BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. peralatan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Permasalahan umum yang ada di

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

Tabel 31. Pencapaian Realisasi Luas Tanam Padi Tahun 2013 dan Luas Panen Padi Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) Tahun 2013 di Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1gg2 tentang Sistem. 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013)

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEBU. (Saccharum officinarum L).

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1984 Indonesia telah dapat berswaswembada beras. Namun, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai. Selain sebagai salah satu bahan makanan pokok, gula juga merupakan sumber kalori bagi masyarakat selain beras, jagung dan umbi-umbian. Sebagai bahan pemanis utama, gula digunakan pula sebagai bahan baku pada industri makanan dan minuman. Secara historis, produksi gula merupakan salah satu produksi perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan produksi gula pada tahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8% dan rendemen mencapai 11.0% - 13.8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula pernah mencapai sekitar 2.4 juta ton. Setelah mengalami berbagai pasang-surut, produksi gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 60 pabrik gula (PG) yang aktif yaitu 43 PG yang dikelola BUMN dan 17 PG yang dikelola oleh swasta (Dewan Gula Indonesia, 2000). Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 adalah sekitar 341057 ha yang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. (Simatupang et al., 1999; Tjokrodirdjo, et al., 1999; Sudana et al.,2000).

2 Luas area merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi produksi dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada tingkat rata-rata (1970-2005) kenaikan 1% luas area tebu menyebabkan kenaikan produksi hablur (gula) sebesar 57,8%. Rendemen menunjukkan kandungan gula yang ada dalam satuan berat tebu. Waktu panen, sistem tebang, lokasi jarak ke PG, iklim serta pengelolaan usaha tani sangat mempengaruhi besarnya rendemen. ( Maria, 2009:8 ) Berdasarkan Laporan Dewan Gula Indonesia tahun 1999 Penurunan produksi bersumber dari penurunan areal dan penurunan produktivitas seperti penurunan rendemen dari 10% pada tahun 1970-an menjadi rata-rata hanya 6.92% pada tahun 1990-an. Harga gula di pasar internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran produksi gula Indonesia. Aplikasi teknologi produksi, teknik budidaya, serta sensitivitas usaha tani tebu (lahan basah) terhadap fenomena perubahan iklim juga dapat menjelaskan fluktuasi produksi tebu di Indonesia (Tabel 1). Pada skala tebu rakyat, persoalan teknik keprasan yang berulang sampai belasan kali juga menjadi masalah tersendiri karena insentif pendanaan cukup pelik untuk dapat dicerna petani tebu. Disamping itu, basis usaha tani tebu semakin tergeser oleh komoditas lain, terutama padi, palawija dan hortikultura yang menghasilkan pendapatan ekonomi tinggi berlipat.

3 Tabel 1.1 Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) 1994 2.460.927 2.941.217 1995 2.104.619 3.179.083 1996 2.100.977 3.073.765 1997 2.196.545 3.373.522 1998 1.496.027 2.739.295 1999 1.493.500 3.000.000 2000 1.690.500 3.020.312 2001 1.695.466 3.085.822 2002 1.755.433 3.183.254 2003 1.631.919 3.248.221 2004 2.051.643 3.311.886 2005 2.241.700 3.439.640 2006 2.266.800 3.390.023* 2007 2.103.696 3.440.064* 2008 2.065.447* 3.489.997* 2009 2.022.948* 3.539.826* Ket : * hasil proyeksi indeks dan produksi hablur di Indonesia tahun 2006-2009 Sumber : Arsip Dewan Gula Indonesia Diungkapkan oleh Bustanul Arifin dalam economic review no 211 2008: Ekonomi Swasembada Gula Indonesia bahwa : Sistem usaha tani tebu telah mengalami pergeseran signifikan, karena beberapa komoditas lain bernilai ekonomi sangat tinggi semakin dikenal petani tebu. Apabila tidak mampu terkelola secara baik, tingkat substitusi komoditas seperti itu dapat menimbulkan dampak negatif bagi pencapaian tujuan kebijakan lain, seperti tingkat ketahanan pangan, diversifikasi produksi dan keuntungan ekonomis usaha tani. Bahkan, tingkat substitusi tebu lahan basah dengan padi sawah pernah menjadi topik hangat beberapa waktu lalu karena peningkatan areal tanam tebu dapat mengurangi produksi padi cukup signifikan, dan jelas mengganggu tingkat ketahanan pangan. Fenomena penurunan produksi dan produktivitas sekaligus penurunan penerimaan ekonomis usaha tani telah membuat banyak petani tebu mengkonversi menjadi usaha tani lain atau dengan pola tanam lain yang lebih menguntungkan. Karena fenomena substitusi tersebut di atas, petani juga mengalihkan tebu lahan sawah ke lahan kering karena pertimbangan rasional ekonomi.

4 Permasalahan tersebut dialami juga oleh PT PG Rajawali II RNI Group terutama masalah PT PG Rajawali II Unit PG Sindang Laut Kab. Cirebon. Faktor yang paling berpengaruh adalah Luas lahan tebu yang semakin berkurang disertai dengan tingkat rendemen yang fluktuatif dan pada tahun terakhir mengalami penurunan sehingga berpengaruh terhadap produksi gula di pabrik tersebut. Tabel 1.2 Unit Produksi PT PG Rajawali II RNI Group No. Unit Produksi Luas Lahan Kapasitas Produksi Keterangan (ton tebu per hari) (Kepemilikan lahan) 1. PG Jati tujuh 8.000-an Ha 4.500 Milik sendiri 2. PG Subang 5.500-an Ha 3.000 Milik sendiri 3. PG Tersana 4.500-an Ha 3.000 Milik sendiri + petani 4. PG Sindanglaut 3.000-an Ha 1.800 Milik sendiri + petani 5. PG karang suwung 2.200-an Ha 1.400 Milik sendiri + petani Rata-rata 4.640-an Ha 2740 - Sumber : Laporan tahunan PT PG Rajawali II RNI Group PT PG Rajawali II RNI Group memiliki lima unit produksi yang tersebar diberbagai daerah. Dari kelima unit produksi tersebut yang terbesar berdasarkan luas lahan tebu dan kapasitas produksinya adalah pada unit produksi PG jatitujuh dengan luas lahan sebesar 8000 Ha dan kapasitas produksi mencapai 4.500 ton tebu per hari. Selanjutnya pada unit produksi PG Subang dengan luas lahan sebesar 5.500 Ha dan kapasitas produksi mencapai 3000 ton tebu per hari. Kedua unit produksi tersebut lahan tebu yang dimiliki adalah milik PT PG Rajawali II RNI Group sedangkan kepemilikan lahan tebu pada unit produksi lainnya yaitu unit produksi PG Tersana, PG sindanglaut dan PG Karang suwung adalah milik sendiri dan milik petani tebu yang memasok atau menggiling tebu pada unit produksi tersebut.

5 Tahun 2007/2008 Luas lahan (Ha) Produksi tebu (ton) Rendemen % 2008/2009 Luas lahan (Ha) Produksi tebu (ton) Rendemen % 2009/2010 Luas lahan (Ha) Produksi tebu (ton) Rendemen % Tabel 1.3 Luas Lahan, Produksi Tebu dan Tingkat Rendemen (tiga tahun terakhir) PT PG Rajawali II RNI Group Unit Produksi PG : Jatitujuh Subang Tersana Sindanglaut Karangsuwung - - - - - 8.135,712 5.537,645 4.561,574 3.484,812 2.231,487 683.682,21 478.316,67 346.569.65 230.694,55 186.754,37 7,13 7,11 6,73 6,29 6,53 - - - - - 8.135,712 5.537,645 4.511,639 3.059,498 2.214,923 718.631,74 487.572,32 364.826,86 215.694,61 173.835,42 7,17 7,13 7,07 7,14 7,09 - - - - - 8.135,712 5.537,645 4.492,841 2.898,869 2.197,645 732.463,73 521.638,71 388.673,84 248.143,19 188.348,63 7,21 7,18 7,11 6,80 6,78 Sumber : Laporan tahunan PT PG rajawali II RNI Group Luas lahan tebu yang dikelola oleh PG Jati tujuh dan PG Subang selama tiga tahun terakhir jumlahnya tetap yaitu pada PG Jatitujuh sebesar 8.135,712 Ha dengan jumlah produksi tebu sebesar 732.463,73 ton tebu dan tingkat rendemen 7,21% pada musim 2009/2010 sedangkan pada PG Subang sebesar 5.537,645 Ha dengan jumlah produksi tebu sebesar 521.638,71 ton tebu dan tingkat rendemen 7,18% pada musim tanam terakhir. Hal ini dikarenakan semua luas lahan tebu yang dikelola adalah milik sendiri sehingga diasumsikan jumlah luas lahan tebu yang dikelola dan produksi tebu yang dihasilkan bisa dikontrol oleh PG sedangkan pada tiga unit produksi lainnya luas lahan tebu yang dikelola jumlahnya fluktuatif dan bersifat menurun karena lahan tebu yang dimiliki oleh

6 petani sebagian dialihkan untuk tanaman pertanian dan perkebunan lainnya seperti menanam padi, menanam bawang serta menanam komoditas pertanian lainnya. Penurunan terbesar jumlah luas lahan tebu terjadi pada PG Sindanglaut yaitu sebesar 160,629 Ha dari musim tanam 2008/2009 sebesar 3.059,498 Ha dengan produksi tebu sebesar 215.694,61 menjadi 2.898,869 Ha dengan produksi tebu sebesar 248.143,19 pada musim tanam 2009/2010. Selain dari segi kuantitas tebu yang dihasilkan kualitas tebu juga sangat berpengaruh terhadap produksi gula pada tiap unit produksi. Adapun kualitas tebu tersebut dapat digambarkan pada tingkat rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan dari kelima unit produksi yang dimiliki bersifat fluktuatif. Peningkatan rendemen terbesar terjadi pada unit produksi PG Sindanglaut yaitu sebesar 0,85% dari rendemen 6,29% pada musim tanam 2007/2008 menjadi 7,14% pada musim tanam 2008/2009. Tetapi penurunan rendemen terbesar juga terjadi pada PG Sindanglaut pada tahun berikutnya yaitu sebesar 0,34% dari rendemen 7,14% pada musim tanam 2008/2009 menjadi 6,80% pada musim tanam 2009/2010. Oleh karena itu penulis ingin meneliti bagaimana masalah yang terjadi pada petani tebu yang memasok atau menggiling tebu pada PT PG Rajawali II unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon. PG Sindanglaut merupakan unit produksi terbesar keempat secara keseluruhan unit produksi yang dimiliki oleh PT PG Rajawali II RNI Group tetapi menjadi unit produksi terbesar kedua yang kepemilikan luas tanah bersama antara PT PG Rajawali II RNI Group dan petani tebu disekitarnya. Dari ketiga unit produksi yang kepemilikan luas tanah bersama PG Sindanglaut merupakan unit

7 produksi yang sedang mengalami masalah dalam jumlah luas lahan tebu serta kualitas tebu ( rendemen ) yang dihasilkan. Masalah tersebut terjadi karena jumlah luas lahan tebu yang dikelola serta tingkat rendemen yang dihasilkan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuatif dan pada tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan. Produksi tebu merupakan perkalian dari luas lahan dengan produktivitas tebu sedangkan produksi gula diperoleh dari perkalian antara produksi tebu dengan rendemen ( Lucia Wenny widjajanti, 2006:31). Tabel 1.4 Produktivitas Hablur, Produksi Tebu (ton), Rendemen, dan Produksi Gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindang Laut Kab. Cirebon Musim Tanam Produktivitas Produksi Rendemen Produksi Hablur Tebu (ton) % Gula (t0n) 2005/2006 173.528,09 228.432,61 7,59 17.338,035 2006/2007 164.701,77 261.398,1 6,30 16.468,08 2007/2008 156.816,54 230.694,55 6,80 15.687,229 2008/2009 153.923,34 215.694,61 7,14 15.400,595 2009/2010 156.104,10 248.143,19 6,29 15.608,207 Rata-rata 161.014,77 236.872,62 6,82 16.100,429 Sumber : Arsip PT PG Rajawali II Unit PG Sindang Laut Kab. Cirebon ( diolah ) Perkembangan produksi gula dari musim tanam 2005/2006-2006/2007 mengalami penurunan yakni dari 17.338,035 ton gula menuju 16.468,08 ton gula di tahun berikutnya. Padahal produksi tebu mengalami peningkatan dari 228.432,61 ton tebu menjadi 261.398,1 ton tebu. hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat rendemen dari 7,59% menjadi 6,30%. Pada tahun terakhir penelitian yaitu musim tanam 2009/2010 luas lahan tebu sebesar 2.898,869 Ha mengalami penurunan 161,196 Ha dari luas lahan tebu musim tanam 2008/2009 yaitu sebesar 3.059,498 Ha tetapi produksi tebu mengalami peningkatan dari

8 215.694,61 ton tebu menjadi 248.143,19 ton tebu karena pola tanam yang dilakukan oleh petani semakin rapat sehingga kuantitas tebu mengalami peningkatan. Peningkatan produksi gula tersebut tidak dibarengi kualitas tebu yang dihasilkan dengan rendemen mengalami penurunan dari 7,14% menjadi 6,29% sehingga produksi gula hanya meningkat sebesar 207,612 ton gula dari 15.400,595 ton gula menjadi 15.608,207 ton gula. Produksi gula tersebut masih dibawah rata-rata produksi gula dalam lima tahun terakhir yaitu sebesar 16.100,429 ton gula. Berdasarkan penelitian awal ditemukan permasalahan antara besarnya perkembangan nilai output dengan biaya input. Apabila dibandingkan antara perkembangan nilai output dengan biaya input, tidak seimbang. Dengan kata lain persentase perkembangan biaya input lebih besar dibandingkan persentase perkembangan nilai output yang dicapai. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.5 Tabel 1.5 Nilai Output dan Biaya Input Produksi Gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon ( Dalam Ribuan Rupiah) Musim Tanam 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010 Nilai Output 121.366.245 115.276.560 109.809.000 107.804.000 112.702.975 Biaya Input 109.501.962 103.469.680 111042799 115.597.334 123.264.378 Sumber : pra penelitian, data diolah Berdasarkan tabel 1.5 dapat kita lihat bahwa nilai output maupun biaya input pada produksi gula cenderung naik turun, namun perkembangan nilai output tersebut tidak sebanding dengan kenaikan harga faktor produksi atau biaya biaya yang dipakai untuk produksi gula.

9 Tabel 1.6 Persentase Nilai Output dan Biaya Input Produksi Gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon Musim Tanam 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010 Kenaikan output (%) -5,02 4,74 1,83 4,54 Kenaikan Biaya input (%) -5,83 6,82 3,94 6,22 Koefisien elastisitas 0,86 0,69 0.46 0,73 Rata-rata koef. elastisitas 0,86 + 0,69 + 0,46 + 0,73 = 0,68 4 Elastisitas E <1, Belum Efisien Sumber : pra penelitian, data diolah Berdasarkan Tabel 1.6 dapat terlihat bahwa nilai elastisitas biaya produksi gula menunjukan < 1, menandakan bahwa produksi gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon belum efisien, karena pada kondisi biaya rata-rata meningkat sebagai akibat kenaikan produksi maka returns to scale menurun. Serta pada saat biaya rata-rata meningkat maka economies of scale menjadi negatif (decreasing returns to scale). Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu untuk meneliti permasalahan diatas. Dalam hal ini judul yang akan penulis angkat adalah : Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Gula (Studi Pada Petani Tebu PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka lingkup permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah penggunaan faktor produksi lahan tebu, bahan baku, tenaga kerja dan teknologi secara individu berpengaruh terhadap hasil produksi gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon.

10 2. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi gula pada PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon sudah mencapai efisiensi optimum? 3. Apakah tingkat skala ekonomi produksi gula PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon berada pada tahap increasing returns to scale, constant returns to scale, atau decreasing returns to scale? 1.3 Tujuan & Kegunaan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui gambaran tentang variabel penelitian produksi gula di PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon. 2. Untuk mengidentifikasi tingkat efisiensi dalam penggunaan faktor- faktor produksi gula pada PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon. 3. Untuk mengetahui skala hasil produksi pada PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon. Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis sebagai sumbangsih dalam memperkaya khasanah ilmu ekonomi. 2. Secara praktis dijadikan sebagai informasi untuk selanjutnya menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam pengambilan keputusan guna menentukan kebijakan bagi keberhasilan PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Kab. Cirebon.