HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN WIDYA MERITA NINGRUM A

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

yang dapat ditangkap lebih tinggi karena selain bidang tangkapan lebih besar, jumlah cahaya yang direfleksikan juga sedikit. Peningkatan luas daun

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

STAF LAB. ILMU TANAMAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

BAB I PENDAHULUAN. letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Tim Dosen : Dr.H.Saefudin, M.Si Drs.Amprasto,M.Si

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2011 dalam kondisi terkontrol di rumah plastik. Penyiraman dilakukan secara manual untuk menggantikan kehilangan air oleh tanaman dengan cara pemberian air pada masing-masing polibag hingga mencapai kadar air kapasitas lapang secara berkala dua hari sekali. Data iklim mikro di lokasi penelitian meliputi suhu rata-rata selama penelitan sekitar 33.9 0 C, kelembaban relatif sekitar 65%. Daya berkecambah benih dari kedua genotipe kurang dari 80% sehingga penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST untuk mempertahankan populasi. Hama dan penyakit yang ditemui saat pelaksanaan penelitian berlangsung cenderung tidak banyak, hal ini disebabkan kondisi lingkungan penelitian yang cukup terkontrol dengan adanya rumah plastik. Beberapa hama yang dijumpai diantaranya adalah belalang dan kutu putih. Tidak ada penyakit yang dijumpai pada saat penelitian. Pengendalian hama dilakukan pada saat pertama kali ditemukan adanya hama dan kemudian dilakukan secara teratur selama satukali dalam seminggu. Penyemprotan insektisida digunakan untuk menekan perkembangan hama belalang dan melindungi populasi tanaman kedelai. Pengendalian hama belalang menggunakan insektisida kontak Decis 25EC dengan dosis 0.5 ml/l. Gulma yang dijumpai saat pelaksanaan penelitian diantaranya adalah Mimosa pudica, Boreria Laevis, Phyllantus niruri, Oxlalis barerieli. Pengendalian gulma dilakukan secara manual seminggu sekali. Secara umum, kondisi per tanaman selama penelitian cukup baik. Kedelai yang ditanam dalam naungan paranet 50% mengalami etiolasi. Pada 3 MST pengajiran dilakukan untuk mencegah tanaman rebah. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap karakter agronomi, analisis pertumbuhan tanaman dan fisiologi disajikan pada Tabel 1.

20 Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Karakter Agronomi, Analisis Pertumbuhan Tanaman dan Fisiologi Peubah Umur (MST)/Fase Pertumbuhan (N) (G) A. Agronomi: Tinggi tanaman 1 ** tn tn 16.07 2 ** ** tn 4.97 3 ** tn tn 15.18 4 ** ** tn 1.46 a) 5 ** ** tn 3.42 Jumlah Daun Trifoliat 3 tn tn tn 10.49 4 ** tn tn 9.60 5 * tn tn 9.33 Waktu Berbunga * tn tn 9.66 Fase Pertumbuhan B. Analisis Pertumbuhan Tanaman: Indeks Luas Daun V3 ** tn tn 4.11 Mulai Berbunga ** tn tn 5.22 Berbunga Penuh ** * * 2.35 Mulai Berpolong ** tn tn 2.61 Berpolong Penuh tn tn tn 6.16 Nisbah Luas Daun V3 ** tn tn 20.43 a) Mulai Berbunga ** tn tn 18.04 Berbunga Penuh ** tn tn 14.35 Mulai Berpolong ** tn tn 18.46 Berpolong Penuh * tn tn 11.52 a) Laju Asimilasi Bersih VC - V3 tn tn tn 0.21 a) V3 - Mulai Berbunga ** tn tn 18.83 Mulai Berbunga - Berbunga Penuh tn tn tn 0.02 a) Berbunga Penuh - Mulai Berpolong tn tn tn 0.004 a) Mulai Berpolong - Berpolong Penuh tn tn tn 0.03 a) Laju Tumbuh Relatif VC - V3 tn tn tn 5.00 a) V3 - Mulai Berbunga * tn tn 19.55 Mulai Berbunga - Berbunga Penuh tn tn tn 4.71 a) Berbunga Penuh - Mulai Berpolong tn * * 0.51 a) Mulai Berpolong - Berpolong Penuh * tn tn 3.72 a) C. Fisiologi Klorofil a V3 tn tn tn 15.55 Mulai Berbunga tn tn tn 12.21 Berbunga Penuh * ** * 2.33 Mulai Berpolong * ** * 0.66 Berpolong Penuh * ** tn 1.24 Klorofil b V3 * tn tn 16.17 Mulai Berbunga tn tn tn 17.22 Berbunga Penuh * ** tn 2.31 Mulai Berpolong tn tn tn 3.79 Berpolong Penuh tn ** * 1.61 Rasio Klorofil a/b V3 ** tn tn 2.36 Mulai Berbunga * tn tn 6.39 Berbunga Penuh tn tn tn 1.18 Mulai Berpolong tn tn tn 3.33 Berpolong Penuh tn tn tn 2.28 Keterangan: KK : Koefisien Keragaman * : Berbeda Nyata pada α = 5% tn : tidak berbeda nyata a) : Hasil Transformasi ( + 0.5) ** : Berbeda Nyata pada α = 1% N G KK

21 Karakter Agronomi Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman mulai dari 1 MST hingga 5 MST (awal pembungaan), genotipe berpengaruh sangat nyata pada 1 MST dan berpengaruh nyata pada 2 dan 5 MST, sedangkan genotipe tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 4 MST, tidak terdapat interaksi antara naungan dengan genotipe. Analisis ragam peubah tinggi tanaman ditampilkan pada Tabel Lampiran 1. Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman dua genotipe kedelai kedelai disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Terhadap Tinggi Tanaman Dua Kedelai Kedelai Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST ------------------------cm---------------------- 0% 7.79b 13.75b 21.95b 8.80b (42.75b) 77.16b 50% 13.26a 21.27a 43.16a 10.86a (71.58a) 117.83a ------------------------cm---------------------- Godek (G1) 9.30a 16.00b 30.70a 9.45a (57.50a) 89.75b Ceneng (G2) 11.75a 19.02a 34.41a 10.20a (56.83a) 105.25a Keterangan: angka dalam tanda kurung ( ) merupakan nilai rata-rata sebelum transformasi. Angkaangka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa naungan meningkatkan tinggi tanaman. Tanaman kedelai yang di tanam pada kondisi ternaungi dengan naungan buatan sebesar 50% lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi cahaya penuh (tanpa naungan) untuk kedua genotipe. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mulyana (2006); Soverda et al. (2009); Anggraeni (2010) menunjukkan bahwa pemberian naungan 50%-55% pada tanaman kedelai memberikan pengaruh berupa pertambahan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Kondisi ini terjadi karena tanaman yang berada di bawah naungan mengalami etiolasi. Kaufman, et. al. (1989) menjelaskan bahwa proses pemanjangan batang melibatkan sel yang membelah dan memanjang secara aktif. Proses tersebut mungkin dipicu oleh hormon, seperti giberelin.

22 Weafer dan Clements (1938) menyatakan bahwa batang dari tanaman yang ternaungi biasanya tumbuh lebih panjang daripada daun dari tanaman yang ditanam pada cahaya penuh sebagai akibat dari usaha untuk mendapatkan cahaya. Ciri khas pemanjangan batang pada tanaman yang ternaungi terutama akibat peningkatan panjang dari sel-sel tanaman. Fuller (1955) menyatakan bahwa etiolasi merupakan kondisi dimana tanaman tidak mendapat cukup cahaya kemudian tanaman tersebut gagal membentuk klorofil sehingga daun menjadi berwarna kekuningan dan menunjukkan beberapa struktur khusus seperti mudah rebah, batang yang sukulen, dan daun yang tidak berkembang. Kedua genotipe (Ceneng dan Godek) yang ditanam dibawah naungan memiliki batang yang kecil, panjang, dan mudah rebah. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang ditanam di bawah naungan hingga 40% mengakibatkan penurunan diameter batang. Menurut Crawley (1986) tanaman ternaungi dengan jarak daun dalam kanopi menjadi lebih rapat membuat tanaman meningkatkan pertumbuhan batang yang lebih tinggi untuk mendapatkan cahaya yang cukup guna bersaing. Tanaman yang demikian mengalokasikan sumberdaya secara proporsional kearah batang dan biasanya akan semakin bertambah tinggi selama diperlukan. Hasil penelitian oleh Lakitan (1993) menunjukkan bahwa peningkatan pemanjangan batang sering menguntungkan bagi tumbuhan yang berkompetisi untuk mendapatkan cahaya. Lambers et al. (1998) menjelaskan bahwa tanaman dengan mekanisme penghindaran naungan (shade-avoiding) yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang ternaungi akan meningkatkan pemanjangan batang dan tangkai, mengurangi jumlah cabang (meningkatkan dominasi apikal). Oosting (1958) menyatakan bahwa cahaya menghalangi produksi auksin maupun beberapa substansi pengontrol pertumbuhan pada tanaman. Tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang gelap, menghasilkan auksin maksimum sehingga tumbuh memanjang secara cepat dan sukulen. Kedua genotipe yang ditanam dalam naungan paranet juga menunjukkan warna daun yang lebih hijau dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan. Langenheim dan Thimann (1982) menyatakan bahwa

23 daun dari tanaman yang ternaungi berwarna hijau tua jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak ternaungi. Jumlah Daun Trifoliat Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan tidak berpengaruh nyata pada 3 MST, berpengaruh pada 4 dan 5 MST. Pengaruh genotipe dan interaksi antara naungan dan genotipe tidak menunjukkan pengaruh nyata mulai 3 MST hingga 5 MST (awal pembungaan). Analisis ragam peubah jumlah daun trifoliate disajikan pada Tabel Lampiran 2. Pengaruh naungan terhadap jumlah daun trifoliat dua varietas kedelai disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh terhadap Jumlah Daun Trifoliat Dua Varietas Kedelai Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST -----------------helai----------------- 0% 1.00a 3.00a 4.88a 10.16a 50% 1.00a 2.50a 3.66b 7.33b -----------------helai----------------- Godek (G1) 1.00a 2.83a 4.33a 8.50a Ceneng (G2) 1.00a 2.66a 4.16a 9.00a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah daun trifoliat pada kedua genotipe yang ditanam pada kondisi lingkungan yang ternaungi lebih sedikit daripada genotipe yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Daun pada tanaman yang ternaungi menjadi lebih lebar jika dibandingkan dengan daun pada tanaman yang mendapat cahaya penuh (tanpa naungan). Hal serupa juga dilaporkan oleh Tamaki dan Naka (1972); Mulyana (2006); Anggraeni (2010) bahwa pada tanaman yang ternaungi akan menurunkan jumlah daun, daun menjadi lebih tipis, dan lenih lebar. Oosting (1958) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang gelap tumbuh menjadi tinggi, kurus, dengan jarak antar buku yang panjang, dan relatif memiliki jumlah daun yang sedikit. Langenheim dan Thimann (1982) menyatakan bahwa daun dari tanaman yang ternaungi berwarna hijau tua dan berkembang menjadi luas dan tipis.

24 Dijelaskan lebih lanjut oleh Lambers et al. (1998), bahwa tanaman dengan mekanisme penghindaran naungan (shade-avoiding) yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang ternaungi akan meningkatkan total luas daun dan mengurangi ketebalan daun. Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa cahaya merah mendukung perluasan daun, dengan meningkatkan pembelahan sel dan pembesaran sel. Hormon berperan dalam mengatur proses perluasan daun tersebut, khususnya sitokonin dan auksin. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh cahaya merah bertindak untuk meningkatkan sintesis sitokinin dan auksin sehingga menyebabkan pelepasan satu atau kedua hormon tersebut maupun untuk meningkatkan sensitivitas dalam sel. Daun pada kedua genotipe yang ditanam pada kondisi lingkungan tanpa naungan memiliki daun yang lebih sempit. Oosting (1958) menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi cahaya penuh (full sunlight) adalah lebih kecil, tebal, dan lebih keras dibandingkan dengan daun dari tanaman yang tumbuh pada naungan. Weafer dan Clements (1938) menjelaskan bahwa akibat dari tanaman yang ditanam pada kondisi ternaungi adalah daun yang lebih tipis dengan satu lapis selsel palisade. Pada kondisi naungan yang sangat rapat, ketika sedikit sekali intensitas cahaya yang diterima oleh daun, seringkali jaringan palisade tidak dapat terbentuk dan sebagai akibatnya hanya terbentuk jaringan spons yang seragam. Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi perluasan daun. Secara umum daun yang berada pada kondisi intensitas cahaya yang rendah akan cenderung memiliki permukaan yang luas, tipis, dan lebih hijau (lebih banyak klorofil per unit luas daun) jika dibandingkan dengan daun pada tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya matahari penuh. Daun yang lebar pada daun tanaman yang hanya mendapat sedikit intensitas cahaya digunakan agar daun tersebut dapat mendapatkan cahaya lebih banyak, hal ini merupakan ekspresi dari adaptasi lingkungan oleh daun. Menurut Lakitan (1993) pada tumbuhan dikotil, daun yang ternaungi biasanya lebih tipis dan lebar, sedangkan daun yang mendapat cahaya matahari

25 penuh, lebih tebal karena daun tersebut membentuk sel-sel palisade yang lebih panjang dan terdiri dari beberapa lapisan. Ehleinger (1988) dalam BjÖrkman dan Adams (1995) menyatakan bahwa secara umum daun pada tanaman yang berkembang di bawah naungan memiliki orientasi horizontal dan tersusun dalam satu lapisan, sedangkan daun dari tanaman yang mendapat cahaya matahari penuh memiliki sudut daun lebih tajam. Waktu Berbunga Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi waktu berbunga pada tanaman kedelai. dan interaksi tidak menunjukkan pengaruh terhadap waktu berbunga. Analisis ragam peubah waktu berbunga ditampilkan pada Tabel Lampiran 3. Pengaruh naungan terhadap peubah waktu berbunga dua varietas kedelai disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh terhadap Peubah Waktu Berbunga Dua Varietas Kedelai Perlakuan Rata-Rata (HST) 0% 32.00a 50% 30.66b Godek (G1) 32.00a Ceneng (G2) 30.66a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa naungan mempercepat waktu berbunga pada kedelai yang ditanam pada kondisi ternaungi. Kaufman (1989) menjelaskan bahwa tanaman yang dengan batang yang mengalami pemanjangan, biasanya diikuti dengan pembungaan yang cepat. Parker (2004) menjelaskan bahwa tanaman tomat yang ditanam pada naungan memiliki lebih sedikit bunga, batang yang memanjang, daun menjadi lebih sedikit, lebih sedikit cabang, pada struktur internal daun dijumpai sedikit sel dan selapis sel pelindung yang tipis. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa pembungaan terjadi karena adanya pigmen yang tanggap terhadap rangsangan cahaya. Pigmen tersebut adalah protein yang mudah larut dan dikenal dengan istilah fitokrom. Fitokrom memiliki dua

26 bentuk yang mudah berganti tergantung pada kualitas cahaya. Cahaya dengan panjang gelombang 660 nm dapat mengubah pigmen menjadi bentuk yang mengawali kejadian kearah terbentuknya induksi pembungaan. Karakter Fisiologi Klorofil a Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan tidak berpengaruh nyata pada fase vegetatif ketiga dan fase mulai berbunga, berbeda nyata pada fase berbungapenuh, mulai berpolong, dan berpolong penuh. tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a pada fase vegetatif ketiga dan mulai berbunga, namun berpengaruh sangat nyata pada fase berbunga penuh, mulai berpolong, dan berpolong penuh. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa secara umum naungan meningkatkan jumlah klorofil a pada fase berpolong penuh. Interaksi (Tabel 6 dan 7) antara naungan dan genotipe pada fase berbunga penuh dan fase mulai berpolong menunjukkan bahwa naungan menyebabkan peningkatan klorofil a pada genotipe kedua, yaitu genotipe Ceneng sedangkan pada genotipe G1, yaitu Godek, tidak menunjukkan kenaikan. Pengaruh naungan terhadap jumlah klorofil a pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 5. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap jumlah klorofil a tanaman kedelai pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 6 dan pada fase mulai berpolong disajikan pada Tabel 7.. Tabel 5. Pengaruh terhadap Jumlah Klorofil a pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berpolong Penuh ------------µmol/100cm 2 ----------- 0% 1.93a 3.27a 4.17b 50% 1.98a 3.03a 4.38a ------------µmol/100cm 2 ----------- Godek (G1) 2.08a 3.19a 4.01b Ceneng (G2) 1.84a 3.11a 4.47a nyata pada uji lanjut DMRT 5%.

27 Tabel 6. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Jumlah Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata -------µmol/100cm 2 ------- Godek (G1) 2.47Bb 2.80Ba 2.64b Ceneng (G2) 3.02Ab 3.12Aa 3.07a Rata-Rata 2.75B 2.96A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Tabel 7. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Jumlah Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata -------µmol/100cm 2 ------- Godek (G1) 3.39Bb 3.44Ba 3.42b Ceneng (G2) 3.52Ab 3.65Aa 3.58a Rata-Rata 3.45B 3.55A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa klorofil a terdapat pada panjang gelombang 430 dan 662 nm, sedangkan klorofil b pada panjang gelombang 453 dan 642 nm. Klorofil a biasanya terdapat dalam jumlah dua kali lebih banyak daripada klorofi b. klorofil a dapat ditemukan pada hampir semua organisme fotosintetik. Graham et al. (2006) menyatakan bahwa klorofil a merupakan klorofil yang paling banyak terdapat pada kloroplas daun. Klorofil a memantulkan cahaya hijau sehingga daun tanaman selalu tampak hijau. Spektrum cahaya yang diserap oleh klorofil a adalah merah dan biru-violet. Peningkatan jumlah klorofil a ini menandakan bahwa jumlah klorofil pada daun dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang diterima daun pada setiap fase pertumbuhannya. Oosting (1958) menyatakan bahwa produksi klorofil, pembukaan dan penutupan stomata, dan pembentukan auksin merupakan contoh dari akibat yang ditumbulkan oleh adanya perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh individu tanaman. Produksi klorofil ditentukan oleh intensitas cahaya.

28 Jumlah klorofil a yang tinggi pada tanaman ternaungi dijelaskan oleh Langenheim dan Thimann (1982) yang menyatakan bahwa komposisi klorofil pada daun yang ternaungi lebih tinggi dan perbandingan klorofil dan karotenoid tinggi daripada daun pada tanaman dengan cahaya penuh. Hasil penelitian Muhuria et al. (2006); Mulyana (2006); Kisman et al. (2007); dan Anggraeni (2010) menunjukkan bahwa genotipe Ceneng yang ditanam pada naungan 50% memiliki lebih banyak klorofil a daripada yang ditanam pada kondisi tanpa naungan. Muhuria (2006) menyatakan bahwa daun yang ternaungi memiliki lebih banyak grana per volume kloroplas, kloroplas lebih besar, dan rasio klorofil yang lebih besar daripada daun yang berkembang pada kondisi cahaya matahari penuh. Klorofil b Berdasarkan hasil rekapitulasi sidk ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh terhadap jumlah klorofil b pada fase vegetatif ketiga dan pada fase berbunga penuh. berpengaruh sangat nyata pada fase berbunga penuh dan fase berpolong penuh. Interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh nyata pada saat fase berpolong penuh. Analisis ragam peubah klorofil b ditampilkan pada Tabel Lampiran 5. Pengaruh naungan terhadap jumlah klorofil b pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 8. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksi terhadap jumlah klorofil b tanaman kedelai fase berpolong penuh disajikan pada Tabel 9. Tabel 8. Pengaruh terhadap Jumlah Klorofil b pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berbunga Penuh Mulai Berpolong -------------------µmol/100cm 2 ---------------- 0% 0.58b 1.009a 0.85b 1.13a 50% 0.67a 1.037a 0.93a 1.14a -------------------µmol/100cm 2 ---------------- Godek (G1) 0.67a 1.022a 0.82b 1.11a Ceneng (G2) 0.58a 1.024a 0.97a 1.17a nyata pada uji lanjut DMRT 5%.

29 Tabel 9. Pengaruh naungan,, dan Interaksi terhadap Jumlah Klorofil b Tanaman Kedelai Fase Berpolong Penuh 0% 50% Rata-Rata -----µmol/100cm 2 ----- Godek (G1) 1.27Ba 1.39Ba 1.33b Ceneng (G2) 1.43Aa 1.47Aa 1.45a Rata-Rata 1.35A 1.43A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Berdasarkan Tabel 8 Dapat dilihat bahwa secara umum naungan meningkatkan pembentukan klorofil b. Hal ini sejalan dengan penjelasan Weafer dan Clements (1966) bahwa tanaman ternaungi akan memiliki komponen klorofil yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya penuh. Salisbury dan Ross (1991) menyatakan bahwa tanaman ternaungi lebih banyak mengandung klorofil b karena tiap kloroplas mempunyai lebih banyak grana dibandingkan dengan daun pada tanaman tanpa naungan. Graham et al. (2006) menyatakan bahwa klorofil b dan karotenoid merupakan pigmen asesoris. Korofil b dan karotenoid menyerap cahaya yang berbeda dengan klorofil a. Klorofil b dan karotenoid meningkatkan penyerapan dari cahaya tampak (visible light) yang berguna untuk fotosintesis. Klorofil b dan karotenoid mentrasfer energi yang telah diserap ke klorofil a. Baik klorofil a, klorofil b, dan karotenoid menyerap energi dari cahaya tampak untuk fotosintesis. Rasio Klorofil a/b Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata pada fase vegetatif ketiga dan berpengaruh nyata pada fase mulai berbunga. dan interaksi antara genotipe dan naungan tidak berpengaruh nyata terhadap rasio klorofil a/b. Analisis ragam peubah rasio klorofil a/b disajikan pada Tabel Lampiran 6. Pengaruh naungan terhadap rasio klorofi a/b pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rasio klorofil a/b pada kondisi naungan lebih rendah daripada kondisi cahaya penuh. Hal yang serupa juga di-

30 sampaikan oleh Jufri (2006); Muhuria (2006); Mulyana (2006); Kisman (2007) bahwa naungan menurunkan rasio klorofil a/b. Tabel 10. Pengaruh terhadap Rasio Klorofi a/b pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berbunga Penuh Mulai Berpolong Berpolong Penuh 100% 3.34a 3.24a 3.21a 3.04a 3.02a 50% 2.93b 2.92b 3.15a 3.09a 3.05a Godek (G1) 3.08a 3.12a 3.19a 3.08a 3.01a Ceneng (G2) 3.20a 3.04a 3.16a 3.05a 3.07a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Penjelasan mengenai rendahnya rasio antara klorofil a dengan klorofil b dikemukakan oleh Lambers et al. (1998) bahwa rasio antara klorofil a dan klorofil b rendah pada daun dari tanaman yang ternaungi. Daun-daun tersebut memiliki klorofil lebih banyak untuk berasosiasi dengan Light Harvesting Complex (yang mengandung lebih sedikit klorofil a daripada klorofil b) dibanding dengan fotosistem. Penurunan rasio klorofil a/b adalah karena refleksi dari pembentukan pada sistem LHC. Proporsi terbanyak dari LHC terdapat di grana terbesar dari grana daun-daun yang ternaungi. Secara umum lebih lanjut dijelaskan bahwa daun yang ternaungi akan lebih banyak mengandung klorofil per kloroplas, klorofil per berat kering, dan rasio klorofil a/b dibandingkan dengan daun tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya penuh. Analisis Pertumbuhan Tanaman Indeks Luas Daun Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks luas daun pada fase vegetatif ketiga hingga fase mulai berpolong, tidak nyata pada fase berpolong penuh. berpengaruh nyata hanya pada fase berbunga penuh. Interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh nyata pada fase berbunga penuh. Analisis ragam peubah indeks luas daun ditampilkan pada Tabel Lampiran 7. Pengaruh naungan terhadap indeks luas

31 daun pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 11. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap indeks luas daun pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 12. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa indeks luas daun merupakan perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi atau luas daun diatas suatu luasan tanah. Harga indeks luas daun >1 menggambarkan adanya saling menaungi diantara daun yang mengakibatkan daun yang ternaungi pada lapisan bawah tajuk mendapat cahaya yang kurang dan karenanya mempunyai laju fotosintesis yang lebih rendah dari daun yang tidak ternaungi. Secara umum, tanaman kedelai akan meningkat nilai indeks luas daunnya sesuai dengan tahap perkembangan hingga mencapai luas daun maksimum. Bila dilihat pada Tabel 11, peningkatan maksimum indeks luas daun terjadi pada fase pertumbuhan berpolong penuh. Menurut Gardner et al. (1991) dalam tajuk tanaman dengan nilai indeks luas daun yang tinggi, daun yang muda pada pucuk tanaman menyerap radiasi paling banyak, memiliki laju asimilasi CO 2 yang tinggi, dan mentranslokasikan sejumlah besar hasil asimiasi ke bagian tumbuhan yang lain. Sebaliknya, daun-daun yang lebih tua pada dasar tajuk dan terlindung mempunyai laju asimilasi CO2 yang rendah dan memberikan lebih sedikit asimilasi kepada bagian tumbuhan yang lain. Tabel 11. Pengaruh terhadap Indeks Luas Daun pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Mulai Berpolong Berbunga Berpolong Penuh ---------------------------m 2 /m 2 ---------------------------- 0% 0.67a 0.96b 4.96b 5.73a 50% 0.48b 1.35a 5.41a 6.21a -------------------------m 2 /m 2 --------------------------- Godek (G1) 0.55b 1.16a 5.11a 6.09a Ceneng (G2) 0.60a 1.15a 5.26a 5.85a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa naungan meningkatkan indeks luas daun pada tanaman kedelai pada fase berbunga penuh sebesar 14.5%, yaitu dari 1.79 cm menjadi 2.05 cm. Secara statistik genotipe Godek mengalami perubahan yang nyata pada peubah indeks luas daun namun genotipe Ceneng tidak demikian.

32 Tetapi jika dilihat dari perbedaan rata-rata indeks luas daun pada kondisi tanpa naungan dan kondisi ternaungi, genotipe Ceneng juga mengalami kenaikan indeks luas daun. Tabel 12. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Indeks Luas Daun pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata --------m 2 /m 2 -------- Godek (G1) 1.69Ab 2.05Aa 0.55b Ceneng (G2) 1.90Aa 2.05Aa 0.60a Rata-Rata 1.79B 2.05A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa indeks luas daun pada kebanyakan tanaman di lapangan adalah nol untuk tanaman yang ditanam dengan biji, dan selama beberapa minggu kemudian dapat berada dibawah 1.0 selanjutnya peningkatan indeks luas daun secara cepat hingga mencapai maksimum dapat bervariasi diantara spesies tanaman dan lingkungan. Laju Asimilasi Bersih Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi laju asimilasi bersih pada saat fase berbunga. dan interaksi antara naungan dan genotipe tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam peubah laju asimilasi bersih ditampilkan pada Tabel Lampiran 8. Pengaruh naungan terhadap laju asimilasi bersih pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 13. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap laju asimilasi bersih tanaman kedelai pada fase berbunga penuh-mulai berpolong disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa naungan menurunkan laju asimilasi bersih pada tanaman kedelai. Laju asimilasi bersih tanaman tertinggi pada fase vegetatif ketiga, kemudian terus menurun hingga akhir pengamatan, yaitu pada fase berpolong penuh. Shibles dalam Jeufrroy dan Ney (1997) menyatakan bahwa biasanya karbon ditranslokasikan dari daun yang telah tua kepada bagian terdekat

33 yang masih aktif, namun pola umum seperti ini dapat berubah jika daun-daun gugur atau ternaungi. Tabel 13. Pengaruh terhadap Laju Asimilasi Bersih pada Dua Kedelai Perlakuan V1 - V3 V3 - Mulai Berbunga Mulai Berbunga - Berbunga Penuh Berbunga Penuh - Mulai Berpolong Mulai Berpolong - Berpolong Penuh -----------------------g/m 2 /hari----------------------- 0% 0.77a(0.10) 0.05a 0.72a(0.02) 0.010a 0.75a(0.06) 50% 0.74b(0.06) 0.02b 0.71a(0.01) 0.009a 0.73a(0.03) -----------------------g/m 2 /hari----------------------- Godek (G1) 0.78a(0.11) 0.038a 0.72a(0.02) 0.012a 0.74a(0.06) Ceneng (G2) 0.73b(0.04) 0.037a 0.71a(0.01) 0.008b 0.73a(0.04) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Hasil pengamatan nilai laju asimilasi bersih pada fase vegetatif ketiga, berbunga penuh, mulai berpolong dan berpolong penuh tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sutoro et al. (2008) bahwa laju asimilasi bersih diantara varietas yang ditanam unutk mengetahui hasil kedelai tidak ada perbedaan yang nyata. Hal ini mungkin diakibatkan oleh laju senesen daun. Berdasarkan perhitungan laju asimilasi bersih, komponen yang mempengaruhi besar kecilnya nilai laju asimilasi bersih ini adalah luas daun dan berat kering tanaman. Pada tanaman kedelai yang ternaungi, daun tanaman kedelai menjadi semakin lebar dan tipis, hal ini akan mengurangi penerimaan cahaya oleh daun yang letaknya dibawah tajuk. Menurut Gardner et al. (1991) makin banyak daun yang terlindung menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Khumaida (2002) dalam Jufri (2006) menyatakan bahwa kekurangan cahaya dapat menurunkan laju fotosintesis dan akumulasi karbohidrat yang berakibat pada terganggunya proses metabolisme dan produksi tanaman. Perlakuan gelap menyebabkan gangguan perkembangan membran tilakoid kedelai toleran maupun peka.

34 Tabel 14. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Laju Asimilasi Bersih Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh- Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata ----g/m 2 /hari---- Godek (G1) 0.011Aa 0.013Aa 0.012a Ceneng (G2) 0.010Aa 0.005Ba 0.008b Rata-Rata 0.010A 0.009A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom. Tamaki dan Naka (1972) menyatakan bahwa tanaman Vicia faba yang ditanam pada kondisi ternaungi akan memiliki tingkat asimilasi yang rendah. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa laju asimilasi bersih paling tinggi nilainya pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya terkena sinar matahari langsung. Dengan bertumbuhnya tanaman budidaya dan dengan meningkatnya indeks luas daun, makin banyak daun terlindung, menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Laju asimilasi bersih merupakan ukuran rata-rata efisiensi fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya. Penurunan nilai laju asimilasi bersih setelah fase mulai berpolong sejalan dengan peningkatan indeks luas daun pada fase yang sama. Gardner et al.(1991) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan tanaman budidaya dan dengan meningkatnya indeks luas daun yang terlindung, menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Penelitain Ghulamahdi et al. (2008) tentang tanaman Daun Dewa yang ternaungi, mendapatkan hasil bahwa rendahnya LAB pada perlakuan naungan disebabkan karena jumlah bahan kering yang dihasilkan melalui fotosintesis per satuan luas daun lebih rendah dibanding bahan kering yang dihasilkan pada cahaya 100%. Nisbah Luas Daun Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi nisbah luas daun sangat nyata pada fase vegetatif ketiga hingga fase mulai berpolong, berpengaruh nyata pada fase berpolong penuh. dan interaksi

35 antara naungan dan genotipe tidak mempengaruhi nisbah luas daun. Analisis ragam peubah nisbah luas daun ditampilkan pada Tabel Lampiran 9. Pengaruh naungan terhadap nisbah luas daun pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 15. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap nisbah luas daun tanaman kedelai pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 16. Tabel 15. Pengaruh terhadap Nisbah Luas Daun pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Mulai Berpolong Berbunga Berpolong Penuh -------------------m 2 /g------------------- 0% 1.64b(2.36) 2.00b 1.45b 1.03b(0.57) 50% 2.09a(3.95) 5.11a 3.05a 1.28a(1.18) -------------------m 2 /g------------------- Godek (G1) 1.61a(2.24) 3.22a 2.09a 1.16a(0.72) Ceneng (G2) 2.11a(4.07) 3.90a 2.41a 1.21a(1.03) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa naungan menaikkan nisbah luas daun. Kenaikan nilai nisbah luas daun ini diakibatkan oleh nilai berat kering yang lebih kecil daripada nilai luas daun. Djukri dan Purwoko (2003) melaporkan hasil penelitian terhadap tanaman talas (Colocasia esculenta(l.) Schott) yang ternaungi bahwa berat kering umbi menurun secara nyata. Hasil penelitian Tamaki dan Naka (1972); Mulyana (2006); Anggraeni (2010) bahwa pada tanaman yang ternaungi akan menurunkan jumlah daun, daun menjadi lebih tipis dan lebar, sedangkan tanaman mengalami etiolasi, sehingga biomassa yang dihasilkan tanaman yang ternaungi menjadi lebih rendah. Tabel 16. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Nisbah Luas Daun Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata ----------m 2 /g---------- Godek (G1) 1.69Aa 3.20Ba 2.44b Ceneng (G2) 1.59Ab 4.34Aa 2.96a Rata-Rata 1.64B 3.77A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Kapital: kolom.

36 Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa tanaman yang berada pada lingkungan yang ternaungi secara relatif mengalokasikan lebih banyak hasil fotosintesis dan sumberdaya lainnya pada daun sehingga daun tersebut memiliki luas area yang lebar. Daun pada tanaman ternaungi menjadi lebar namun memiliki densitas massa daun yang rendah. Daun pada tanaman yang ternaungi memiliki lebih banyak klorofil per unit area namun mengandung lebih sedikit protein per unit klorofil. Laju Pertumbuhan Relatif Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi laju tumbuh relatif tanaman kedelai pada fase mulai berbunga dan fase berpolong penuh, genotipe mempengaruhi secara nyata pada fase mulai berpolong, interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh secara nyata pada fase mulai berpolong. Analisis ragam peubah laju pertumbuhan relatif disajikan pada Tabel Lampiran 10. Pengaruh naungan terhadap laju pertumbuhan relatif pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 17. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap laju pertumbuhan relatif tanaman kedelai pada fase berbunga penuh hingga fase mulai berpolong disajikan pada Tabel 18. Tabel 17. Pengaruh terhadap Laju Pertumbuhan Relatif pada Dua Kedelai Perlakuan V1 - V3 V3 - Mulai Mulai Berbunga - Mulai Berpolong - Berbunga Berbunga Penuh Berpolong Penuh -----------g/g/hari-------- 0% 0.833a(0.199) 0.108a 0.746a (0.04) 0.75b(0.06) 50% 0.830a(0.190) 0.940b 0.740a (0.05) 0.78a(0.12) -----------g/g/hari-------- Godek (G1) 0.847a(0.222) 0.088a 0.745a (0.05) 0.77a(0.099) Ceneng (G2) 0.814a(0.166) 0.115a 0.741a (0.04) 0.76a(0.090) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa naungan menurunkan laju pertumbuhan relatif tanaman kedelai. Greulach dan Adams (1962) menyatakan bahwa faktor klimatik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman diantaranya adalah temperatur, cahaya, kelembaban udara, komposisi gas di atmosfir,

37 pergerakan udara, tekanan udara, dan presipitasi. Lingkungan fisik mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam tiga cara: mempengaruhi laju pertumbuhan dan pola perkembangan, juga menentukan bagaimana tanaman menurunkan sifat potensial tertentu untuk dapat bertahan dan tumbuh, sehingga mempengaruhi distribusi geografi tanaman tersebut. Greulach dan Adams (1962) menjelaskan lebih lanjut bahwa cahaya mempengaruhi tanaman pada fotosintesis, sintesis klorofil, fototropisme, dan pembukaan stomata. Semua hal yang diakibatkan oleh perbedaan penerimaan cahaya oleh tumbuhan mempengaruhi pertumbuhan. Fotosintesis yang dipengaruhi oleh kehadiran cahaya berpengaruh terhadap produksi dari bahan makanan untuk tanaman tersebut. Pada tanaman yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang gelap, tanaman tidak dapat mensintesis klorofil dan karenanya berubah warna menjadi pucat. Batang dan hipokotil berubah menjadi panjang dan kurus, dengan sedikit sekali jaringan vaskuler yang berkembang. Hipokotil dan plumula tumbuh tidak lurus (membelok) dan gagal untuk tumbuh lurus keatas. Ciri ini disebut etiolasi. Tabel 18. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh hingga Fase Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata -----------g/g/hari-------- Godek (G1) (0.018)0.71Aa (0.037)0.73Aa (0.027)0.72a Ceneng (G2) (0.153)0.71Aa (0.018)0.71Ba (0.016)0.71b Rata-Rata (0.016)0.71A (0.027)0.72A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Kapital: kolom. Tamaki dan Naka (1972) melaporkan bahwa tanaman kacang-kacangan yang ditanam pada kondisi ternaungi memiliki laju pertumbuhan relatif yang rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Menurunnya laju pertumbuhan relatif ini terutama pada dua stadium, yaitu pada awal sampai berakhirnya pembungaan dan dari berakhirnya pembungaan hingga stadium pemasakan polong.

38 Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa laju pertumbuhan relatif dari spesies toleran naungan Impatiens parviflora yang ditanam pada kondisi naungan lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Poorter dan Garnier (2007) menyatakan bahwa laju pertumbuhan relatif berubah secara kontinyu dengan ontogeni. Selama perkecambahan terdapat transisi bertahap dari pertumbuhan yang bergantung pada cadangan makanan pada biji menjadi autrotop lengkap. Ketika tanaman menjadi semakin tua dan besar, daun-daun bagian atas mulai menutupi daun bagian bawah. Kemudian tanaman yang telah dewasa akan mengalokasikan hasil fotosintesis kepada akar dan batang. Konsekuensi atas mekanisme tersebut adalah laju pertumbuhan relatif yang meningkat bersamaan dengan ukuran tanaman dan waktu. Di lapang, dimana tanaman mendapatkan fluktuasi dari lingkungannya, pertumbuhan dibatasi oleh perubahan abiotik (cahaya, temperatur, nutrisi, dan air) dan dipengaruhi pula oleh interaksi biotik (kompetitor, herbivora, patogen, dan juga simbiosis). Poorter dan Garnier (2007) lebih lanjut menyatakan bahwa pada akhirnya ketika pengaturan tingkat cahaya ditentukan, spesies dari habitat ternanungi mempunyai laju pertumbuhan relatif yang rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi lingkungan cahaya penuh. Pearcy (2007) menyatakan bahwa respon fotosintetik dari daun pada tanaman yang ditanam pada kondisi cahaya penuh adalah kapasitas fotosintetik per unit area yang lebih besar, ketebalan daun yang besar, dan massa daun yang lebih besar per unit area. Lingkungan yang sangat ternaungi mungkin mempengaruhi perkembangan daun pada spesies peka naungan, menurunkan kapasitas fotosintetik per unit area. Keuntungan ekologi bagi tanaman naungan yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada tanaman yang tidak ternaungi dijelaskan oleh Lambers et al. (1998) bahwa nilai laju pertumbuhan yang tinggi memungkinkan untuk tanaman ternaungi dapat mendapatkan sumberdaya yang membatasi pertumbuhannya. Nilai laju pertumbuhan yang tinggi mungkin juga memaksimalkan hasil reproduktif.

39 Luas Daun Spesifik 5,00 4,00 LDS m 2 /g 3,00 2,00 1,00 0,00 Godek 0% Godek 50% Ceneng 0% Ceneng 50% Gambar 1. Luas Daun Spesifik (LDS) Dua Kedelai pada Kondisi Tanpa (0%) dan (50%) Fase Berpolong Penuh Gambar 1 diatas menunjukkan nilai luas daun spesifik (SLA) dua genotipe kedelai pada kondisi tanpa naungan dan dengan naungan 50%. Pada kondisi tanpa naungan genotipe Ceneng cenderung memiliki nilai luas daun spesifik yang lebih besar dibandingkan dengan genotipe Godek. Pada kondisi naungan 50% nilai luas daun spesifik meningkat untuk kedua genotipe. Peningkatan nilai luas daun spesifik untuk genotipe Godek sebesar 45.37% sedangkan peningkatan nilai luas daun spesifik untuk genotipe Ceneng sebesar 49.13%. Hasil tersebut sama dengan hasil penelitian Anggraeni (2010) bahwa naungan sebesar 50% meningkatkan nilai luas daun spesifik, terutama untuk genotipe Ceneng dengan nilai peningkatan luas daun spesifik terbesar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan luas daun spesifik pada perlakuan naungan diduga sebagai respon terhadap cekaman intensitas cahaya rendah. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa tanggapan luas daun spesifik kepada perubahan kuanta radiasi adalah berlawanan dengan tanggapan biomassa tanaman. Luas daun spesifik dari tanaman yang ditanam pada kondisi ternaungi lebih tinggi dan meningkat tajam, namun nilai luas daun spesifik pada tanaman yang ditanam dengan kuanta radiasi yang tinggi adalah semakin kecil dengan peningkatan berat kering tanaman total yang semakin besar dengan pertambahan umur tanaman.

40 Sitompul dan Guritno (1995) menjelaskan bahwa tanaman yang berada pada tingkat radiasi yang rendah (25%) dengan nilai luas daun spesifik yang tinggi dipindahkan ke tingkat radiasi yang tinggi, nilai luas daun spesifiknya menunjukkan penurunan dengan peningkatan berat kering total, demikian juga sebaliknya. Data tersebut menunjukkan bahwa tanaman memilih pembentukan daun yang lebih luas pada kondisi radiasi yang rendah sekalipun dengan produksi biomassa yang rendah. Hal tersebut merupakan strategi yang diterapkan tanaman dalam menghadapi keadaan lingkungan yang mungkin ditujukkan untuk dapat mengintersepsi cahaya lebih banyak pada keadaan kuanta radiasi yang rendah. Pada kuanta radiasi yang tinggi, daun sempit (tapi tebal) yang dimaksudkan untuk mengurangi penyerapan cahaya atau penguapan. Lambers et al. (1998) menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang ternaungi menginvestasikan relatif lebih banyak produk fotosintesis dan sumberdaya lain pada daun, diantaranya yaitu dengan memiliki nilai nisbah luas daun yang lebih tinggi, dengan daun yang relatif lebih tipis, memiliki nilai luas daun spesifik yang tinggi dengan densitas massa daun yang rendah. Hasil penelitian terhadap tanaman toleran naungan Impatiens parviflora dan peka naungan Helianthus anuus, menunjukkan bahwa nilai luas daun spesifik kedua tanaman tersebut berbeda pada kondisi ternaungi 50%. Perbedaan terletak pada lebih tingginya nilai luas daun spesifik pada tanaman Impatiens parviflora jika dibandingkan dengan nilai luas daun spesifik pada tanaman Helianthus anuus. Biomassa Tanaman Best dalam Chang (1968) menjelaskan bahwa pengaruh radiasi surya pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses fotoenergi, yaitu fotosintesis dan proses fotostimulus, yaitu proses penggerakan (movement processes) dan pembentukan seperti pemanjangan batang, perluasan daun, pembentukan pigmen, klorofil, dan sebagainya. Pada umumnya proses-proses fotoenergi (fotosintesis) memerlukan intensitas radiasi yang lebih besar daripada proses untuk merangsang pergerakan tanaman. Elmore et al. (1967) dan Knipmeyer et al. (1962) dalam Darmijati (1992) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang rendah mempengaruhi pembagian

41 fotosintat. Pada tanaman yang mendapat naungan laju fotosintesis rendah dan berat kering tanaman berkurang. Intensitas cahaya yang rendah dan jarak tanam yang sempit meningkatkan daya saing antar tanaman. Hal ini akan mempengaruhi pembagian fotosintat. Kapasitas atau daya saing suatu tanaman ditentukan oleh efisiensi tanaman di dalam menangkap cahaya matahari. Karamoy (2009) menyatakan bahwa produksi bahan kering dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diserap oleh tanaman tersebut. Sumarsono (2010) menyatakan bahwa bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan intergrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Tabel 19. Data Radiasi, Selisih Radiasi, dan Biomassa masing-masing Bagian Tanaman Kedelai pada Fase Berpolong Penuh Selisih Radiasi Atas-Bawah Tajuk Berat Total Berat Akar Berat Batang Berat Daun Berat Polong 0% Kal/cm 2 /hari --------------------------g/tanaman----------------------- Godek 30.48 12.24 0.70 4.50 3.54 3.49 Ceneng 23.23 12.86 0.69 4.34 3.46 4.36 50% Kal/cm 2 /hari --------------------------g/tanaman----------------------- Godek 17.40 8.08 0.20 2.51 2.03 3.35 Ceneng 20.30 10.37 0.26 4.08 1.89 4.14 Tabel 19 menunjukkan selisih radiasi matahari pada masing-masing genotipe tanaman kedelai pada dua kondisi lingkungan. Pada lingkungan tanpa naungan genotipe Godek menyerap radiasi paling banyak, yaitu ditunjukkan dengan selisih radiasi atas-bawah tajuk sebesar 30.48 kal/cm 2 /hari jika dibandingkan dengan genotipe Ceneng yang memiliki selisih atas-bawah tajuk sebesar 23.23 kal/cm 2 /hari. Pada kondisi lingkungan ternaungi, genotipe Ceneng lebih banyak menyerap radiasi matahari, ditunjukkan dengan selisih radiasi atas-bawah tajuk sebesar 20.30 kal/cm 2 /hari, sedangkan genotipe Godek hanya sebesar 17.40 kal/cm 2 /hari. Terjadi perbedaan biomassa total untuk kedua genotipe pada kondisi tanpa naungan dan dengan naungan 50%. Pada kondisi tanpa naungan biomassa total terbesar terdapat pada genotipe G2 yaitu genotipe Ceneng, sebesar 12.86 g,

42 sedangkan biomassa G1, yaitu genotipe Godek, sebesar 12.24 g. Pada kondisi naungan 50%, terjadi penurunan biomassa untuk kedua genotipe. Hasil yang sama juga disampaikan oleh Anggarani (2005) dan Mulyana (2006) bahwa terjadi penurunan biomassa pada tanaman kedelai yang ternaungi sebagai akibat adanya penurunan jumlah daun, jumlah cabang dan adanya etiolasi pada batang akibat cekaman naungan. Hal ini menjelaskan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi pertambahan berat kering tanaman. Daubenmire (1974) menyatakan bahwa naungan menyebabkan kadar air yang tinggi pada semua bagian tanaman sehingga menyebabkan bobot kering biomassa tajuk menurun. Pada kondisi naungan 50%, genotipe Godek merupakan genotipe dengan penurunan biomassa terbesar, yaitu sebesar 33.39% sedangkan genotipe Ceneng penurunan berat kering biomassa hanya sebesar 19.36%. Penelitian Mulyana (2006) dan Anggraeni (2010) menyatakan hal yang sama bahwa penurunan biomassa tajuk pada genotipe Ceneng lebih sedikit dibanding penurunan biomassa pada genotipe Godek. Hal ini karena genotipe Ceneng merupakan genotipe yang toleran terhadap cekaman intensitas rendah dibandingkan dengan genotipe Godek. 50% cenderung menurunkan berat kering akar pada kedua genotipe. Salisbury dan Ross (1991) menyatakan bahwa pada tumbuhan dikotil yang ternaungi, tanaman akan membentuk daun yang lebar dan tipis dengan pengorbanan berkurangnya sistem perakaran. Penurunan terbesar terjadi pada genotipe Ceneng dengan penurunan sebesar 37.68%, sedangkan genotipe Godek mengalami penurunan berat kering akar sebesar 28.57%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anggraeni (2010) bahwa penurunan berat kering akar terbesar terjadi pada genotipe Ceneng yang ditanam pada naungan 50%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal ini diduga karena tanaman yang ditanam pada kondisi intensitas cahaya rendah akan mampu memanfaatkan cahaya yang diserap untuk pertumbuhan tajuk. Kondisi naungan 50% mempengaruhi berat kering batang dan daun. Pada kondisi naungan 50% berat kering batang dan daun juga cenderung menurun. Penurunan berat kering batang terbesar pada genotipe Godek, yaitu sebesar 44.22% sedangkan genotipe Ceneng mengalami penurunan berat kering batang hanya 5.99%. Penurunan berat kering daun terbesar pada genotipe Ceneng yaitu

43 sebesar 45.37% sedangkan penurunan genotipe Godek hanya sebesar 42.65%. Hal ini dijelaskan oleh Daubenmire (1974) menyatakan bahwa naungan menyebabkan batang lebih kecil dengan xylem yang kurang berkembang, jumlah cabang yang lebih sedikit, dan helai daun yang lebih tipis. Menurut Muhuria (2007) penurunan berat kering daun ini menunjukkan respon terhadap inttensitas cahaya rendah dan merupakan mekanisme untuk meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya. Pada kondisi naungan buatan 50% penurunan berat kering polong juga terjadi pada kedua genotipe. Penurunan terbesar pada genotipe Ceneng yaitu sebesar 5.04% sedangkan penurunan berat polong pada genotipe Godek hanya sebesar 4.01%, namun demikian, berat kering polong genotipe Ceneng lebih tinggi daripada genotipe Godek, yang merupkan genotipe yang peka terhadap intensitas cahaya rendah. Soverda et al. (2009) menyatakan bahwa biomassa polong genotipe toleran, lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe peka pada kondisi naungan 50% diduga karena pendistribusian hasil ke bulir lebih besar dibandingkan dengan varietas yang peka. Penurunan produksi naungan 50% disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman. Berat kering polong genotipe Ceneng lebih tinggi 19.95% daripada genotipe Godek. Hal ini diduga karena jumlah klorofil genotipe Ceneng yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan genotipe Godek sesuai dengan hasil analisis klorofil yang telah dilakukan (Tabel 5, 6, 7). Pada kondisi ternaungi genotipe Ceneng menghasilkan total biomassa lebih besar dibandingkan dengan total biomassa genotipe Godek. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa hasil berat kering total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman budidaya. Gambar 2 menunjukkan pembagian biomassa kedua genotipe pada dua kondisi lingkungan, yaitu kondisi tanpa naungan (0%) dan kondisi ternaungi (50%). Pada lingkungan tanpa naungan genotipe Godek cenderung mentranslokasikan sebagian besar asimilatnya ke bagian batang. Hal ini dapat dilihat pada persentase terbesar biomassa genotipe Godek terdapat pada bagian batang sebesar 36.76% dari total seluruh biomassa, kemudian akumulasi biomassa selanjutnya pada bagian daun 28.92%, polong 28.51% dan pada akar sebesar 5.71%. Hal ini

44 berbeda dengan genotipe Ceneng yang ditanam pada kondisi yang sama. Ceneng cenderung mentraslokasikan sebagian besar hasil fotosintesisnya pada bagian polong. Hal ini dapat dilihat pada persentase biomassa terbesar pada bagian polong yaitu sebesar 33.90% dari total biomassa, sedangkan pada bagian batang sebesar 33.74%, bagian daun sebesar 26.90%, dan bagian akar sebesar 5.36%. Persentase dari total biomassa 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 28,51% 41,46% 33,90% 39,92% 28,92% 25,12% 26,90% 18,22% 36,76% 31,06% 33,74% 39,34% 5,71% 2,47% 5,36% 2,51% Godek Godek Ceneng Ceneng 0% 50% 0% 50% Berat Polong Berat Daun Berat Batang Berat Akar Gambar 2. Persentase Pembagian Biomassa Dua Kedelai pada Kondisi Tanpa (0%) dan (50%) Fase Berpolong Penuh Pada kondisi naungan 50% cenderung tidak terjadi perbedaan dalam persentase pembagian biomassa pada masing-masing bagian tanaman. Baik genotipe Godek maupun Ceneng, sama-sama memiliki persentase biomassa terbesar pada bagian polong, kemudian pada bagian batang, daun dan persentase terkecil pada bagian akar. Pada naungan 50% partisi biomassa genotipe Ceneng pada bagian daun lebih rendah daripada genotipe Godek namun bila dilihat dari biomassa, maka genotipe Ceneng memiliki biomassa polong yang cenderung lebih besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa proporsi hasil asimilasi yang dibagikan kepada organ tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Penginvestasian hasil asimilasi ke perkembangan luas daun yang lebih besar berakibat penyerapan cahaya yang lebih besar pula. Pembagian hasil asimilasi mempengaruhi hasil panen total tergantung dari banyaknya tambahan luas daun tersebut menyumbang pada hasil panen yang dapat dipanen.

45 Partisi biomassa pada kondisi tenraungi 50% di daerah batang menunjukkan perbedaan untuk kedua genotipe. Pada genotipe Ceneng partisi alokasi asimilat ke daerah batang cenderung meningkat sebesar 14.23%, sedangkan pada genotipe Godek cenderung menurun sebesar 15.5%. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa produksi bahan kering selain dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diserap tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat efisiensi penggunaanya. Alokasi bahan kering selama pertumbuhan sangat menentukan besarnya hasil. Pada akhir pembungaan dengan berhentinya pertumbuhan vegetatif terjadi penimbunan karbohidrat pada batang kedelai yang kemudian digunakan untuk pengisian polong. Bobot kering biji meningkat perlahan-lahan mulai sekitar 10 hari setelah pembungaan dan lebih cepat seminggu kemudian.