EVALUASI PRODUKSI DAN PERCEPATAN DISTRIBUSI BENIH JAGUNG (Studi Kasus di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT) Margaretha Sadipun L, Sania Saenong dan Nelson H. Kario Balai Penelitian Sereal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Sebuah studi mengenai produksi dan percepatan distribusi benih jagung telah dilaksanakan pada bulan Juli 2007 di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan metode survei. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait, sedang data primer dikumpulkan dari sembilan belas petani responden yang dipilih secara acak dengan menggunakan daftar pertanyaan/questionaire. Data yang dikumpulkan meliputi varietas yang digunakan, jumlah dan harga input serta output, sumber benih dan pendistribusian benih. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif, analisis input-output serta analisis rasio keuntungan biaya minimum (RKBM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Lamuru dan NK 33 layak diusahakan petani karena memiliki RKBM>1, namun varietas Lamuru memberi hasil dan keuntungan tertinggi baik di lahan sawah (Rp 8.589.950/ha) maupun di lahan kering (Rp 8.651.404/ha) dibanding varietas NK 33 dan Lokal. Sistem penangkaran benih Lamuru berbasis komunal pada kelompok tani TIROSA telah mendistribusikan hasil benih yang diperoleh tidak saja untuk anggota kelompoknya dan petani se Kabupaten Kupang, tetapi juga telah menyebar sampai ke luar Kabupaten Kupang antara lain Alor dan Timor Tengah Utara melalui Diperta Provinsi NTT dan LSM-LSM yang bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat, dimana salah satu kegiatannya adalah memasok benih ke petani. Kata kunci: Benih jagung, produksi, percepatan distribusi benih PENDAHULUAN Benih merupakan benda hidup, untuk itu daya hidupnya perlu dipertahankan hingga digunakan oleh pengguna pada saat yang tepat ataupun pada musim tanam yang akan datang. Hasil penelitian di Provinsi Sulsel dan Gorontalo menunjukkan bahwa 60% petani responden di Gorontalo dan 92% petani di Sulsel menggunakan hasil panennya sendiri sebagai benih untuk pertanaman berikutnya (Saenong et al., 2003) Potensi kebutuhan benih jagung di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 22.657 ton sementara data tahun 2005 menunjukkan bahwa produksi benih mencapai 30.000 t. Dari jumlah benih di tahun 2006, sejumlah 5000 t merupakan bantuan dari pemerintah yang dikonsentrasikan di Sulawesi, Sumatera, Jawa Barat, Nusa Tenggara dan Kalimantan. Pada tahun 2007 ini, pemerintah masih memberi bantuan benih komposit sejumlah 22.000 t dan hibrida sejumlah 26.250 t tetapi jumlah benih tersebut belum dapat memenuhi total kebutuhan benih yang diperlukan petani. Luas pertanaman jagung di NTT pada tahun 2005 mencapai 279.403 ha, dan hasil ratarata baru mencapai 2,33 t/ha sementara produktivitas nasional telah mencapai 3,44 t/ha (www.deptan.go.id, 2005). Rendahnya produksi selain karena kondisi wilayah yang beriklim kering, juga karena masih didominasi varietas lokal (51%), menyusul jenis komposit (48%) dan hibrida (1%). Margaretha et al, (2006 a ) mengemukakan bahwa introduksi jagung komposit varietas Lamuru di NTT telah diadopsi petani seluas 8.719,19 ha. Jika luas tanam jagung unggul komposit dapat ditingkatkan maka produktivitas dapat ditingkatkan.. Survei yang dilaksanakan Balitsereal pada tahun 2003 (Saenong et al., 2003), menunjukkan bahwa para petani lahan kering baik di Sulsel maupun Gorontalo umumnya menanam jagung hibrida pada musim hujan dengan benih F 1, dan pada musim kemarau menanam benih F 2 untuk mengatasi resiko kekeringan, di lain pihak mereka menanam benih
hibrida F 1 di lahan sawah pada musim kemarau karena adanya jaminan ketersediaan air setelah panen padi. Survei ini bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas dan percepatan distribusi benih dari varietas unggul jagung komposit di NTT. METODOLOGI PENELITIAN Survei ini dilaksanakan di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang Timor, Provinsi NusaTenggara Timur (NTT) pada bulan Juli 2007 dengan tujuan untuk mengevaluasi produktivitas dan percepatan distribusi benih yang efektif dan efisien. Data primer diperoleh dengan mewawancarai 19 petani responden dan informan kunci yang diambil secara acak (Simple Random Sampling), sedang data sekunder diperoleh dari laporan-laporan instansi terkait. Data yang dikumpulkan meliputi: varietas yang digunakan, jumlah, harga input, dan output, sumber benih dan pendistribusian benih. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif, Input-Output dan RKBM (Anonim, 1987), dengan rumus sebagai berikut: Analisis Input-Output/Keuntungan k n Π = Σ Yi. Pyi - Σ Xi.Pxi i=1 i=1 Dimana: Σ = jumlah II = keuntungan Yi = Produksi fisik sesudah pemakaian teknologi baru Py = Harga produk per satuan fisik yang diterima oleh petani Xi = Jenis input dalam satuan fisik Pxi = Harga satuan input x yang digunakan i.n = Jumlah input yang ditambahkan penggunaannya i. k = Jumlah manfaat/keuntungan yang diperoleh. II. RKBM = Keuntungan varietas unggul keuntungan varietas lokal Biaya varietas unggul biaya varietas lokal HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Petani Responden Petani jagung di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, umumnya tergolong muda dengan kisaran umur 28 57 tahun atau rata-rata 43 tahun dan memiliki lahan cukup luas yakni lebih dari 0,50 ha. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Identitas petani responden di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, NTT. 2007 No. Identitas Petani responden Rata-rata Kisaran 1 Umur (tahun) 43 28-57 2 Jumlah anggota keluarga (orang) 5 2-10 3 Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam 3 1-5 usahatani jagung 4 Lahan penanaman jagung Lahan sawah tadah hujan (ha) 0,56 0-2,00 Lahan kering (ha) 0,64 0,25-2,00 Sumber: Data primer setelah diolah, 2007 Tabel 1 memperlihatkan bahwa jagung ditanam di lahan sawah tadah hujan dan lahan kering termasuk pekarangan rumah dengan luas antara 0,25 2,00 ha. Hal ini sejalan dengan pendapat Mink et a.l. (1987) bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, sisanya berturut-turut 11% dan 10% terdapat pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan. Kasryno ( 2002) juga mengestimasi bahwa areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan di Indonesia meningkat menjadi 10%-15% pada tahun 2002. Pola Tanam Berdasarkan pola tanam yang ada di Desa Nun Kurus Kabupaten Kupang, terlihat bahwa tanaman jagung telah mendominasi pola tanam yang ada, baik yang ditanam secara tumpangsari maupun monokultur (Gambar 1). Pola Pada Lahan Sawah Padi Jagung Bero Padi Jagung Sayuran/ Pola Pada lahan Kering Jagung Bero Jagung Jagung Bero Jagung + sayur-sayuran Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Gambar 1. Pola tanam di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT, 2007 Dominasi tanaman jagung pada berbagai pola pada Gambar 1, selain karena wilayahnya beriklim kering, juga varietas jagung yang ditanam adalah varietas lokal yang berumur genjah dan rasanya lunak, yang umumnya digunakan untuk konsumsi dan pakan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Margaretha et al. (1997) bahwa sebagai bahan pangan, masyarakat di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, lebih suka mengkonsumsi jagung putih
(varietas Lokal) karena rasanya enak dan lunak. Pada Gambar 2 terlihat bahwa mulai Maret sampai Oktober, curah hujan sangat rendah sehingga penanaman jagung pada luas tanam tertentu baik di lahan sawah ataupun lahan kering memerlukan jagung berumur genjah, karena itu untuk menekan resiko kegagalan panen para petani di NTT memilih jagung lokal, tetapi sejak diintroduksikannya jagung komposit varietas Lamuru, maka pertanaman jagung lokal sudah mulai digantikan oleh jagung Lamuru karena Lamuru tergolong toleran kekeringan, selain berumur genjah. Curah Hujan (mm) 600 500 400 300 200 100 0 Hari hujan C. Hujan Nop Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Bulan 35 30 25 20 15 10 5 0 Hari Hujan (hh) Gambar 2. Rata-rata pola curah hujan dan hari hujan bulanan di NTT selama 5 tahun terakhir (2001-2006) Analisis Usahatani Jagung Dari ke 3 varietas dominan yang ditanam petani, ternyata varietas Lamuru yang paling efisien dan menguntungkan baik di lahan sawah tadah hujan maupun di lahan kering. Tabel 1 dan 2 memperlihatkan analisis usahatani jagung ditingkat petani. Dari Tabel 1 dan 2, terlihat bahwa jagung komposit varietas Lamuru dan hibrida NK 33 layak diusahakan di lahan sawah tadah hujan sesudah padi dan lahan kering pada musim hujan karena memiliki nilai RKBM>1. Namun demikian varietas Lamuru memberi keuntungan yang tertinggi yaitu Rp 8.589.950/ha dengan rasio biaya/kg biji lebih murah yakni 379/kg biji di lahan sawah tadah hujan (Tabel 1), sedang di lahan kering Rp 8.651.404/ha dengan rasio biaya/kg biji sebesar Rp 529/kg biji (Tabel 2).
Tabel 1. Analisis usahatani antar varietas jagung pada lahan sawah tadah hujan di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang. Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2007. No Kegiatan Varietas Lamuru Varietas NK 33 Varietas Lokal Usahatani Fisik Rp Fisik Rp Fisik Rp I PRODUKSI 4,05 t 10.125.000 3,90 t 9.750.000 2,20 t 5.432.500 II SARANA PRODUKSI a. Pengolahan Sewa 750.000 Dewa 750.000 Sewa 750.000 tanah b. Benih 20 kg 150.000 20 kg 440.000 20 50.000 c. Pupuk Urea 125 kg 112.500 133 kg 183.860 0 0 d. Pupuk SP36 50 kjg 90.000 67 kg 144.300 0 0 e. Pupuk KCl 30 kg 63.000 79 kg 165.900 0 0 f. Furadan 2 kg 30.000 0 0 0 0 g. Opcin 0 0 1 lt 45.000 0 0 h. Round Up 0 0 3 lt 105.000 0 0 i. Bensin 40 lt 200.000 40 lt 200.000 40 lt 200.000 (pengairan) j. Lainnya (10%)*) 139550 203.406 100.000 Jumlah 1.535.050 2.237.470 1.100.000 IV KEUNTUNGAN 8.589.950 7.512.530 4.332.500 V RKBM 9,79 2,80 - VI Rasio biaya/kg biji 379 573 500 Sumber: Data primer setelah diolah, 2007. *) Biaya lain-lain: biaya yang dikeluarkan untuk makan dan rokok saat tanam dan panen karena hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Varietas NK 33 memerlukan biaya Rp 573/kg biji lebih tinggi dari varietas lokal yang hanya Rp 500/kg biji pada lahan sawah tadah hujan (Tabel 1), sedang dilahan kering memerlukan biaya Rp 660/kg biji dan varietas lokal Rp 558/kg biji (Tabel 2). Secara finansial varietas NK 33 masih lebih menguntungkan dari varietas lokal baik pada lahan sawah tadah hujan maupun lahan kering. Hal ini sejalan dengan Suherman dan Widodo (1992) bahwa pengembangan galur/varietas unggul sesuai lingkungan lebih mudah dan murah dari pada mengubah lingkungan, dan Margaretha et al. (1998) mengemukakan bahwa berkembang penggunaan berbagai varietas pada suatu daerah karena petani beranggapan varietas unggul baru tersebut memberikan hasil yang cukup tinggi, tetapi ada juga petani yang menanam varietas tertentu karena tidak mempunyai pilihan lain. Hasil biji varietas NK 33 rendah karena curah hujan di lahan kering di NTT selain rendah dan singkat, distribusi hujannya tidak menentu dan NK 33 umurnya lebih dalam dibanding Lamuru.
Tabel 2. Analisis usahatani antar varietas jagung pada lahan kering di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang. Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2007. No Kegiatan Varietas Lamuru Varietas NK 33 Varietas Lokal Usahatani Fisik Rp Fisik Rp Fisik Rp I PRODUKSI 4,39 t 10.975.000 3, 22 t 8.050.000 2,17 t 5.425.000 II SARANA PRODUKSI Pengolahan Sewa 750.000 Sewa 750.000 Sewa 750.000 tanah Benih 20 kg 150.000 20 kg 440.000 20 50.000 Pupuk Urea 134 kg 154.860 200 kg 232.000 0 0 Pupuk SP36 100 kg 180.000 100 kg 180.000 0 0 Pupuk KCl 100 kg 210.000 0 0 0 0 Pupuk Ponska 150 kg 337.500 0 0 0 0 Furadan 2 kg 30.000 2 kg 30.000 0 0 Opcin 0 0 0 0 0 0 Round Up 0 0 0 0 0 0 Bensin 60 lt 300.000 60 lt 300.000 60 300.000 (pengairan) Lainnya (10%)*) 211.236 193.200 110.000 Jumlah 2.323.596 2.125.200 1.210.000 IV KEUNTUNGAN 8.651.404 5.924.800 4.215.000 V RKBM 3,98 1,87 - VI Rasio biaya/kg biji 529 660 558 Sumber: Data primer setelah diolah, 2007 *) Biaya lain-lain: biaya yang dikeluarkan untuk makan dan rokok saat tanam dan panen karena hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Peluang dan kendala usahatani jagung di tingkat petani Penggunaan varietas lokal di Kabupaten Kupang sudah berkurang dari 51% pada tahun 2005 menjadi 42% pada tahun 2006, dengan demikian sudah terjadi pergeseran penggunaan varietas dari lokal ke varietas unggul baik komposit seperti Lamuru (47%) maupun hibrida seperti NK 33 (21%) walaupun belum sebesar pangsa varietas unggul nasional dimana menurut Nugraha dan Subandi (2002) bahwa pangsa varietas unggul nasional yang telah ditanam petani di Indonesia mencapai 75% yaitu 48% varietas bersari bebas/komposit dan 27% jenis hibrida. Kendala yang dihadapi petani di NTT umumnya disebabkan karena kurangnya benih berkualitas pada saat tanam. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kendala usahatani petani di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, 2006 No. Kendala Jumlah Responden (n) Persentase (%) 1 Benih 10 53 2 Kekeringan 9 47 3 Hama gudang 5 26 4 Ternak 3 16 5 Pemipil jagung 3 16 6 Pemupukan 1 5 7 Jarak tanam 1 5 8 Tanaman terlalu tinggi 1 5 Sumber: Data primer setelah diolah, 2007 Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa kendala yang dihadapi petani adalah sulit memperoleh benih unggul baru (53%), disusul kekeringan (47%) sehingga penangkaran benih varietas Lamuru berbasis komunal merupakan peluang tersedianya benih yang lebih dekat dengan pengguna pada saat dibutuhkan. Margaretha et al. (2006 b ) mengemukakan bahwa pada wilayah pertanaman jagung varietas lokal, petani cukup responsif terhadap introduksi varietas unggul bersari bebas/komposit seperti Lamuru karena petani dapat meregenerasi benihnya. Sumber benih jagung petani di Desa Nun Kurus, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sumber benih jagung petani di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, NTT. 2007. No. Varietas Sumber benih Jumlah petani (n) Persentase (%) 1 Lamuru Balitsereal 3 16 Diperta 5 26 Kelompok Tani 6 32 Hasil musim sebelumnya 2 10 (regenerasi) 2 NK 33 Diperta 3 16 Toko 2 10 3 Lokal Sendiri (Turunan) 9 47 Sumber benih varietas Lamuru pada Tabel 4, bersumber dari kelompok tani (32%) disusul Diperta (26%), dan Balitsereal / BPTP NTT (16%). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja sistem penangkar benih berbasis komunal di Desa Nun Kurus, sudah berjalan dengan baik, dimana kelompok tani sebagai basis distribusi benih telah berperan aktif dalam mengadopsi benih jagung varietas unggul baru yang didalamnya tidak saja dapat mendongkrak produktivitas jagung, tetapi juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan kelompok tani yang didukung oleh Diperta setempat sebagai mitra kerja (26%). Percepatan Distribusi Benih Jagung Sistem penangkar benih Lamuru berbasis komunal di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, telah dilaksanakan oleh kelompok tani TIROSA. Dari kegiatan tersebut, dihasilkan jagung untuk benih rata-rata 2,67 t/ha dengan harga jual Rp 7.500/kg sedang untuk konsumsi 1,60 t/ha dengan harga Rp 2.500/kg. Pada Tabel 5 dapat ditunjukkan keuntungan petani penangkar benih jagung varietas Lamuru. Tabel 5. Analisis usahatani benih jagung varietas Lamuru pada penangkaran jagung di Nun Kurus, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. 2006. No. Kegiatan Usahatani Fisik Nilai (Rp) I PRODUKSI a. Benih 2,67 t 18.666.667 b. Konsumsi 1,60 t 4.000.000 Jumlah 4,27 t 22.666.67 Desa
II BIAYA SARANA PRODUKSI a. Benih 20 kg 150.000 b. Puu urea 250 kg 350.000 c. Pupuk SP36 84 kg 159.600 d. Pupuk Ponska 33 kg 660.000 e. Pupuk ZA 167 kg 1.002.000 f. Bensin (Pengairan) 50 l 250.000 g. Karung 33 lbr 82.500 h. Plastik (0,09 mm) 1 roll 55.000 i. Terpal 2 lbr 400.000 Jumlah 2.959.100 UPAH TENAGA KERJA a. Pengolahan tanah Sewa 750.000 b. Penanaman 33 HOK 495.000 c. Pemupukan 13 HOK 195.000 d. Panen 58 HOK 870.000 e. Pengeringan 50 HOK 750.000 f. Pemipilan 50 HOK 750.000 g. Pengangkutan 50 HOK 750.000 h. Sortasi 13 HOK 195.000 i. Pengemasan 23 HOK 345.000 j. Pengamat Lapangan 7 kali 500.000 Jumlah 6.050.000 TOTAL BIAYA PRODUKSI (Rp) 9.009.100 III KEUNTUNGAN USAHATANI (Rp) 13.657.567 IV. Rasio biaya/kg biji 2,11 Besarnya biaya usahatani yang tertera pada Tabel 5, disebabkan karena setiap kegiatan diperhitungkan berdasarkan biaya yang berlaku di desa yakni Rp 15.000/kegiatan/orang mulai dari pengolahan tanah sampai pelabelan benih hingga siap dipasarkan ke pengguna. Hasil yang diperoleh memang belum maksimal, hanya 4,27 t/ha disebabkan karena penggunaan pupuk yang belum optimal, namun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih yang bermutu. Hasil penangkaran benih tersebut dipasarkan tidak saja untuk petani dikelompoknya, tetapi juga ke luar kabupaten. Tabel 6 memperlihatkan penyebaran benih Lamuru hasil tangkaran.
Tabel 6. Daerah pendistribusian benih varietas Lamuru hasil tangkaran petani di Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT, 2006 No. Daerah pendistribusian Jumlah benih (kg) Persentase (%) 1 Kota Kupang 400 15 2 Kabupaten Alor 50 1,85 3 Kabupaten Timor Tengah Utara 50 1,85 (TTU) 4 Diperta Provinsi NTT 550 20,61 5 Para petani di kecamatan Kupang 150 5,60 Timur 6 Petani setempat 1.470 55 Jumlah 2.670 100 Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa varietas Lamuru telah didistribusikan tidak saja pada petani sekitarnya tetapi telah sampai ke luar kabupaten (Alor dan TTU) melalui Diperta, Balitsereal dan LSM-LSM yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat yang salah satu kegiatannya adalah memasok benih ke petani se Provinsi NTT. Saenong et al. (2006) mengemukakan bahwa jejaring kerja antara balitsereal dan Instansi terkait dalam memproduksi BD atau BP disetiap provinsi pengembangan jagung, dapat mempercepat distribusi dan kesinambungan ketersediaan benih sumber disetiap wilayah pengembangan. KESIMPULAN 1. Varietas Lamuru dan NK 33 layak diusahakan di lahan kering dan lahan sawah tadah hujan karena memiliki nilai RKBM>1, namun varietas Lamuru memberi petani keuntungan yang lebih besar. 2. Hasil yang diperoleh dalam penangkaran benih jagung memang belum maksimal karena penggunaan pupuk yang belum optimal, namun masih menguntungkan kelompok penangkar, selain itu dapat memenuhi ketersediaan benih bermutu. 3. Sebagian besar benih yang dihasilkan (55%) dari total produksi benih 2,67 ton, digunakan oleh petani di kelompok tani Tirosa Desa Nun Kurus, Kabupaten Kupang, selebihnya didistribusikan ke luar Desa Nun Kurus, bahkan ke luar Kabupaten Kupang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1987. Latihan Penelitian Sistem Usahatani. Bahan Latihan Vol. 2. P3NT. NTASP Kasryno. F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunis selama empat dekade yang lalu dan implemantasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Agribisnis Jaging di Bogor. 24 Juni 2002. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Margaretha SL, IGP. Sarasutha dan Sania Saenong. 1997. Partisipasi wanita tani terhadap pendapatan dan konsumsi keluarga di pedesaan Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hasanuddin. ------------, IGP. Sarasutha, A. Najamuddin, Sriwidodo dan Hadijah AD. 1998. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Badan penelitian dan Pengembangan pertanian. Balai penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Vol. 2. --------------, Sania S dan Subandi. 2006. Dampak Adopsi Teknologi Terhadap Permintaan dan Penawaran Jagung di Provinsi NusaTenggara Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 29-20 September 2005.
--------------, Sudjak S dan Sania Saenong. 2006. Fungsi kelembagaan dan Penerapan Teknologi Perbenihan Jagung Berbasis Komonitas Petani. IPTEK Tanaman Pangan. Pusat peneliatan dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Mink, S.O., P.A.Dorosh, and D.H. Perry. 1987. Corn Production Sustem in Timmer (Ed). The Corn Economi of Indonesia Nugroho, U. S. dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi Budidaya dan Industri benih. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor 24 Juni 2002. Sania S, Margaretha SL, J. Tandiabang, Syafruddin, Y. Sinuseng dan Rahmawati. 2003. Sistem Perbenihan Untuk Mendukung Penyebarluasan Varietas Jagung Nasional. Laporan Hasil Penelitian Kelompok Peneliti Fisologi Hasil. Balitsereal. Maros. ------------, Margaretha SL, Faesal dan Evert Hosang. 2006. Peran Perbenihan Tanaman Pangan dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Peningkatan Pendapatan Petani di Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Bidang Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Dalam Sistem Usahatani lahan Kering. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor. Suherman, O dan Sriwidodo. 1992. Evaluasi galur harapan padi gogorancah. Hasil Penelitian Padi. Volume 3. Badan Litbang Pertanian. Balittan Maros.