BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

dokumen-dokumen yang mirip
Kuesioner Penelitian

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11)

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA TERASI BERDASARKAN PENGETAHUAN & SIKAP PRODUSEN TERASI DI DESA BONANG KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB 2 DATA & ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

TANGGAPAN ORANG TUA TENTANG INFORMASI JAJANAN SEKOLAH YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. Oleh. Poppy Suryanti *), Toni Wijaya *)

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

KUESIONER PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Sukmanandya*, Pandeirot** Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kata Kunci : Pewarna Tambahan Makanan, Sekolah Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak orang mengatakan membuat makanan tradisional sangat repot dan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia. berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN UANG SAKU DAN PENGETAHUAN TERHADAP FREKUENSI KONSUMSI BAKSO TUSUK MENGANDUNG BORAKS DI SD N PANGGANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Lama berjualan : 5. Tingkat pendidikan : a. SD b. SLTP c. SMA d.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo sebagai ibukota Provinsi Gorontalo merupakan kota yang

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

LEMBAR PERSETUJUAM SEBAGAI RESPONDEN (INFORM CONSENT)

Analisis Zat Aditif Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada Makanan yang Dijual di Pasaran Kota Tasikmalaya Tahun 2016

STUDI DESKRIPTIF BAHAN TAMBAHAN KIMIA BERBAHAYA PADA JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yaitu SD Negeri 064011 dan SD Negeri 067250. Pemilihan lokasi ini dipilih secara purposive sampling dengan alasan : 1. Banyak penjaja makanan dan warung penjualan makanan yang menjual makanan dengan warna- warna yang mencolok, terang dan dengan rasa yang sangat manis secara bebas di lingkungan sekolah tersebut dibandingkan sekolah-sekolah lain. 2. Tidak ada peraturan tegas dari pihak sekolah yang melarang murid-murid untuk tidak jajan sembarangan, dapat dilihat dari bebasnya murid keluar dari pekarangan sekolah untuk membeli makanan atau minuman bahkan guru juga sering mengonsumsi makanan jajanan yang berada dilingkungan sekolah. 3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku guru sekolah dasar terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan November sampai bulan Desember 2011. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar pada sekolah dasar yang ada di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah : 1. SD Negeri 064011 : 34 orang 2. SD Negeri 067250 : 21 orang 3.3.2. Sampel Sampel penelitian ini diambil dengan cara total sampling, populasi yang berjumlah 55 orang diambil seluruhnya. 3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer Data primer adalah karakteristik guru yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja serta sumber informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner. Pengetahuan, sikap dan tindakan juga diperoleh melalui kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang telah disusun kepada responden. 3.4.2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah ada pada arsip sekolah dasar yaitu berupa data jumlah guru sekolah dasar, serta data lain yang dibutuhkan dalam penelitian seperti gambaran umum mengenai SD Negeri 064011 dan SD Negeri 067250 Medan

3.5. Defenisi Operasional 1. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung dari sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. 2. Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden. 3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan atau ditamatkan oleh responden. 4. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja. 5. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sering ditambahkan pedagang makanan ke dalam makanan yang akan dijual dengan tujuan untuk memperbaiki warna atau cita rasa makanan, namun jika dipakai secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan. 6. Sumber informasi adalah segala petunjuk yang diperoleh responden untuk mengetahui informasi tentang bahaya penggunaan bahan tambahan pangan dalam makanan. 7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui guru tentang kandungan zat-zat yang berbahaya pada bahan tambahan pangan yang ada di dalam makanan. 8. Sikap adalah reaksi atau respon guru terkait penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya pada makanan. 9. Tindakan adalah segala bentuk yang dilakukan guru dalam mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan hal-hal yang dilakukan guru terhadap murid yang mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dilingkungan sekolah.

3.6. Aspek Pengukuran Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan dan disesuaikan dengan skor yang ada. Penilaian dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori (baik, sedang dan kurang) yang berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden. Adapun kategori penilaian dalam penelitian ini antara lain adalah : c. Nilai baik, apabila total skor yang diperoleh responden >75%. d. Nilai sedang, apabila total skor yang diperoleh responden 40-75%. e. Nilai kurang, apabila total skor yang diperoleh responden <40%. 1. Pengetahuan Pengetahuan mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 12 dengan total skor tertinggi adalah 24. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu : a. Tingkat pengetahuan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 18 dari seluruh pertanyaan yang ada. b. Tingkat pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 11-18 dari seluruh pertanyaan yang ada. c. Tingkat pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 11 dari seluruh pertanyaan yang ada.

2. Sikap Sikap dapat diukur dengan pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pernyataan10 yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif, dimana pernyataan yang benar diacak dan diberi nilai 2. Skor tertinggi adalah 20. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu : a. Tingkat sikap baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 15 dari seluruh pertanyaan yang ada. b. Tingkat sikap sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 9-15 dari seluruh pertanyaan yang ada. c. Tingkat sikap kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 9 dari seluruh pertanyaan yang ada. 3. Tindakan Tindakan dapat diukur dalam pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 6 yang diajukan, dengan skor tertinggi adalah 12, dimana jawaban yang benar di acak dan diberi nilai 2. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu : a. Tingkat tindakan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki skor > 9 dari seluruh pertanyaan yang ada. b. Tingkat tindakan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki skor 5-9 dari seluruh pertanyaan yang ada. c. Tingkat tindakan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki skor < 5 dari seluruh pertanyaan yang ada.

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data 1. Editing Data yang telah terkumpul dikoreksi dilapangan sehingga data dapat langsung dilengkapi dan disempurnakan. Editing dilakukan atas kelengkapan pengisian kuesioner dan kejelasan jawaban, dengan tujuan agar data dapat diperoleh dengan baik dan menghasilkan informasi yang benar sehingga nantinya dapat menggambarkan masalah yang diteliti. 2. Coding Setelah data diperoleh, maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan. 3. Entry Entri adalah kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk dilakukan analisis data dengan program SPSS. 4. Tabulating Tabulating dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan masingmasing variabel dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 3.7.2. Analisa Data Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SD Negeri No. 067250 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl. Mangaan I Gg. Amal I Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD Negeri No. 067250 Medan memiliki jumlah murid sebanyak 717 orang yang terdiri dari 372 orang laki-laki dan 345 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 067250 Medan memiliki 21 orang guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Semua siswa memiliki jadwal sekolah pagi hari. Di sekolah ini terdapat 1 buah kantin yang menjual permen, roti, biskuit, minuman, mie-mie yang ditambahkan kerupuk dengan warna merah mencolok, gorengan seperti tahu dan bakwan yang ditambahkan saos pabrikan dengan warna merah mencolok dan makanan dalam kemasan. Selain itu, terdapat juga beberapa pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah, antara lain penjual bakso dengan saos yang berwarna merah mencolok, minuman berwarna-warni, bakso goreng, ayam goreng kentucky, minuman sachet, snack dalam kemasan, bakso bakar, dan mie goreng. SD Negeri No. 064011 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl. Mangaan IV Pasar II Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD 064011 Medan memiliki jumlah murid sebanyak 1149 orang yang terdiri dari 604 orang laki-laki dan 545 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 064011 Medan memiliki 34 orang guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Siswa memiliki jadwal sekolah pada pagi hari dan siang hari. Di sekolah ini terdapat 2 buah kantin yang menjual makanan jajanan.

Di sekolah ini juga terdapat juga beberapa pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah yang menjual makanan-makanan yang dijual seperti di SD Negeri 067250. 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pedidikan dan masa kerja. Pengkategorian karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja). No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%) 1. Umur : - 21-30 tahun 17 30,9-31- 40 tahun 4 7,3-41- 50 tahun 26 47,3-51- 60 tahun 8 14,5 Total 55 100 2. Jenis Kelamin : - Laki-laki 16 29,1 - Perempuan 39 70,9 Total 55 100 3. Pendidikan : - SMA/SPG/Sederajat 17 30,9 - Diploma 9 16,4 - Sarjana 29 52,7 Total 55 100 4. Masa Kerja : - < 10 tahun 20 36,4-11-20 tahun 10 18,2 - > 20 tahun 25 45,5 Total 55 100 Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa umur responden paling banyak berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 26 orang (47,3%), sedangkan yang paling sedikit pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 4 orang (7,3%).

Responden pada kedua sekolah dasar ini paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 39 orang (70,9%) sementara responden laki-laki hanyak sebanyak 16 orang (29,1%). Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah Sarjana yaitu sebanyak 29 orang (52,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah Diploma sebanyak 9 orang (16,4%). Dalam hal masa kerja, sebanyak 25 orang (45,5%) responden memiliki masa kerja >20 tahun dan paling sedikit memiliki masa kerja 11-20 tahun yaitu 10 orang (18,2%). 4.3. Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Pertanyaan tentang sumber informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan meliputi dari mana saja responden mendapat sumber informasi tentang bahan tambahan pangan dan bagaimana tanggapan responden terhadap informasi yang diterima. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut 4.2. Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Sumber Informasi Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. 4. Media Cetak Media Elektronik Petugas Kesehatan Keluarga/ kerabat 36 51 12 23 65,5 92,7 21,8 41,8 Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa sumber informasi yang diperoleh guru SD terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan paling banyak berasal dari media elektronik yaitu sebanyak 51 orang (92,7%) dan hanya 12 orang (41,4%) mendapatkan informasi dari petugas kesehatan. Berdasarkan sumber

informasi yang diperoleh, responden menyatakan yakin dan percaya terhadap sumber informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan. 4.4. Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka pengetahuan dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Sedang Kurang 48 7 0 87,3 12,7 0 Total 55 100 Berdasarkan tabel 4.3. diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 48 orang (87,3%), sedangkan sebagian responden lagi, yaitu sebanyak 7 orang (12,7%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Pengetahuan responden yang diukur meliputi pengertian BTP, tujuan penggunaan BTP, Jenis-jenis BTP yang digunakan, persyaratan penggunaan BTP, efek/ dampak pengunaan BTP terhadap kesehatan dan ciri-ciri makanan yang menggunakan BTP. Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat dari tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Pengetahuan N % 1 Pengertian bahan tambahan pangan : a. Bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan 40 72,2

dengan jumlah dan ukuran tertentu yang berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan. (2) b. Bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan agar makanan lebih tahan lama. (1) c. Tidak tahu. (0) 2 3,6 2 Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan : a. Membuat makanan menjadi lebih menarik. (1) b. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. (2) c. Tidak tahu. (0) 13 22 30 3 23,6 40,0 54,5 5,5 3 Jenis-jenis bahan tambahan pangan : a. Bahan pengawet makanan. (1) b. Pewarna bahan pangan, bahan pemanis makanan, penyedap rasa dan aroma makanan, antikempal pada makanan, antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pemutih makanan. (2) c. Tidak tahu. (0) 4 49 2 7,3 89,1 3,6 4 Syarat penggunaan bahan tambahan pangan : a. Tidak mahal harganya. (1) b. Tidak membahayakan kesehatan konsumen. (2) c. Tidak tahu. (0) 15 38 2 27,3 69,1 3,6 5 Alasan Rhodamin B tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan : a. Karena Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. (2) b. Karena Rhodamine B tidak baik ditambahkan kedalam makanan. (1) c. Tidak tahu. (0) 41 13 1 74,5 23,6 1,8 6 Bahan tambahan pangan dilarang : a. Karena dapat menyebabkan ketergantungan bagi yang mengonsumsi. (1) 5 9,1 b. Karena membahayakan kesehatan bahkan dapat 50 89,1 menyebabkan penyakit kanker. (2) c. Tidak tahu. (0) 0 0 7 Penggunaan bahan tambahan itu baik atau tidak :

a. Baik, apabila penggunaannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. (2) b. Tidak baik, karena dapat membahayakan bagi kesehatan. (1) c. Tidak tahu. (0) 23 30 2 41,8 54,5 3,6 8 Alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual : a. Karena formalin, boraks, dan rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker. (2) b. Karena dapat menyebabkan sakit perut. (1) c. Tidak tahu. (0) 9 Ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet : a. Makanan tidak tahan lama. (1) b. Makanan dapat bertahan lama. (2) c. Tidak tahu. (0) 45 10 0 81,8 18,2 0 3 49 3 5,5 89,1 5,5 10 Ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pewarna : a. Warna makanan sangat mencolok dan terlihat sangat menarik. (2) b. Warna makanan terlihat menarik. (1) c. Tidak tahu. (0) 46 9 0 83,6 16,4 0 11 Dampak BTP terhadap kesehatan : a. Seketika setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tersebut. (1) b. 10 sampai 20 tahun kemudian. (2) c. Tidak tahu. (0) 9 40 16,4 72,7 6 10,9 12 Bahaya dari penambahan formalin ke dalam makanan bagi kesehatan : a. Bila dikonsumsi dalam waktu menahun dapat mengakibatkan kanker. (2) b. Bila dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan mual, muntah dan diare. (1) c. Tidak tahu. (0) 4 7,3 0 0 51 92,7 Berdasarkan tabel 4.4. di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui pengertian bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja

ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu yang berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan yaitu sebanyak 40 orang (72,2%), dan ada sebanyak 13 orang (26,3%) yang menjawab bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan agar makanan lebih tahan lama, sedangkan sebagian kecil responden menjawab tidak tahu pengertian bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%). Mengenai tujuan penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian responden menjawab bahwa tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), sedangkan sebagian responden menjawab tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih menarik yaitu sebanyak 22 orang (40%), dan sebagian kecil responden tidak tahu tujuan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 3 orang (5,5%). Berdasarkan tabel 4.4. juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa jenis-jenis bahan tambahan pangan adalah pewarna bahan pangan, bahan pemanis makanan, penyedap rasa dan aroma makanan, antikempal pada makanan, antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pemutih makanan yaitu sebanyak 49 orang (89,1%), sedangkan sebagian responden menjawab bahwa jenis bahan tambahan pangan adalah Bahan pengawet makanan yaitu sebanyak 4 orang (7,3%), dan sebagian kecil tidak tahu jenis-jenis bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%).

Mengenai syarat-syarat penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian besar responden mengetahui persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan adalah tidak membahayakan kesehatan konsumen yaitu sebanyak 38 orang (69,1%), sebagian menjawab bahwa persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan adalah tidak mahal harganya yaitu sebanyak 15 orang (27,3%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%). Sebagian besar responden mengetahui bahwa Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas yaitu sebanyak 41 orang (74,5%), sebagian responden menjawab bahwa Rhodamine B tidak baik ditambahkan kedalam makanan yaitu sebanyak 13 orang (23,6%), dan 1 orang responden (1,8%) tidak mengetahui kenapa Rhodamin B tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan. Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui bahan tambahan dilarang karena karena membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan penyakit kanker yaitu sebanyak 50 orang (89,1%), sebagian responden lagi menjawab bahwa bahan tambahan pangan dilarang karena karena dapat menyebabkan ketergantungan bagi yang mengonsumsi yaitu sebanyak 5 orang (9,1%). Mengenai baik atau tidaknya penggunaan bahan tambahan pangan, sebagian responden menjawab bahwa penggunaan bahan tambahan pangan tidak baik, karena dapat membahayakan bagi kesehatan yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), sedangkan sebagian responden mengetahui bahwa bahan tambahan pangan baik digunakan

apabila penggunaannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui apakah semua jenis bahan tambahan pangan baik atau tidak penggunaannya didalam makanan yaitu sebanyak 2 orang (3,6%). Berdasarkan tabel 4.4. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual karena karena formalin, boraks, dan rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker yaitu sebanyak 45 orang (81,8%), sedangkan sebagian kecil menjawab bahwa alasan pedagang tidak boleh menambahkan formalin, boraks, dan rhodamin b ke dalam makanan yang mereka jual karena dapat menyebabkan sakit perut yaitu sebanyak 10 orang (18,2%). Sebagian responden mengetahui bahwa ciri-ciri bahan makanan yang mengandung bahan pengawet adalah makanan dapat bertahan lama yaitu sebanyak 49 orang (89,1%), sebagian responden menjawab ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pengawet adalah makanan tidak tahan lama yaitu sebanyak 3 orang (5,5%), sedangkan sebanyak 3 orang responden (5,5%) tidak mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet. Mengenai ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pewarna, sebagian besar responden mengetahui bahwa ciri makanan yang mengandung bahan pewarna adalah warna makanan sangat mencolok dan terlihat sangat menarik yaitu sebanyak 46 orang (83,6%), sedangkan sebagian responden lagi menjawab bahwa ciri makanan yang

mengandung bahan pewarna adalah warna makanan terlihat menarik yaitu sebanyak 9 orang (16,4%). Sebagian besar responden mengetahui dampak mengonsumsi bahan tambahan pangan terhadap kesehatan akan terlihat 10 sampai 20 tahun kemudian yaitu sebanyak 40 orang (72,7%), sedangkan sebagian responden menjawab bahwa dampak mengonsumsi bahan tambahan pangan akan terlihat seketika setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tersebut yaitu sebanyak 9 orang (16,4%), dan sebagian kecil responden tidak mengetahui kapan dampak mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tambahan pangan akan terlihat, yaitu sebanyak 6 orang (10,9%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui bahaya formalin bila dikonsumsi dalam waktu menahun dapat mengakibatkan kanker yaitu sebanyak 51 orang (92,7%), sedangkan sebagian responden (7,3%) menjawab bila dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan mual.. 4.5. Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka sikap dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni sikap baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Sikap Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Sedang Kurang 30 24 1 54,6 43,6 1,8 Total 55 100 Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat sikap yang baik yaitu sebanyak 30 orang (54,6%), sebanyak 24 orang (43,6%) responden memiliki tingkat sikap yang sedang, dan hanya 1 orang (1,8%) responden yang memiliki tingkat sikap yang kurang. Sikap responden merupakan respon tertutup responden terhadap penggunaan bahan tambahan pangan di dalam makanan. Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No Setuju Tidak Jumlah Sikap Setuju n % N % N % 1 Makanan yang diberi pemanis dan 1 1,8 54 98,2 55 100,0 pewarna makanan secara berlebihan aman untuk dikonsumsi 2 Makanan yang diberi penyedap 32 58,2 23 41,8 55 100,0 rasa dan aroma makanan terasa lebih enak. 3 Pedagang yang menjual makanan tidak menggunakan bahan pemanis, pewarnan, pengawet atau penyedap rasa didalam makanan mereka. 4 Penjual makanan menambahkan formalin ke dalam makanannya 30 54,5 25 45,5 55 100,0 16 29,1 39 70,9 55 100,0

agar makanan lebih tahan lama. 5 Makanan yang mengandung boraks, formalin dan rhodamin b tidak masalah jika dijual di pasaran. 6 Makanan tidak boleh diberi bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik. 7 Bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa dan aroma harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak. 8 Mie basah boleh diberi bahan pengawet agar mie bisa tahan lama. 9 Boraks tidak boleh digunakan untuk mengenyalkan bakso. 10 Pedagang makanan menambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang besar. 3 5,5 52 94,5 55 100,0 36 65,5 19 34,5 55 100,0 9 16,4 46 83,6 55 100,0 9 16,4 46 83,6 55 100,0 46 83,6 9 16,4 55 100,0 13 23,6 42 76,4 55 100,0 Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 54 orang (98,2%) menyatakan tidak setuju dengan pernyataan bahwa makanan yang diberi pemanis dan pewarna makanan secara berlebihan aman untuk dikonsumsi. Responden menyatakan setuju bahwa makanan yang diberi penyedap rasa dan aroma makanan terasa lebih enak yaitu sebanyak 32 orang (58,2%). Sebanyak 30 orang responden (54,5%) menyatakan setuju jika pedagang yang menjual makanan tidak menggunakan bahan pemanis, pewarnan, pengawet atau penyedap rasa didalam makanan mereka. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 39 orang (70,9%) menyatakan tidak setuju jika penjual makanan menambahkan formalin ke dalam makanannya agar makanan lebih tahan lama. Sebagian besar

responden juga menyatakan tidak setuju dengan makanan yang mengandung boraks, formalin dan rhodamin b tidak masalah jika dijual di pasaran yaitu sebanyak 52 orang (94,5%). Responden juga menyatakan setuju makanan tidak boleh diberi bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik sebanyak 36 orang (65,5%). Sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (83,6%) menyatakan tidak setuju jika bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa dan aroma harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak dan 46 orang (83,6%) juga menyatakan tidak setuju jika mie basah boleh diberi bahan pengawet agar mie bisa bertahan lama. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (83,6%) setuju boraks tidak boleh digunakan untuk mengenyalkan bakso. Sebanyak 42 orang responden (76,4%) meyatakan tidak setuju jika pedagang makanan menambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang besar. 4.6. Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka tindakan dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni tindakan baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7. Distribusi Tingkat Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Tindakan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Sedang Kurang 7 48 0 12,7 87,3 0 Total 55 100

Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat tindakan sedang yaitu sebanyak 48 orang (87,3%), dan sebagian lagi memiliki tingkat tindakan baik sebanyak 7 orang (12,7%). Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. No. Tindakan n % 1 Sering membeli makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah : a. Ya (0) b. Kadang-kadang (1) c. Tidak pernah (2) 5 47 3 9,1 85,5 5,5 2 Suka mengonsumsi kue-kue atau minuman yang dijual dengan warna mencolok : a. Setiap hari (0) b. Kadang-kadang (1) c. Tidak pernah (2) 0 34 21 0 61,8 38,2 3 Yang dilakukan ketika melihat siswa-siswi membeli makanan secara bebas di lingkungan sekolah: a. Selalu melarang (2) b. Kadang-kadang melarang (1) c. Cuek saja (0) 15 40 0 27,3 72,7 0 4 Sering mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok: a. Sering (0) b. Kadang-kadang (1) c. Tidak pernah (2) 9 30 16 16,4 54,5 29,1 5 Jika tahu pedagang menambahkan penyedap rasa ke dalam makanannya, apakah masih mau membelinya: a. Ya (0) b. Kadang-kadang (1) c. Tidak (2) 1 22 32 1,8 40,0 58,2 6 Sering membeli makanan di pinggir jalan yang murah dan dengan warna-warna menarik daripada mahal tapi terjamin kesehatannya: a. Ya (0) 1 1,8

b. Kadang-kadang (1) c. Tidak pernah (2) 21 38,2 33 60,0 Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden kadangkadang membeli makanan yang dijual dilingkungan sekolah yaitu sebanyak 47 orang (85,5%), sedangkan sebagian responden sering membeli makanan jajanan yang dijual dilingkungan sekolah yaitu sebanyak 5 orang (9,1%), dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 3 orang (5,5%) tidak pernah membeli jajanan yang dijual dilingkungan sekolah. Sementara itu, diketahui sebagian besar responden kadang-kadang suka mengonsumsi kue-kue atau minuman yang dijual dengan warna mencolok yaitu sebanyak 34 orang (61,8%), sedangkam sebagian responden lagi yaitu sebanyak 21 orang (38,3%) tidak pernah mengonsumsi kue-kue atau minuman yang dijual dengan warna mencolok. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 orang (72,7%) kadang-kadang melarang ketika melihat siswa-siswi membeli makanan secara bebas di lingkungan sekolah, sedangkan sebanyak 15 orang (27,3%) selalu melarang ketika melihat siswasiswi membeli makanan secara bebas di lingkungan sekolah. Berdasarkan keseringan mengonsumsi bakso, sebagian besar responden kadang-kadang mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), sedangkan sebagian responden tidak pernah mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok

yaitu sebanyak 16 orang (29,1%), dan sebagian kecil yaitu sebanyak 9 orang (16,4%) sering mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok. Dari tabel 4.8. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak mau membeli jika tahu pedagang menambahkan penyedap rasa ke dalam makanannya yaitu sebanyak 32 orang (58,2%), sedangkan sebagian responden kadang-kadang masih mau membeli jika tahu pedagang menambahkan penyedap rasa ke dalam makanannya yaitu sebanyak 22 orang (40,0%), dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1 orang (1,8) mau membeli jika tahu pedagang menambahkan penyedap rasa ke dalam makanannya. Dari keseringan membeli makanan di pinggir jalan, sebagian besar responden tidak pernah membeli makanan di pinggir jalan yang murah dan dengan warna-warna menarik daripada mahal tapi terjamin kesehatannya yaitu sebanyak 33 orang (60,0%), sedangkan sebagian responden kadang-kadang membeli makanan di pinggir jalan yang murah dan dengan warna-warna menarik daripada mahal tapi terjamin kesehatannya yaitu sebanyak 21 orang (38,2%), dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1 orang (1,8%) sering membeli makanan di pinggir jalan yang murah dan dengan warna-warna menarik daripada mahal tapi terjamin kesehatannya. 4.7. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Tabulasi silang antara pengetahuan responden dengan tindakan responden tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. Tindakan No. Pengetahuan Baik Sedang Kurang Total n % n % n % n % 1. Baik 7 14,6 41 85,4 0 0 48 100 2. Sedang 0 0 7 100 0 0 7 100 3. Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 7 12,7 48 87,3 0 0 55 100 Berdasarkan tabel 4.9. diatas menunjukkan bahwa dari 48 (100%) orang responden yang memiliki tingkat pengetahuan pada kategori baik, sebanyak 7 orang (14,6%) responden memiliki tindakan baik dan sebanyak 41 orang (85,4%) memiliki tindakan sedang. Sedangkan dari 7 (100%) responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang, 7 orang (100%) responden memiliki tindakan baik. 4.8. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Tabulasi silang antara sikap responden dengan tindakan responden tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dilihat pada tabel 4.10. 4.10. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan. Tindakan No. Sikap Baik Sedang Kurang Total n % n % n % n % 1. Baik 6 20 24 80 0 0 30 100 2. Sedang 1 4,2 23 95,8 0 0 24 100 3. Kurang 0 0 1 100 0 0 1 100 Total 7 12,7 48 87,3 0 0 55 100

Dilihat dari sikap, menunjukkan bahwa dari 30 (100%) responden dengan sikap baik, sebanyak 6 orang (20%) responden memiliki tindakan baik, dan 24 orang (80%) responden memiliki tindakan sedang. Sementara dari 24 (100%) responden dengan sikap pada kategori sedang, sebanyak 1 orang (4,2%) responden memiliki tindakan baik dan 23 orang (95,8%) memiliki tindakan sedang. Dan ada 1 (100%) responden yang memiliki sikap pada kategori kurang dengan tindakan sedang.

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengetahuan Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan guru terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sudah tergolong baik dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden tersebut sebagian besar berada pada kategori penilaian yang baik yaitu sebanyak 48 orang (87,3%), sedangkan guru pada kategori kurang tidak ada. Hasil pengukuran terhadap pengetahuan menunjukkan bahwa secara umum guru sebanyak 45 orang (81,8%) mengetahui bahwa yang menjadi alasan para pedagang menggunakan bahan tambahan pangan pada makanan yang dijualnya adalah karena harganya relatif murah dan dapat memberikan tampilan yang menarik. Pada umumnya penjual makanan yang berada di lingkungan sekolah tidak memperhatikan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam makanan, mereka berorientasi keuntungan, dengan memberikan produk makanan dan minuman dengan

pewarna tekstil agar makanan dan minuman kelihatan mencolok dan dapat menarik minat pembeli. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada guru yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Para guru menjawab pertanyaan dengan baik terutama dalam menjawab tentang pengertian bahan tambahan pangan, tujuan penggunaan bahan tambahan serta syarat penggunaan bahan pangan serta dampak penggunaan bahan pangan secara berlebihan terhadap kesehatan. Hal tersebut karena sudah banyaknya informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang mereka terima dari media elektronik, media cetak, petugas kesehatan bahkan dari kerabat. Sebagian besar guru yaitu sebanyak 51 orang (92,7%) pernah mendengar informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dari media elektronik yaitu televisi. Siaran televisi pada umumnya bersifat informatif, edukatif dan hiburan. Dengan televisi masyarakat dapat mengetahui perkembangan informasi di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa, selain televisi sumber informasi yang tidak kalah penting adalah media massa seperti surat kabar, majalah dan buku. Hasil penelitian Sitorus (2008), juga menyatakan bahwa sumber informasi siswa sekolah dasar tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan makanan pada umunya berasal dari televisi. Demikian pula dengan hasil penelitian Daniaty (2009), yang menemukan sebanyak 80,49 siswa SMP dan SMA mendengar informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pangan dari televisi. Guru yang paling sedikit menjawab pertanyaan dengan benar adalah mengenai penggunaan bahan tambahan pangan itu baik atau tidak yaitu sebanyak 30

orang (54,5%). Menurut cahyadi (2008), penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwasapadai bersama, baik oleh responden maupun konsumen. Penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan, karena bahan tambahan pangan sedianya digunakan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Namun, penggunaan bahan pangan ini tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur penggunaannya oleh Badan POM. Menurut Notoatmojo (2003), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik juga. 5.2. Sikap Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Sikap merupakan suatu pandangan tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, seperti halnya sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Purwanto, 1998). Berdasarkan hasil penelitian, sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan juga tergolong baik, dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap sikap guru pada umumnya, yaitu sebanyak 30 orang (54,5%)

adalah baik. Dari 10 pertanyaan mengenai sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan secara umum guru memiliki sikap yang baik, dimana salah satunya yaitu sebanyak 52 orang guru (94,5) menyatakan tidak setuju bahwa makanan yang mengandung boraks, formalin dan rhodamin b tidak masalah jika dijual di pasaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Eddy (2005) yang menyatakan bahwa setelah digemparkan dengan penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan, banyak masyarakat yang mulai ragu-ragu menyantap makanan seperti tahu, mie basah, ayam dan bakso. Menurut penelitian Tarigan (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 sampel sayur yang diperiksa, terdapat 22 sayur yang mengandung boraks. Pemeriksaan secara kuatitatif diperoleh pada sayur daun singkong kadar terendah sebesar 1,731 gr/kg dan tertinggi 3, 709 gr/kg. Berdasarkan penelitian Nasution (2009), menunjukkan bahwa 62,5% lontong yang dijual di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan mengandung boraks. Secara fisik ciri-ciri lontong yang mengandung boraks dapat diketahui dengan melihat bentuk lontong yang padat dan kenyal, warnanya bersih, serta tahan disimpan lebih dari 5 hari. Berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/1999 boraks dilarang digunakan dalam makanan. Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin, porselin, alat pembersih, dan antiseptik. Namun akhir-akhir ini produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan pengawet, khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Hal ini bisa terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari lembaga pemerintah dan alasan ekonomi (Saparinto dkk, 2006).

Dalam hal penggunaan bahan pemanis, pewarna, pengawet atau penyedap rasa didalam makanan, sebagian besar guru yaitu sebanyak 36 orang (65,5%) menyatakan setuju dengan pernyataan, bahwa makanan tidak boleh diberi bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik dan sebanyak 46 orang (83,6%) guru menyatakan tidak setuju apabila bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa dan aroma harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan guru yang baik dapat membentuk sikap yang baik pula dalam hal ini mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan. Bahan pengawet, pemanis, pewarna, atau penyedap rasa merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan agar makanan menjadi lebih enak dan menarik tetapi penggunaannya harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. 5.3. Tindakan Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik), sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana (Notoadmojo, 2005). Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan tergolong dalam kategori sedang, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap

tindakan guru, dimana sebagian besar yaitu sebanyak 48 orang guru (87,3%) memiliki tindakan pada kategori sedang. Seseorang bisa berperilaku negatif meskipun pengetahuan dan sikapnya positif, pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa dari 48 guru (100%) yang memiliki pengetahuan baik terdapat 41 orang guru (85,4%) dengan tindakan dalam kategori sedang. Tindakan dalam kategori sedang ini kemungkinan disebabkan karena makanan yang dijual di lingkungan sekolah maupun dipasaran banyak menggunakan bahan tambahan pangan seperti pemanis, pengawet, penyedap rasa, dan pewarna buatan, bahkan tidak jarang ada juga yang menggunakan boraks dan formalin dengan tujuan makanan akan memiliki tampilan yang menarik, baik dari segi bentuk, rasa dan warna sehingga semakin menarik untuk dikonsumsi. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil penelitian bahwa sebanyak 34 orang responden (61,8%) suka mengonsumsi kue-kue atau minuman yang dijual dengan warna mencolok dan sebanyak 30 orang guru (54,5%) suka mengonsumsi bakso yang ditambahkan kerupuk berwarna merah mencolok. Kerupuk dengan warna merah mencolok dikhawatirkan menggunakan bahan pewarna tekstil Rhodamin b, dimana Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil, dan kertas, namun zat warna yang berbahaya ini sering disalahgunakan mewarnai berbagai makanan dan minuman. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Saparinto dkk,2006).

Penggunaan pewarna pada jajanan juga ditemukan pada penelitian Purba (2009) terhadap zat pewarna pada jajanan minuman sirup yang dijual di sekolah dasar kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam, ditemukan bahwa dari 20 sampel yang diperiksa, 18 sampel menggunakan zat pewarna yang diizinkan yaitu Sunset Yellow, Tartrazine, dan Ponceau 4R, dimana kadar zat pewarna yang terdapat pada 18 sampel tersebut masih dalam batasan normal dibandingkan dengan standar yang diperbolehkan, dan 2 sampel menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan yaitu zat pewarna ponceau 3R. Menurut Notoatmojo (2003) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan mempunyai hubungan yang sistematis. Artinya status pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu terwujud dalam tindakan yang baik pula.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Pengetahuan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan berada dalam kategori baik yaitu sebesar 87,3%. 2. Sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan berada pada kategori baik yaitu sebesar 54,5%. 3. Tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan berada pada kategori sedang yaitu sebesar 87,3%. 4. Umur guru yang paling banyak berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebesar 47,3% dimana guru perempuan lebih banyak daripada guru laki-laki. Tingkat pendidikan akhir guru paling banyak adalah sarjana yaitu sebesar 52,7% dan guru yang paling banyak adalah dengan masa kerja >20 tahun yaitu sebesar 45,5%. 5. Sumber informasi yang diperoleh guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sebagian besar melalui media elektronik yaitu televisi sebesar 92,7%. 6.2. Saran 1. Diharapkan kepada guru agar memberi contoh yang baik kepada anak didiknya dalam memilih makanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi terutama makanan yang mengandung bahan tambahan pangan, misalnya tidak menambahkan kerupuk dengan warna-warna merah mencolok ke dalam makanan yang mereka konsumsi.

2. Pihak sekolah terutama guru sebagai pendidik agar lebih meningkatkan kinerjanya dan menambah wawasannya dengan banyak melihat, mendengar dan membaca banyak hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan terutama tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan (BTP) sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya.