Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.3 Tahun 2015

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

Febriyanti, et al, Total Plate Count dan Staphylococcuc aureus pada Ikan Asin Manyung...

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Teknik Pengawetan dengan Penggaraman BAB 4. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SUSU KEDELAI DALAM LEMARI ES TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI PSIKROFILIK

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

PENGARUH KADAR GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGI BAKASANG SEBAGAI BAHAN MODUL PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN BAKASANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

Sosis ikan SNI 7755:2013

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Telur ayam konsumsi SNI 3926:2008

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

Umur Simpan Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster Pectoralis) Duri Lunak Dengan Pengemasan Vakum Dan Non Vakum Pada Penyimpanan Suhu Ruang

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

MATERI DAN METODE. Prosedur

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pengaruh Fortifikasi Jumlah Konsentrat Protein Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Yang Berbeda Pada Tahu Terhadap Tingkat Penerimaan Konsumen

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan bahan pangan

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Pengaruh Lama Penyimpanan Makanan Khas Dayak Telu Ikan Furud (Garra sp) Terhadap Angka Lempeng Total (ALT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KADAR AIR DAN TOTAL BAKTERI PADA IKAN ROA (Hemirhampus sp) ASAP DENGAN METODE PENCUCIAN BAHAN BAKU BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

Transkripsi:

KAJIAN MIKROBIOLOGI PADA PRODUK IKAN ASIN KERING YANG DIPASARKAN DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KEAMANAN PANGAN DI KOTA JAMBI Ridawati Marpaung 1 Abstract The researchwas conducted in Jambi city to recognize the microbiology contamination rate of salted fish. There are seven kinds of salted fish that taken from each different kind of market e.g. tradisional market (Angso duo) and modern market (Hypermart). Plate Count Agar (TPA) method(sni 01-2339-1991) was used to analyzed the number aerobic bacteria. The results showed that there was one kind among the seven kinds of salted fish that indicated as the higher contain of bacteria (7.30X10 4 ). This salted fish called was Sepat salted fish. Mine while the lowest amount of bacteria was contained in KepalaBatu salted fish (1,52X10 2 ). The important one should be noted that the bacteria contain in whole seven salt fishes was still save to be consumed, because the number of bacteria colony each salted fish in both kind of market was lower than the crisis level bacteria contamination (1X10 5 ). Keyword : microbiology, salted fish, bacteria colony, food safety PENDAHULUAN Ikan mempunyai kelebihan merupakan salah sebagai sumber protein dibandingkan sumber protein hewan lainnya. Protein pada ikan sangat baik untuk mendukung kesehatan karena asam amino pada ikan mirip dengan asam amino yang terdapat pada tubuh manusia. Selain itu, ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah dibandindingkan dengan sumber protein dari hewan lainnya. Selain mempunyai kelebihan, ternyata Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan sejak mati menyebabkan pembusukan. Mutu hasil perikanan tergantung pada mutu bahan mentahnya dan cara penaganan pasca tangkap hingga cara pemasarannya. Pengawetan dengan cara penggaraman dan pengeringan pada produk ikan garam. merupakan teknologi pengawetan yang telah lama dilakukan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. 1 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Batanghari Pengawetan dan pengolahan satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Penggaraman dan pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut. Pada umunya kadar air bahan dikurangi sampai batas tertentu supaya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dapat dihentikan (Winarno et. al, 1980). Icho (2001) lebih lanjut memberi penjelasan untuk mendapatkan mutu ikan asin yang baik memerlukan persyaratan bahan (ikan dan garam) yang digunakan, selanjutnya ditentukan cara pengolahannya. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam bahan ikan seperti kesegaran, kandungan dan ketebalan ikan, sedangkan bahan garam perlu diperhatikan tingkat kehalusan, kemurnian dan kepekatan Keuntungan dari pengeringan dan penggaraman adalah bahan menjadi lebih awet artinya bahan yang mempunyai kadar air rendah akan lebih awet dibandingkan yang berkadar air tinggi. Hal ini terjadi karena dalam proses enzimatis dan kimiawi serta pertumbuhan bakteri diperlukan sejumlah air. Turunnya kadar air yang ada dalam suatu bahan akan memberi kemungkinan berkurangnya kebusukan 145

dari makanan tersebut. (Indriati et.al, 1991). Pengolahan ikan asin dimulai dari penyiangan, pencucian, diikuti dengan penggaraman dan pengeringan. Dalam proses tersebut yang dapat dibedakan adalah dalam proses penyiangan (yaitu ikan di belah dan ikan dalam bentuk utuh) dan pada proses penggaraman, jumlah garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman dan penjemurannya. Hal tersebut disebabkan perbedaan jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya serta rasa asin yang diinginkan. Menurut Moeljanto (1982); Djarijah Siregar (2004), Afrianto dan Liviawaty (1989) penggaraman dilakukan dengan berbagai cara yaitu: Penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (brine salting) dan pelumuran garam (Kench salting). Keberhasilan pengawetan dengan penggaraman sangat ditentikan oleh bahan garam yang digunakan. Menurut Icho (2001,) kemurnian garam yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi air laut yang digunakan dan cara produksi garam yang dilakukan. Pada umumnya garam yang dihasilkan banyak mengandung kotoran berupa lumpur yang mengandung bahan organik dan garam jenis lain. Batasan toleransi unsur-unsur/kotoran yang boleh terdapat dalam garam konsumsi menurut Standar Industri Indonesia adalah sebagai berikut : Tabel 2. Persyaratan Standar Mutu garam Konsumsi Syarat Mutu Mutu I Mutu II NaCl (min) 97,1% 94,7% Air (Max) 3 % 5 % Iodium (mg/kg) 30-80 30-80 Fe 2 O 3 (mg/kg) Max 25 Max 100 Ca dan Mg (max) 1 % 1 % Sulfat 1 % 1 % Bagian tak larut dalam air (max) 0,1 % 0,1 % Warna Putih Putih Rasa Asin Asin Bau Tidak berbau Tidak berbau Sumber : Pusat Standarisasi Industri (1994) Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut. Pada umumnya kadar air bahan dikurangi sampai batas tertentu supaya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dapat dihentikan (Winarno et. al, 1980). Proses pengeringan didasarkan pada penguapan air, karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dan produk yang dikeringkan. Kandungan uap air udara lebih rendah dibandingkan dengan kadar air dalam tubuh ikan sehingga terjadi proses penguapan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan ikan adalah kecepatan udara (angin), kelembaban udara, suhu udara, serta keadaan fisik dan kimia ikan (Moeljanto, 1982). Proses pengolahan ikan-ikan asin yang dilakukan para nelayan mulai dari pembersihan ikan belum dilakukan secara higienis. Dalam proses pengeringan dengan bantuan sinar matahari secara langsung (dijemur) sangat rawan terhadap serangan lalat dan kontaminasi kotoran selama penjemuran sehingga hal ini justru dapat mempengaruhi daya simpan ikan. Bila pengeringan dengan dijemur itu tidak sempurna justru dapat menyebabkan ikan mudah busuk terutama karena serangan jamur, bakteri, belatung dan kutu. Menurut Djarijah Siregar, 2004, bahwa ikan asin yang telah dikeringkan sebaiknya disusun rapi di dalam kemasan (packing) dengan kotak kayu (peti) atau keranjang yang dilapisi kertas dan ditaruh dalam ruangan (gudang) yang sejuk dan kering serta memiliki ventilasi yang baik. Tumpukan peti/keranjang dalam gudang tersebut diatur sedemikian rupa agar sirkulasi 146

udara didalamnya tidak terhambat. Ikan asin kering harus disimpan dengan cara yang benar agar tidak cepat rusak. Mikrobiologi Hasil Perikanan dan Keamanan Bahan Pangan Anwar Faisal (2002) menerangkan bahwa pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit (foodborne diseases) yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun/ organisme patogen. Berdasar sifat penularannya, foodborne diseases dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular yang disebut dengan keracunan pangan. Penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu 1) infeksi, digunakan apabila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen timbul gejalagejala penyakit dan 2) intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun yang mungkin terdapat secara alami dalam pangan atau diproduksi oleh mikroba yang terdapat dalam pangan. Suatu bahan pangan mentah atau olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila telah tercemari, hal ini ditinjau dari segi gizi yaitu jika kandungan gizi berlebihan (lemak, gula, garam natrium) yang dapat menyebabkan berbagai penyakit generatif dan segi kontaminasi yaitu jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme atau bahan kimia (termasuk logam berat dan racun kimia). Terjadinya kontaminasi oleh mikroba patogen, toksin mikroba atau cemaran logam berat dan bahan kimia mungkin terjadi selama pangan disimpan, diangkut, didistribusikan atau saat disajikan kepada konsumen. Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan karena pengaruh selektif yang terjadi terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme pada produk perikanan, sehingga satu atau beberapa jenis mikroorganisme menjadi dominan daripada lainnya dan merupakan mikroorganisme yang spesifik pada produk perikanan tertentu. Mikroorganisme yang terdapat pada produk perikanan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanah, air permukaan, debu, saluran pencernaan manusia dan hewan, saluran pernafasan manusia dan hewan, dan lingkungan tempat pemeliharaan/ budidaya, persiapan, penyimpanan atau pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pada produk perikanan dapat dibedakan atas empat faktor utama, yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, faktor pengolahan, dan faktor implisit. Faktor instrinsik adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh usaha apapun juga dari manusia, artinya faktor yang berasal dari individu ikan itu sendiri misalnya adanya komponen zat makanan yang diperlukan oleh mikroba, ph daging ikan. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia di dalam mempelajari kedua aspek tersebut, misalnya cara-cara penangkapan, pengambilan contoh, media pertumbuhan yang digunakan, suhu inkubasi (Nurrochyani, 1994). Menurut Icho (2001), penyimpanan ikan asin setelah beberapa lama sering timbul warna kemerahan pada permukaan ikan atau timbulnya bintik-bintik putih yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang tahan terhadap garam. Subroto et.al (1990) menjelaskan bahwa kandungan TPC pada ikan asin berubah selama penyimpanan dengan berubahnya pola ketersediaan air dapat mengubah pola pertumbuhan mikrobia. Tujuan dan kegunaan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan menguji tingkat kontaminasi mikrobiologi pada produk ikan-ikan asin kering yang dijual di pasar tadisional dan pasar modern di Kota Jambi. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai informasi, referensi dan bahan acuan dalam upaya meningkatkan keamanan pangan produk ikan asin kering yang dipasarkan di pasar tradisional dan pasar modern, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan terhadap konsumen dalam mengkonsumsi ikan-ikan asin di kota Jambi. Masukan kepada pengolah dan penjual ikan asin di pasar tradisional dan pasar modern agar dapat meningkatkan sanitasi dan higieni melalui pengawetan dan pemasaran ikan asin yang baik dan benar. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu untuk mengangkat fakta dan menyajikan data apa adanya. Untuk dapat menyajikan 147

data secara deskriptif tentang jumlah koloni bakteri dalam bahan ikan-ikan asin yang diuji, penghitungan jumlah total bakteri dilakukan di Laboratorium Kesehatan Provinsi Jambi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan asin kering (Ikan asin, ikan pindang, dan, ikan asap) yang diperoleh dari pasar tradisional dan pasar modern. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi. Menurut Marzuki (2003) observasi adalah pengamatan dan pencatatan kejadian atau fenomena yang diteliti secara sistematik. Observasi dilakukan dengan pengumpulan bahan dari pasar tradisional dan pasar modern di kota Jambi. Pengujian mikrobiologi dilakukan dengan uji TPC (Plate Count Agar) (SNI 01-2339 1991). Uji mikrobiologi pada penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode TPC terhadap bakteri aerob. Pemupukan dilakukan dengan cara tuang dengan media PCA (Plate Count Agar). Prosedur analisa penetapan total mikroba menurut SNI 01-2339-1991 adalah sebagai berikut : 1) Persiapan contoh Contoh ikan ditimbang sebanyak 20 g dan ditambah 180 ml larutan BFP (Butterfield s buffered phosphate) kemudian dimasukkan ke dalam alat stomacher untuk di blender/dipotongkecil-kecil sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan pengenceran 10 1. 2) Pengenceran Dari larutan contoh diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan biomate dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran 10 2. Pengenceran berikutnya dilakukan dengan cara serupa yaitu dengan mengambil 1 ml larutan hasil pengenceran sebelumnya (10-2), kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml larutan BFP dan diperoleh larutan pengenceran 10 3. 3) Pemupukan Dari larutan hasil tiap-tiap pengenceran diambil 1 mldimasukkan ke dalam cawan petri (yang dilakukan secara duplo) dan kemudian ditambahkan sekitar 12-15 ml media PCA yang sudah didinginkan. Untuk mendapatkan campuran larutan contoh dan media agar, maka dilakukan pemutaran petri ke depan dan ke belakang. 4) Inkubasi Setelah media agar menjadi beku, cawan yang telah terisi tadi diinkubasi pada posisi terbalik dengan suhu inkubator 35 C selama 48 jam. 5) Perhitungan Data jumlah mikroba yang diperoleh secara duplo dihitung pada setiap contoh pengambilan sampel. Jumlah total bakteri hasil analisa dihitung dengan menggunakan alat hand tally counter. Perhitungan koloni diambil yang mempunyai jumlah koloni 25 250. Rumus perhitungan : Jumlah koloni (per ml) = jumlah koloni per cawan x 1/faktor pengenceran HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Hasil penghitungan Jumlah Koloni Bakteri Pada 7 (Tujuh) Sampel Ikan Asin No Kode sampel Jenis Ikan Asin Sumber Jumlah koloni 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E F G Ikan Kepala Batu Ikan Sepat Ikan Baung Ikan Bulu Ayam Ikan Kepala Batu Belah Ikan Pisang-Pisang Ikan Peda Hypermart/WTC Jambi Hypermart/WTC Jambi Hypermart/WTC Jambi 1.52 x 10 2 7.30 x 10 4 4.76 x 10 4 1.43 x 10 4 1.72 x 10 4 1.86 x 10 4 4.40 x 10 3 Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dan penghitungan jumlah koloni yang terdapat pada produk olahan ikan asin kering. Peneliti secara sengaja memilih ikan-ikan asin yang masih dalam kondisi baik. Secara visual penampilan fisik masih dalam keadaan bersih, tidak ada noda, tekstur keras, dan keadaan ikan kering. Sampel ikan asin diambil dari pasar Tradisional Angso 148

Duo dan Pasar Modern Hypermart/WTC Jambi. Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa jumlah koloni bakteri pada 7 (tujuh) sampel ikan asin yang paling tinggi terdapat pada ikan asin sepat dengan jumlah koloni 7.30 x 10 4 dan jumlah koloni paling rendah terdapat pada ikan kepala batu dengan jumlah koloni 1.52 x 10 2. Menurut BBPHP, Jakarta, 1993/1994, bahwa jumlah koloni bakteri pada tujuh sampel ikan asin yang dipilih masih memenuhi persyaratan mutu ikan asin kering, karena jumlah koloni bakteri pada masing-masing sampel ikan asin masih dibawah 1 x 10 5. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sampel ikan asin yang diamati dalam penelitian ini aman untuk dikonsumsi oleh konsumen/masyarakat ditinjau dari pencemaran bakterinya. Namun perlu diwaspadai, bahwa jumlah koloni bakteri pada 7 (tujuh) sampel ikan asin ini sudah mendekati batas tidak aman terhadap pencemaran bakterinya. Karena menurut BBPHP, jumlah koloni bakteri maksimum pada ikan asin adalah 1 x 10 5. Kualitas mikrobiologis pada ikan asin dapat dijaga dengan cara pengawetan dan menjaga sanitasi selama pengolahan, penanganan, pemasaran dan penyimpanan. Adapun cara pengawetan yang telah diterapkan pada ikan asin adalah melalui proses penggaraman dan pengeringan. Tujuan penggaraman pada bahan pangan seperti ikan adalah untuk mengurangi kadar air, agar mikroba terutama jenis bakteri tidak dapat berkembang. Penggaraman juga dapat menghambat proses perombakan yang dilakukan oleh enzim sehingga ikan lebih awet dan tahan lama bila disimpan (Djarijah Siregar, 2004). Sedangkan pengeringan juga bertujuan mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut. Pada umumnya kadar air bahan dikurangi sampai batas tertentu supaya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dapat dihentikan (Winarno et. al, 1980). Icho (2001) lebih lanjut memberi penjelasan, untuk mendapatkan mutu ikan asin yang baik memerlukan persyaratan bahan yang digunakan baik ikan dan garamnya, serta cara pengolahannya. Dari bahan ikan yang digunakan, keberhasilan untuk mendapatkan mutu yang baik ditentukan oleh tingkat kesegaran, kandungan dan ketebalan ikan. Sedangkan bahan garam ditentukan oleh kehalusan, kemurnian dan kepekatan garam. Cara pengawetan ikan dengan mengkombinasikan penggaraman dan pengeringan memberi keuntungan ganda dimana bahan pangan ikan asin menjadi lebih awet karena dengan penggaraman dan pengeringan mempunyai tujuan yang sama untuk menurunkan kadar air bahan pangan ikan. Kadar air bahan pangan mempunyai kaitan erat dengan keawetan bahan pangan. Bahan pangan yang berkadar air rendah akan lebih awet dibandingkan yang berkadar air tinggi. Hal ini terjadi karena dalam proses enzimatis dan kimiawi serta pertumbuhan bakteri diperlukan sejumlah air. Turunnya kadar air yang ada dalam suatu bahan akan mencegah pertumbuhan bakteri dan kebusukan bahan pangan tersebut. Suatu bahan pangan mentah atau olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila telah tercemari oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat pada produk perikanan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanah, air permukaan, debu, saluran pencernaan manusia dan hewan, saluran pernafasan manusia dan hewan, dan lingkungan tempat pemeliharaan/ budidaya, persiapan, pengolahan, pengeringan, pemasaran, atau penyimpanan. Untuk menjaga kualitas mikrobiologi pada ikan asin yang telah dikeringkan, harus mendapat penanganan yang baik. Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam pemasaran ikan asin adalah, dalam pemaaran ikan asin di pasar sebaiknya jangan dipajang dalam keadaan terbuka. Karena hal ini akan mengundang serangga seperti lalat, lalu hinggap pada ikan tersebut. Lalat akan bertelur pada ikan asin dan akhirnya ikan asin mengandung ulat/belatung. Selain itu, pencemaran mikrobiologi melalui udara dan tempat 149

yang kotor juga sangat mudah terjadi, sehingga banyak ikan-ikan asin yang dipasarkan terjadi perubahan warna kecoklatan dan terbentuknya noda-noda kuning atau merah. Kejadian ini kenyataannya sering ditemui baik di pasar tradisional seperti Angso Dua maupun di pasar modern Hypermart WTC Jambi. Untuk menghindari pencemaran mikrobiologi pada ikanikan asin yang dipasarkan sebenarnya dapat diatasi dengan cara mengemas ikan-ikan asin tersebut dengan plastik dan ditempatkan pada suhu dingin. Apabila ikan asin masih harus mengalami penyimpanan, bahan tersebut harus disusun rapi di dalam packing dengan kotak kayu (peti) atau keranjang yang dilapisi kertas dan ditaruh dalam ruangan (gudang) yang sejuk dan kering serta memiliki ventilasi yang baik. Tumpukan peti/keranjang dalam gudang tersebut diatur sedemikian rupa agar sirkulasi udara didalamnya tidak terhambat. Ikan asin kering harus disimpan dengan cara yang benar agar tidak cepat rusak. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan dan pengujian tingkat kontaminasi mikrobiologi pada 7 (tujuh) sampel ikan asin yang diperoleh dari pasar Tradisional Angso Duo dan Pasar Modern Hypermart (WTC Jambi) diperoleh bahwa jumlah koloni bakteri masih memenuhi syarat mutu ikan asin. Jumlah koloni bakteri paling tinggi berada pada kisaran 7.30 x 10 4. Jumlah koloni bakteri pada ikan asin ini masih aman dikonsumsi. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada konsumen agar dalam memilih ikan asin yang masih dalam keadaan baik dilihat dari penampilan masih bersih, tidak ada noda, kering, dan berbau asing. Bagi para produsen dan penjual ikan asin di pasar tradisional dan pasar modern agar dapat meningkatkan sanitasi dan higienitas melalui pengawetan dan pemasaran ikan asin yang baik dan benar. DAFTAR PUSTAKA Adawyah, R., 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1989, Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Anwar F., 2002, Keamanan Pangan, Bab 11 Buku Pengantar Pangan dan Gizi. Cetakan 1 Th 2004, Penerbit Swadaya Badan Standardisasi Nasional, 1992, Standar Produk Perikanan, Standar Ikan Asin Kering, SNI 01-2721-1992, BBPMHP Jakarta 1993/1994, 1994, Metode Pengujian Mikrobiologi. Penentuan Angka Lempeng Total SNI 01-2339- 1991., Metode Pengujian Mikrobiologi. Metode Pengujian Coliform dan Escherichia coli SNI 01-2332-1991 Produk Perikanan, BSN Djarijah Siregar, 2004, Ikan Asin, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fardiaz, 1989, Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen P dan K Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. ITB, Bogor. Icho, 2001, Re : (balita anda) FW : Ikan Asin, http ://www.balitaanda/wed,28 Nov 2001 03:55:56 0800 Indriati,S., Tazwir dan Endang Sri Heruwati, 1991, Penyebab Kerusakan Pada Ikan Asin Pasar pengecer dan Grosir di Jakarta, Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 71 Th. 1991 hal 49-55. Junianto, 2003, Teknik Penanganan Ikan, Seri Agriwawasan. Penebar Swadaya.139 Moeljanto, 1982, Penggaraman Dan Pengeringan Ikan, PT. Penebar Swadaya. 150

Pusat Standarisasi Industri, 1994, Garam Konsumsi, Departemen Perindustrian Subroto,W., Z. Sandy dan A. Choliq, 1990, Pengaruh Pengepakan Terhadap Mutu Teri Kering Selama Penyimpanan, Journal Penelitian Pasca panen No. 64 Th. 1990 Hal 19 27. Sutrisno, 2004, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Penerbit Rineka Cipta, 141 Winarno, F.G. dan B.S.L. Jennie, 1982, Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya, Ghalia Indonesia. Winarno, F.G., 1989, Kimia Pangan dan Gizi, P.T. Gramedia, 151