I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh masyarakat terlihat cukup besar. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, bahkan setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah wajib membiayainya. Melalui perubahan pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut semakin diperkuat dengan adanya ketetapan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Persentase yang sama juga dimandatkan untuk dialokasikan disetiap daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing (Dalam UU No. 20 2003, Pasal 49). Pembangunan pendidikan nasional dihadapi berbagai persoalan mendasar, sehingga jaminan atas hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan belum memadai seperti dalam PROPENAS 2000-2004 secara umum persoalan pendidikan seperti rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar wilayah, tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender. Kemudian rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja,
2 rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar serta terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Lemahnya manajemen penyelenggara pendidikan baik di lembaga formal maupun masyarakat. Persoalan pendidikan dasar sebagaimana digambarkan diatas muncul juga ditingkat daerah. Kemampuan dan tekad pemerintah daerah yang saat ini memegang sebagian besar kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan pendidikan dasar juga masih menghadapi banayak daerah dinilai belum sepenuhnya siap, kebanyakan mereka masih berada pada taraf sebagai pelaksana saja. Keadaan ini dipersulit oleh terbatasnya anggaran, sehingga untuk beberapa tahun kedepan pengelolaan dan pembangunan pendidikan di Indonesia diperkirakan belum akan mengalami perbaikan yang berarti. Berbeda dengan permasalahan pendidikan di tingkat nasional, di Provinsi Lampung sendiri, permasalahan pokok pendidikan bukan lah karena dana, sarana, dan kebijakan pemerintah. Akan tetapi tentang mutu kualitas para pengajarnya. Di tahun 2008 misalnya, dilakukan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Lampung, pada 1.000 guru SD yang tersebar di Provinsi Lampung, di dapatkan hasil bahwa guru kurang menguasai materi pelajaran, wawasan guru yang rendah, serta minimnya kemampuan guru untuk mengevaluasi suatu pelajaran. Permasalahan yang terjadi adalah dana sertifikasi yang selalu dipotong dengan berbagai alasan. Guru yang harusnya menerima insentif dari pemerintah daerah idealnya Rp 150 ribu-rp 300 ribu per bulan,guru hanya menerima sebesar Rp 75 ribu per bulan. Selain itu, IGI Lampung (Ikatan Guru Indonesia), di tahun 2013, rendahnya kualitas sarana fisik pendidikan di provinsi Lampung merupakan
3 permasalahan pendidikan yang tak kunjung selesai (Radar Lampung, Masalah di 2013, Solusi di 2014, tanggal 31 Desember 2013). Seharusnya dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas perlu diupayakan sehingga menghasilkan manusiamanusia yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Strategi tersebut terkait dengan tiga pilar utama dalam pembangunan pendidikan nasional yaitu: peningkatan pemerataan dan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta manejemen bersih dan transparan sehingga masyarakat memiliki citra yang baik ( good governance). Dalam Renstra Depdiknas (2005-2009:11) ketiga pilar tersebut mendasari terciptanya visi pendidikan nasional yaitu membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Insan Indonesia cerdas merupakan insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. Berlakunya UU No 22. 1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi dengan UU No. 32 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebabkan masing-masing daerah dapat melakukan perluasan pendidikan yang meliputi peningkatan baik kualitas maupun kuantitas. Di dalam Renstra Depdiknas, pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan sesuai prioritas nasional, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk
4 Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk kemajuan bangsa di masa depan dalam menghadapi era global. Dengan demikian, pendidikan menjadi sangat mutlak dipenuhi karena merupakan faktor yang menentukan/determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Ahmad D. Marimba (1989:3 ) berpendapat bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (1991:4), dijelaskan tentang pengertian pendidikan sebagai berikut: Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan dan kecerdasan pengetahun. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga Negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan dapat tercapai apabila mendapat dukungan dari semua pihak, diantaranya sekolah, keluarga dan masyarakat. Pendidikan dalam lingkungan keluarga diperlukan partisipasi orangtua dalam menunjang kemajuan dan pendidikan seorang anak. Apabila orangtua memperoleh pemahaman yang benar mengenai pentingnya pendidikan bagi anak, maka terbentuk keyakinan mengarah pada pembentukan sikap yang positif tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak.
5 Sejauh mana amanat ini dilaksanakan dapat tercermin dari perkembangan kemajuan indikator-indikator pendidikan yang dihitung dan di analisis dari data pendidikan yang diperoleh dari hasil survey maupun sensus serta data yang merupakan hasil kompilasi dari produk administrasi. Indikator-indikator yang dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pembangunan yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang mengindikasikan seberapa besar akses dari penduduk usia sekolah dapat menikmati pendidikan formal di sekolah. Untuk tingkat nasional tahun 2012 seperti yang terlihat pada tabel 1, dibagi menjadi 4 kelompok umur, yaitu 7 12 tahun mewakili usia SD, 13 15 tahun mewakili usia SLTP, 16 18 tahun mewakili usia SLTA, dan 19 24 tahun mewakili usia Perguruan Tinggi. Tabel 1. APS Lampung dari 2008-2012 Kelompok umur 2008 2009 2010 2011 2012 7-12 tahun 98,26 98,53 98,71 97,9 98,59 13-15 tahun 85,1 85,92 86,62 85,85 90,03 16-18 tahun 50,69 50,44 51,34 55,41 59,8 19-24 tahun 9,06 8,97 9,82 10,01 11,6 Sumber: Lampung.bps.go.id Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk tingkat nasional tahun 5 tahun terakhir mengalami penurunan serta peningkatan seperti yang terlihat pada tabel, dibagi menjadi 4 kelompok umur, yaitu Berdasarkan tabel.1 angka partisipasi sekolah dari tahun 2008-2012 kelompok umur 7 12 tahun mewakili usia SD tertinggi berada di tahun 2012 yaitu sebesar 98,59 persen, 13 15 tahun mewakili usia SLTP tertinggi berada di tahun 2012 yaitu 90,03 persen, 16 18 tahun mewakili usia SLTA tertinggi berada di tahun 2012 yaitu 59,8 persen, dan 19 24 tahun tertinggi mewakili usia Perguruan Tinggi di tahun 2012 sebesar 11,6 persen.
6 Selanjutnya APS terendah dilampung berada di usia 19-24 tahun dengan kategori perguruan tinggi ditahun 2009. Angka Partisipasi Kasar (APK), mengindikasika n partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai jenjang pendidikannya. Angka APK ini bisa lebih besar dari 100 persen karena populasi murid yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan, mencakup anak diluar batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. Tabel 2. APK Lampung jenjang pendidikan berdasarkan jenis kelamin. Jenjang Jenis Kelamin 2009 2010 2011 Pendidikan SD Laki-Laki 95,52 95,64 92,83 Perempuan 94,04 94,72 89,98 Laki + Perempuan 94,79 95,20 91,47 SMP Laki-Laki 70,25 70,37 63,61 Perempuan 68,01 68,82 69,90 Laki + Perempuan 69,17 69,61 66,56 SMA Laki-Laki 42,51 42,82 40,45 Perempuan 40,17 41,05 50,46 Laki + Perempuan 41,43 41,97 45,06 Sumber: Lampung.bps.go.id Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk tingkat nasional 3 tahun terakhir seperti yang terlihat pada table.2, dibagi menjadi 4 kelompok umur, yaitu 7 12 tahun mewakili usia SD, 13 15 tahun mewakili usia SLTP, 16 18 tahun mewakili usia SLTA. Pendidikan SD laki-laki dan perempuan,tertinggi sebesar 95.20 persen di
7 tahun 2010. Selanjutnya SMP laki-laki dan perempuan tertinggi sebesar 69.61 persen di tahun yang sama. Pendidikan SMA laki-laki dan perempuan tertinggi sebesar 45.06 di tahun 2011. Sedangkan kategori pendidikan formal laki-laki dan perempuan terendah di Lampung yaitu sebesar 41.43 persen di tahun 2009 yaitu SMA. Bila didasarkan pada jenis kelamin APS perempuan sedikit lebih besar pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun, sementara pada kelompok umur 16-18 laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Semakin tinggi kelompok umur baik bagi laki-laki maupun perempuan APS nya semakin rendah. Tabel 3. APM Lampung dari 2008-2012. Pendidikan 2008 2009 2010 2011 2012 SD/MI/Paket A 98.28 94.79 95,2 91,47 93,48 SMP/Mts/Paket B 68.94 69.17 69,61 66,56 71,64 SM/SMK/MA/Paket C 41.05 41.43 41,97 45,06 45,56 Sumber : Lampung.bps.go.id Angka Partisipasi Murni (APM), perkembangan APM mencakup pendidikan non formal ( SD/MI/ setara Paket A, SMP/Mts/ setara Paket B dan SM/SMK/MA/ setara paket C). Provinsi Lampung dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan serta peningkatan tiap tahunnya. Pendidikan SD jauh lebih tinggi dibandingkan SMP dan SMA yaitu 98.28 persen pada tahun 2008. Sementara untuk perbandingan SD, SMP dan SMA terendah di Lampung sebesar 41.05 persen di tahun 2008 jatuh pada pendidikan SMA. Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus di penuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan hal terpenting bagi setiap umat manusia. Setiap orang wajib memiliki pendidikan. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan cita-cita untuk maju,
8 sejahtera, dan bahagia. Pendidikan merupakan hal terpenting dan merupakan suatu kebutuhan hidup sehingga manusia dapat beradaptasi dengan sesama, baik itu dengan lingkungan sekitar maupun lingkungan luas pada saat perkembangan pada saat sekarang ini. Bagi bangsa yang ingin maju pendidikan merupakan suatu kebutuhan. Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang, dan pangan. Bahkan ada bangsa atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama. Artinya mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian bahkan makanan dalam melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Begitu juga sebuah Negara hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan akan pendidikan. Visi pendidikan nasional Indonesia adalah mewujudkan sistem pendidikan warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005). Dari visi tersebut menjadikan penyempurnaan dan perbaikan pendidikan harus terus dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman di setiap tingkat satuan pendidikan. Visi pendidikan harus memperhatikan keseimbangan antara intelek dan perasaan, analisa dengan komitmen, nature dengan nurture, kaya dengan penerimaan dan keseimbangan nilai dengan rasionalisasi. Visi merupakan wawasan masa depan. Orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi di masa depan dalam interaksi dengan lingkungannya. Orientasi masa depan sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, berkaitan erat dengan skemata kognitif, yakni suatu
9 organisasi perseptual dari pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan masa kini dan di masa yang akan datang. Pendapatan orang tua tentu saja menjadi hal yang menentukan apakah seorang anak bisa melanjutkan pendidikan atau tidak. Apabila pendapatan orang tua banyak, maka mereka bisa mengalokasikan sebagian pendapatan untuk pendidikan anak, tetapi bila pendapatan orang tua sedikit atau pas-pasan maka mereka akan lebih mengesampingkan pendidikan dan mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan yang mereka anggap jauh lebih penting dari pada pendidikan. Menurut Webster s (1979: 569) juga disebutkan bahwa Earning is money gained by labor, services or performance, wages, salary, etc. Artinya, pendapatan adalah uang yang diperoleh dari hasil bekerja, pelayanan diri, gaji, upah dan lain. Pendapat ini di benarkan oleh Kadariyah (1981: 26) pendapatan seseorang terdiri dari penghasilan berupa upah/gaji, bunga sewa, keuntungan, dan merupakan suatu arus uang yang diukur dalam suatu jangka waktu, umpamanya seminggu, sebulan atau setahun. Peranan orang tua dalam pendidikan anak menduduki tempat yang strategis dalam menentukan pencapaian keberhasilan pendidikan anak. Salah satu bentuk peranan orang tua dalam pendidikan adalah motivasi orang tua alam menyekolahkan anak. Menurut psikologi dakwah, Huibert Bonner sebagaimana dikutip oleh Arifin (2000:48) mengatakan bahwa motivasi adalah secara fundamental bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang terarah kepada tujuan. Menurut Clifford T. Morgan (1961: 66) Motivasi adalah sebuah istilah
10 umum yang menunjukkan keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku yang didorong keadaandan tujuan atau bagian akhir dari tingkah laku. Dalam hal ini, motivasi orang tua menyekolahkan anak merupakan suatu bentuk faktor dorongan yang ada pada dalam diri orang tua dan dorongan itu bisa tumbuh disebabkan adanya faktor perkembangan zaman atau tuntutan zaman yang semakin maju. Faktor pendorong motivasi yang berupa tuntutan zaman semakin maju sekarang ini merupakan suatu bentuk motivasi yang berupa motivasi sosiogenetif. Motivasi sosionegetif ini merupakan motivasi yang tumbuh karena faktor lingkungan atau masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, adapun perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1. Apakah ada hubungan pendapatan dengan motivasi menyekolahkan anak di Desa Tirta Makmur Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat? 2. Apakah ada hubungan visi pendidikan dengan motivasi menyekolahkan anak di Desa Tirta Makmur Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan pendapatan dengan motivasi menyekolahkan anak di Desa Tirta Makmur Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat.
11 2. Untuk mengetahui hubungan visi pendidikan dengan motivasi menyekolahkan anak di Desa Tirta Makmur Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih komprehensif mengenai hubungan hubungan visi pendidikan dengan motivasi menyekolahkan anak. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.