BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing komponen pendukung di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen pendukung di dalam suatu kelembagaan yaitu antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan yang melibatkan banyak peran subjek tersebut. Pengertian kelembagaan menurut para ahli berbeda-beda sesuai pemikirannya masing-masing. Menurut Soekanto (2002) istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003) perihal pengertian tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dalam kaitan perbedaan dengan organisasi. Cenderung menempatkan makna lembaga dengan pendekatan ciri kemajuan masyarakat. Selain itu Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa lembaga mempunyai fungsi sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social control) artinya kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat. Sedangkan dalam kasus kelembagaan usaha, Susanty (2005) memaparkan bahwa kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan perilaku yang terjadi dalam suatu

2 6 organsiasi sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang sarat dengan nilai dan norma yang kompleks yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya. Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi sebagai Pengantar mengatakan, untuk dapat membedakan kekuatan mengikat normanorma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu: a) Cara (usage) b) Kebiasaan (folkways) c) Tata kelakuan (mores), dan d) Adat-istiadat (custom) Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk mentaati norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya untuk mentaati normanorma yang terkndung di dalamnya Pembentukan dan Perubahan Kelembagaan Menurut Soekanto (2002) proses pembentukan suatu lembaga kemasyarakatan disebut proses institutionalization yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, yang dimaksud ialah sampai norma itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku masyarakat yang lama kelamaan menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan dan adat istiadat. Dalam perkembangannya, suatu kelembagaan dapat mengalami perubahan baik cepat ataupun lambat, kecil ataupun besar maupun dikehendaki atau tidak dikehendaki. Masih menurut Soekanto (2002), perubahan yang terjadi pada lembaga-

3 7 lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Ibrahim (2002) dalam Pasaribu (2007), komponen-komponen kelembagaan yang dapat mengalami perubahan mencakup : (1) Perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan itu sendiri, seperti sebagian norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah atau bisa juga perubahan funsi lembaga itu; (2) Perubahan lembaga dalam arti kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru Komponen Utama Kelembagaan Mengutip dari Pasaribu (2007), kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama yaitu hak kepemilikan (property rights), batas yurisdiksi dan aturan representatif. Hak kepemilikan mengandung makna sosial, muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Karena itu, pernyataan hak milik memerlukan pengesahan dari masayarakat dimanapun ia berada. Implikasi dari hal ini adalah : (1) hak seseorang adalah kewajiban orang lain, (2) hak yang dicerminkan oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari penemuan, pemberian atau warisan dan pembelian. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan dalam suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat mencakup wilayah kekuasaan atau batas otorita yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna keduanya. Aturan representatif merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Pranadji (2003) kelembagaan yang bercirikan terhadap kemajuan masyarakatnya memiliki beberapa elemen pendukung diantaranya sebagai berikut. 1) Kompetensi SDM Komponen kompetensi yang dimaksud disini mencakup: a) Ketrampilan yang cukup pada individu, b) Kematangan emosional yang tinggi, c) Kemampuan bekerjasama yang bersifat mutualistik,

4 8 d) Apresiasi terhadap tata-nilai maju, e) Apresiasi tinggi terhadap penggunaan ilmu pengetahuan di bidang manajemen dan keorganisasian sosial yang progresif, dan f) Responsif terhadap kepemimpinan futuristik. 2) Tata Nilai Maju Untuk mengidentifikasi dan menentukan gambaran kemajuan yang dicapai masyarakat, baik dalam tingkat kelompok tani, desa, maupun negara diperlukan beberapa komponen tata nilai seperti di bawah ini. a) Penghargaan terhadap kerja keras, b) Rajin (tidak malas), c) Produktif (tidak konsumtif), d) Hemat (tidak menghabiskan aset strategis), e) Rasa malu dan harga diri tinggi, f) Prestasi-kompetitif, g) Sabar dan rendah hati (tidak pemarah dan suka pamer), h) Haus inovasi (tidak resisten terhadap inovasi), i) Cara kerja/berpikir sistematik dan terorganisir, j) Daya empati tinggi k) Rasional dan impersonal (tidak seenaknya dan mengikuti selera pribadi) l) Bervisi jangka panjang yang jelas. 3) Kepemimpinan Kepemimpinan yang dibahas disini bukan menekankan pada tipe kepemimpinan seseorang melainkan pada komponen apa saja yang menentukan suatu kepemimpinan untuk memajukan masyarakat pertanian dan pedesaan. Komponen kepemimpinan yang dimaksud adalah: a) Integritas personal yang tinggi yang melekat pada pribadi seorang pemimpin. b) Visi ke depan yang jelas dan implementatif c) Kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan mengarahkan anggota masyarakatnya d) Memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakatnya e) Mempunyai keunggulan atau keistimewaan yang signifikan dan sangat interaktif dengan kebutuhan masyarakat f) Memiliki kemampuan dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat

5 9 g) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan anggota masyarakat yang dipimpinnya h) Mengajarkan penggunaan rasionalitas yang tinggi pada setiap pengambilan keputusan i) Menjunjung tinggi kewajiban untuk menegakkan sistem kerja kolektif masyarakat yang dipimpinnya. 4) Struktur dan Organisasi Sosial Struktur sosial yang sehat adalah cerminan dari diferensiasi dan spesialisasi pekerjaan yang sehat. Sedangkan organisasi sosial bisa didekati dengan memperhatikan sistem kemitraan dan keterlibatan masyarakat untuk tujuan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan, penguatan identitas individu dan sosial, pengelolaan pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan sistem pemeliharaan keteraturan sosial yang telah terbentuk. 5) Manajemen Sosial Manajemen sosial terkait erat dengan sistem pengambilan keputusan yang bersifat kolektif. 6) Hukum dan Pemerintahan Aspek hukum dapat ditelusuri dari konsistensi anatar norma ideal yang dirumuskan dalam bentuk aturan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aspek pemerintahan ditekankan pada penagturan untuk peningkatan kreativitas dan peran masyarakat agar tercapai kesejahteraan bersama. 2.2 Kelembagaan Hutan Rakyat Kelembagaan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti hukum adat sering dianggap tidak sesuai atau bahkan mengganggu kepentingan hukum positif yang berlaku. Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, sebenarnya aturan-aturan adat yang ada di tengah masyarakat di dalam dan di sekitar hutan memiliki suatu kearifan yang mendalam. Kelembagaan adat sangat besar pengaruhnya pada pola tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan hukum yang mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan. Secara luas

6 10 kelembagaan adat yang ada tidak hanya mengatur dan mengatasi tentang konflik sosial yang terjadi dalam masyarakatnya namun juga mengatur tentang pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di sekitar mereka. Hal ini adalah wajar mengingat hutan merupakan lingkungan hidup mereka dan juga sebagai tempat untuk mmemenuhi kebutuhan hidup yang serba sederhana. Dengan kata lain, kerusakan hutan berarti ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya (Yanuar 2001). Peran kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting diperhatikan keseimbangannya. Seperti yang disebutkan dalam Ngadiono (2004) bahwa tujuan pengelolaan hutan rakyat adalah terwujudnya hutan rakyat yang memiliki keseimbangan fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi. Beberapa komponen keseimbangan tersebut antara lain: (1) Data dasar tingkat desa; (2) Tujuan dan sasaran; (3) Instrumen kebijakan dalam kegiatan hutan desa; (4) Program dan kegiatan hutan desa; (5) Dukungan kelembagaan dan dana. Menurut Ngadiono (2004) dana merupakan unsur penting dalam mewujudkan program dan kegiatan. Oleh karena itu, sistem dukungan pendanaan harus dibicarakan sejak awal dengan masyarakat. Kelembagaan akan mencakup 2 (dua) hal yaitu: (1) Organisasi masyarakat dan organisasi pengelola hutan rakyatnya; dan (2) Aturan hukum dan norma yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Ada beberapa kendala yang mengiringi perjalanan pengusahaan hutan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh Andayani (2003) sebagai berikut : (1) Teknologi, (2) Modal usaha, (3) Manajemen usaha tani, (4) Skill (kemampuan), (5) Kondisi fisik lahan usaha, dan (6) Kebijakan pemerintah. Akan tetapi Andayani dalam tulisannya juga menekankan pada penguatan kelembagaan dalam rangka melaksanakan usaha perhutanan rakyat yang berkesinambungan, karena apabila dalam melaksanakan produksi masih dilakukan secara individu diduga posisi tawarnya akan rendah. Kedudukan kelembagaan dalam hutan rakyat menurut Ngadiono (2004) merupakan unsur yang tidak kalah penting dengan unsur dukungan pendanaan hutan rakyat itu sendiri. Karena di dalam kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat Ruang Lingkup Kelembagaan Hutan Rakyat Hutan rakyat sebagaimana hutan negara juga membutuhkan sistem pengelolaan yang terencana yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat itu

7 11 sendiri. Karena pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara personal akan berbeda dengan pengelolaan secara kelompok. Pengelolaan hutan rakyat dengan membentuk kelembagaan atau organisasi di dalamnya akan semakin menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama akan cepat tercapai. Kelembagaan hutan rakyat sebagaimana sub sektor kehutanan yang lainnya memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Keterkaitan tersebut nantinya akan memberikan efek terhadap kemajuan pembangunan kehutanan secara menyeluruh. Lingkup kelembagaan social forestry makro digambarkan secara lintas sektoral. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan hutan rakyat tidak bergantung dari pihakpihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan, tetapi juga tergantung dari sektorsektor lain seperti pertanian, perkebunan, transmigrasi, kementrian, dan UKM. Pelaksanaan kegiatan dikoordinir oleh suatu komisi yang disebut komisi social forestry. Komisi social forestry beranggotakan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM, dan masyarakat. Untuk selanjutnya hasil yang diharapkan dari pelaksanaan serangkaian kegiatan adalah terwujudnya good corporate governance atau sistem pemerintahan yang baik (Ngadiono 2004). 2.3 Kelompok Tani Hutan Kelompok tani hutan (KTH) merupakan sekumpulan orang yang mengelompokkan diri dalam usaha-usaha dalam bidang pengelolaan tanah hutan negara yang tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya untuk mencapai tujuan bersama (Perum Perhutani, 1987 dalam Permana, 1998). Sedangkan Suharjito (1994) menyatakan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan awal dari sebuah upaya mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara. Mulyana (2001) dalam Puspita (2006) menyatakan kriteria pemilihan petani sebagai KTH itu adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan dan pengetahuan lokal. Keempat dimensi itu sangat erat kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya dalam tulisannya juga dikatakan proses pembentukan KTH adalah sebagai berikut : 1. Pembentukan kelompok 2. Penguatan kelembagaan 3. Penyuluhan 4. Insentif

8 12 Menurut Suharjito (1994) pengertian pembinaan KTH adalah suatu proses yang timbul dalam suatu hubungan antara pembina atau petugas Perum Perhutani bersama dengan instansi terkait dengan kelompok tani (KTH) binaan dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah atau mengembangkan kegiatan kelompok. Tujuan pembinaan yang ingin dicapai tentunya tidak terlepas dari tujuan perhutanan sosial pada umumnya, yaitu memaksimalkan partisipasi masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama membangun dan mengelola hutan secara penuh tanggung jawab dalam pembangunan hutan dan lingkungan sekitar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN

STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) Septi Widiyanti DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

NORMA & LEMBAGA SOSIAL. fitri dwi lestari

NORMA & LEMBAGA SOSIAL. fitri dwi lestari NORMA & LEMBAGA SOSIAL fitri dwi lestari Kelembagaan Sosial sekumpulan norma yang tersusun secara sistematis yang terbentuk dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia yang bersifat khusus.

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO 1 KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun perusahaan maka hasil kerja yang ia selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DASAR UU No 23 Th 1997 pasal 5,6,7 : setiap orang berhak dan wajib berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup Pengelolaan lingk hidup meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Dalam organisasi berskala

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Dalam organisasi berskala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Dalam organisasi berskala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terus bertahan dan terus berkembang, hal-hal yang mesti diperbaiki. adalah semua aspek khususnya pada sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. agar terus bertahan dan terus berkembang, hal-hal yang mesti diperbaiki. adalah semua aspek khususnya pada sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, seperti saat ini setiap organisasi dituntut untuk memperbaiki hal-hal yang terkait dalam setiap organisasi dan lebih responsif agar terus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

Nilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI

Nilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI Nilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI NILAI SOSIAL DALAM MASYARAKAT Nilai sosial dalah segala sesuatu pandangan yang dianggap baik dan benar oleh suatu lingkungan masyarakat yang kemudian dipedomani sebagai

Lebih terperinci

Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga Kemasyarakatan Lembaga Kemasyarakatan Latar Belakang Didalam masyarakat pasti ada norma yg mengatur hidup mereka guna mencapai ketertiban hidup Norma- norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pemberian definisi antara pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat disamakan. Oleh karena pemimpin merupakan individunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggerak dan penentu jalannya suatu organisasi. Dari sudut pandang manajemen

BAB I PENDAHULUAN. penggerak dan penentu jalannya suatu organisasi. Dari sudut pandang manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai berbagai macam tujuan. Di dalam organisasi manusia merupakan unsur yang terpenting dalam suatu organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi

BAB I PENDAHULUAN. situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dewasa ini menyebabkan situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi semakin ketat,

Lebih terperinci

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si Lembaga Kemasyarakatan Yesi Marince, S.IP., M.Si Definisi. Lembaga kemasyarakatan yaitu suatu bentuk atau wadah atau institute dimana terdapat pengertian yang abstrak perihal adanya normanorma dan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Administrasi Negara 1. Pengertian Administrasi Administrasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan secara kerjasama untuk mencapai tujuan bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu organiasi atau lembaga dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari sumber daya manusia yang dimiliki, karena sumber daya manusia yang akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berbagi Pengetahuan Berbagi pengetahuan adalah kegiatan bekerjasama yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar tercapai tujuan individu

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan

Lebih terperinci

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL) LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL) Oleh: Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail : suyatnofkmundip@gmail.com Blog : suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp : 08122815730 / 024-70251915 IKM/Sosiologi 1 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING MODEL PENGEMBANGAN PERAN LEMBAGA SOSIAL DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MASYARAKAT SUKU USING BERBASIS KEARIFAN LOKAL Ketua/Anggota Peneliti: Dra.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pola Kemitraan Dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha mikro kecil dituntut untuk tetap dapat bersaing dengan pelaku usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sistem. Sumber daya organisasi terpenting yang harus dimiliki oleh instansi

I. PENDAHULUAN. dan sistem. Sumber daya organisasi terpenting yang harus dimiliki oleh instansi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah organisasi memiliki berbagai sumber daya yang diperlukan dalam proses pengembangan organisasi tersebut antara lain, finansial, fisik, manusia, teknologi dan sistem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut merupakan daerah dataran rendah pesisir pantai. Sebagian besar warga masyarakat Desa Setrojenar

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi setiap perusahaan berupaya untuk menunjukan keunggulan-keunggulannya agar dapat bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin ketat. Dimana

Lebih terperinci

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL) LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL) Definisi : Suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubunganhubungan tsb, sesuai dengan kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Rakyat Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Pasal 1 (E), hutan rakyat atau disebut juga hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pembangunan nasional menunjuk pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pembangunan nasional menunjuk pada kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembangunan nasional menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni sektor-sektor industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipilih secara khusus untuk melakukan tugas negara sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dipilih secara khusus untuk melakukan tugas negara sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Instansi pemerintah adalah organisasi yang merupakan kumpulan orangorang yang dipilih secara khusus untuk melakukan tugas negara sebagai bentuk pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

STANDAR ETIKA PUBLIK. Nana Rukmana D. Wirapradja NRDW- STANDAR ETIKA PUBLIK

STANDAR ETIKA PUBLIK. Nana Rukmana D. Wirapradja NRDW- STANDAR ETIKA PUBLIK STANDAR ETIKA PUBLIK Nana Rukmana D. Wirapradja DESKRIPSI SINGKAT Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengaktualisasikan etika publik dalam mengelola pelaksanaan kegiatan instansi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah di tentukan bersama. Setiap organisasi pastilah memiliki tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. telah di tentukan bersama. Setiap organisasi pastilah memiliki tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu organisasi merupakan suatu wadah yang didalamnya terdapat aktivitas orang-orang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk bersosialisasi, bekerjasama dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya. Untuk itu keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan profesionalisme. Pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan profesionalisme. Pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance), BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sumber Daya Manusia (SDM) sering merupakan salah satu sorotan yang paling tajam dalam pelaksanaan pemerintahan, menyangkut kesiapan, jumlah pegawai, pendidikan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan suatu organiasi atau lembaga dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari sumber daya manusia yang dimiliki, karena sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA SOSIAL

BAB III LEMBAGA SOSIAL BAB III LEMBAGA SOSIAL 3.1 Pengantar Lembaga kemasyarakatan sering juga disebut sebagai lembaga sosial merupakan terjemahan dari social institution dalam bahasa Inggris, Istilah social institution dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

LEMBAGA SOSIAL. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

LEMBAGA SOSIAL. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si LEMBAGA SOSIAL Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Pengantar Lembaga sosial lembaga kemasyarakatan social institution Didalam masyarakat pasti ada norma yang mengatur hidup mereka guna mencapai ketertiban

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perubahan politik dan administrasi pemerintahan melalui pemberian otonomi luas kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur

Lebih terperinci

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perangkat daerah yang memiliki Kegiatan Produksi holtikultura, Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. satu perangkat daerah yang memiliki Kegiatan Produksi holtikultura, Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Merupakan salah satu perangkat daerah yang memiliki Kegiatan Produksi holtikultura, Peningkatan Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu mengarahkan sumberdaya yang dimiliki ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu sumberdaya organisasi yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021 VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021 MISI 1 Menigkatkan kerukunan keharmonisan kehidupan masyarakan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan di era globalisasi yang sangat erat kaitannya dengan persaingan dan keterbatasan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannnya. Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat penting, karena manusia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR: 22 / KPPU / KEP / I / 2009 TENTANG KODE ETIK ANGGOTA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketat dan terbuka, perusahaan harus mampu memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. ketat dan terbuka, perusahaan harus mampu memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dimana terjadi kompetisi di bidang ekonomi yang semakin ketat dan terbuka, perusahaan harus mampu memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dalam manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011 PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM 3 BATAM, 8 DESEMBER 2011 VISI TATANAN PERADABAN Pendorong kesejahteraan: OPTIMALISASI DAN PENGEMBANGAN BANDAR INTERNASIONAL. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PEMBAHASAN. manusia dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan

BAB I PEMBAHASAN. manusia dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan BAB I PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses budaya untuk dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat. Mekanisme komunikasi berlangsung seumur hidup dan telah

Lebih terperinci

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan ANALISIS SOSIAL BUDAYA REDD+ 2011 Penyusunan Kriteria Indikator Pemilihan Lokasi dan Strategi Keberhasilan Implementasi REDD dari Perspektif Struktur Sosial Budaya Tim Peneliti PUSPIJAK Pusat Penelitian

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan

Lebih terperinci

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA MUKADIMAH Profesional SDM Indonesia yang berada dibawah naungan Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia (PMSM) menjunjung tinggi nilai-nilai yang diemban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Strategi perusahaan menggambarkan arah perusahaan secara keseluruhan mengenai sikap perusahaan secara umum terhadap arah pertumbuhan

Lebih terperinci

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Oleh: Ilma Sulistyani dan Muhammad Arizal Staf Bidang Kajian BK MWA UI UM 2016 A. PENGANTAR SINGKAT: VENTURA Penyelenggaraan sebuah institusi perguruan tinggi, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi tersebut. Budaya tersebut dapat tercermin pada perilaku para karyawan, kebijakan-kebijakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Prenhallindo, Jakarta, 1998, Hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Prenhallindo, Jakarta, 1998, Hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan yang didirikan mempunyai beberapa tujuan, tujuan yang dimaksud adalah mencari laba, berkembang kearah yang lebih baik, memberi lapangan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Modal Sosial (Social Capital) Apa yang dimaksud dengan Modal Sosial dan apa relevansinya dengan Pembangunan? Modal yang dibutuhkan dalam proses pembangunan: Modal Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I- 1 LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMUM BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN I- 1 LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMUM BIDANG LINGKUNGAN HIDUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Penyelenggaraan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangan dan perubahan budaya sosial, meningkatnya persaingan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa privatisasi Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprioritaskan adalah sektor pendidikan. Menyadari betapa pentingnya. tentang pendidikan harus selalu ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN. diprioritaskan adalah sektor pendidikan. Menyadari betapa pentingnya. tentang pendidikan harus selalu ditingkatkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa, dapat dilihat dari segi Pendidikannya, sehingga jika suatu bangsa ingin maju tentunya yang pertama kali harus diprioritaskan adalah

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 57 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas dan peningkatan kemampuan yang ada pada masyarakat baik dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh seorang pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh seorang pemimpin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam suatu organisasi baik itu di sebuah perusahaan maupun instansi pemerintahan, peran seorang pemimpin sangat penting artinya. Hal ini dikarenakan seorang

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci