BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERLAWANAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN SELA

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap. Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Presiden, DPR, dan BPK.

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

P U T U S A N. Nomor 606/PID/2014/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

P U T U S A N NOMOR : 370/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/tanggal lahir : 38 tahun/07 September 1972;

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

P U T U S A N NOMOR : 26/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.-

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

P U T U S A N. Nomor : 286/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N Nomor :247/Pid/2012/PT-MDN. Umur/tanggal lahir : 66 Tahun / 13 Maret Pendidikan : Sekolah Rakyat Kelas IV

AKIBAT HUKUM SURAT DAKWAAN BATAL DAN SURAT DAKWAAN DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA DALAM PERKARA PIDANA 1 Oleh : Wilhelmus Taliak 2

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

P U T U S A N NOMOR : 111/PID/2015/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/tanggal lahir : 27 tahun / 12 Agustus 1985

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

P U T U S A N NOMOR : 220/PID/2014/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. I. N a m a : RESNA KARO-KARO

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

P U T U S A N. Nomor : 40/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

P U T U S A N NOMOR : 480/PID.SUS/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

PERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor : 53/Pid.B/2014/PN-Sbg

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata- mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema law in action bukan pada law in the books. Dalam kaitannya dengan masalah perlawanan jaksa penuntut umum, tentu saja agar hukum dapat ditegakkan secara adil dan dapat mengembalikan wibawa hukum di masyarakat. Karena Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia serta pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 1

Salah satu Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan sela yang menjadi sorotan publik adalah Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan sela Nomor 1269 / pid.b / 2009. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Karel Toffu saat itu membebaskan Prita Mulyasari dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. 1 Selanjutnya adalah Perlawanan Jaksa Penuntut umum terhadap putusan sela Nomor 233/Pid.B/2009/PN.Ungaran Majelis hakim Pengadilan negeri Ungaran yang terdiri dari Hari Mulyanto, Salman Alfaris, dan Aris Gunawan yang membebaskan Syekh Puji dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. 2 Perlawanan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan atau yang dapat dibenarkan dalam putusan sela yang dijatuhkan hakim (pengadilan negeri). Mengenai eksepsi, khususnya tentang eksepsi kewenangan mengadili. 3 Ada dua macam upaya hukum perlawanan jaksa penuntut umum yang KUHAP. Pertama, perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap penetapan Pengadilan Negeri yang menyatakan pengadilan negeri tersebut tidak berwenang mengadili perkara karena kewenangan absolute atau kewenangan relatif. Hal ini diatur dalam pasal 149 jo 148 KUHAP. 4 Kedua, diatur dalam pasal 156 ayat 3 1 Tempointeraktif, 26 Juli 2009 12:08 WIB, Hakim Bebaskan Prita. http://www.tempointeraktif.com diakses pada 15 Maret 2010 2 Syekh Puji Radar.co.id, 27 Oktober 2009, Mengapa Syeck Puji Bebas? http://radar.co.id diakses pada 13 Agustus 2010. 3 Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan,dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 138 4 Adami Chazawi, Kemahiran & Ketrampilan Hukum Pidana, Bayumedia, Malang, 2006, hal 217 2

tentang perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan sela yang diajukan oleh penasehat hukum. Perlawanan ini diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum apabila penasihat hukum dalam eksepsinya keberatan terhadap pengadilan tidak berwenang mengadili perkara. Pengajuan perlawanan ini diajukan ke pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang memutuskan. Pengadilan Tinggi mempunyai kewenangan dalam memeriksa dan memutuskan. Perlawanan merupakan upaya hukum yang berbeda dengan upaya hukum banding. Perlawanan diajukan terhadap penetapan hakim atau putusan sela, sedangkan banding diajukan terhadap putusan akhir. Namun yang akan dibahas dalam tulisan ini hanyalah perlawanan yang diajukan terhadap putusan sela. Adapun istilah dan yang dimaksudkan dengan putusan sela memang tidak diatur secara jelas dalam KUHAP. Namun putusan sela lahir dari praktik hukum dalam arti putusan sementara yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan maksud untuk memungkinkan atau memperlancar pemeriksaan terhadap pokok perkara guna memperoleh putusan akhir (Eindvonnis). 5 Berkaitan dengan putusan atau penetapan Hakim yang menyatakan batalnya Surat Dakwaan (Nietig Verklaring der dagvaarding) atau dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak diterima (Niet Ontvankelijk verklaring), dapat diketemukan salah satu contoh yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Malang, jaksa penuntut umum pernah mengajukan perlawanan terhadap putusan sela nomor 404/Pid.B/2009/PN.Mlg 5 HMA Kuffal, S.H, Penerapan KUHAP Dalam Prakktik Hukum, UMM Press, Malang, 2007, hal 223 3

tentang perkara pidana dengan nomor perkara PDM-326/Malang/Ep.2/05/2009. Dalam putusan sela tersebut diterangkan bahwa: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Malang memutuskan penyidikan perkara dimaksud yang dilakukan oleh penyidik polisi pada Kepolisan Resor Kota Malang dalam perkara tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh terdakwa (Utok Maruto) adalah tidak sah menurut hukum karena selama proses penyidikan terdakwa tidak didampingi penasehat hukum. Karena dakwaan dibuat berdasarkan BAP (Berita Acara Penyidikan) yang tidak sah, maka Majelis berpendapat bahwa penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima. Dengan putusan sela tersebut terdakwa Utok Maruto dikeluarkan dari tahanan Rutan. Dalam perkara tersebut jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa (Utok Maruto) melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur, melanggar pasal 81 ayat (2) jo pasal 82 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal penjara 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Amar (dictum) putusan sela Pengadilan Negeri Malang berbunyi sebagai berikut: 1. Menyatakan menerima keberatan dari penasehat hukum terdakwa tersebut; 2. Menyatakan bahwa penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima; 3. Memerintahkan agar terdakwa Utok Maruto dikeluarkan dari tahanan Rutan segera setelah putusan ini diucapkan; 4. Membebankan biaya perkara kepada Negara. 4

Amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang tersebut didasarkan pada pertimbangan yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: a. Bahwa setelah Majelis Hakim meneliti dan mempelajari secara cermat kronologis proses pemeriksaan perkara yang dilakukan oleh penyidik terhadap terdakwa, ternyata benar sejak awal terdakwa memang tidak didampingi oleh penasehat hukum ketika dilakukan pemeriksaan oleh penyidik; b. Bahwa meskipun terdakwa sudah membuat surat pernyataan tertanggal 20-3-2009 yang menerangkan tidak perlu didampingi penasehat hukum, namun dengan memperhatikan kalimat wajib dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP, Majelis berpendapat bahwa penunjukan penasehat hukum untuk mendampingi terdakwa merupakan keharusan, baik diminta atau tidak diminta oleh terdakwa; c. Bahwa oleh karena tidak terdapat alasan bagi penyidik dalam perkara ini untuk tidak melaksanakan ketentuan pasal 56 KUHAP secara sempurna, maka sebagai konsekwensi yuridisnya maka penyidikan yang telah dilakukan terhadap terdakwa dalam perkara ini adalah tidak sah menurut Undang-Undang; d. Bahwa oleh karena surat dakwaan penuntut umum dalam perkara ini disusun atas dasar hasil penyidikan yang tidak sah menurut hukum maka sesuai dengan maksud ketentuan pasal 1 angka 7 KUHAP, terdapat cukup alasan untuk menyatakan bahwa penuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima; e. Bahwa oleh karena penyidikan dalam perkara ini dinyatakan tidak sah menurut hukum, sedangkan terdakwa Utok Maruto saat ini masih ditahan dalam tahanan Rutan, maka Majelis Hakim memerintahkan kepada penuntut umum agar terdakwa Utok Maruto segera di keluarkan dari tahanan Rutan demi hukum. Atas putusan sela tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Malang melakukan perlawanan atau verset terhadap putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang. Bahwa dalam hal Jaksa Penuntut Umum menyatakan keberatan terhadap Putusan Sela Majelis Hakim, maka Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan perlawanan (verset) kepada Hakim Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri yang bersangkutan. 5

Bahwa KUHAP merupakan pembaruan hukum acara pidana, yang memuat hal-hal baru yang belum dikenal dalam ketentuan hukum acara pidana sebelumnya yakni HIR, dan sudah barang tentu di samping KUHAP menuntut cara-cara pelaksanaan beracara pidana yang baik sehingga menghasilkan output berupa peningkatan pembinaan jajaran aparat penegak hukum baik yang menyangkut tentang keterampilan, pelayanan, kejujuran dan kewibawaan lembaga penegak hukum. Dengan munculnya masalah tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menjadikannya tulisan skripsi dengan judul, yaitu: PERLAWANAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN SELA (Studi Terhadap Putusan Sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang Nomor 404/Pid.B/2009/PN.Malang). B. Rumusan Masalah Sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang permasalahan diatas, penulisan kemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apa saja dasar hukum dan alasan Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan perlawanan terhadap putusan sela majelis hakim Pengadilan Negeri Malang nomor 404/Pid.B/2009/PN.Malang tanggal 11 Juni 2009? 2. Apa implikasi hukum yang di timbulkan terhadap perlawanan Jaksa Pe nuntut Umum dalam perkara nomor: PDM-326/MALANG /Ep.2/ 05/ 2009 / PN. Malang tanggal 11 Juni 2009? 6

C. Tujun Penulisan Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dasar hukum dan alasan Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan perlawanan terhadap putusan sela majelis hakim Pengadilan Negeri Malang nomor 404/Pid.B/2009/PN.Malang tanggal 11 Juni 2009. 2. Untuk mengetahui Implikasi hukum yang di timbulkan terhadap perlawanan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara nomor: PDM-326 / MALANG/Ep.2/05/2009/PN. Malang tanggal 11 Juni 2009. D. Manfaat Penelitian Atas dasar, maksud, tujuan, dan alasan sebagaimana yang penulis uraikan diatas maka penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat sebagaimana berikut: 1. Teoritis Penulisan ini akan berguna sebagai bahan kajian atau petunjuk mengenai perlawanan penuntut umum terhadap putusan sela menurut prosedur yang berlaku diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran. Memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang hukum berkaitan dengan masalah prosedur pelaksanaan perlawanan penuntut umum terhadap putusan sela. 7

2. Praktis Diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat luas khususnya mahasiswa fakultas hukum serta memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perlawanan penuntut umum terhadap putusan sela menurut prosedur yang berlaku dan sebagai bahan evaluasi tentang pengetahuan putusan sela yang telah diserap dalam perkuliahan oleh mahasiswa dengan realitas kondisi serta situasi yang ada di lapangan. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan yang dipergunakan Dalam penulisan tugas akhir ini, guna mempermudah memahami dan menetapkan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pembahasan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori yang berkaitan serta dengan melihat contoh kasus yang sedang diangkat ditambah dengan penalaran atau analisa. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan adalah di Malang, khususnya di Kejaksaan Negeri Malang karena di Kejaksaan Negeri Malang ini terjadi fenomena yang menarik, yaitu berkaitan dengan memori perlawanan yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri 8

Malang Nomor 404/Pid.B/2009/PN.Malang). Disini penulis tertarik untuk meneliti dasar dan alasan yang digunakan jaksa penuntut umum dalam menyusun memori perlawanan terhadap putusan sela tersebut. 3. Sumber Data Dalam hal ini, sumber data yang digunakan penulis ada dua macam, yaitu: a. Sumber Data Primer Data primer (Field Research), yaitu suatu usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta menguji kebenaran tentang suatu pengetahuan secara ilmiah dengan cara melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk mencari yang diperlukan. Dalam hal ini dilakukan di Kejaksaan Negeri Malang dan dilakukan interview atau tanya jawab secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Dalam hal ini penulis mengambil responden yakni Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Malang yang menangani perkara nomor: PDM- 326/MALANG/Ep.2/05/2009/PN. Malang tanggal 11 Juni 2009 dengan terdakwa Utok Maruto, adalah Ari Kuswadi, SH, yang menjabat sebagai Kasubsi Penyidikan, pada Seksi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Malang. Serta dilengkapi dengan data hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Undang-Undang hukum acara pidana (KUHAP), memori perlawanan Jaksa Penuntut Umum 9

nomor B-1680/0.5.11/EP.2/06/2009 dan putusan sela Majelis Hakim nomor nomor 404/Pid.B/2009/PN.Malang. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder (Library Research), Adalah sumber data yang mendukung, menjelaskan, serta memberikan tafsiran terhadap sumber data primer, sumber data yang digunakan penulis adalah bahan-bahan yang berasal dari berbagai literature, majalah, jurnal, surat kabar, yang berkaitan dengan topik bahasan. 6 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara interview yakni suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung pada pihak terkait (informan kunci/sumber informasi) yang terdapat dalam lembaga tempat penelitian yang berhubungan dengan obyek skripsi yakni pihak yang terlibat secara langsung dalam persidangan sehingga dapat memberikan penjelasan sehubungan dengan masalah yang akan di bahas. 5. Analisa Data Di dalam menentukan analisa data maka peneliti mempergunakan analisa deskriptif analisis, yaitu suatu cara pemecahan masalah yang diselediki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, 6 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2003. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. 10

lembaga masyarakat, dan lain-lainnya) pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Jadi penulis akan menguraikan, menjelaskan serta menggambarkan dari data atau informasi yang diperoleh, kemudian dilakukan suatu analisis guna menjawab masalah-masalah yang diajukan atau mencari jalan keluar yang diharapkan. Akhirnya dengan analisis data tersebut kemudian akan didapat suatu kesimpulan yang menyeluruh. F. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi menjadi empat bab, dengan maksud agar mempunyai susunan yang sistematis, sehingga mudah dipahami. Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang hasil kajian pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, dalam hal ini adalah perlawanan jaksa penuntut umum tehadap putusan sela. Bab ini terdiri dari enam sub bab, yaitu pengertian perlawanan, putusan 11

pengadilan, penuntut umum, terdakwa, pengadilan negeri, dan pengadilan tinggi. BAB III : PEMBAHASAN PERLAWANAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN SELA Hasil penelitian serta bahasan hasil analisa penulisan yang berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan akan dipaparkan data-data yang diperoleh berdasarkan permasalahan yang ada serta dibahas mengenai analisa terhadap upaya penuntut umum dalam perlawanan jaksa penuntut umum terhadap putusan sela dari perspektif yuridis normatif. BAB IV : PENUTUP Merupakan bab terakhir yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan dalam babbab sebelumnya. 12