Perbedaan Derajat Nyeri Haid Pasien Endometriosis Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

PERANAN LAPAROSKOPI PADA PENDERITA INFERTILITAS WANITA

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN

Universitas Sumatera Utara

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

Gambaran Karakteristik Penderita Endometriosis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi pada Juli 2013

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN KELUHAN NYERI ULU HATI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI POLI PENYAKIT DALAM RSD. DR. SOEBANDI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci: kalsium, dismenore primer, gejala menstruasi

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. produksi zat prostaglandin (Andriyani, 2013). Disminore diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

PENGARUH PELATIHAN PATIENT HANDLING TERHADAP PENURUNAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG AKIBAT KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. clearance disetujui sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi. Populasi target penelitian ini adalah pasien kanker paru.

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SATU PAKET PROGRAM TERAPI SWD DAN TENS TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA PASIEN LOW BACK PAIN MEKANIK

PENDAHULUAN. Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 10-16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK PREVALENSI MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER : July Ivone, dr.,m.s.mpd.

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

HUBUNGAN USIA REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

The Prevalence of Sexual Dysfunction in Mothers Contraceptive Implant Users at Urban Villages Seputih Gunung Sugih Central Lampung 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan pre and post test control design. Pengambilan data

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN MULTIPEL MIELOMA PADA BERBAGAI TAHAP PEMBERIAN KEMOTERAPI ( Studi Observasional di RSUP Dr. Kariadi Semarang )

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN USIA MENARCHE DENGAN DISMENORHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI KELAS XI SMA NEGERI 15 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN, INDIKASI SERTA KOMPLIKASI TINDAKAN SECTIO CAESAREA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Perbedaan Terapi Kemoradiasi dan Radiasi terhadap Kesembuhan Kanker Payudara Pasca Bedah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Rehabilitasi Medik.

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mioma uteri sering disebut juga leiomioma atau fibroid uterus, yang merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI JUNI 2005

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN USIA WANITA SAAT COITARCHE DAN LAMA PEMAKAIAN PIL KB KOMBINASI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK GAMBARAN TUBERKULOSIS EKSTRA PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2013

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. tuba falopi kemudian berimplantasi di endometrium. (Prawiroharjho, ketidakpuasan bagi ibu dan bayinya (Saifuddin. 2000).

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh. Mengontrol kehamilan secara rutin dan menjelaskan keluhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan

Transkripsi:

Perbedaan Haid Pasien Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fitri Hidayati 1, R.M. Aerul Chakra Alibasya 2, Erial Bahar 3 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 3. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya Jl. dr. Muh. Ali Komplek RSMH Palembang Madang Sekip, Palembang, 30126, Indonesia E-mail: fitrihiday16@gmail.com Abstrak didefinisikan sebagai keberadaan kelenjar dan stroma endometrium di luar kavum uteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan derajat nyeri haid pasien endometriosis sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Penelitian yang dilakukan ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan pendekatan potong lintang dengan besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 44 orang. Data diperoleh dari data primer hasil pengisian kuesioner pasien endometriosis yang melakukan tindakan laparoskopi dan juga data sekunder dari rekam medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Januari 2014 sampai bulan Agustus 2014. Penelitian ini menunjukkan pasien endometriosis banyak terjadi pada usia 15-45 tahun (90,9%) dengan rata-rata usia adalah 33,52, derajat endometriosis ditemukan sama antara derajat I, II, dan IV sebanyak 13 orang (29,5%), dan IMT dengan frekuensi terbesar berkisar 18,5-25,0 (77,5%). Dari hasil analisis didapatkan ada perbedaan sangat bermakna rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi (p= 0,000), dan ada perbedaan sangat bermakna rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi berdasarkan derajat endometriosis I, II, III, dan IV (p= 0,001). Ada perbedaan antara derajat nyeri haid pasien endometriosis sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Kata Kunci:, nyeri haid, laparoskopi. Abstract The differences of menstrual pain degree in patient with endometriosis before and after laparoscopic procedure in RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. is defined as the existence of gland and stroma of the endometrium outside the uterine cavity. This research was aimed to find out the differences of menstrual pain degree in patient with endometriosis before and after laparoscopic procedure. This research was an analytic cross-sectional study on 44 samples who fulfilled the inclusion criteria. The primary data were acquired by using questionnaire filled by the patients and secondary data were taken from the medical record of RSUP Dr. Mohammad Hoesin in Palembang since January 2014 until August 2014. The result showed that the age of endometriosis patients range from 15 to 45 years old (90.9%) and the average age is 33.52. The distribution endometriosis level were equal among level I, II, and IV 13 peoples (29.5%). BMI with the highest frequency a range from 18.5-25.0 (77.5%). Based on the result of analysis, there were signifficant difference on the average VAS score of menstrual pain before and after the laparoscopy (p= 0,000), and there were significant differences on the average VAS score of menstrual pain before and after laparoscopy based on the endometriosis level I, II, III, and IV (p= 0,001). This research showed that there were a differences of menstrual pain degree in patient with endometriosis before and after laparoscopic procedure. Keywords:, menstrual pain, laparoscopy. 45

1. Pendahuluan merupakan salah satu masalah yang paling sering dihadapi di ginekologi. didefinisikan sebagai keberadaan kelenjar dan stroma endometrium di luar kavum uteri. Lokasi yang dapat ditemukan di seluruh rongga pelvik, termasuk ovarium, ligamen uterin, cavum dauglas, peritoneum, kandung kemih dan meski jarang dapat ditemukan pada umbilikus, pleura, dan perikardium. 1 Kelainan ini terutama mempengaruhi usia reproduktif. Sebagian gejala dari endometriosis dapat bersifat asimptomatis tetapi dapat juga mempunyai gejala nyeri yang berulang setiap periodenya seperti pada nyeri haid, nyeri senggama, nyeri kronis pelvis, dan infertilitas. 2 Diagnosis gold standart pada endometriosis adalah laparoskopi. 3 Berdasarkan standar tersebut, beberapa studi melaporkan insidensi tahunan untuk endometriosis yang didiagnosis secara operatif, yaitu 1.6 kasus per 1000 wanita dalam rentang usia 15-49 tahun. 4 Penelitian di Boston mendapatkan 70% remaja dengan nyeri panggul kronik yang tidak memberi respons dengan pil kontrasepsi mempunyai endometriosis yang dibuktikan dengan laparoskopi. 5 Pada endometriosis terdapat dua permasalahan utama, yaitu nyeri dan infertilitas. dapat berupa nyeri haid (dysmenorea), dysparaeunia, nyeri pelvik di luar haid, nyeri saat ovulasi, diskezia, dan disuria. Berdasarkan data RSCM pada tahun 2006 hingga 2010, gangguan yang sering dikeluhkan pasien endometriosis adalah adanya nyeri pelvik kronis (82.5%), dysmenorea (81%), gangguan infertilitas (33.7%), dysparaeunia (20.9%), konstipasi (13.9%), disuria (6.9%), dan diskezia. 6 Dysmenorea, nyeri panggul kronik, dan dysparaeunia merupakan khas untuk endometriosis. haid akan muncul beberapa hari menjelang haid dan biasanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan memerlukan pengobatan untuk menghilangkan nyeri. 5 Untuk penanganan endometriosis perlu mendapatkan perhatian karena keluhan nyeri yang merupakan manifestasi klinis dapat menurunkan kualitas hidup akibat keterbatasan dalam melakukan aktivitas seharihari. Dari data RSCM tahun 2010-2011 menunjukan sebanyak 43,4% pasien endometriosis merasakan nyeri derajat berat sehingga tidak dapat dapat melakukan aktivitas sehari-hari, 36,7% merasakan nyeri derajat sedang yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan 20% merasakan nyeri derajat ringan dengan gangguan aktivitas minimal. 6 Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala klinisnya. Tujuan penanganan endometriosis adalah : 1) mengontrol nyeri, 2) mengontrol perkembangan penyakit endometriosis dan 3) mempertahankan fertilitasnya. Terdapat 3 (tiga) bentuk cara penanganan endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan kombinasi bedah dengan medikamentosa. Pada terapi bedah bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan laparoskopi, namun menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan laparoskopi. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan tindakan bedah antara lain : usia penderita, derajat penyakit endometriosis, berat ringannya keluhan dan kebutuhan untuk fertilitasnya. 7 Menurut Luthan 8 banyak kelebihan yang dirasakan pasien saat pasien memilih operasi dengan cara laparoskopi dibandingkan operasi biasa seperti, dari bekas sayatan, efektivitas sampai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. Hampir 80% endometriosis yang melakukan dengan operasi laparoskopi dapat mengatasi keluhan mereka. Berdasarkan uraian diatas, pada pasien endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi dengan salah satu permasalahan utamanya nyeri terutama nyeri haid (dysmenorea). Namun dengan laparoskopi, pasien endometriosis dapat menggunakannya sebagai terapi diagnostik ataupun sebagai terapi operatif dalam mengatasi keluhan. Hal ini menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan derajat nyeri haid pasien endometriosis sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 2. Metode Penelitian yang dilakukan ini bersifat analitik observasional dengan dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional). Populasi penelitian ini adalah semua penderita endometriosis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang melakukan tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sejak bulan Januari 2014 sampai bulan Agustus 2014. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 44 sampel. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2014. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah tindakan laparoskopi, nyeri haid, usia, IMT, dan derajat endometriosis. Setelah data dikumpulkan, data tersebut dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis bivariat akan menggunakan uji t berpasangan. Data akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. 3. Hasil Hasil penelitian ini didapatkan dengan informasi dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dari pasien yang menderita endometriosis yang melakukan tindakan laparoskopi, sedangkan data sekunder dari rekam medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari 2013 sampai bulan Agustus 2013. Jumlah kasus endometriosis yang melakukan tindakan laparoskopi 72 dan hanya 44 yang memenuhi kriteria inklusi. 46

Distribusi VAS Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, nyeri VAS sebelum dilakukan tindakan laparoskopi banyak dialami pada derajat nyeri berat dengan skala VAS 7 9 sebanyak 21 orang (47,7%), sedangkan nyeri VAS sesudah tindakan laparoskopi banyak pada derajat nyeri tidak nyeri dengan skala VAS 0 sebanyak 28 orang (63,6%). Distribusi frekuensi nyeri VAS sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi pasien endometriosis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi VAS Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Skala VAS n Sebelum Tindakan % n Sesudah Tindakan Tidak 0 0 0 28 63,6 Ringan 1-3 3 6,8 10 22,7 Sedang 4-6 14 31,8 6 13,6 Berat 7 10 27 61,4 0 0 Total 44 100 44 100 Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, nyeri VAS sebelum pada derajat nyeri ringan (1-3) sebanyak 3 orang, sesudah tindakan VAS berubah menjadi tidak nyeri (0) sebanyak 2 orang (66,7%), dan tetap pada derajat nyeri ringan (1-3) 1 orang (33,3%). VAS sebelum pada derajat nyeri sedang (4-6) sebanyak 14 orang, sesudah tindakan VAS berubah menjadi tidak nyeri (0) sebanyak 11 orang (78,57), dan menjadi nyeri ringan (1-3) sebanyak 3 orang (27,27). VAS sebelum pada derajat nyeri berat (7-10) sebanyak 27 orang, sesudah tindakan VAS berubah menjadi tidak nyeri (0) 15 orang (55,55%), nyeri ringan (1-3) sebanyak 7 orang (25,93%), dan nyeri sedang (4-6) sebanyak 5 orang (18,52%). Distribusi frekuensi perubahan VAS nyeri haid dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perubahan VAS Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang VAS Sebelum VAS Sesudah n % Ringan Tidak (0) 2 66,7 (1-3) Ringan (1-3) 1 33,3 Total 3 100 % Lanjutan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perubahan VAS Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang VAS Sebelum VAS Sesudah n % Sedang Tidak (0) 11 78,57 (4-6) Ringan (1-3) 3 27,27 Total 14 100 VAS Sebelum VAS Sesudah n % Tidak (0) 15 55,55 Berat Ringan (1-3) 7 25,93 (7-10) Sedang (4-6) 5 18,52 Total 27 100 Sumber: Data primer dan sekunder tahun 2014 Distribusi Usia Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, endometriosis lebih banyak ditemukan pada wanita berusia 15-45 tahun, yaitu sebanyak 40 orang (90,9%) daripada wanita yang berusia >45 tahun, yaitu sebanyak 4 orang (9,1%). Distribusi frekuensi pasien endometriosis berdasarkan usia yang melakukan tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia yang Melakukan Tindakan Laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Usia N % 15 45 th 40 90,9 >45 th 4 9,1 Jumlah 44 100 Sumber: Data primer tahun 2014 Dari 44 pasien diketahui bahwa rata-rata (mean) usia responden adalah 33,52 tahun, dan standar deviasi sebesar 7,125 tahun. Usia termudah 22 tahun dan tertua 48 tahun. Distribusi statistik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Usia Variabel Mean Standar Min Max Deviasi Usia 33,52 7,125 22 48 Sumber : Data primer tahun 2014 Distribusi Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, pasien yang menderita endometriosis derajat I sebanyak 13 orang (29,5%), derajat II sebanyak 13 orang (29,5%), derajat III sebanyak 5 orang (11,5%), dan derajat IV sebanyak 13 orang (29,5%). Distribusi frekuensi pasien endometriosis berdasarkan derajat endometriosis yang 47

melakukan tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan yang Melakukan Tindakan Laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang N % I 13 29,5 II 13 29,5 III 5 11,5 IV 13 29,5 Jumlah 44 100 Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, pada derajat endometriosis I sebanyak 13 responden dengan nyeri sedang 12 orang (92,3%) dan nyeri berat 1 orang (7,7%). Pada derajat endometriosis II sebanyak 13 responden dengan nyeri sedang 5 orang (38,5%) dan nyeri berat 8 orang (61,5%). Pada derajat endometriosis III sebanyak 5 responden dengan nyeri sedang 4 (80%) dan nyeri berat 1 orang (20%). Pada derajat endometriosis IV sebanyak 13 responden dengan nyeri ringan 3 orang (23,1%), nyeri sedang 4 orang (30,8%), dan nyeri berat 6 orang (46,1%). Distribusi frekuensi derajat endometriosis I, II, III, dan IV berdasarkan derajat nyeri dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Distribusi Frekuensi I, II, III, dan IV Berdasarkan I n % Sedang (4-6) 12 92,3 Berat (7-10) 1 7,7 Total 13 100 n % Sedang 5 38,5 II (4-6) Berat 8 61,5 (7-10) Total 13 100 III n % Sedang (4-6) 4 80 Berat (7-10) 1 20 Total 13 100 n % IV Ringan (1-3) 3 23,1 Lanjutan Tabel 6. Distribusi Frekuensi I, II, III, dan IV Berdasarkan n % Sedang (4-6) 4 30,8 Berat (7-10) 6 46,1 Total 100 Distribusi IMT Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, pasien endometriosis yang memiliki IMT dengan frekuensi terbesar adalah IMT berkisar 18,5 25,0, yaitu 34 orang (77,5%), IMT >27,0 sebanyak 5 orang (11,4%), IMT 17,0-18,4 sebanyak 2 orang (4,5%), IMT 25,1-27,0 sebanyak 2 orang (4,5%), dan IMT <17,0 sebanyak 1 orang (2,3%). Distribusi frekuensi pasien endometriosis berdasarkan IMT yang melakukan tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan IMT yang Melakukan Tindakan Laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang IMT N % < 17,0 1 2,3 17,0 18,4 2 4,5 18,5 25,0 34 77,5 25,1 27,0 2 4,5 >27,0 5 11,4 Jumlah 44 100 Sumber : Data primer tahun 2014 Perbedaan Rata-rata VAS Haid Pasien Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Dari hasil uji statistik dengan uji wilcoxon didapatkan p value= 0,000 berarti ada perbedaan sangat bermakna rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Secara statistic didapatkan rata-rata VAS nyeri haid sebelum laparoskopi adalah 7,07 dan ratarata VAS nyeri haid sesudah laparoskopi adalah 0,98 Ditemukan nilai perbedaan rata-rata antara pengukuran sebelum dan sesudah adalah 5,93 mengindikasikan adanya perubahan rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah laparoskopi. Hasil analisis uji wilcoxon perbedaan VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi dapat dilihat pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Hasil Analisis Uji Wilcoxon Perbedaan VAS Haid Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Haid Rerata Perbedaan rata-rata z hitung P value Pre 7,07 5,93-5.803 0.000 Post 1,14 48

Perbedaan Rata-rata VAS Haid Pasien Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Berdasarkan Dari hasil uji statistik dengan uji kruskal wallis diperoleh p value = 0,001 dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan sangat bermakna rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi berdasarkan derajat endometriosis I, II, III, dan IV. Hasil uji kruskal wallis perbedaan VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi berdasarkan derajat endometriosis dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9. Hasil Uji Kruskal Wallis Perbedaan VAS Haid Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Berdasarkan P value Perbedaan VAS nyeri 0,001 haid Dari hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan ratarata VAS pada setiap derajat endometriosis. Pada derajat I sebelum tindakan laparoskopi didapatkan ratarata skala VAS 8,54 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1,08. Pada derajat II sebelum tindakan laparoskopi didapatkan rata-rata skala VAS 7,54 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1.15. Pada derajat III sebelum tindakan laparoskopi didapatkan skala VAS 5,80 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1,80. Sedangkan derajat IV sebelum tindakan laparoskopi skala VAS 5,62 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 0,92. Hasil uji rata-rata VAS nyeri haid pasien endometriosis sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi berdasarkan derajat endometriosis dapat dilihat pada Tabel 10 berikut: Tabel 10. Hasil Uji Rata-rata VAS Haid Pasien Sebelum dan Sesudah Tindakan Laparoskopi Berdasarkan n Pre Rata-rata VAS Post Rata-rata perbedaan VAS I 13 8,54 1,08 7,46 II 13 7,54 1,15 6,39 III 5 5,80 1,80 4,00 IV 13 5,62 0,92 4,70 Total 44 7,07 1,14 5,93 4. Pembahasan Nilai f didefinisikan sebagai keberadaan kelenjar dan stroma endometrium di luar kavum uteri. 1 Kelainan ini terutama mempengaruhi usia reproduktif. Sebagian gejala dari endometriosis dapat bersifat asimptomatis tetapi dapat juga mempunyai gejala nyeri yang berulang setiap periodenya seperti pada nyeri haid, nyeri senggama, nyeri kronis pelvis, dan infertilitas. 2 Penilaian nyeri dapat dinilai dengan cara dimensi tunggal dapat berupa skala analog visual (VAS). Visual Analogue Scale (VAS) VAS merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menilai derajat nyeri. VAS adalah skala respons psikometrik dengan menggunakan kuesioner, dan merupakan metode yang sederhana terdiri dari garis datar sepanjang 10 cm, yang dimulai dengan 0 menandakan tidak ada nyeri, sedangkan angka 10 nyeri paling buruk yang pernah dialami. 9 Adanya pengurangan rasa nyeri disebabkan efek dari hasil tindakan laparoskopi. Tindakan laparoskopi adalah suatu tindakan operasi invasif minimal dengan memasukan teleskop yang akan memberikan gambaran pandangan yang luas pada organ-organ panggul sehingga dapat meminimalkan luka. 1 Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) adalah prosedur pembedahan laparoskopi konservatif yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri haid yang disebabkan oleh endometriosis. Pembedahan ini dapat dilakukan dengan cara memotong, membakar, atau menghancurkan bundel saraf simpatik dan parasimpatik sehingga nyeri dapat berkurang. 10 Berdasarkan Tabel 8 diatas menunjukkan pasien endometriosis sebelum dilakukan tindakan laparoskopi mempunyai skala nyeri dengan VAS rata-rata 7,07. Sedangkan setelah dilakukannya tindakan laparoskopi skala nyeri dengan VAS rata-rata menjadi 1,14. Dengan rata-rata selisih skala VAS sebelum dan sesudah terapi sebesar 5,93. Sedangkan dari hasil uji statistik dengan uji wilcoxon didapatkan p value = 0,000 dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Hal ini sesuai dengan teori yang ada. Pada kasus endometriosis, tindakan laparoskopi merupakan baku emas baik laparoskopi diagnostik maupun operatif dapat dilakukan. Menurut Luthan 8 banyak kelebihan yang dirasakan pasien saat pasien memilih operasi dengan cara laparoskopi dibandingkan operasi biasa seperti, dari bekas sayatan, efektivitas sampai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. Hampir 80% endometriosis yang melakukan dengan operasi laparoskopi dapat mengatasi keluhan mereka. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Klinik Fertilisasi RSU Dr. Sutomo Surabaya didapatkan bahwa ablasi lebih baik dibandingkan dengan hanya melakukan laparoskopi diagnostik saja. 73% pada tindakan ablasi tidak didapatkan keluhan nyeri lagi dibandingkan dengan 27% pada yang dilakukan laparoskopi saja. 7 49

Berdasarkan Tabel 10 di atas menunjukkan skala ratarata VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Pada derajat I sebelum tindakan laparoskopi didapatkan rata-rata skala VAS 8,54 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1,08. Pada derajat II sebelum tindakan laparoskopi didapatkan rata-rata skala VAS 7,54 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1,15. Pada derajat III sebelum tindakan laparoskopi didapatkan skala VAS 5,80 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 1,80. Sedangkan derajat IV sebelum tindakan laparoskopi skala VAS 5,62 dan sesudah tindakan laparoskopi menjadi 0,92. Pada uji kruskal wallis diperoleh p value= 0,001 dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan rata-rata perubahan VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi pada endometriosis derajat I, II, III dan IV. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang sama. haid (dysmenorea) pada endometriosis merupakan rasa nyeri waktu haid yang semakin lama semakin menghebat. Penyebab dari nyeri haid ini tidak diketahui secara pasti, tetapi ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Menurut ASRM, endometriosis dapat diklasifikasikan kedalam 4 derajat keparahan tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlengketan, dan ukuran dari endometrioma ovarium. dapat timbul dalam berbagai bentuk di dalam pelvis, lesi merah menyala, lesi berpigmen gelap dengan hemosiderin dan skar putih yang dapat berkontribusi terhadap nyeri melalui mekanisme yang berbeda-beda. Secara umum, belum ada hubungan yang pasti antara gejala dan perkembangan penyakit, lokasi dan tipe dari endometriosis yang dapat mempengaruhi rasa nyeri. Adamson menyatakan sulitnya menentukan derajat endometriosis dari beratnya nyeri. Tidak ditemukan korelasi antara derajat endometriosis menurut beberapa klasifikasi dengan tingkat nyeri. 11 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa nyeri haid pasien endometriosis sebelum tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yaitu banyak dialami pada skala VAS 7, 8, dan 9 sebanyak 7 orang atau persentase 15,9%. nyeri haid pasien endometriosis sesudah tindakan laparoskopi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yaitu banyak dialami pada skala VAS 0 sebanyak 28 orang atau persentase (63,6%). Berdasarkan analisis bivariat, ratarata VAS nyeri haid pasien endometriosis sebelum tindakan laparoskopi adalah 7,07. Sedangkan rata-rata VAS nyeri haid pasien endometriosis sesudah tindakan laparoskopi adalah 1,14. Dengan uji Wilcoxon, didapatkan nilai p < 0,05 sehingga diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara VAS nyeri haid sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi. Pada uji hipotesis dapat dikatakan bahwa tindakan laparoskopi memberikan pengaruh terhadap perubahan nyeri haid pada pasien endometriosis. Daftar Acuan 1. Hesla JS dan Rock JA. 1997.. Dalam: Rock dan Thompson (Editor). Te Linde s Operative Gynecology Eight Edition (hal 585-616). Lippincott - Raven Publishers, Philadelphia, Amerika Serikat. 2. Evans S, Taylor GM, and Tracey DJ. 2007. Pain and. 132 (2007). (http://www.journals.elsevier.com/pain. Diakses 02 Oktober 2011). 3. Kennedy S, Bergqvist A, Chapron C, D Hooghe T, Dunselman G, Greb R, et al. 2005. ESHRE Guideline for Diagnostic and Treatment of. Hum Reprod 20(10). (http://humrep.oxfordjournals.org/. Diakses 02 September 2014). 4. Sari, AN. 2014. Angka Kejadian Infertilitas Pada Pasien Di RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang 1 Januari 2008 31 Desember 2010. Skripsi pada Jurusan Kedokteran Unsri yang tidak dipublikasikan, hal. 3, 17, 18. 5. Permadi, W. 2011. Pengaruh Pemberian Terapi Gonadotropin-Relesing Hormone Agonis (GnRHa) Terhadap Kepadatan Mineral Tulang Pada Wanita Dengan. Skirpsi pada Jurusan Kedokteran Unpad, hal. 1-3. 6. Wiweko B, Puspita CG, Sumapraja K, Natadisastra M, Harzief AK, Situmorang H, et al. 2013. DLBS1442: Pilihan Penanganan Terkini Pada. Medicinus 26(2), 02 Agustus 2013, hal. 5-7. 7. Hendarto H. 2012. Penanganan Bedah Pada. Makalah Seminar Simposium on Gynecologic Surgery and Operating Theater Course on Gynecologic Surgery. Surabaya, 14 Desember 2008. 8. Luthan D, Adenin I, Halim B. 2011.. Dalam: Anwar M, Baziad A, dan Prabowo P (Editor). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga (hal. 239-249). P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia. 9. D Gould. 2001. Information Point: Visual Analogue Scale (VAS). Journal of Clinical Nursing, 10, 697-706. (http://www.blackwellpublishing.com/ specialarticles/jcn_10_706.pdf. Diakses 10 September 2014). 10. Overton C, Davis C, McMillan L, Shaw RW. 2007. An Atlas of Third Edition. Informa Healthcare, United Kingdom, England, hal. 1-3, 9-11, 57-60, 72. 11. Hestiantoro A. 2013. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran. Makalah Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilisasi Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 50