Propinsi Riau memiliki areal lahan gambut yang besar. Lahan gambut yang terdapat disana mencapai 45% dari total luas Proponsi Riau sehingga pengusahaan sagu pada daerah tersebut sangat mungkin untuk dikembangkan. Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan PT. National Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan penduduk setempat pada khususnya dan demi kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan berkelanjutan. Areal Konsesi Dan Pertanaman Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen dan pemasaran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974, PT. National National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun. Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product memperoleh Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Surat Menteri Kehutanan nomor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 juli 1995. Surat tersebut menyatakan bahwa areal yang disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber and Forest Product adalah areal di kelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900 hektar. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya mengajukan izin penebangan kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/Kpts/HUT/1996. Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah dilakukan penebangan maka areal tersebut harus ditanam kembali dengan tanam-
19 an industri (sagu). PT. National Timber and Forest Product juga harus mempertahankan hutan konservasi seluas 10% dan melakukan penanaman tanaman unggulan setempat yaitu geronggang (Cratoxylon spp.), dan tanaman kehidupan yang antara lain berupa tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn.). PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman 21 620 ha sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 jo SK.353/MENHUT-II /2008. Areal yang baru ditanami seluas 13.044 ha yang terbagi menjadi 12 divisi. Luas areal pertanaman untuk setiap divisi seluas 1 000 ha yang terbagi menjadi 19-24 blok dengan luas areal tiap blok 50 ha. Kondisi pertanaman untuk tiap divisi dibedakan berdasarkan tahun tanam Pada saat ini areal yang menjadi fokus kerja perusahaan yaitu Divisi 1-4, hal ini karena pada areal tersebut kondisi tanaman sudah memasuki fase panen sehingga diperlukan pemeliharaan yang baik. Divisi 5-8 merupakan divisi-divisi yang baru akan dilakukan penyulaman dan pemeliharaan. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pengorganisasian Kebun Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat vital dalam menjalankan suatu perkebunan. Dengan berbekal manajemen sumberdaya manusia yang baik, maka perusahaan akan berjalan dengan baik. Perencanaan, pelaksanaan, dan kontrol yang bagus harus dilaksanakan jika perusahaan tersebut ingin maju. Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh seorang general manager (GM). General manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun. General manager membawahi kepala TU, koordinator divisi, hubungan luar dan tim teknis (Lampiran 3). Kepala tata usaha bertanggung jawab langsung kepada GM dan bertugas untuk mengontrol semua kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi empat bagian yaitu bagian administrasi, bagian pembukuan, bagian umum, dan bagian gudang. Bagian administrasi bertugas mengecek buku absensi, membuat
20 laporan tenaga kerja, membuat laporan perpajakan, membuat laporan cuti karyawan, membuat laporan gaji dan insentif, serta membuat surat-surat. Bagian pembukuan bertugas membuat dan membukukan transaksi, membuat voucher pembayaran dan penerimaan, menerima pelaporan hasil kerja tiap divisi. Pembukuan dilakukan setiap hari. Bagian umum dibagi menjadi dua tempat yaitu di camp utama Tanjung Bandul dan kantor Selat Panjang. Bagian umum bertugas mengatur sarana dan prasarana penunjang kegiatan kantor, mengatur pembelian barang dan membuat ekspedisi pengiriman barang ke Tanjung Bandul. Bagian gudang bertugas untuk merekap keluar masuknya barang. Gudang terletak di kantor utama Tanjung Bandul. Gudang berfungsi sebagai tempat transit barang dan sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampai ke lapangan. Koordinator divisi bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Koordinator divisi bertugas mengawasi semua kegiatan di lapangan. Koordinator divisi membawahi empat divisi dan pengadaan bahan baku. Setiap divisi dipimpin oleh asisten divisi. Setiap divisi memiliki tanggung jawab atas areal pertanaman seluas 1 000 ha. Dalam pelaksanaannya, asisten divisi membawahi dan menerima pertanggungjawaban dari mandor I dan krani, serta mandor lapangan secara langsung. Bagian pengadaan bahan baku bertugas mengadakan bahan baku untuk pabrik. Tim teknis bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Selain itu, tim teknis juga bertugas untuk membantu pekerjaan dari GM. Tim teknis terdiri atas ketua tim teknis, mandor 1, mandor, dan krani. Deskripsi Kerja Karyawan Pengelolaan tenaga kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Teknik tenaga kerja yang diterapkan oleh perusahaan adalah buruh harian lepas, karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan, dan tenaga kerja borongan.
21 1. Buruh Harian Lepas (BHL) Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan. Buruh harian lepas mulai bekerja pada pukul 06.30, tetapi pekerja harus berkumpul pada pukul 06.15 untuk mengisi daftar hadir dan mendengarkan instruksi dari mandor tentang pekerjaan mereka. Pada pukul 12.00-13.00 pekerja mendapatkan waktu untuk istirahat dan pada pukul 14.30 waktu bekerja buruh harian lepas selesai. Setelah itu pekerja berkumpul lagi di kantor tiap divisi untuk mengisi daftar pulang. Pada teknik kerja tersebut pekerja bekerja selama tujuh jam kerja selama enam hari kerja dalam satu minggu dengan hari libur yaitu hari jum at. Buruh harian lepas digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis kebun. Pada saat magang berlangsung, teknik BHL digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemotongan pelepah yang sudah kering, pengendalian gulma secara kimia (chemical weeding), penebasan gulma pinggir blok, dan sensus produksi. Upah yang diperoleh buruh harian lepas sebesar Rp. 40 640,00/hari yang dibayarkan sesuai jumlah hari orang tersebut bekerja dengan waktu pembayaran dua minggu sekali. Pada teknik tenaga kerja BHL pengawasan terhadap pelaksanaan kerja BHL menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan sulitnya menentukan target bagi pekerja. Pekerja hanya bekerja berdasarkan pemenuhan jam kerja yang telah ditentukan. Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga bulan kerja, apabila pekerja tersebut telah bekerja selam 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari libur, maka pada bulan keempat pekerja diangkat menjadi karyawan harian tetap. 2. Karyawan Harian Tetap Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Karyawan harian tetap di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan pelaksanaan kegiatan teknis kebun. Pelaksanaan kegiatan teknis kebun hampir sama dengan kegiatan pada buruh harian lepas. Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan jam kerja buruh harian lepas.
22 Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap dibayarkan setiap bulan sekali. Gaji yang diperoleh sama dengan pendapatan buruh harian lepas yang bekerja satu bulan penuh. Bedanya, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama 4 hari dalam satu bulan. karyawan harian tetap juga mendapatkan tunjangan beras serta tunjangan kesehatan. Apabila karyawan harian tetap telah bekerja selama 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari libur dan hasil pekerjaan dinilai baik menurut perusahaan serta pengetahuannya telah meningkat baik dari segi manajemen ataupun teknis di kebun, maka pekerja tersebut akan dipromosikan untuk menjadi tenaga kerja bulanan dan mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan keputusan perusahaan. 3. Tenaga Kerja Bulanan Tenaga kerja bulanan juga merupakan tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian umum. Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Dalam perencanaan, tim teknis harus melakukan pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil dari pengecekan tersebut kemudian dibuat laporan berupa berita acara pemeriksaan (BAP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada kepala tata usaha sebagai acuan untuk menentukan besarnya pembayaran. Setelah itu tim teknis membuat surat perjanjian kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan. Pengecekan hasil kerja dilakukan setelah pekerjaan tersebut selesai dilakukan. Hasil dari pengecekan harus sesuai surat perjanjian kerja (SPK) kemudian hasil tersebut dibuat berita acara pemeriksaan (BAP) yang selanjutnya diserahkan kepada kepala tata usaha guna dilakukan pembayaran. Mandor mempunyai tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan teknis di kebun, selain itu mandor juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pengarahan dan melaporkan hasil yang didapat dari pekerjaan tersebut. Dalam
23 pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan oleh BHL, mandor mempunyai peranan yang sangat penting, mandor harus menegur pekerja apabila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai atau tidak baik. Mandor I dan krani mempunyai tugas untuk membuat pelaporan hasil kerja divisi baik harian, mingguan maupun bulanan. Mandor I merekap seluruh hasil kerja dari mandor pengawas yang kemudian diserahkan kepada kerani untuk dibuat laporan. Selain itu, krani juga harus merekap daftar hadir pekerja. Laporan dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan di kantor Tanjung Bandul. Asisten divisi mempunyai tugas mengelola seluruh kegiatan teknis di lapang. Asisten divisi juga bertanggung jawab atas areal pertanaman dengan luas 1 000 ha yang terbagi menjadi ± 20 blok tanaman. Tugas asisten divisi meliputi perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang yang nantinya dibantu oleh mandor I dan kerani dalam pelaksanaannya. Pada teknik tersebut karyawan bekerja setiap harinya 7 jam kerja yang dimulai pukul 07.00-15.00 tetapi pada pukul 12.00-13.00 istirahat,dengan jumlah hari kerja setiap bulannya 26 hari karena teknik libur menggunakan cuti bulanan. Waktu cuti dibagi menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti bagi karyawan dilakukan secara bertahap dengan waktu 4 hari/ 1 orang untuk setiap divisi pada tiap minggunya. kondisi tersebut digunakan agar tidak terjadi kekosongan SDM. Pada perusahaan tidak terdapat teknik lembur kecuali jika ada surat perintah lembur dari GM. 4. Tenaga Kerja Kontrak Borongan Sistem tenaga kerja kontrak diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan kebun tertentu seperti penebasan lorong dan gawangan hidup, serta membersihkan piringan pada tanaman sagu. Sistem tersebut dilaksanakan dengan kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor yang membawahi tenaga kerja kontrak. Kesepakatan dilegalkan dengan surat perjanjian kerjasama (SPK) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kontraktor dapat mengepalai satu atau lebih rombongan pekerja, dengan jumlah tiap tim minimal 4 orang pekerja. Satu rombongan pekerja melakukan pe-
24 nebasan pada satu blok tanaman. Perusahaan tidak memperbolehkan lebih dari satu rombongan dengan kontraktor yang sama pada satu divisi. Pada sistem tersebut tidak ada target baik waktu atau hasil dalam satu hari. Perusahaan akan membayar pekerjaan setelah pekerjaan selesai dilakukan. Untuk pekerjaan pembuatan gawangan hidup dan pembersihan piringan sagu, upah yang diterima oleh kontraktor tergantung pada kondisi kebun. Jika kondisinya ringan maka upah yang diterima berkisar Rp. 200 000,00/ ha. Hal tersebut tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor. Untuk areal dengan kondisi sedang maka upah yang diterima berkisar sebesar Rp. 300 000,00/ ha sedangkan jika kondisinya berat maka upah yang akan diterima kontraktor berkisar Rp. 400 000,00. Upah yang diterima pekerja tidak sebesar yang diberikan perusahaan karena ada pemotongan dari kontraktor sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan kontraktor.