BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO

STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN

NORMA & LEMBAGA SOSIAL. fitri dwi lestari

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun

BAB I PENDAHULUAN. agar terus bertahan dan terus berkembang, hal-hal yang mesti diperbaiki. adalah semua aspek khususnya pada sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

Lembaga Kemasyarakatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. oraang-orang yang dipilih secara khusus untuk melaksanakan tugas

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Dalam organisasi berskala

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. memberikan sumbangan yang optimal bagi perusahaan. Dan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI

BAB I PENDAHULUAN. kali pemimpin memberikan tambahan penerimaan yang lain sebagai upaya lebih menghargai

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut dikarenakan para karyawan bahkan pimpinan kurang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tajam dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dunia pendidikan, menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 INDIKATOR-INDIKATOR KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA HOTEL KINI DI PONTIANAK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh seorang pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin tingginya tingkat kehidupan di masyarakat. Dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Prenhallindo, Jakarta, 1998, Hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sesuai dengan SK 345/KPTS/DIR/2012

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tidak ditunjang dengan tenaga kerja yang cakap maka kemungkinan besar sasaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap instansi yang didirikan mempunyai harapan bahwa pegawai dapat. tinggi dan berkualitas dalam bidang pekerjaannya.

BAB II LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. dan sistem. Sumber daya organisasi terpenting yang harus dimiliki oleh instansi

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Dinas pendidikan pemuda dan olahraga memiliki kebijakan mutu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu PT. Indonensia Epson Industry, maka mulai tahun 2004, PT. Kiyokuni

BAB I PENDAHULUAN. organisasi disamping modal, material, mesin, dan sumber daya lainnya. Oleh

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai suatu alat, sarana atau proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan peningkatan kontribusi yang baik kedalam organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. masing masing dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup organisasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Protokol Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung adalah Pegawai

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan organiasi mengalami perubahan, Perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T. Program Studi Psikologi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sebuah organisasi. Manajemen sumber daya manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. diprioritaskan adalah sektor pendidikan. Menyadari betapa pentingnya. tentang pendidikan harus selalu ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN. penggerak dan penentu jalannya suatu organisasi. Dari sudut pandang manajemen

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PERANAN KELOMPOK INFORMAL DI DALAM PROSES PENGENDALIAN MANAJEMEN HAMIDAH. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peranan sumber daya manusia dalam suatu organisasi sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan... 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu instansi pemerintah, pemimpin yaitu seseorang yang. mempengaruhi para bawahannya untuk melakukan pekerjaan.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk. mempengaruhi sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuan organisasi dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen pendukung di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen pendukung di dalam suatu kelembagaan antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan yang melibatkan banyak peran subjek tersebut. Menurut Soekanto (2002), istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian abstrak perihal adanya normanorma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003), pengertian tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dengan pendekatan ciri kemajuan masyarakat. Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat. Dalam kasus kelembagaan usaha, Susanty (2005) memaparkan bahwa kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan bahwa di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku

4 organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang syarat dengan nilai dan norma yang bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya. Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi sebagai Pengantar bahwa untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu: a. Cara (usage) b. Kebiasaan (folksway) c. Tata kelakuan (mores), dan d. Adat istiadat (custom) Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk menaati norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya mentaati norma-norma yang terkandung didalamnya. 2.1.2 Pembentukan dan Perubahan Kelembagaan Menurut Soekanto (2002), proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, yang dimaksud adalah sampai norma itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku masyarakat yang menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan dan adat istiadat. Dalam perkembangannya, suatu kelembagaan dapat mengalami perubahan baik cepat ataupun lambat, kecil ataupun besar maupun dikehendaki atau tidak dikehendaki. Perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di

5 dalam suatu masyarakat mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Ibrahim (2002) dalam Pasaribu (2007), komponen kelembagaan dapat mengalami perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan, seperti sebagian norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah atau bisa juga perubahan fungsi lembaga itu; perubahan lembaga dalam arti kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru. 2.1.3 Komponen Utama Kelembagaan Mengutip dari Pasaribu (2007), kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama yaitu hak kepemilikan, batas yurisdiksi, dan aturan representatif. Hak kepemilikan mengandung makna sosial yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi, yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari pemberian/warisan dan pembelian. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan dalam suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat mencakup wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna keduanya. Aturan representatif merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Pranadji (2003), kelembagaan bercirikan terhadap kemajuan masyarakat, memiliki beberapa elemen pendukung diantaranya sebagai berikut. 1. SDM (Sumber Daya Manusia) Komponen yang dimaksud mencakup: a. Ketrampilan yang cukup b. Kematangan emosional c. Kemampuan bekerjasama yang baik d. Apresiasi terhadap tata nilai maju e. Apresiasi terhadap penggunaan ilmu pengetahuan di bidang manajemen dan keorganisasian sosial

6 2. Tata Nilai Maju Untuk mengidentifikasi dan menentukan gambaran kemajuan yang dicapai masyarakat, baik dalam tingkat kelompok tani, desa, maupun negara diperlukan beberapa komponen tata nilai seperti di bawah ini. a. Penghargaan terhadap kerja keras b. Rajin (tidak malas) c. Produktif (tidak konsumtif) d. Harga diri tinggi e. Prestasi f. Sabar dan rendah hati g. Haus inovasi h. Cara kerja/berfikir sistematik dan terorganisir i. Bervisi jangka panjang yang jelas 3. Kepemimpinan Kepemimpinan yang dibahas tidak menekankan pada tipe kepemimpinan seseorang, melainkan pada komponen yang menentukan suatu kepemimpinan untuk memajukan masyarakat desa. Komponen yang dimaksud adalah: a. Visi kedepan yang jelas b. Kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan mengarahkan anggotanya c. Memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakat d. Mempunyai keunggulan atau keistimewaan dan sangat interaktif dengan kebutuhan masyarakat e. Memiliki kemampuan dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat f. Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan anggota masyarakat yang dipimpinnya g. Mengajarkan penggunaan rasionalitas yang tinggi pada setiap pengambilan keputusan 4. Struktur dan Organisasi Sosial Struktur sosial yang sehat adalah cerminan dari pekerjaan yang sehat. Sedangkan organisasi sosial dapat didekati dengan memperhatikan sistem

7 kemitraan dan keterlibatan masyarakat untuk tujuan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan, penguatan identitas individu dan sosial, pengelolaan pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan sistem pemeliharaan keteraturan sosial yang telah terbentuk. 5. Hukum dan Pemerintahan Aspek hukum dapat ditelusuri dari konsistensi norma yang dirumuskan dalam bentuk aturan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aspek pemerintahan ditekankan pada pengaturan untuk peningkatan kreativitas dan peran masyarakat agar tercapai kesejahteraan bersama. 2.2 Kelembagaan Hutan Rakyat Pengaruh kelembagaan adat sangat besar pada pola tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan hukum yang mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan. Kelembagaan adat tidak hanya mengatasi konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat, namun juga mengatur pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di sekitar mereka (Yanuar 1999). 2.2.1 Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Ada beberapa kendala yang mengiringi perjalanan pengusahaan hutan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh Andayani (2003) sebagai berikut: teknologi, modal usaha, manajemen usaha tani, skill (kemampuan), kondisi fisik lahan usaha dan kebijakan pemerintah. Menurut Ngadiono (2004), kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat. Kelembagaan berperan penting dalam hal dukungan pendanaan hutan rakyat. 2.2.2 Ruang Lingkup Kelembagaan Hutan Rakyat Hutan rakyat sebagaimana hutan negara juga membutuhkan sistem pengelolaan yang terencana yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat itu sendiri. Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara individu

8 berbeda dengan pengelolaan secara kelompok. Kelembagaan akan menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama akan cepat tercapai (Ngadiono 2004). Lingkup kelembagaan kehutanan masyarakat digambarkan secara sektoral. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan hutan rakyat tidak hanya bergantung dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan, tetapi juga tergantung dari sektor-sektor lain seperti pertanian, perkebunan dan transmigrasi. Pelaksanaan kegiatan dikoordinir oleh suatu komisi yang disebut komisi social forestry. Komisi social forestry beranggotakan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat. Untuk selanjutnya hasil yang diharapkan adalah terwujudnya sistem pemerintahan yang baik (Ngadiono 2004). 2.3 Kelompok Tani Hutan Kelompok tani hutan (KTH) merupakan sekumpulan orang yang mengelompokkan diri dalam usaha-usaha dalam bidang pengelolaan tanah hutan negara yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya untuk mencapai tujuan bersama (Perum Perhutani 1987 dalam Permana 1998). Sedangkan Suharjito (1994) menyatakan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan awal dari sebuah upaya mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara. Mulyana (2001) dalam Puspita (2006) menyatakan bahwa kriteria petani sebagai KTH adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan, dan pengetahuan lokal. Keempat kriteria itu sangat erat kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya dalam tulisannya juga dikatakan proses pembentukan KTH adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan kelompok 2. Penguatan kelembagaan 3. Penyuluhan 4. Insentif Menurut Suharjito (1994), pengertian pembinaan KTH adalah suatu proses yang timbul dalam suatu hubungan antara pembina atau petugas Perum Perhutani

9 bersama dengan instansi terkait dengan kelompok tani (KTH) binaan dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah atau mengembangkan kegiatan kelompok. Tujuan pembinaan yang ingin dicapai tentunya tidak terlepas dari tujuan perhutanan sosial pada umumnya, yaitu memaksimalkan partisipasi masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama membangun dan mengelola hutan secara penuh tanggung jawab dalam pembangunan hutan dan lingkungan sekitar.