PENYEBARAN POLUTAN DARI KEBAKARAN HUTAN DAN ISU PENCEMARAN UDARA DI MALAYSIA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

BAB III DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DAN LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN. besar yang terjadi di Indonesia terjadi dalam beberapa periode, yaitu :

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE APRIL 2017)

I. INFORMASI METEOROLOGI

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE MARET 2017)

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE NOVEMBER 2016)

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

Kebakaran Hutan di Indonesia:

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE SEPTEMBER 2017)

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

Pembangunan Kehutanan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

INISIATIF PROVINSI RIAU DALAM REDD+

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE FEBRUARI 2017)

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Kebakaran Hutan di Indonesia:

Internasional Workshop on Biomass Burning `BMKG BERPERAN DALAM PENDETEKSIAN EMISI KEBAKARAN VEGETASI`

ANALISIS ANOMALI CURAH HUJAN FEBRUARI 2018 DALAM KAITAN TERJADINYA KARHUTLA DI KALBAR. Fanni Aditya, Firsta Zukhrufiana Setiawati, Ismaharto Adi

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan Teso Indah Oktober 2015

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Bertuah Aneka Yasa Oktober 2015

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

I. INFORMASI METEOROLOGI

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

DEFORESTASI DAN SAWIT. Fakta danmelangkah ke depan

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

Analisis kebakaran hutan dan lahan gambut Provinsi Riau tahun 2014

Ringkasan Proyeksi Produksi Minyak Sawit 2017 dari Segi Trend Kondisi Iklim Indonesia

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

EOH 3101 PRINSIP KESIHATAN PERSEKITARAN ISU-ISU PERSEKITARAN JEREBU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Transkripsi:

PENYEBARAN POLUTAN DARI KEBAKARAN HUTAN DAN ISU PENCEMARAN UDARA DI MALAYSIA Iis Sofiati Peneliti Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara, LAPAN Email: iis_sofiati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Berbagai studi mengenai kebakaran hutan sudah dilakukan dan belum banyak kemajuan yang dicapai untuk mengatasi masalah ini di Indonesia. Alasan-alasannya antara lain adalah kerancuan kebijakan, keterbatasan pemahaman tentang dampaknya terhadap ekosistem dan kekaburan tentang berbagai penyebab kebakaran hutan sebagai akibat ketidakpastian tanggapan secara ekonomi dan kelembagaan terhadap kebakaran hutan. Masalah kebijakan yang terkait dengan kebakaran hutan/lahan adalah pencemaran kabut asap, degradasi hutan dan deforestasi beserta hasil hutan dan jasanya yang juga hilang, dan dampak negatifnya bagi sektor pedesaan akibat emisi polutan yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut. Oleh sebab itu sangat perlu adanya pengawasan ketat dari pemerintah daerah di Indonesia dalam upaya mengurangi dan menanggulangi kebakaran hutan termasuk pengembangan kerjasama antar instansi terkait. 1 PENDAHULUAN Emisi polutan ke udara dari sisa pembakaran hutan dengan kadar konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan proses sebaran udara tidak bisa tercampur dengan baik sehingga tidak dapat mengangkut bahan pencemar secara efektif. Akibatnya, wujud fenomena pencemaran udara seperti asap banyak terdapat di wilayah yang bersangkutan. Bahan pencemar yang meningkat kepekatannya akibat kelemahan proses sebaran udara bisa memberi dampak negatif secara fisik terutama pada ekosistem dan kesehatan manusia. Pada umumnya, puncak pencemaran udara di suatu kawasan bisa dikaitkan dengan dua sumber polutan yaitu sumber lokal dan sumber luar. Sumber lokal yang paling besar pengaruhnya adalah kendaraan bermotor, kilang industri, pembakaran sampah, dan juga dari pertanian (Stern A.C., et all, 1984, Fisher B., et all, 2006). Sumber luar yaitu pergerakan pencemar dari sumbernya yang berasal dari wilayah lain (Harjanto W dkk., 2004). Seperti asap yang pekat hasil pembakaran hutan dari P. Sumatera dapat dirasakan oleh negara Malaysia terutama di kawasan yang berdekatan dengan pantai dan tanah rendah. Episode penyebaran asap yang sampai di negara Malaysia bisa dikatakan telah menjadi satu fenomena tahunan di Malaysia terutama di bulan-bulan kering (Shaharuddin, 2006). Kebakaran hutan di P. Sumatera baik yang disengaja maupun yang sifatnya musibah sering terjadi terutama pada musim kemarau, dan peristiwa ini menghasilkan polutan ke udara yang dapat tersebar ke daerah lain yang sangat jauh, terutama asap. Dari hasil penelitian, konsentrasi polutan tertinggi di wilayah Sumatera terjadi pada waktu pagi dan sore hari, dan penyebaran polutan dapat mencapai daerah lain (Sofiati dkk., 2005). Selain itu tak menutup kemungkinan P. Sumatera berkembang menjadi daerah dengan perkembangan industri dan transportasi yang menghasilkan polutan ke udara. Daerah kebakaran hutan yang lokasinya tidak selalu tetap, sumber polutan dari industri dan transportasi yang lokasinya masih dalam perencanaan, maka perkembangan 42

Penyebaran Polutan dari Kebakaran Hutan dan Isu Pencemaran... (Iis Sofiati) wilayah kajian penyebaran polutan menjadi sangat penting. Dengan kajian ini diharapkan jika pada suatu kawasan hutan terbakar atau suatu daerah akan dikembangkan menjadi kawasan industri atau transportasi, maka dapat diberikan gambaran ke arah mana polutannya akan tersebar. 2 HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 2.1 Kebakaran Hutan di Indonesia Kajian ini difokuskan pada kejadian asap yang disebabkan oleh pembakaran hutan dan bekas lahan pertanian di P.Sumatera pada bulan Agustus 2005. Asap adalah fenomena yang disebabkan oleh adanya partikelpartikel halus yang terdapat di atmosfer dengan kepekatan yang tinggi dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Kepekatannya yang ekstrim sering dikaitkan dengan keterbatasan dalam jarak penglihatan (visibility). Salah satu cara untuk menunjukkan kepekatan bahan pencemar udara adalah dengan menggunakan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Indonesia, ataupun Indeks Pencemar Udara (IPU) yang dikeluarkan oleh Jabatan Alam Sekitar-Malaysia. Telah diketahui bersama bahwa aktivitas pembakaran ladang pertanian dan hutan merupakan penyebab timbulnya asap di Indonesia yang banyak dikeluhkan oleh Malaysia, khususnya yang berasal dari kawasan Sumatera Utara dan Riau. Di Pekan Baru, ribuan hektar tanah gambut terus dibakar untuk kemudian digantikan menjadi perkebunan kelapa sawit (Stolle et. all, 2006). Keadaan seperti ini berlangsung secara terus menerus, sehingga beban pencemaran selalu meningkat dan mencapai kawasan Semenanjung Malaysia akibat pengaruh angin Monsun Barat Daya yang lemah. Gambar 2-1: Hasil Kajian Pemodelan Pergerakan Polutan dari P. Sumatera ke Semenanjung Malaysia pada Tahun 1997 (ECOS, 2002) 43

Sebagai contoh, kajian pemodelan pencemaran udara yang telah dilakukan oleh CSIRO, Australia (ECOS 2002, dalam Shaharuddin, 2006) membuktikan bahwa pergerakan angin dari P. Sumatera khususnya dari kawasan yang terbakar telah membawa polutan ke Semenanjung Malaysia (Gambar 2-1). Diduga adanya beberapa perusahaan baik dari Indonesia maupun Malaysia (termasuk delapan perusahaan perladangan Malaysia, Utusan Online, 2005 dalam Shaharuddin, 2006) yang beroperasi di P. Sumatera yang diyakini terlibat dalam aktivitas pembakaran terbuka sehingga menyebabkan masalah asap yang berasal dari P. Sumatera. Perusahaan-perusahaan itu dipastikan sedang melakukan pembakaran terbuka untuk membersihkan ladang dengan menggunakan metode mudah dan murah yang telah lama dilakukan oleh mereka (Stolle et. all, 2006), seperti yang terlihat pada Gambar 2-2. Masalah kebakaran hutan ini diperparah lagi dengan adanya fenomena El- Niño seperti terlihat pada Gambar 2-3, dengan indikasi nilai negatif dari SOI (tanda panah) dari data DNR Queensland-Australia pada bulan Agustus 2005. Kejadian El- Niño ini memperbanyak jumlah titik panas (hotspot) di wilayah P. Sumatera, seperti ditunjukkan pada Gambar 2-3 (tanda panah). Gambar 2-2: Kebakaran Hutan Menjadi Peristiwa Rutin di P. Sumatera. (Sumber: http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2007/02/070215_laha ngambut.shtml download tgl 21 April 2008) Gambar 2-3: Southern Oscillation Index (SOI) bulanan dari Januari 2005 sampai Februari 2008. (Sumber: http://www.john-daly.com/elnino.htm) 44

Penyebaran Polutan dari Kebakaran Hutan dan Isu Pencemaran... (Iis Sofiati) Pengaruh tiupan angin Monsun Barat Daya di atmosfer bawah menyebabkan penyebaran polutan dari wilayah P. Sumatera menuju Semenanjung Malaysia seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2-4. Pengaruh pergerakan angin ini penting dalam proses menyebarkan dan juga menghapuskan kepekatan polutan. Adanya jumlah titik-titik panas berdasarkan data citra satelit dari NOAA-14 membuktikan bahwa bahan pencemar kebanyakan berada di kawasan utara dan timur P. Sumatera. Kebakaran besar-besaran akibat aktivitas pembukaan lahan pertanian di wilayah Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Bengkalis di Provinsi Riau serta kebakaran hutan tanah gambut di Rokan Hulu dan Rokan Hilir telah menyebabkan meningkatnya konsentrasi PM 10 di wilayah Semenanjung Malaysia (Shaharuddin dan Noorazuan, 2005). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan dan bekerjasama dengan Kementerian lain terkait, telah melakukan kebijakan dan teknik operasional dalam mengontrol kebakaran hutan yang berasal dari aktivitas manusia dan alam baik secara nasional maupun regional (Harjanto W dkk. 2004). Namun efektivitasnya menjadi kurang berarti disebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu sangat perlu adanya pengawasan ketat dari pemerintah daerah di Indonesia dalam upaya mengurangi dan menanggulangi kebakaran hutan termasuk pengembangan kerjasama dalam wadah Asian Forest Partnership (AFP), dimana kebakaran hutan adalah salah satu dari ketiga fokus yang dikeluarkan AFP (Harjanto W dkk., 2004). Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, yang didanai oleh Uni Eropa dan Departemen Kehutanan hanya berjalan selama enam tahun (1995-2001) di Sumatera Selatan. Berbagai ilmu pengetahuan didapatkan dari proyek tersebut dan dari usaha yang sama di tingkat nasional maupun internasional. 2.2 Luas Kebakaran Hutan Selama Peristiwa ENSO 1997/98 Pengkajian nasional paling lengkap mengenai luas lahan yang terbakar selama peristiwa ENSO 1997/98 memperkirakan total lahan yang terbakar sekitar 9.75 juta ha (BAPPENAS-ADB, 1999). Selanjutnya adalah hasil studi ADB (Asian Development Bank); BAPPENAS, National Development Planning Agency of Indonesia pada Tabel 2-1. Gambar 2-4: Angin Monsun Barat Daya yang terjadi pada tanggal 10 dan 15 Agustus, 2005. Sumber: NOAA, UKM dalam Shaharuddin, 2006). 45

Tabel 2-1: PERHITUNGAN ADB UNTUK KAWASAN YANG DILANDA KEBAKARAN TAHUN 1997/98 (HEKTAR) 3 PENUTUP Kajian ini membuktikan bahwa peristiwa kebakaran yang terjadi di kawasan P. Sumatera pada bulan Agustus 2005 menjadi penyebab utama meningkatnya kadar kepekatan polutan di seluruh Semenanjung Malaysia, terutama di sekitar Lembah Klang. Pengaruh tiupan angin Monsun Barat Daya bertindak memindahkan bahanbahan pencemar ke kawasan utara dan selatan Pantai Timur Semenanjung Malaysia pada pertengahan bulan Agustus 2005. DAFTAR RUJUKAN Arifin Y., 2007. http://www.bbc.co.uk/ indonesian/indepth/story/2007/0 2/070215_lahangambut.shtml. (down-load tgl 21 April 2008). BAPPENAS-ADB., 1999. Causes, Extent, Impact and Costs of 1997/1998 Fires and Drought. Laporan Akhir, Lampiran 1 dan 2. Planning for Fire Prevention and Drought Management Project. Asian Development Bank TA-2999-INO. National Development Planning Agency (BAPPENAS) and Asian Development Bank, Jakarta (dalam Luca Tacconi, 2003). Fisher B.E.A., Kukkonen, J., dan Schatzmann, M., 2006. Meteorology Applied To Urban Air Pollution Problems: Concepts from COST 715, Int. J. Atmospheric Chem.Phys.,6, 555-564. Harjanto W dan Sukotjo, 2004. Land And Forest Fire Control Policies And Implementation in Indonesia, Regional Workshop on Strengthening the Asia Forest Partnership, Yogyakarta 2004. John L. Daly, 2008: (http://www.johndaly.com/elnino.htm), download (25 Maret 2008). Shaharuddin A., dan Noorazuan Md H., 2006. Kebakaran Hutan dan Isu Pencemaran Udara di Malaysia Kes Jerebu Pada Ogos 2005, Jurnal e-bangi, 1, 1-19. Sofiati. I., Hamdi. S, dan Sumaryati, 2005. Trayektori Polusi Udara di Sumatera. Laporan Akhir Program Penelitian Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN-Bandung. Stern AC, Boubel RW, Turner DB, dan Fox DL., 1984. Fundamentals of Air Pollution. Academic Press. London. Stolle. F, Tomich T.P, dan Dennis.R, 2006. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Center for International Forestry Research (CIFOR), http://www. mekonginfo. org/mrc_en/ doclib. nsf/0/efba893f3aaca4a4c72 56794002749D6/$FILE/FULLTEX T.html, download tgl 4 Maret 2008). 46