BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

ii Triwulan I 2012

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi Perekonomian Indonesia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2006

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

B O K S. I. Gambaran Umum

Kajian Ekonomi Regional Banten

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

1. Tinjauan Umum

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para. pembaca.

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

BERITA RESMI STATISTIK

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

4. Outlook Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Triwulan IV iii

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Transkripsi:

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau di awal tahun 2010 semakin memperlihatkan tren ekspansif. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di triwulan I-2010 sebesar 9,34% (year-on-year), yang merupakan level pertumbuhan tertinggi sejak terbentuknya provinsi ini di tahun 2002. Sebelumnya BPS juga merevisi angka pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, dari 0,56% menjadi 3,51% (year-overyear). Dampak krisis keuangan global terhadap kinerja ekspor industri manufaktur berlangsung lebih smooth dari perkiraan semula. Realisasi ekspor di periode ini mencatat kenaikan secara tajam setelah sepanjang tahun 2009 lalu tumbuh negatif. Penguatan ekspor industri manufaktur yang semakin merata mendorong peningkatan impor bahan baku dalam rangka memenuhi order produksi dan restocking inventory. Perkembangan ekonomi eksternal dan domestik yang kian kondusif juga mendorong kegiatan investasi, terutama di sektor manufaktur seperti industri pembuatan/perbaikan kapal, industri mesin-mesin elektrik dan industri barang-barang logam. Kinerja sektor industri pengolahan Kepulauan Riau memanfaatkan momentum pemulihan industri manufaktur Singapura yang naik tajam ke level pertumbuhan 30% di periode ini setelah pada tahun 2009 lalu mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,0%. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Sektor Ekonomi dan Penggunaan Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau, Singapura dan Amerika Serikat (y-o-y) KOMPONEN PENGGUNAAN year on year 2009 2010 year over year TW I TW IV* TW I** 2008 2009* 1. Konsumsi Rumah Tangga 11.42% 22.99% # 29.66% 19.03% 17.37% 2. Konsumsi Lembaga Swasta 30.78% 21.79% # 4.62% 13.41% 23.56% 3. Konsumsi Pemerintah 7.11% 15.49% # 22.60% 13.26% 13.95% 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 16.31% 19.60% # 21.93% 29.38% 15.14% 5. Ekspor Barang dan Jasa 2.23% 0.04% # 3.46% 6.18% 2.11% 6. Impor Barang dan Jasa 16.42% 7.72% # 14.60% 2.94% 7.59% SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 0.07% 5.13% # 4.57% 3.80% 1.50% 2. Pertambangan & Penggalian 0.96% 3.45% # 1.80% 2.71% 1.10% 3. Industri Pengolahan 1.16% 7.16% # 10.01% 4.56% 2.38% 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0.23% 4.50% # 6.93% 7.94% 2.08% 5. Bangunan 14.81% 10.68% # 12.12% 34.26% 13.36% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 0.50% 10.67% # 11.81% 7.77% 3.84% 7. Pengangkutan & Komunikasi 5.71% 7.28% # 7.04% 14.44% 6.67% 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 6.12% 5.88% # 5.25% 9.71% 5.50% 9. Jasa Jasa 8.29% 7.71% # 6.89% 15.59% 8.44% PDRB (termasuk migas) 0.53% 7.74% # 9.34% 6.65% 3.51% Sumber : BPS Kepulauan Riau Keterangan: *Angka sementara **Angka sangat sementara Sumber : BPS Kepulauan Riau; MTI Singapore & BEA US Dept. of Commerce (diolah) Keterangan: *Angka sementara 5

Kondisi ekonomi di sisi penawaran juga ditandai dengan semakin membaiknya pertumbuhan sektor-sektor utama lain, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor bangunan. Perayaan Imlek dan agenda Visit Batam 2010 cukup mendorong aktivitas pariwisata. Sementara daya beli masyarakat yang semakin terjaga memberi stimulus permintaan pada sektor perdagangan dan properti. Adapun tingginya kinerja pertumbuhan sektor infrastruktur listrik ditopang oleh lonjakan pemakaian listrik oleh sektor industri pengolahan. 1.2. SISI PERMINTAAN 1.2.1. Konsumsi Komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010 diprakirakan masih tumbuh tinggi, terutama pada barang-barang non-makanan. Prakiraan tersebut sejalan dengan perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan perbaikan. Kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% serta kenaikan UMP sebesar 3,7% pada awal tahun 2010 menopang perbaikan daya beli masyarakat pada triwulan laporan. Meningkatnya pola konsumsi saat perayaan Imlek pada bulan Februari 2010 berkontribusi positif terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, kecenderungan nilai tukar Rupiah yang terus menguat disertai tingkat inflasi regional yang terjaga juga menjadi faktor yang fundamental dalam mempengaruhi stabilnya konsumsi masyarakat. Grafik 1.2. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR thp USD dan SGD Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia Potensi peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010 didukung oleh perkembangan beberapa indikator dini. Pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor pada selama triwulan I-2010 mencatat kenaikan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Jumlah mobil yang terjual selama triwulan laporan sebanyak 1.048 unit, tumbuh 112,6% dibanding periode yang sama tahun 2009. Sedangkan jumlah sepeda motor terjual tercatat sebanyak 6

19.395 unit, atau meningkat 62,2%. Sementara Konsumsi semen selama triwulan berjalan mencatat pertumbuhan positif setelah pada tahun lalu mengalami penurunan. Total realisasi pengadaan semen di Kepulauan Riau sebanyak 194.755 ton, atau tumbuh 7,3% dibanding triwulan I-2009. Aktivitas konstruksi termasuk industri properti sangat dipengaruhi oleh membaiknya kondisi daya beli masyarakat di tengah optimisme pelaku usaha yang semakin membaik. Grafik 1.4. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.5. Konsumsi Semen di Kepulauan Riau Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Meningkatnya aktivitas sektor industri pengolahan berimbas pada naiknya pemakaian sarana infrastruktur, terutama listrik. Konsumsi listrik golongan industri pada triwulan I-2010 tumbuh semakin membaik di level 33,6% (y-o-y), dimana pada triwulan sebelumnya juga mengalami peningkatan sebesar 16,8%. Hal tersebut mendorong tingkat konsumsi listrik secara umum tumbuh 18,62% di triwulan berjalan. Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga terkonfirmasi pada kenaikan impor barang konsumsi rumah tangga terbesar, seperti buahbuahan, minyak nabati dan alas kaki. Grafik 1.6. Pertumbuhan Konsumsi Listrik per Golongan Tarif Grafik 1.7. Perkembangan Impor Barang Konsumsi Sumber : PLN Batam Sumber : SEKDA - BI Impor gula yang melonjak di bulan Oktober 2009 dan Januari 2010 terkait dengan pemenuhan kuota impor gula yang diberikan oleh Menteri Perdagangan sebanyak 6.000 ton 7

untuk wilayah FTZ. Sehubungan dengan itu, Badan Pengusahaan (BP) FTZ-Batam sebagai salah satu otoritas di kawasan FTZ ditunjuk untuk melaksanakan dan mengawasi mekanisme importasi gula guna mengatasi masalah kelangkaan gula yang juga berlaku secara nasional. Terdapat 4 perusahaan yang diberi izin impor gula oleh BP Batam, dimana yang memperoleh kuota impor terbesar adalah PT. Batam Harta Mandiri (BHM). Adapun dari aspek pembiayaan konsumsi oleh perbankan lokal justru memperlihatkan perlambatan pertumbuhan di bulan Maret 2010, bersamaan dengan penurunan outstanding kredit konsumsi, terlebih pada jenis kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Kondisi ini terkait dengan pola penyaluran kredit perbankan di awal tahun yang cenderung kurang ekspansif, di sisi lain run-off kredit yang cukup besar menggerus outstanding kredit di akhir triwulan I-2010. Selain itu juga diduga dipengaruhi oleh membaiknya daya beli masyarakat dengan adanya insentif pendapatan bagi PNS, TNI dan Polri rata-rata sebesar 5% sejak 1 Januari 2010, sehingga memiliki kemampuan untuk membayar uang muka lebih besar atau bahkan cash and carry. Sementara itu daya beli masyarakat petani di bulan Januari dan Februari 2010 cenderung menurun sejalan dengan turunnya hasil panen perikanan akibat gangguan cuaca. Penurunan indeks NTP mencerminkan pertumbuhan sektor pertanian yang melambat di triwulan laporan. Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Perbankan Kep. Riau Grafik 1.9. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Sumber : Laporan Bulanan Bank Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau 1.2.2. Investasi Berlanjutnya penguatan ekspor mendorong kinerja investasi pada triwulan I-2010 tumbuh meningkat. Komponen Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 21,9% (y-oy), sedangkan di triwulan sebelumnya mengalami peningkatan 19,6%. Kegiatan investasi diproyeksi akan semakin tumbuh sebagaimana terkonfirmasi dari tren pertumbuhan impor barang-barang modal. Pangsa utama aktivitas investasi pada triwulan I-2010 masih didominasi oleh investasi industri manufaktur. 8

Berdasarkan jenis industrinya, investasi di triwulan berjalan sebagian besar dilakukan oleh industri galangan kapal (shipyard) baik untuk jasa pembuatan maupun perbaikan kapal, serta industri elektronik berupa peralatan radio, tv dan alat komunikasi lainnya. Sementara itu, investasi oleh industri mesin-mesin dan perlengkapannya juga mulai memperlihatkan optimisme meskipun belum kembali pada level pertumbuhan sebelum krisis. Selain investasi sektor industri manufaktur, investasi di sektor bangunan juga diperkirakan semakin intens seperti tercermin pada indikator konsumsi semen. Investasi bangunan diwarnai oleh proyekproyek konstruksi besar seperti pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, dan Superblok Grand Quarter, serta kembali bergairahnya aktivitas pembangunan proyek-proyek properti residensial setelah sempat lesu di tahun 2009 lalu. Grafik 1.10. Perkembangan Investasi PMTB Grafik 1.11. Pertumbuhan Impor Kelompok Barang Modal Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : SEKDA BI (BEC) Grafik 1.12. Pertumbuhan Impor Industri Manufaktur Grafik 1.13. Perkembangan Kredit Investasi Perbankan Sumber : SEKDA BI (ISIC) Sumber : Laporan Bulanan Bank Pada pertengahan Januari 2010 Drydocks World (DDW) Batam me-lounching Jack Up Drilling Rigs L-205 Haven senilai US$ 200 juta yang rencananya akan dikirim ke Norwegia pada bulan Mei 2010. Rig ini merupakan Rig ke-5 dari enam proyek pembangunan Rig yang saat ini sedang dikerjakan oleh Drydocks World Batam. Sejak awal 2009, perusahaan memiliki 6 proyek besar pembuatan Jack-Up Rig yang memakan waktu sekitar 24 30 bulan dan menelan investasi sekitar US$150-US$200 juta untuk masing-masing Rig. Adapun 4 Rig 9

sebelumnya telah diselesaikan di tahun 2009 yang dipesan oleh UMW Standard Drilling untuk dioperasikan pada proyek-proyek Petronas di Malaysia. Sementara 2 rig terakhir adalah pesanan Conoco Phillips Skandinavia AS untuk aktivitas pengeboran di sumur milik Master Marine ASA Norwegia, yang rencananya akan dikirim pada bulan Mei dan September 2010. Drydocks World Dubai telah berinvestasi di Batam sejak tahun 2008 dengan membeli 3 perusahaan galangan kapal/shipyard di Batam milik Labroy Marine Limited Singapore melalui Drydocks World-SE Asia. Ketiga perusahaan shipyard dimaksud adalah Pan United (berubah menjadi Drydocks World Pertama), Naninda Mutiara Shipyard (menjadi Drydocks World Naninda), dan Graha Trisaka (menjadi Drydocks World Graha). Dengan demikian DryDocks World (group) menjadi perusahaan galangan kapal terbesar di Batam yang mempekerjakan sekitar 25.000 karyawan. Investasi di industri galangan kapal juga rencananya dilakukan oleh Singa Tec, yakni sebuah perusahaan Shipyard asal Singapura yang berlokasi di Bintan Industrial Estate, Lobam (Bintan). Nilai investasi di triwulan I-2010 diperkirakan sebesar US$ 500 ribu untuk melakukan ship cleaning (pembersihan kapal). Investasi Singa Tec dalam rangka perluasan usaha direncanakan mencapai US$ 5 juta di tahun 2010 (Sinar Harapan, Feb.2010). Selain itu TNI- AL telah melakukan pemesanan pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR-40) kepada PT. Palindo Marine Shipyard Batam dengan nilai proyek sebesar Rp 60 milyar. Sampai dengan 2014, jumlah kapal yang akan dipesan TNI-AL mencapai 22 unit dengan pemesanan tiap tahunnya direncanakan 4-5 unit (Kompas, Januari 2010). Animo investor asing untuk menanamkan modalnya pada industri pembuatan/ perbaikan kapal di Batam ke depannya masih cukup tinggi. Dari 20 proyek rencana investasi senilai US$ 16,89 juta yang disetujui selama triwulan I-2010, 3 proyek diantaranya di bidang pembuatan/perbaikan kapal (BP Kawasan FTZ-Batam, April 2010). Adapun di tahun 2009, rencana investasi di sektor ini sebanyak 8 proyek dari 82 proyek PMA yang disetujui. Di samping itu, minat investasi asing di bidang perdagangan, hotel dan restoran juga semakin tumbuh. Pada triwulan I-2010 saja telah disetujui 7 proyek rencana investasi di sektor ini, sementara selama tahun 2009 disetujui sebanyak 19 proyek. Aplikasi proyek-proyek PMA tersebut masih didominasi oleh investor Singapura, diikuti negara Malaysia, Taiwan, Australia, Norwegia, Korea Selatan dan Belanda. 1.2.3. Ekspor - Impor Sejalan dengan perbaikan perekonomian global dan harga komoditas, kinerja ekspor di triwulan I-2010 diprakirakan tumbuh positif sebesar 3,46% (y-o-y) yang didorong oleh peningkatan ekspor ke luar negeri. Pertumbuhan ekspor di triwulan IV-2009 diestimasi turun 10

0,04% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara kumulatif, kinerja ekspor di tahun 2009 mengalami kontraksi 2,11% dibanding tahun 2008. Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Impor (y-o-y) Grafik 1.15. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah) Sumber : Bloomberg Grafik 1.16. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Internasional di Pelabuhan FTZ Batam Grafik 1.17. Pertumbuhan Ekspor Berdasarkan Klasifikasi Industri Sumber : BP-Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil Sumber : SEKDA BI (ISIC) Penguatan ekspor tercermin dari kenaikan cargo loaded tujuan internasional melalui pelabuhan utama FTZ Batam, yakni pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Volume muat kontainer selama triwulan I-2010 sebanyak 19.319 Teus, atau naik 29,2% dibanding triwulan I-2009. Pertumbuhan ekspor terus membaik dimana pada triwulan I s/d triwulan III tahun 2009 mengalami pertumbuhan negatif, dan baru pada triwulan IV-2009 menunjukkan perbaikan di level pertumbuhan 12,4% (y-o-y). Ditinjau berdasarkan klasifikasi industrinya (standard international trade classification), pertumbuhan ekspor di periode laporan ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor industri manufaktur. Di samping itu, pertumbuhan ekspor pertambangan non migas juga semakin positif dipengaruhi naiknya permintaan komoditas bauksit oleh China dan Hongkong. 11

Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Ekspor Utama Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Utama Sumber : SEKDA BI (SITC) Sumber : SEKDA BI (SITC) Tumbuhnya ekspor di sektor industri didorong oleh naiknya order mesin/peralatan elektrik dan komponen pendukung industri kapal (shipyard). Potensi kenaikan ekspor mesinmesin di triwulan mendatang cukup besar sebagaimana tercermin dari tingginya impor bahan baku dan barang modal untuk mesin-mesin elektrik dalam 2 triwulan terakhir. Perkembangan ekspor jika dilihat dari negara tujuannya sebagian besar didorong oleh naiknya permintaan dari negara Singapura sebagai pasar ekspor dominan. Selain itu, ekspor ke negara-negara Eropa dan China juga lebih memperlihatkan optimisme. Secara volume, kuantitas ekspor terbesar saat ini adalah untuk tujuan China berupa ekspor bijih bauksit sebagai bahan dasar utama pembuatan alumunium. Grafik 1.20. Perkembangan Ekspor Ke Negara G3 Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ke Bbrp Negara Asia Sumber : SEKDA BI (Negara Pembeli) Sumber : SEKDA BI (Negara Pembeli) Tabel 1.2. Neraca Perdagangan Kepulauan Riau - China China Trade Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Ekspor 7.4 6.8 254.1 13.0 11.1 10.8 12.3 10.8 11.7 12.3 13.1 15.7 50.6 Impor 15.7 17.0 17.2 12.7 19.2 10.8 26.8 20.1 34.4 14.1 32.8 43.1 16.7 Net X(M) (8.2) (10.2) 236.9 0.3 (8.1) (0.1) (14.6) (9.3) (22.7) (1.8) (19.7) (27.5) 33.9 Sumber : SEKDA BI (Negara Pembeli) Terkait dengan pemberlakuan kerjasama perdagangan bebas dengan Cina (AC-FTA) diperkirakan tidak berdampak besar baik terhadap kinerja perdagangan Kepulauan Riau 12

dengan Cina. Khususnya bagi sektor industri pengolahan di kota Batam yang sejak dahulu sudah memanfaatkan sistem bebas bea masuk untuk produk-produk yang akan di re-ekspor dari kawasan khusus FTZ Batam. Impor dari Cina untuk di luar kawasan industri diperkirakan didominasi oleh produk-produk mainan dan sandang, namun nilainya tidak signifikan terhadap total impor Kepri dari Cina yang pada tahun 2009 lalu mencapai US$ 231,07 juta. Produk impor utama dari Cina adalah besi dan baja dimana harganya relatif lebih murah dibandingkan jika dipasok dari Jakarta atau daerah lain di Indonesia. Grafik 1.22. Ekspor Beberapa Produk ke China Grafik 1.23. Impor Beberapa Produk dari China Sumber : SEKDA BI (Negara Pembeli) Sumber : SEKDA BI (Negara Pembeli) Ongkos angkut yang lebih besar menjadi komponen biaya utama yang mempengaruhi harga jual besi dan baja khususnya di wilayah Kepulauan Riau Selain itu impor mesin-mesin dan peralatan listrik juga cukup banyak beredar di pasar lokal. Sementara itu, komoditas ekspor dominan selain dari Kapal Laut adalah mesin dan perlengkapan kantor, alat telekomunikasi, dan mesin/peralatan listrik. Melihat karakteristik daerahnya, bukan tidak mungkin pemberlakuan ACFTA bisa menjadi insentif bagi industri lokal di Kepulauan Riau khususnya kota Batam, karena masuknya bahan baku dan barang modal yang lebih murah dapat mempengaruhi ongkos produksi menjadi lebih kompetitif. 1.3. SISI PENAWARAN Perbaikan kinerja sektor riil Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 diprakirakan akan berlanjut seiring dengan perkembangan beberapa indikator sektoral yang mengindikasikan peningkatan. Pemulihan aktivitas industri pengolahan khususnya di kota Batam, sangat menentukan arah perekonomian triwulan I-2010 dengan kontribusi mencapai 4,67% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara agregat yang diprakirakan sebesar 9,34% (y-o-y). Selain itu, perekonomian di triwulan laporan juga didorong oleh kinerja sektor utama lain yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberi kontribusi ekonomis sebesar 13

2,31%, serta sektor bangunan yang menyumbang 0,88% terhadap laju pertumbuhan. Adapun kinerja sektor infrastruktur listrik dan gas mengalami tumbuh atraktif ditopang oleh tingginya penggunaan listrik golongan industri. 1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pada triwulan I-2010 diprakirakan sebesar 10% (y-o-y), yang merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi sejak terbentuk provinsi Kepulauan Riau. Kondisi ini memberi sumbangan pertumbuhan yang sangat dominan yakni mencapai 4,67% terhadap kinerja ekonomi secara agregat. Tingginya laju pertumbuhan secara teknikal juga dipengaruhi oleh lesunya kinerja sektor industri pada triwulan I-2009 akibat krisis global. Kinerja sektor industri pengolahan juga memanfaatkan momentum pemulihan industri manufaktur Singapura yang naik tajam ke level pertumbuhan 30% (y-o-y) di periode ini setelah pada tahun 2009 lalu mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,0%. Grafik 1.24. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.I & Tw.II-2009 Grafik 1.25. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy) Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : MTI Singapore April 2010 *) angka sementara Grafik 1.26. Perkembangan Volume Ekspor Utama Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Industri Pengolahan Sumber : SEKDA - BI Sumber : Laporan Bulanan Bank 14

Dilihat dari jenis industrinya, akselerasi pertumbuhan sebagian besar disumbang oleh industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan kontribusi mencapai 2,91% terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan berjalan. Peran penting industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya tercermin dari perbaikan kinerja ekspor komponen pendukung industri kapal (shipyard), mesin-mesin elektrik, dan perlengkapan mesin kantor. DryDocks World (DDW) Batam (DDW Pertama, DDW Naninda dan DDW Graha) sebagai perusahaan galangan kapal terbesar di Batam dengan jumlah pekerja mencapai 25.000 orang, telah me-lounching penyelesaian proyek Jack Up Drilling Rigs L-205 Haven pada pertengahan Januari 2010. Rig tersebut rencananya akan dikirim ke Norwegia pada bulan Mei 2010. Rig ini merupakan Rig ke-5 dari 6 proyek pembangunan Rig yang saat ini sedang dikerjakan oleh Drydocks World Batam sejak awal 2009. Setiap proyek pembuatan Jack-Up Rig memakan waktu sekitar 24 30 bulan dengan nilai investasi masing-masing sekitar US$150-US$200. Di samping itu, Selain itu TNI-AL juga telah memesan pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR-40) kepada PT. Palindo Marine Shipyard Batam dengan nilai proyek sebesar Rp 60 milyar. Sampai dengan 2014, jumlah kapal yang akan dipesan TNI-AL mencapai 22 unit dengan pemesanan tiap tahunnya direncanakan 4-5 unit (Kompas, Januari 2010). Namun demikian, pemulihan industri galangan kapal Batam diperkirakan belum merata. Perusahaan shipyard skala menengah masih mengalami kesulitan akibat turunnya permintaan kapal dari dalam negeri, dan lebih memilih membeli kapal bekas impor yang lebih murah. Untuk itu, peran perbankan Nasional seharusnya lebih dioptimalkan untuk memberikan pembiayaan kepada sektor ini. Adapun di sisi mikro pembiayaan perbankan lokal terhadap sektor industri pengolahan secara umum mulai menunjukkan perbaikan pertumbuhan selama triwulan berjalan. Pembiayaan untuk sektor ini mengalami kenaikan 25% dibanding posisi triwulan I- 2009 setelah sempat tumbuh minimal di bulan November tahun lalu. Kondisi ini menggambarkan adanya kenaikan order pada industri pendukung berskala kecil-menengah yang merupakan target market dominan dari pembiayaan perbankan lokal. 1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sebagai sektor andalan kedua setelah sektor industri pengolahan, membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki peranan yang cukup besar terhadap laju pertumbuhan pada triwulan I-2010, dengan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,31%. 15

Masing-masing sub sektor baik perdagangan besar dan eceran, industri perhotelan, serta restoran mengalami pemulihan secara simultan dalam setahun terakhir. Namun lebih khusus, pertumbuhan di triwulan ini lebih berasal dari peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran merespon tumbuhnya aktivitas sektor riil dan membaiknya daya beli masyarakat secara umum. Peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran tercermin dari pergerakan positif beberapa indikator dini yang mendukung. Aktivitas peti kemas domestik (bongkar-muat) di pelabuhan FTZ kota Batam menunjukkan perkembangan yang stabil dengan tren relatif meningkat. Indikator ini mengindikasikan aktivitas perdagangan antar pulau yang masih dilakukan melalui pelabuhan utama FTZ karena belum memiliki pelabuhan khusus untuk bongkar muat barang kebutuhan antar daerah. Grafik 1.28. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Domestik Grafik 1.29. Pertumbuhan Volume Impor Barang Konsumsi Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Sumber : SEKDA BI (SITC) Selain itu juga dicerminkan oleh indikator pertumbuhan volume impor beberapa barang konsumsi terpilih, dimana pada bulan Februari 2010 terjadi lonjakan pertumbuhan impor secara tajam, terutama untuk produk-produk minuman dalam kemasan dan susu. Selanjutnya indikasi membaiknya aktivitas perdagangan juga terkonfirmasi dari volume bongkar-muat kargo melalui Bandara Hang Nadim Batam yang tumbuh signifikan dalam 2 triwulan terakhir. Sementara prakiraan membaiknya pertumbuhan sektor-sektor yang terkait dengan industri pariwisata seperti sektor hotel dan restoran diduga dipengaruhi oleh perayaan Imlek. Kondisi tersebut tercermin dari indikator tingkat hunian (occupancy rate) hotel berbintang yang relatif meningkat di bulan Februari 2010. Arus penumpang/pengunjung yang datang melalui Bandara Hang Nadim juga cukup memperlihatkan tren meningkat dibanding kondisi di tahun 2009. Namun demikian, indikasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal belum cukup kuat mengkonfirmasi hal tersebut. Hal ini diperkirakan karena optimisme pemulihan di 16

kalangan pelaku usaha di bidang pariwisata masih cukup terbatas, sehingga belum mempengaruhi keputusan untuk melakukan investasi di triwulan berjalan. Grafik 1.30. Volume Bongkar-Muat Kargo Melalui Bandara Hang Nadim Batam Grafik 1.31. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate) di Kepulauan Riau Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Grafik 1.32. Perkembangan Volume Penumpang (Dom&Intl) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam Grafik 1.33. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam Sumber : Laporan Bulanan Bank Adapun jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Provinsi Kepri melalui 4 pintu masuk pada bulan Februari 2010 yang terbesar melalui pintu masuk Batam yaitu sebanyak 80.966 orang (66,18 %). Kemudian melalui pintu masuk Lagoi (Tg. Uban) sebanyak 23.718 orang (19,39 %), Tanjung Balai Karimun sebanyak 9.100 orang (7,44 %), dan pintu masuk Tanjung Pinang dengan jumlah wisman sebanyak 8.548 orang (6,99 %). Wisman yang berkunjung melalui pintu masuk Batam tersebut mengalami peningkatan sebesar 17,4% (y-o-y) atau meningkat 1,77% dibanding bulan Januari 2010. 1.3.3. Sektor Bangunan Kondisi industri properti Kepulauan Riau khususnya kota Batam diprakirakan mulai memasuki tahapan recovery pada triwulan I-2010. Sektor bangunan diestimasi tumbuh meningkat dari 10,7% (triwulan IV-2009) menjadi 12,1% pada triwulan laporan. 17

Bertahannya industri properti dari terpaan krisis daya beli masyarakat tidak terlepas dari upaya keras developer dalam melakukan berbagai promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan. Selain itu kebijakan makro Bank Indonesia yang kembali mempertahankan BI- Rate di level 6,5% telah mulai berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan. Berdasarkan informasi yang diterima dari Ketua REI Khusus Batam, bank tertentu bahkan telah menawarkan suku bunga kredit perumahan hingga di level 8% - 9%, yang sangat membantu dalam memberikan stimulus bagi industri properti. Grafik 1.34. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Bangunan Grafik 1.35. Pertumbuhan KPR Perbankan Kepulauan Riau Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : Laporan Bulanan Bank Namun demikian, pemulihan kinerja sektor properti masih relatif terganjal oleh kejelasan status lahan di Batam yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Data REI menyebutkan bahwa dari 1.400 ha lahan yang terindikasi hutan lindung, 600 ha dimiliki oleh developer perumahan dimana sekitar 200 ha diantaranya telah dibangun proyek residensial. Proses penyelesaian permasalahan tersebut telah memakan waktu yang panjang dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Perkembangan terakhir menyebutkan bahwa areal yang telah dibangun oleh pengembang dapat diproses sertifikatnya oleh perbankan. Namun hal ini tentunya perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar memperoleh kepastian dalam berinvestasi. Permasalahan status lahan ini tidak hanya terjadi di Batam yang sekaligus mencerminkan buruknya sistem hukum pertanahan di Indonesia sehingga tidak ada sinkronisasi kebijakan di level pemerintah pusat yang terkait dengan urusan tanah. Optimisme pemulihan sektor properti setidaknya tercermin dari indikator KPR Perbankan, baik untuk tipe rumah di bawah 70 m 2, tipe di atas 70 m 2, serta tipe Ruko/Rukan, yang secara bersama-sama tumbuh meningkat di periode laporan. Khusus untuk tipe di atas 70m 2 dan tipe Ruko/Rukan bahkan telah menunjukkan kenaikan sejak triwulan III-2009. Perbaikan pertumbuhan sektor bangunan secara umum juga terindikasi dari tren pertumbuhan konsumsi semen dan pertumbuhan volume impor bahan bangunan yang cenderung meningkat. Prakiraan akselerasi sektor bangunan juga tidak telepas dari adanya 18

proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi (rusunawa). Merespon permintaan masyarakat yang mulai meningkat, pengembang melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan, seperti discount harga rumah atau tanah, bebas biaya BPHTB, bebas biaya notaris, bonus perlengkapan rumah, serta kemudahan dalam pengurusan kredit ke bank. Pemberian discount harga tersebut pada akhirnya berpengaruh pada harga properti baru yang relatif menurun, sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Kota Batam pada periode triwulan I-2010 yang secara umum turun 0,7 poin. Grafik 1.36. Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau Grafik 1.37. Pertumbuhan Volume Impor Utama Sektor Bangunan Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : SEKDA - BI 1.3.4. Sektor-sektor Lainnya Adapun kinerja pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya pada triwulan I-2010 cukup bervariasi. Sektor yang diprakirakan tumbuh membaik hanya sektor infrastruktur listrik, gas dan air bersih, sedangkan selebihnya diprakirakan tumbuh melambat. Perbaikan kinerja sektor infrastruktur ditopang oleh pertumbuhan atraktif sektor listrik dan gas sejalan dengan bergeraknya aktivitas usaha terutama di sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut secara langsung ditunjukkan oleh indikator pertumbuhan penjualan listrik oleh PT. PLN Batam yang secara umum tumbuh 18,62% (y-o-y) di triwulan I-2010. Pertumbuhan penjualan listrik didorong oleh naiknya konsumsi listrik golongan industri yang tumbuh semakin membaik di level 33,6% pada triwulan berjalan, setelah pada triwulan IV-2009 mencatat peningkatan sebesar 16,8%. 19

Grafik 1.38. Pertumbuhan Penjualan PT. PLN Batam berdasarkan Kelompok Tarif Grafik 1.39. Perkembangan Volume Kargo Laut Domestik & Internasional Sumber : PT. PLN Batam Sumber : BP Batam Grafik 1.40. Pertumbuhan Aset, DPK dan Kredit Perbankan di Kepulauan Riau Grafik 1.41. Perkembangan LDR dan NPL Perbankan di Kepulauan Riau Sumber : Laporan Bulanan Bank Sumber : Laporan Bulanan Bank Pertumbuhan sektor pengangkutan yang diprakirakan relatif melambat tercermin dari indikator volume kargo laut baik domestik maupun internasional. Sementara itu prakiraan melambatnya pertumbuhan sektor keuangan dipicu oleh penurunan kinerja industri perbankan di Kepulauan Riau. Penurunan tersebut diduga dipengaruhi oleh naiknya tingkat resiko kredit dimana rasio NPL gross relatif meningkat dibanding posisi triwulan I-2009, dari 2,91% menjadi 3,06%. Meski demikian tingkat NPL masih berada di bawah target indikatif Bank Indonesia sebesar 5%. Kenaikan NPL dipicu oleh langkah ekspansif perbankan dalam melakukan pembiayaan sebagaimana ditunjukkan oleh rasio loan-to-deposit (LDR) pada triwulan I-2010 sebesar 70,08%, meningkat dibanding posisi yang sama tahun 2009 yang tercatat sebesar 63,91%. Sektor Pertanian yang diprakirakan relatif melambat pada triwulan ini disebabkan oleh turunnya produksi perikanan akibat faktor cuaca. Kondisi cuaca yang buruk disertai gelombal laut tinggi di awal tahun selain mengganggu aktivitas melaut para nelayan juga menghambat distribusi hasil panen ke luar daerah. Hal ini juga diduga menyebabkan 20

terjadinya pergeseran siklus panen komoditas pertanian, terutama untuk komoditi jagung sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan produksi jagung pada periode Januari April 2010 (angka ramalan BPS). Namun di lain pihak, tingkat produksi padi diprakirakan meningkat tajam bersamaan dengan naiknya hasil produksi kacang tanah selama periode Januari April 2010. Grafik 1.44. Pertumbuhan Lifting Minyak & Gas Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.45. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi Sumber : Bloomberg Adapun turunnya tingkat pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2010 dipicu oleh penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas, dari 3,35% pada triwulan IV-2009 menjadi 1,48% (y-o-y). Kontribusi penurunan sebagian besar berasal dari sektor gas yang ditandai dengan turunnya lifting gas terutama di blok Kakap milik perusahaan gas Star Energi. Sementara penurunan harga gas dunia dalam 3 bulan terakhir tidak cukup membantu peningkatan kinerja sektor pertambangan gas. Di samping itu, penurunan kinerja sektor pertambangan juga disebabkan turunnya permintaan batu granit dari Singapura yang beralih membeli ke Malaysia yang memiliki kualitas batu relatif sama. Faktor jarak tempuh dan ongkos angkut yang lebih murah menjadi pertimbangan utama dipilihnya pasar Malaysia. Untuk itu pemerintah kabupaten Karimun berinisiaf mengurangi besarnya retribusi batu granit menjadi dari Rp25.000/ton menjadi Rp15.000 ribu/ton. Terakhir, rendahnya nilai tambah yang dihasilkan sektor penggalian sampai saat ini masih dipengaruhi oleh maraknya penambangan pasir liar di wilayah Kepulauan Riau. Di kota Batam saja, data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kota Batam menyimbulkan adanya potensi kerugian negara dari retribusi bahan galian yang harusnya diterima hampir mencapai Rp 1 miliar. Sedangkan kehilangan sumber penerimaan BP Kawasan Batam (Otorita Batam) yang berasal dari Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atas penggunaan lahan sekitar Rp 34,86 miliar. Adapun lahan tambang pasir diperkirakan telah mencakupi ± 83 ha yang tersebar di lebih dari 72 spot tambang. 21

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Pada Triwulan I-2010, laju inflasi tahunan (head inflation) Kepulauan Riau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,80% menjadi sebesar 2,77% (y-o-y). Meski demikian, angka inflasi Kepulauan Riau masih berada di bawah inflasi Nasional yang tercatat sebesar 3,43% pada triwulan laporan. Faktor-faktor yang mendorong laju inflasi tahunan Kepulauan Riau adalah kenaikan harga komoditas dunia, distribusi barang, dan tingginya permintaan masyarakat. Menurut jenis kelompoknya, kenaikan laju inflasi tahunan Kepulauan Riau terutama disebabkan terjadi peningkatan IHK pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. 12,00 10,00 Grafik 2.1. Laju Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional (y-o-y) % (yoy) 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Kepri Nasional TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 3,43 2,77 % (yoy) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Batam (y-o-y) 6,33 2,52 2,57 1,88 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2009 2010 2,97 Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : BPS Kepulauan Riau 2.1 PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BATAM Secara tahunan, perkembangan inflasi di Kota Batam pada triwulan I-2010 menunjukkan arah peningkatan yakni dari 1,88% (y-o-y) pada akhir tahun 2009 menjadi 2,97%. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh buruknya cuaca yang mengganggu distribusi barang kebutuhan pokok serta tingginya permintaan di saat perayaan imlek bulan Februari 2010. Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi juga turut memicu naiknya angka inflasi pada triwulan laporan. 2.1.1 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa Semua kelompok barang dan jasa mengalami kenaikan laju inflasi. Kelompok dengan tingkat inflasi yang relatif tinggi yakni makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; 22

kesehatan; sandang; serta Bahan Makanan. Sedangkan ketiga kelompok lainnya mengalami inflasi yang minimal. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Batam Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Batam Menurut Kelompok Barang dan Jasa No Kelompok 2009 2010 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 1 Bahan makanan 7,29 1,47 3,75 1,13 2,43 2 Makanan jadi, minuman, 10,54 9,23 10,43 7,65 10,18 rokok, dan tembakau 3 Perumahan, air, listrik, gas, 6,84 3,54 1,82 0,81 1,09 dan bahan bakar 4 Sandang 15,44 11,44 8,48 9,00 3,36 5 Kesehatan 3,63 2,47 3,99 3,74 3,42 6 Pendidikan, rekreasi dan 3,70 3,70 0,81 0,78 0,44 olahraga 7 Transpor, komunikasi dan 0,51 5,77 5,69 3,16 0,30 jasa keuangan Umum 6,33 2,52 2,57 1,88 2,97 Sumber: BPS Kepri : BPS Kepulauan Riau 2.1.2 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I-2010, sebagian besar kelompok bahan makanan mengalami inflasi. Subkelompok ikan segar dan subkelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi masing-masing sebesar 3,59% dan 0,88%. Inflasi tertinggi dialami subkelompok ikan diawetkan dan disusul oleh subkelompok buah-buahan masing-masing sebesar 11,99% dan 11,20%. Grafik 2.3. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam % (yoy) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7,29 1,47 3,75 1,13 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Sumber : BPS Kepulauan Riau 2009 2010 2,43 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam Menurut Subkelompok Bahan Makanan Lainnya Lemak dan Minyak Bumbu bumbuan Buah buahan Kacang kacangan Sayur sayuran Telur, Susu dan Hasil hasilnya Ikan Diawetkan Ikan Segar Daging dan Hasil hasilnya Padi padian, Umbi umbian dan BAHAN MAKANAN 0,88 0,35 3,59 0,82 0,33 1,63 2,43 5,14 4,94 6,03 11,20 11,99 % (yoy) 5 0 5 10 15 Sumber : BPS Kepulauan Riau 2.1.3 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi tertinggi, yakni sebesar 10,18% (y-o-y). Inflasi kelompok ini cukup tinggi jika dibandingkan akhir tahun 2009 yang sebesar 7,65%. Subkelompok makanan jadi mengalami inflasi tertinggi sebesar 10,95% diikuti oleh subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 9,73%. 23

Peningkatan laju inflasi disebabkan tingginya permintaan yang terindikasi dari peningkatan impor barang selama triwulan I-2010. Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Batam % (yoy) 12 10 8 6 4 2 0 10,54 9,23 10,43 7,65 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Sumber : BPS Kepulauan Riau 2009 2010 10,18 Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Sub-kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Batam Tembakau dan Minuman Beralkohol Minuman yang Tidak Beralkohol Makanan Jadi MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU Sumber : BPS Kepulauan Riau 8,66 9,73 10,95 10,18 % (yoy) 0 10 20 2.2 PERKEMBANGAN INFLASI KOTA TANJUNG PINANG Sama halnya dengan Kota Batam, inflasi di Kota Tanjung Pinang juga menunjukkan tren meningkat. Laju inflasi pada triwulan I-2010 sebesar 1,92% (y-o-y), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,43%. Faktor penyebab masih didominasi oleh terganggunya distribusi barang kebutuhan pokok seperti beras karena faktor cuaca serta peningkatan permintaan masyarakat. Tingkat inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau masih relatif besar pada triwulan laporan. % (yoy) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Grafik 2.7. Laju Inflasi Kota Tanjung Pinang (y-o-y) 10,28 4,52 2,07 1,43 1,92 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Sumber : BPS Kepulauan Riau 2009 2010 24

2.2.1 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Secara tahunan, sebagian besar kelompok barang dan jasa mengalami inflasi di Kota Tanjung Pinang pada triwulan laporan, hanya kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan yang masih mengalami deflasi. Tabel 2.2. Tabel 2.2. Inflasi Inflasi Tahunan Tahunan Kota Kota Batam Tanjung Menurut Pinang Menurut Kelompok Kelompok Barang dan Barang Jasa dan Jasa No Kelompok 2009 2010 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 1 Bahan makanan 17,11 5,55 1,42 0,71 0,22 2 Makanan jadi, minuman, 15,00 4,81 7,89 5,90 5,95 rokok, dan tembakau 3 Perumahan, air, listrik, gas, 3,75 1,90 0,94 0,66 1,67 dan bahan bakar 4 Sandang 8,70 6,67 7,70 6,72 1,05 5 Kesehatan 4,52 10,23 3,76 3,10 2,29 6 Pendidikan, rekreasi dan 6,46 3,79 2,14 2,03 2,27 olahraga 7 Transpor, komunikasi dan 5,65 13,59 5,13 2,37 0,32 jasa keuangan Umum 10,28 4,52 2,07 1,43 1,92 Sumber: BPS Kepri : BPS Kepulauan Riau 2.2.2 Kelompok Bahan Makanan Setelah mengalami deflasi sebesar 0,71% (y-o-y) pada triwulan lalu, kelompok bahan makanan pada triwulan laporan mulai menunjukkan trend kenaikan laju inflasi sebesar 0,22%. Sedangkan subkelompok sayur-sayuran menahan laju inflasi dengan mengalami deflasi sebesar 22,32%. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang sebesar 12,31% dan selama triwulan I-2010 inflasi subkelompok ini telah mencapai 12,86% (y-t-d). Tekanan inflasi berasal dari naiknya harga beras di Tanjung Pinang selama triwulan laporan karena faktor-faktor seperti distribusi dan tingginya permintaan. Grafik 2.8. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Tanjung Pinang % (yoy) 20 18 16 17,11 14 12 10 8 5,55 6 4 1,42 2 0,71 0,22 0 2 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Sumber : BPS Kepulauan Riau 2009 2010 Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Sub-Kelompok Bahan Makanan di Kota Tanjung Pinang Padi padian, Umbi umbian dan Hasilnya % (yoy) Bahan Makanan Lainnya Lemak dan Minyak Bumbu bumbuan Buah buahan Kacang kacangan Sayur sayuran Telur, Susu dan Hasil hasilnya Ikan Diawetkan Ikan Segar Daging dan Hasil hasilnya BAHAN MAKANAN 2,09 1,12 0,45 22,32 0,82 1,71 2,18 1,31 0,22 2,40 4,91 12,31 25 20 15 10 5 0 5 10 15 Sumber : BPS Kepulauan Riau 25

2.2.3 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Pada triwulan I-2010, secara tahunan laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau meningkat tipis (5,95%) dibanding triwulan sebelumnya (5,90%). Grafik 2.10. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Tj. Pinang Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Sub-Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Kota Tj. Pinang % (yoy) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 15,00 Sumber : BPS Kepulauan Riau 4,81 7,89 5,90 5,95 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tembakau dan Minuman Beralkohol Minuman yang Tidak Beralkohol Makanan Jadi MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 5,25 5,22 5,95 8,31 Sumber : BPS Kepulauan Riau 2009 2010 % (yoy) 0 5 10 Sumber : BPS Kepulauan Riau 2.3 INFLASI VOLATILE FOOD DAN ADMINISTERED PRICE Hasil Survei Pemantauan Harga Kota Batam selama triwulan I-2010 menunjukkan adanya penurunan harga pada beberapa volatile food. Kecenderungan harga-harga di Kota Batam pada bulan Maret 2010 diperkirakan menurun dibanding bulan sebelumnya, yakni berkisar -0,15% s/d 0,16% (m-t-m) atau 2,56% s/d 3,15% (y-o-y). Peluang penurunan harga dipengaruhi oleh kelancaran distribusi barang kebutuhan yang berasal dari Malaysia, Singapura, Burma, dan Thailand seperti beras, daging ayam ras, dan bawang-bawangan seiring dengan berakhirnya musim utara yang membawa gelombang laut tinggi. Namun demikian, kenaikan harga beberapa komoditas yang dipasok dari daerah Jawa dan Sumatera terjadi disebabkan masih terganggunya siklus panen di daerah sentra-sentra produksi tersebut. Berdasarkan hasil SPH pada empat pedagang di dua pasar tradisional kota Batam, inflasi dipicu oleh kelompok volatile food, terutama pada komoditi telur, cabecabean, kacang-kacangan, dan ikan-ikanan. Sementara itu, pergerakan inflasi yang berasal dari administered price (harga barang yang diatur oleh pemerintah) pada triwulan I-2010 relatif masih stabil. Sementara itu, berdasarkan hasil survey pemantauan harga mingguan di Kota Batam, ketiga komoditas yang disurvey yakni bahan bakar minyak rumah tangga, rokok kretek dan rokok kretek filter tidak mengalami perubahan harga yang berarti. 26

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Pada triwulan I-2010, perkembangan kinerja industri perbankan di Kepulauan Riau mulai menunjukkan arah peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa indikator perbankan seperti total aset, dana masyarakat, dan jumlah kredit yang diberikan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyaluran kredit perbankan kepada sektorsektor produktif mengalami kenaikan yang cukup tinggi menyusul pulihnya aktivitas sektor riil. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan kredit modal kerja yang cukup tinggi seiring membaiknya daya beli masyarakat secara umum. Di sisi lain, sejalan dengan prospek perekonomian yang semakin membaik, risiko kredit masih berada dalam koridor yang terukur dan fungsi intermediasi perbankan pun berjalan cukup optimal. 3.1 BANK UMUM 3.1.1 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Secara tahunan, perkembangan DPK bank umum selama triwulan I-2010 mengalami perlambatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di wilayah Kepulauan Riau mencapai Rp 17,3 triliun atau tumbuh 4,19% (y-o-y) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,62%). Perlambatan ini dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan baik giro, tabungan maupun deposito dibandingkan dengan triwulan pertama tahun sebelumnya. Grafik 3.1. Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Kepulauan Riau berdasarkan Jenis Simpanan Rp triliun 8 7 6 5 4 3 2 1 0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I Giro Tabungan Deposito Diagram 3.1. Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Kepulauan Riau Berdasarkan Golongan Kepemilikan 21% 11% 4% 64% Perorangan Perusahaan Swasta Pemerintah Daerah Lainnya 2008 2009 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Komposisi DPK bank umum konvensional di wilayah Kepulauan Riau masih didominasi oleh jenis simpanan giro. Pada triwulan I-2010, pangsa giro mencapai 40,24%, disusul tabungan 37,68% dan deposito 22,08%. Dengan pangsa tabungan yang cukup besar, 27

perlambatan pertumbuhan DPK lebih disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan tabungan yang sebesar 12,22% menjadi Rp6,5 triliun, dan disusul perlambatan pertumbuhan deposito yang cukup signifikan sebesar -1,65% menjadi Rp 3,82 triliun. Sementara itu, setelah melambat di triwulan sebelumnya, pertumbuhan giro pada triwulan laporan mengalami penigkatan dari -9,13% menjadi 0,73%. Salah satu faktor meningkatnya giro adalah peningkatan aktivitas ekonomi di sektor korporasi seiring memulihnya perekonomian di Kepulauan Riau. Adapun portofolio dana perbankan berdasarkan golongan pemilik pada triwulan I-2010, masih didominasi oleh perorangan sebesar 64%, diikuti oleh perusahaan swasta sebesar 21%. 3.1.2 Perkembangan Kredit Setelah mengalami perlambatan sepanjang tahun 2009, perkembangan kredit bank umum konvensional di Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 menunjukkan kenaikan. Kredit yang berhasil disalurkan pada posisi Maret 2010 adalah sebesar Rp12,98 triliun. Secara tahunan, kredit tumbuh sebesar 16,73% (y-o-y) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,69%. Pertumbuhan kredit yang mulai membaik ini didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi. Rp Triliun 14 12 10 8 6 4 2 0 Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Bank Umum di Kepulauan Riau TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 Kredit Growth yoy Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% RpTriliun 6 5 4 3 2 1 0 Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 Modal kerja Investasi Konsumsi Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi mengalami peningkatan, sebaliknya pertumbuhan kredit investasi masih melambat. Pertumbuhan kredit modal kerja menunjukkan peningkatan dari 14,33% pada posisi akhir tahun 2009 menjadi 18,08% pada triwulan I-2010 yang mencapai Rp4,42 triliun, sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi juga mengalami kenaikan dari 17,93% pada triwulan IV- 2009 menjadi 21,13% pada triwulan I-2010 yang mencapai Rp5,23 triliun. Kondisi yang 28

berbeda pada pertumbuhan kredit investasi yang terus mengalami perlambatan sebesar - 5,46% (yoy) dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar 1,61% (yoy). Grafik 3.4. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Diagram 3.2. Kredit yang Disalurkan Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 5% 10% TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 44% 6% 3% 0% 3% 16% 18% 1% 8% Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial Lainnya 2007 2008 2009 2010 Modal kerja Investasi Konsumsi Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum 1% Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Kepulauan Riau masih didominasi sektor konsumsi, sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan masing-masing dengan pangsa 44,32%, 17,47%, dan 16,18%. Hal ini seiring dengan pangsa PDRB Kepulauan Riau yang masih didominasi ketiga sektor tersebut. Secara tahunan, sektor ekonomi yang pertumbuhan kreditnya mengalami kenaikan yang sangat signifikan adalah sektor listrik gas dan air, yakni sebesar 78% (yoy) menjadi Rp59,95 milyar. Hal ini mengindikasikan telah pulihnya perekonomian terutama di sektor-sektor yang terkait seperti sektor industri pengolahan yang kreditnya mengalami pertumbuhan sebesar 24,41% (yoy) menjadi Rp1,94 triliun dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang hanya sebesar 15,98% (yoy). Mayoritas kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Kepulauan Riau masih terfokus di Kota Batam (79,37% dari total baki debet). Pangsa kredit di Batam mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 79,68%. Penyebab besarnya pangsa kredit di Kota Batam adalah faktor jumlah penduduk yang dominan di Kepulauan Riau serta sebagian besar unit usaha berada di Kota Batam. Sementara itu, pangsa kredit di Kota Tanjung Pinang dan daerah lainnya masing-masing sebesar 16,30% dan 4,02%. Risiko kredit yang disalurkan bank umum konvesional pada triwulan I-2010 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Gross meningkat dari 2,73% di triwulan IV-2009 menjadi 3,21% pada triwulan I-2010. Demikian juga dengan nominalnya naik dari Rp327,95 milyar menjadi Rp385,13 milyar. Namun peningkatan NPL ini tidak diiringi dengan peningkatan Loan to deposit ratio yang mengalami penurunan dari 70,32% menjadi 69,28. 29

Grafik 3.5. Perkembangan Non Performing Loan Gross Bank Umum di Kepulauan Riau Grafik 3.6. Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Umum di Kepulauan Riau 450.000 400.000 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 NPL (Nominal) NPL (%) 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 72,00% 70,00% 68,00% 66,00% 64,00% 62,00% 60,00% 70,32% 68,84% 68,08% 66,03% 65,23% 65,12% 63,86% 63,42% 69,28% 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 0,00% 58,00% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sementara itu perkembangan kredit bank umum yang disalurkan kepada sektor UMKM pada triwulan I-2010 mengalami peningkatan secara signifikan setelah di tahun 2009 tumbuh melambat. Secara tahunan, Pertumbuhan kredit UMKM yang berhasil disalurkan meningkat dari 9,05% (yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi 48,49% pada triwulan I-2010 atau mencapai Rp8,38 triliun. Peningkatan ini menunjukkan mulai pulihnya sektor UMKM pasca krisis keuangan yang mendorong perbankan untuk berekspansi menyalur kredit ke UMKM. Grafik 3.7. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Konvensional di Kepulauan Riau 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2008 2009 2010 Kredit UMKM yoy Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 3.1.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Secara tahunan, perkembangan aset bank umum syariah pada triwulan I-2010 mengalami penurunan yang tajam yakni sebesar 19,63% (yoy), sedangkan dibanding triwulan lalu hanya meningkat tipis sebesar 0,98% (qtq) mencapai Rp 663,25 milyar. Seiring dengan pertumbuhan aset yang melambat, pertumbuhan pembiayaan syariah juga mengalami penurunan sebesar 20,47% (yoy) menjadi sebesar Rp485,76 milyar. Sementara 30

itu, dana pihak ketiga masih tumbuh sebesar 5,89% (yoy), namun secara triwulanan turun sebesar 5,89% menjadi Rp441,71 milyar. Fungsi intermediasi bank umum syariah mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan kenaikan financing to deposit ratio (FDR) menjadi 109,97% dibanding tahun lalu pada triwulan I yang sebesar 85,91%, namun secara triwulanan menurun tipis dibanding akhir tahun 2009 yang sebesar 110,69%. Grafik 3.8. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah di Kepulauan Riau Rp Juta 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2008 2009 2010 Aset DPK Pembiayaan FDR Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum 3.2 BANK PERKREDITAN RAKYAT 3.2.1 Perkembangan BPR Konvensional Perkembangan BPR konvensional di Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ini terlihat dari indikator seperti aset, DPK, kredit, dan LDR. Secara tahunan, pertumbuhan aset BPR menurun dari 64,98% (yo-y) pada triwulan lalu menjadi 57,92% pada triwulan laporan yang mencapai Rp 1,72 triliun. Demikian juga dengan pertumbuhan DPK yang menurun dari 63,36% menjadi 53,24% atau menjadi sebesar Rp 1,23 triliun. Sebaliknya, penyaluran kredit BPR mengalami peningkatan dari 50,62% menjadi 68,36% atau menjadi sebesar Rp 998,62 milyar. Fungsi intermediasi BPR juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan kenaikan LDR dari 78,60% pada akhir tahun 2009 menjadi 81,34% pada triwulan laporan. Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR konvensional di Kepulauan Riau merupakan kredit konsumsi, yakni untuk membiayai kendaraan bermotor. Pangsa kredit konsumsi mencapai 63,09% dari total kredit, sedangkan sisanya merupakan kredit modal kerja dan investasi masing-masing sebesar 28,64% dan 8,27%. Sementara itu, NPL BPR masih rendah, yakni sebesar 1,23% pada triwulan laporan atau meningkat dibanding triwulan IV-2009 yang mencapai 1,03%. 31

2.000.000 1.800.000 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 Grafik 3.9. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Kepulauan Riau Rp Juta TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 Aset DPK Kredit LDR Sumber : Laporan Bulanan BPR 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 Rp Juta 0 Grafik 3.10. Perkembangan Indikator BPR Syariah di Kepulauan Riau TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 2009 2010 Aset DPK Pembiayaan FDR Sumber : Laporan Bulanan BPR 350% 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% 3.2.2 Perkembangan BPR Syariah Pada triwulan I-2010, secara umum, perkembangan BPR Syariah di Kepulauan Riau mengalami sedikit peningkatan. Secara triwulanan, pertumbuhan aset BPRS meningkat dari 31,13% (qtq) menjadi 38,95% atau mencapai sebesar Rp29,46 milyar. Demikian juga pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan BPRS mengalami peningkatan dari 30,09% (qtq) menjadi 46,79% atau sebesar Rp29,78 milyar. Sementara itu, pertumbuhan DPK yang berhasil dihimpun mengalami peningkatan dari 31,73% (qtq) menjadi 49,20% atau mencapai Rp12,46 milyar. Dengan kondisi tersebut, Financing to deposit ratio (FDR) BPRS di Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan dari 242,87% pada triwulan lalu menjadi 238,95% pada triwulan laporan. Tingginya FDR ini disebabkan BPRS di Kepulauan Riau masih sulit untuk melakukan penetrasi pasar dalam menghimpun dana masyarakat sehingga pembiayaan yang disalurkan sebagian besar berasal dari ekuitasnya. Untuk memenuhi kecukupan pendanaan, BPRS dapat memanfaatkan linkage program dengan bank umum. 32

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1 TARGET APBD TAHUN 2010 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seluruh kabupaten dan kota di provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 ditargetkan sebesar Rp 6,86 triliun, turun 1,5% dibanding total APBD Kepulauan Riau tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, penurunan terbesar terjadi pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang turun 1,9% menjadi sekitar Rp 1,03 triliun, serta pengurangan alokasi Dana Perimbangan sebesar 0,4% menjadi sekitar Rp 4,07 triliun. Secara umum, berkurangnya Dana Perimbangan yang dialokasikan pemerintah pusat dilakukan untuk mendorong optimalisasi sumber pembiayaan daerah diluar Dana Perimbangan sesuai Permendagri Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2010, dan meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran di daerah. Di samping itu, penyebab penurunan juga dipengaruhi oleh adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait penerimaan daerah yang berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat, sehingga menurunkan potensi penerimaan yang direncanakan sebelumnya. Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 s.d. 2010 (dalam jutaan Rupiah) 2007 2008 % 2007-2008 2009 % 2008-2009 2010 % 2009-2010 PENDAPATAN 4,815,445 4,178,569-13.2% 5,336,421 27.7% 5,399,234 1.2% BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 598,897 952,217 59.0% 1,050,396 10.3% 1,030,742-1.9% DANA PERIMBANGAN 3,969,281 2,903,001-26.9% 4,089,414 40.9% 4,073,660-0.4% LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 247,267 323,351 30.8% 196,611-39.2% 294,831 50.0% BELANJA 6,220,533 5,155,325-17.1% 6,973,402 35.3% 6,865,662-1.5% BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,687,938 1,959,360 16.1% 2,574,573 31.4% 2,740,179 6.4% - Belanja subsidi 35,044 79,218 126.1% 123,996 56.5% 73,490-40.7% - Belanja hibah 87,153 61,420-29.5% 157,308 156.1% 242,361 54.1% - Belanja bantuan sosial 240,368 194,997-18.9% 240,188 23.2% 233,971-2.6% BELANJA LANGSUNG 4,532,595 3,195,965-29.5% 4,398,829 37.6% 4,125,483-6.2% - Belanja pegawai 616,802 400,679-35.0% 607,547 51.6% 644,627 6.1% - Belanja barang dan jasa 1,477,486 1,330,753-9.9% 1,617,929 21.6% 1,597,660-1.3% - Belanja modal 2,438,307 1,464,533-39.9% 2,173,353 48.4% 1,883,195-13.4% SURPLUS/(DEFISIT) (1,405,088) (976,756) -30.5% (1,636,981) 67.6% (1,466,428) -10.4% Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah Menurunnya anggaran penerimaan tersebut diharapkan tidak mempengaruhi kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan daerahnya. Kekhawatiran ini dipengaruhi oleh besarnya penurunan pada pos anggaran belanja barang dan jasa serta belanja modal yang justru memiliki efek multiplier yang besar dalam menstimulus 33

perekonomian daerah. Di lain pihak, anggaran belanja pegawai justru mengalami kenaikan sekitar 6% di tengah pemulihan ekonomi yang masih dini serta tingkat inflasi yang rendah. Penurunan APBD 2010 terjadi pada seluruh anggaran pemerintah baik provinsi, kota, maupun kabupaten di Kepulauan Riau. APBD provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 diperkirakan turun Rp 16 miliar (0,87%), dari sebelumnya Rp 1,846 triliun menjadi Rp 1.830 triliun. Terjadinya penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya dana perimbangan dan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk provinsi Kepri pada tahun 2010 mendatang. Sementara itu, APBD kota Batam di tahun 2010 diperkirakan turun Rp 200 miliar dibanding tahun 2009 yang mencapai Rp 1,024 triliun. Salah satu penyebab penurunan tersebut disebabkan banyaknya Perda yang saat ini belum jelas implementasinya dan berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat. Sebagai contoh Perda Kepelabuhanan yang ditargetkan menyumbang pendapatan sekitar Rp 31 miliar dan airportax yang harusnya menyumbang kas daerah puluhan miliar, tapi tidak tercapai secara optimal karena adanya kebijakan pemerintah pusat dalam membatasi pajak dan retribusi daerah berdasarkan Permendagri Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2010. Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2010 JENIS PENERIMAAN / BELANJA APBD 2010 Prov. Kep.Riau Kab. Karimun Kab. Bintan Kab. Natuna Kota Batam Kota Tj.Pinang Kab. Lingga Kab. Kep.Anambas TOTAL APBD 2010 PAD 400,884 236,916 119,672 14,344 195,282 46,824 12,021 4,800 1,030,742 Pajak daerah 382,664 193,410 97,124 2,693 144,665 14,944 2,400 4,000 841,900 Retribusi daerah 1,678 18,735 4,330 1,041 21,854 14,591 2,841 300 65,369 Hasil pengelolaan kekayaan daerah ydp 714 2,320 4,600 4,610 2,000 3,038 17,282 Lain lain PAD yang sah 15,829 22,450 13,619 6,000 26,763 14,252 6,780 500 106,191 Dana Perimbangan 1,077,079 184,643 258,751 544,621 751,025 375,941 328,170 553,429 4,073,660 DBH pajak/bukan pajak 733,548 104,850 137,834 519,832 481,008 186,844 193,130 316,490 2,673,536 Dana alokasi umum 338,972 77,106 110,235 230,165 185,956 133,600 213,045 1,289,078 Dana alokasi khusus 4,559 2,688 10,683 24,789 39,852 3,142 1,440 23,894 111,046 Lain lain Pendapatan yang Sah 20,718 20,747 40,574 17,175 106,488 28,100 46,029 15,000 294,831 Hibah 20,718 12,000 3,617 5,000 41,335 Dana darurat DBH pajak dari Prop.&Pemda lainnya 14,225 25,074 12,320 76,011 28,100 12,000 10,000 177,730 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 4,855 26,860 34,029 65,744 Bantuan keu. dari Prop./Pemda lainnya 3,500 3,500 Lain lain pendapatan daerah yang sah 6,522 6,522 Total Pendapatan 1,498,682 442,306 418,997 576,140 1,052,795 450,865 386,220 573,229 5,399,234 Belanja Tidak Langsung 533,459 344,155 251,998 351,486 554,816 281,500 178,606 244,159 2,740,179 Belanja Pegawai 175,410 273,034 185,190 217,441 482,407 238,450 137,363 189,078 1,898,374 Belanja Bunga Belanja Subsidi 10,000 36,966 20,940 584 5,000 73,490 Belanja Hibah 107,950 10,420 16,901 55,721 19,483 6,600 17,086 8,200 242,361 Belanja Bantuan sosial 79,832 26,737 24,175 17,402 23,030 31,950 7,149 23,695 233,971 Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota 149,767 1,000 14,923 165,690 Belanja Bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota 8,500 33,464 23,732 21,956 6,955 2,500 15,686 112,793 Belanja tidak terduga 2,000 500 2,000 2,000 2,000 1,000 1,500 2,500 13,500 Belanja Langsung 1,296,541 340,795 224,999 483,799 760,971 289,942 352,939 375,497 4,125,483 Belanja Pegawai 181,775 68,548 51,688 60,137 125,285 37,082 56,575 63,536 644,627 Belanja Barang dan jasa 355,279 164,986 121,143 260,870 269,970 151,618 141,402 132,392 1,597,660 Belanja Modal 759,487 107,261 52,168 162,791 365,717 101,241 154,962 179,569 1,883,195 Total Belanja 1,830,000 684,951 476,997 835,285 1,315,787 571,442 531,545 619,656 6,865,662 SURPLUS/ (DEFISIT) (331,318) (242,644) (58,000) (259,145) (262,992) (120,577) (145,325) (46,427) (1,466,428) Pembiayaan Netto 331,318 242,644 58,000 259,145 262,992 120,577 143,500 46,881 1,465,057 Penerimaan 331,318 242,644 62,000 274,145 265,916 120,577 149,000 46,881 1,492,480 SiLPA TA sebelumnya 331,318 242,644 62,000 274,145 220,000 120,577 149,000 46,881 1,446,565 Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah 34

Sementara itu, APBD Kota Tanjungpinang tahun 2010 diprakirakan mengalami penurunan hingga 21,6% dibanding tahun 2009 menjadi Rp 542 miliar. Penurunan antara lain terjadi pada sektor PAD sebesar Rp 40,8 miliar atau mengalami penurunan 1,6 persen dari Rp 41,5 miliar pada APBD 2009. Selain sektor PAD, dana perimbangan juga mengalami penurunan sekitar 15,35% atau menjadi Rp 375,9 miliar, terutama dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), yang masing-masing turun sebesar 18,9% dan 91,19%. Terjadinya penurunan pada pos DAK karena kebijakan pemerintah pusat hanya mengalokasikannya bagi sanitasi dan air bersih. Kabupaten Natuna sebagai daerah penghasi migas terbesar di Kepulauan Riau bahkan mengalami penurunan anggaran yang jauh lebih besar. Target APBD Natuna tahun 2010 diperkirakan senilai Rp 843 miliar atau menurun sekitar Rp 400 miliar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,2 triliun. Dalam RAPBD tersebut, pendapatan dari sisi penerimaan mencapai Rp 576 miliar, yang diantaranya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 14 miliar. Pos PAD tersebut terdiri dari dana Hasil Pajak Daerah Rp 2,6 miliar, retribusi daerah Rp 1 miliar, dan pos Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Rp 4,6 miliar. Selain itu, dari pos dana perimbangan yang diproyeksikan Rp 547 miliar dengan sumber pendapatan dari dana perimbangan Bagi Hasil Pajak Rp 94 miliar, Bagi Hasil bukan Pajak sumber daya alam Rp 427 miliar dan pos dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 24 miliar. Di sisi pembiayaan, anggaran belanja langsung dialokasikan sebesar Rp 481 miliar, dan belanja tidak langsung sekitar Rp 353 miliar. Adapun pembiyaan defisi anggaran diperoleh dari penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 274 miliar. 4.2. REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU Dari jumlah APBD provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 sebesar Rp 1,83 triliun, alokasi belanja terbesar ditujukan untuk belanja Modal senilai Rp 759,5 miliar atau 41,5% dari total APBD 2010. Selain itu alokasi belanja Barang dan Jasa sebanyak Rp 355,3 miliar juga memegang porsi yang relatif besar mencapai 19,4%. Komposisi ini dinilai cukup ideal untuk menggerakkan roda perekonomian yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Sementara di sisi penerimaan, pos bagi hasil pajak ditargetkan menyumbang pendapatan sebesar Rp 528,7 miliar atau 35,28% dari total penerimaan pemerintah provinsi di tahun 2010. Adapun penerimaan yang berasal dari PAD ditargetkan sekitar Rp382,7 miliar, yang memberi kontribusi mencapai 25,5% terhadap total penerimaan. Sedangkan pos dana perimbangan yang berasal dari DAU ditargetkan menyumbang penerimaan sekitar 22,6%. 35

4.2.1. Realisasi Penerimaan Realisasi penerimaan pemerintah provinsi Kepulauan Riau selama triwulan I-2010 diperkirakan sebesar Rp 480 miliar atau 32,02% dari target penerimaan tahun 2010 sebesar Rp 1,489 triliun. Pencapaian ini cukup baik jika dibandingkan persentase penerimaan di triwulan I-2009 yakni sebesar 24,9%. Penerimaan pada triwulan I-2010 dari sisi PAD sebagian besar bersumber dari realisasi penerimaan pajak daerah yang diestimasi sebesar Rp 116,4 miliar atau 30,4% dari target penerimaan pajak tahun 2010. Penerimaan pajak daerah tersebut bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Realisasi di periode ini lebih baik jika dibandingkan triwulan I-2009 yang baru tercapai sebesar 23,7%. 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Tabel 4.3. Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau JENIS PENERIMAAN TARGET TA. 2010 Realisasi Bulan Berjalan Total Realisasi Januari Februari Maret Tw.I 2010 Tw.I 2009 (Rp) (Rp) (%) (%) Pajak Daerah 382,664,083,000 39,291,743,005 33,956,126,975 43,109,551,355 116,357,421,335 30.41% 23.67% Retribusi Daerah 1,677,500,000 97,951,776 97,321,750 133,225,175 328,498,701 19.58% 20.89% Retribusi Jasa Umum 136,500,000 2,563,000 6,667,500 2,820,500 12,051,000 8.83% 24.16% Retribusi Jasa Usaha 1,516,000,000 95,388,776 82,904,250 124,904,675 303,197,701 20.00% 16.14% Retribusi Perizinan Tertentu 25,000,000 7,750,000 5,500,000 13,250,000 53.00% 0.00% Hasil Pengel.Kekayaan Daerah ydp 714,000,000 0.00% 0.00% Lain lain Pendapatan Asli Daerah 15,828,508,000 1,038,659,775 673,045,488 1,734,872,223 3,446,577,485 21.77% 26.70% TOTAL PAD 400,884,091,000 40,428,354,556 34,726,494,213 44,977,648,753 120,132,497,521 29.97% 23.70% 2. DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak 204,832,837,000 925,973,104 1,489,111,213 21,215,246,305 23,630,330,622 11.54% 12.91% Bagi Hasil Pajak 103,950,000,000 167,415,389 302,263,820 340,665,301 810,344,510 0.78% 8.82% Bagi Hasil Bukan Pajak 27,105,868,000 758,557,715 1,186,847,393 2,234,445,011 4,179,850,119 15.42% 9.08% Pajak Penghasilan Orang Pribadi 73,776,969,000 18,640,135,993 18,640,135,993 25.27% 0.00% Bagi Hasil Bukan Pajak 528,715,569,000 75,659,589,973 136,572,923,636 212,232,513,609 40.14% 24.69% Dana Alokasi Umum 338,972,091,000 51,693,640,000 25,846,820,000 25,846,820,000 103,387,280,000 30.50% 33.33% Dana Alokasi Khusus 4,558,900,000 TOTAL DANA PERIMBANGAN 1,077,079,397,000 52,619,613,104 102,995,521,186 183,634,989,941 339,250,124,231 31.50% 25.32% 3. LAIN LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah dari Pemerintah 20,718,151,000 20,718,151,000 20,718,151,000 100.00% TOTAL PENERIMAAN DAERAH 1,498,681,639,000 93,047,967,660 158,440,166,399 228,612,638,694 480,100,772,752 32.03% 24.90% Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir tanggal 29 April 2010 Adapun pada pos dana perimbangan, sumbangan penerimaan terbesar dihasilkan dari realisasi dana bagi hasil (DBH) bukan pajak atas pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam sektor perikanan dan sektor Migas yang diperkirakan mencapai Rp 212,2 miliar atau 40,1% target 2010. Tingkat realisasi ini jauh lebih besar dibanding kondisi di periode yang sama tahun 2009 yang baru terealisasi sekitar 24,7%. Tingginya penerimaan DBH tersebut dapat dijadikan pemerintah sebagai sumber dana untuk mengoptimalkan pembangunan di wilayahnya. 36

4.2.2. Realisasi Belanja Sementara itu, penyerapan anggaran belanja oleh Pemerintah Provinsi pada triwulan I-2010 masih belum optimal, namun masih lebih baik dibanding kondisi pencapaian di tahun 2009. Total pengeluaran pemerintah di periode berjalan diperkirakan sekitar Rp 284,2 miliar, atau baru teralisasi sebesar 15,5% dari target pengeluaran APBD TA.2010 yang ditetapkan sebesar Rp 1,83 triliun. Dari total pengeluaran tersebut, penyerapan anggaran pada pos Belanja Tidak Langsung diperkirakan sebesar Rp 120 milyar, atau 22,5% dari target 2010. Sedangkan tingkat penyerapan pada pos Belanja Langsung tercatat lebih rendah, yakni hanya 12,7% dari yang ditargetkan. 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau JENIS PENGELUARAN/BELANJA TARGET TA. 2010 Realisasi Bulan Berjalan Total Realisasi Januari Februari Maret Tw.I 2010 Tw.I 2009 (Rp) (%) (%) Belanja Pegawai 175,410,121,045 5,334,435,171 20,564,016,367 35,928,966,088 61,827,417,626 35.25% 14.74% Belanja Subsidi 10,000,000,000 Belanja Hibah 107,950,000,000 23,750,000,000 24,512,500,000 48,262,500,000 44.71% 13.37% Belanja Bantuan Sosial 79,832,000,000 809,000,000 9,145,850,000 9,954,850,000 12.47% 16.89% Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Ka 149,766,790,000 0.00% 4.70% Belanja Bantuan Keuangan 8,500,000,000 0.00% 50.00% Belanja Tidak Terduga 2,000,000,000 0.00% 0.00% TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUNG 533,458,911,045 5,334,435,171 45,123,016,367 69,587,316,088 120,044,767,626 22.50% 11.57% 2. BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai 181,774,685,598 55,950,000 4,608,280,000 13,675,512,820 18,339,742,820 10.09% 5.71% Belanja Barang dan Jasa 355,279,279,929 2,635,368,406 16,734,925,273 45,195,486,660 64,565,780,339 18.17% 9.37% Belanja Modal 759,487,123,428 12,637,144,783 68,624,114,816 81,261,259,599 10.70% 5.53% TOTAL BELANJA LANGSUNG 1,296,541,088,955 2,691,318,406 33,980,350,056 127,495,114,296 164,166,782,758 12.66% 6.76% TOTAL BELANJA DAERAH 1,830,000,000,000 8,025,753,577 79,103,366,423 197,082,430,384 284,211,550,384 15.53% 8.00% Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir tanggal 29 April 2010 (Rp) Sebagian besar APBD provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 dikeluarkan untuk pembayaran biaya operasional rutin, terutama gaji pegawai. Sedangkan pengeluaran modal serta barang dan jasa (investasi) masih tergolong rendah. Namun demikian, komitmen pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat kecil dan pemberantasan kemiskinan ditunjukkan dengan teralisasinya anggaran bantuan social dan hibal dalam jumlah yang cukup besar. Tingkat realisasi belanja pada triwulan I-2010 secara umum lebih tinggi dibanding kondisi triwulan I-2009. Hal tersebut tidak terlepas dari besarnya dropping dana bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat. 37

Sudah menjadi kondisi normal bagi daerah dalam hal penyerapan anggaran yang masih rendah pada periode awal tahun. Hal ini disebabkan sebagian besar proyek-proyek pembangunan masih dalam tahap tender. Dibutuhkan upaya yang lebih keras bagi pemerintah daerah untuk merealisasikan anggaran belanja sesuai dengan rambu-rambuy yang ditetapkan. Terlebih disebabkan tingginya komitmen pemerintahan saat ini untuk memberantas praktek korupsi dan penyalahgunaan anggaran negara. 38

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi sistem pembayaran senantiasa menjaga aspek keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diwujudkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy. Sebagaimana tren pada awal triwulan, perkembangan transaksi sistem pembayaran di Kepulauan Riau mengalami penurunan baik jumlah aliran uang masuk dan keluar maupun jumlah transaksi pembayaran melalui kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 5.1 TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 5.1.1 Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar Perkembangan aliran uang kartal di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I-2010 mengalami penurunan baik inflow maupun outflow. Inflow di wilayah kerja KBI Batam turun sebesar 70,08% (y-o-y) dan 338,12% (q-t-q) menjadi Rp 49,50 milyar, sementara outflow di wilayah kerja KBI Batam turun sebesar 12,21% (y-o-y) dan 67,08% (q-t-q) menjadi Rp 511,49 milyar. Penurunan inflow dan outflow pada triwulan pertama merupakan siklus musiman yang biasa terjadi di setiap awal tahun. KBI Batam memiliki karateristik net ouflow di mana outflow lebih besar daripada inflow. Secara tahunan net outflow pada triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 10,73% (y-o-y). Sementara itu, secara triwulanan net outflow mengalami penurunan sebesar 38,04% (q-t-q) menjadi Rp 461,99 milyar. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Batam 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV TW I Rp miliar 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I 2007 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Sumber : Bank Indonesia Batam Sumber : Bank Indonesia Batam 39

5.1.2 Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menjaga kualitas uang kartal yang layak edar dengan menerapkan clean money policy yaitu dengan melakukan pemusnahan atau pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar. Selama triwulan I- 2010, KBI Batam telah melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 3,56 juta lembar atau Rp 49 Milyar, turun sebesar 30,75%. Berdasarkan denominasi yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 20.000, Rp 10.000, dan Rp 50.000 masing-masing sebesar 31,89%, 19,61%, 17,22%, 16,34%, dan 13,39%. 5.1.3 Uang Palsu Selama triwulan I-2010, uang palsu yang ditemukan oleh Kantor Bank Indonesia Batam relatif sedikit, yakni sebanyak 25 lembar atau secara nominal sebesar Rp 1,45 juta. Uang kertas pecahan Rp 50.000 merupakan pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 60% dari total lembaran uang palsu yang ditemukan. Untuk menekan jumlah peredaran uang palsu, KBI Batam senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah, serta melalui iklan layanan masyarakat di ruang publik. 5.2 TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 5.2.1 Kliring Lokal Selama triwulan I-2010, transaksi pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah kerja KBI Batam, baik secara volume maupun nominal mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume transaksi kliring pada triwulan I-2010 adalah sebanyak 107.252 warkat atau turun sebesar 3,3% (q-t-q) namun secara tahunan naik sebesar 5,49% (y-o-y), sementara secara nominal sekitar Rp 2,03 triliun atau turun sebesar 8,38% dan secara tahunan turun sebesar 21,96% (y-o-y). Penurunan jumlah transaksi kliring juga diikuti dengan penurunan jumlah tolakan cek dan BG selama triwulan laporan menjadi sebanyak 2.607 warkat atau turun sebesar 10,63% (q-t-q) namun secara tahunan naik sebesar 43,87%, sementara secara nominal mengalami penurunan sebesar 25,68% menjadi Rp 65 milyar, namun secara tahunan meningkat 14,59%. 40

Keterangan Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi Non Tunai 2008 2009 2010 Pertumbuhan (%) Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 qtq yoy Perputaran Kliring Volume (Lembar) 104.027 108.574 111.429 102.838 101.670 105.943 107.009 110.917 107.252-3,30 5,49 Nominal (Rp miliar) 2.456 2.719 2.964 2.742 2.597 2.549 2.677 2.212 2.027-8,38-21,96 Penolakan Cek/BG Kosong Volume (Lembar) 1.873 1.770 1.986 2.160 1.812 2.036 2.923 2.917 2.607-10,63 43,87 Nominal (Rp miliar) 47,16 71,27 49,34 56,80 57 56 72 88 65-25,68 14,59 Sumber : Bank Indonesia Batam 5.2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI- RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar masih terjadi di Kota Batam. Transaksi BI- RTGS keluar dari Kota Batam selama triwulan I-2010 tercatat sebesar Rp 4,74 triliun atau 86,64% dari seluruh transaksi BI-RTGS dari Provinsi Kepulauan Riau ke wilayah lainnya di Indonesia. Sedangkan transaksi RTGS dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp 380,53 milyar dan Rp 350,53 milyar. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan I-2010 tercatat sebesar Rp 8,01 triliun atau 88,98% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar Rp 614,24 milyar. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Tanjung Balai Karimun dan Kabupaten Natuna masing-masing tercatat sebesar Rp 333,31 milyar dan Rp 45,07 milyar. Tabel 5.2. Transaksi RTGS di Kepulauan Riau Triwulan I-2010 FROM TO FROM - TO Region Nilai Nilai Nilai (Miliar Rp) Volume (Miliar Rp) Volume (Miliar Rp) Volume BATAM 4.740,12 7.497,00 8.011,18 13.915,00 3.403,31 4.245,00 NATUNA - - 45,07 96,00 - - TANJUNG BALAI 380,53 1.949,00 333,31 996,00 30,79 66,00 TANJUNGPINANG 350,53 880,00 614,24 1.080,00 156,45 472,00 Sumber : Bank Indonesia Batam 41

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Pada triwulan I-2010, kondisi ketenagakerjaan di Kepulauan Riau menuju arah yang semakin membaik. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terjadi karena pemulihan kondisi perekonomian serta meningkatnya permintaan barang yang mendorong industri dan pelaku usaha untuk mengoptimalkan kapasitas produksinya dengan merekrut tenaga kerja baru. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat juga mulai menunjukkan pemulihan ditunjukkan dengan perkembangan indeks nilai tukar petani yang bergerak ke arah yang diharapkan. 6.1 KETENAGAKERJAAN 6.1.1 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan data hasil registrasi Disnaker Kota Batam pada bulan Maret 2010, tercatat jumlah tenaga kerja di Kota Batam telah mengalami sedikit peningkatan, dari 265.431 orang Desember 2009 menjadi 268.109 orang bulan Maret 2010 atau meningkat sebesar 1,01%. Jumlah tenaga kerja terdaftar tersebut diatas belum termasuk penduduk yang bekerja disektor informal dan pemerintahan. Peningkatan secara total jumlah tenaga kerja pada bulan Maret 2010 dibanding keadaan Desember 2009, terutama disebabkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa, yaitu dari masing-masing sebanyak 26.485 orang, 24.512 orang dan 30.142 orang keadaan Desember 2009 menjadi 27.446 orang, 25.381 orang dan 32.524 orang pada bulan Maret 2010 atau masing-masing meningkat sebesar 3,63%, 3,55% dan 7,90%. Sementara itu, sektor industri yang merupakan sektor andalan utama dalam struktur perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja di daerah ini sebaliknya jumlah tenaga kerjanya sedikit menurun, yaitu dari 158.327 orang Desember 2009 menjadi 157.118 orang keadaan Maret 2010 atau menurun sebesar 0,76%. Mulai pulihnya perekonomian global pasca krisis ekonomi yang terjadi sejak awal Oktober 2008, diharapkan akan berdampak positif terhadap peningkatan permintaan produk unggulan daerah ini dari sektor industri yang berorientasi ekspor. Dengan demikian diharapkan pula sektor industri akan kembali meningkat dalam penyerapan tenaga kerjanya. 42

Tabel 6.1. Jumlah Tenaga Kerja di Kota Batam Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor Ekonomi WNI WNA L P L P Jumlah Pertanian 1.454 147 1.112 2.713 Pertambangan & Penggalian 324 32 27 1 384 Industri 69.186 85.240 2.526 166 157.118 Listrik, Gas & Air 558 99 5 662 Bangunan 21.699 5.590 157 27.446 Perdagangan, Hotel dan Restoran 16.796 7.837 725 23 25.381 Angkutan dan Komunikasi 2.512 561 13 1 3.087 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.612 9.055 124 3 18.794 Jasa Jasa 14.526 17.825 106 67 32.524 J u m l a h 136.667 126.386 4.795 261 268.109 Sumber: Disnaker Kota Batam 6.1.2 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi Dari 268.109 orang pekerja keadaan Maret 2010 yang tersebar pada 4.102 perusahaan, sebagian besar (58,60 %) bekerja pada sektor industri atau berjumlah 157.118 orang. Kemudian ditempat kedua sampai dengan kelima terbanyak diikuti pekerja yang bekerja pada sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, masing-masing sebanyak 32.524 orang (12,13 %), 27.446 orang (10,24 %), 25.381 orang (9,47 %), dan 18.794 orang (7,01 %). 6.1.3 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin Jika dilihat menurut jenis kelamin, jumlah tenaga kerja laki-laki keadaan Maret 2010 di daerah ini mencapai sebanyak 141.462 orang atau 52,76 persen dari total seluruh pekerja. Sedangkan jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak 126.647 orang (47,24 %). Dalam hal ini sebanyak 85.406 orang atau 67,44 persen dari pekerja perempuan tersebut bekerja pada sektor industri. 6.1.4 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Kewarganegaraan Selanjutnya jika dilihat menurut kewarganegaraan, ternyata pekerja asing (WNA) yang bekerja di daerah ini keadaan Maret 2010 tercatat sebanyak 5.056 orang atau 1,89 persen dari total seluruh pekerja. Jika dilihat menurut sektor ekonomi, sebagian besar atau 53,24 persen diantaranya pekerja asing (WNA) bekerja pada sektor industri atau berjumlah 2.692 orang. 43

6.1.5 Perkembangan Upah Minimum Kota (UMK) Batam Upah minimum pekerja di Kota Batam terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namum besarannya belum setara dengan kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai dengan yang diamanahkan dalam keputusan Menaker. Jika pada tahun 2008 UMK daerah ini sebesar Rp.860.000,-, maka pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing menjadi Rp.1.045.000,- dan Rp.1.110.000,- atau meningkat sebesar 8,85 persen dan 6,22 persen. 6.2 KESEJAHTERAAN Setelah mengalami perlambatan selama tahun 2009 pasca krisis keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 menunjukkan pemulihan. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani yang mengalami kenaikan menjadi 99,43 pada Februari 2010 dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat jatuh ke angka 99,11. NTP merupakan pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Tren kenaikan pada Indeks NTP ini cukup mencerminkan adanya pemulihan daya beli masyarakat di awal tahun 2010 secara umum. Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani Sumber : BPS Kepulauan Riau 44

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL Konsensus para ekonom dunia semakin memastikan adanya recovery global yang berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Di satu sisi kondisi ini memicu kekhawatiran akan diterapkannya exit policy kebijakan fiskal dan moneter secara serentak sehingga justru menimbulkan shock di sektor riil dan keuangan yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dunia. Seluruh negara telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya di tahun 2010 menjadi jauh lebih atraktif. Termasuk pemerintah Indonesia yang merevisi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari 5,5% menjadi 5,8%. Keyakinan pemerintah dalam menghadapi kondisi perekonomian ke depan tergambar secara jelas dari asumsi makroekonomi yang ditetapkan. Tabel 7.1. Asumsi Makroekonomi Indonesia Tahun 2010 & 2011 2010* RPJMN** 2011*** Pertumbuhan Ekonomi (%) 5.8 6.2 6.3 Inflasi (%) 5.3 6 5.9 Tingkat Bunga SBI 3 bulan (%) 6.5 7.5 7.3 Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 9,200 9,750 9,750 ICP (US$/barel) 80 70 83 Lifting (barel/hari) 965,000 970,000 960,000 Sumber : Kementrian Keuangan, DPR, dan RPJMN (Apr-2010) Keterangan: * Kesepakatan sementara pemerintah dan DPR ** RPJMN 2011 *** Pagu indikatif Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Year over Year Year on Year Latest Q4 over Q4 Q1 over Q1 Projections Estimates Projections Estimates 2008 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2010 World Output 3.0 0.6 4.2 4.3 1.7 3.9 4.5 4.5 United States 0.4 2.4 3.1 2.6 0.1 2.8 2.4 5.6 Euro Area 0.6 4.1 1.0 1.5 2.2 1.2 1.8 Japan 1.2 5.2 1.9 2.0 1.4 1.6 2.3 3.8 United Kingdom 0.5 4.9 1.3 2.5 3.1 2.3 2.6 1.8 China 9.6 8.7 10.0 9.9 10.7 9.4 10.1 11.9 India 7.3 5.7 8.8 8.4 6.0 10.9 8.2 8.2 ASEAN 5 *) 4.7 1.7 5.4 5.6 5.0 4.2 6.2 6.2 Singapore 1.1 2.0 8.9 6.8 4.0 13.1 Hongkong 2.4 2.7 5.0 4.4 2.6 9.5 Middle East 5.1 2.4 4.5 4.8 Indonesia 6.1 4.5 6.0 6.2 5.4 6.0** Sumber : IMF, MAS, BI dan BPS (Apr-2010) Keterangan: *Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam **Proyeksi BPS mendekati 6% Asesmen IMF terhadap ekonomi Indonesia juga relatif tidak berbeda, bahkan cenderung lebih optimis khususnya di tahun 2010 yang memprediksi Indonesia mampu tumbuh 6,0%. Di samping angka pertumbuhan GDP, pemerintah juga mengasumsikan adanya stabilitas nilai tukar disertai tingkat suku bunga yang bertahan dari level BI Rate pada saat ini sebesar 6,5%. Dengan kondisi ini diharapkan penurunan suku bunga perbankan akan berlanjut sehingga dapat lebih menggerakkan sektor riil dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Perekonomian Kepulauan Riau menunjukkan tingkat resiliensi yang tinggi dalam merespon pemulihan ekonomi global. Hal ini disebabkan dominasi industri manufaktur asing (PMA) yang sebagian besar berorientasi re-ekspor dalam struktur perekonomian regional. 45

Pemulihan daya beli global mendorong kenaikan permintaan di negara-negara prinsipal perusahaan yang berdomisili di Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 yang dialami beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Amerika, dan Jepang akan lebih berdampak positif terhadap kinerja sektor industri pengolahan Kepulauan Riau yang diprakirakan tumbuh 10,01% di triwulan I- 2010. Pengaruhnya akan konvergen dengan kinerja ekspor yang diprediksi semakin tumbuh membaik di triwulan II-2010. Insentif ekspor antara lain ditandai dengan mulai disosialisaikannya revisi tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk kawasan perdagangan bebas (free trade zone) Batam, Bintan, Karimun (BBK) kepada pengusaha dan instansi terkait. Kebijakan baru ini lebih spesifik dan lebih memudahkan pengusaha dalam hal pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke kawasan perdagangan bebas (FTZ-BBK), dimana salah satunya berupa sistem masterlist yang lebih fleksibel. Sebaliknya, impor bahan baku akan cenderung menurun menunggu jadwal pemesanan inventory (restocking) berikutnya. Sementara itu laju inflasi cenderung fluktuatif. Pada bulan April 2010 diprediksi menurun dengan peluang deflasi yang cukup besar. Sementara itu, tekanan inflasi di bulan Mei dan Juni 2010 diprakirakan cenderung meningkat dipicu oleh kenaikan tarif air bersih pada awal bulan Mei dan rencana kenaikan tarif listrik mengikuti kebijakan harga gas pemerintah (administered price). Adapun dari aspek distribusi barang (supply) diperkirakan cukup stabil didukung oleh lancarnya arus transportasi laut yang membawa barang kebutuhan, baik domestik maupun dari luar negeri. Grafik 7.1. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Internasional Grafik 7.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar Sumber : Bloomberg Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia 46

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Tingkat pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan II-2010 diprakirakan masih ekspansif di kisaran 9,38 ± 1% (year-on-year). Di sisi permintaan, laju pertumbuhan ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor dan konsumsi swasta menjelang musim pilkada Gubernur Kepulauan Riau yang direncanakan pada bulan Mei 2010. Penguatan ekspor di triwulan mendatang diduga akan berasal dari naiknya ekspor dari industri galangan kapal (shipyard) dan industri mesin-mesin listrik. Sementara kinerja investasi diprakirakan tumbuh stabil yang diikuti pembenahan berbagai peraturan dan kewenangan di kawasan FTZ Batam-Bintan-Karimun, khususnya terkait dengan arus pemasukan dan pengeluaran barang, serta kelembagaan FTZ yang sejauh ini belum berfungi secara optimal. Adapun kericuhan yang sempat terjadi di Drydocks World Graha pada tanggal 22 April 2010 diperkirakan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap iklim investasi secara umum. Hal ini disebabkan permasalahan yg terjadi bersifat sangat internal, dan upaya tanggap dari Kepolisian, pemerintah daerah serta pemerintah pusat sangat membantu meredam masalah agar tidak meluas. Upaya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah kota Batam serta recovery kondisi internal diharapkan dapat membantu perusahaan agar segera beroperasi kembali secara normal guna menghindari adanya delay pekerjaan yang terlalu lama sehingga dapat berimplikasi pada penundaan jadwal pengiriman. Pada bulan Mei 2010, Drydocks World rencananya akan mengirimkan 1 buah Jack Up Drilling Rigs (L-205 Haven) senilai US$ 200 juta atas pesanan Conoco Phillips Skandinavia AS untuk aktivitas pengeboran di blok eksplorasi milik Master Marine ASA Norwegia. Jack Up Rig ini merupakan Rig ke-5 yang diselesaikan dari 6 Rig yang dipesan, dimana Rig terakhir juga sedang dalam tahap pengerjaan yang rencananya akan dikirim pada bulan September 2010. Adapun 4 Rig sebelumnya telah diselesaikan di tahun 2009 lalu atas pesanan UMW Standard Drilling yang dioperasikan pada proyek-proyek Petronas di Malaysia. Membaiknya kinerja ekspor tersebut akan sejalan dengan peningkatan kapasitas utiliasi produksi di sektor industri pengolahan secara umum, yang diproyeksikan tumbuh stabil di kisaran 10,09 ± 1%. Di samping sektor industri, sektor-sektor utama lainnya juga diprakirakan akan tumbuh lebih baik di triwulan mendatang. Pertumbuhan sektor bangunan tidak telepas dari adanya proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi (rusunawa). Selain itu, peluang meningkatnya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung bertumpu pada daya beli masyarakat yang terus membaik serta program Visit Batam 2010. 47

Tabel 7.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau berdasarkan Sektoral & Penggunaan Grafik 7.3. Perkembangan Impor Beberapa Komoditas Utama year on year 2009 2010 year over year * TW II TW I**TW II(P) 2008 2009* KOMPONEN PENGGUNAAN Konsumsi Rumah Tangga 14.82% # 29.66% 26.89% 19.03% 17.37% Konsumsi Lembaga Swasta 17.75% # 4.62% 16.30% 13.41% 23.56% Konsumsi Pemerintah 11.69% # 22.60% 17.66% 13.26% 13.95% Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.07% # 21.93% 21.02% 29.38% 15.14% Ekspor Barang dan Jasa 1.84% # 3.46% 4.22% 6.18% 2.11% Impor Barang dan Jasa 3.57% # 14.60% 18.70% 2.94% 7.59% SEKTOR EKONOMI Pertanian 0.11% # 4.57% 3.67% 3.80% 1.50% Pertambangan & Penggalian 0.12% # 1.80% 1.87% 2.71% 1.10% Industri Pengolahan 1.28% # 10.01% 10.09% 4.56% 2.38% Listrik, Gas & Air Bersih 1.16% # 6.93% 2.81% 7.94% 2.08% Bangunan 13.65% # 12.12% 12.39% 34.26% 13.36% Perdagangan, Hotel & Restoran 1.53% # 11.81% 11.99% 7.77% 3.84% Pengangkutan & Komunikasi 5.82% # 7.04% 6.46% 14.44% 6.67% Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 5.46% # 5.25% 5.28% 9.71% 5.50% Jasa Jasa 9.12% # 6.89% 6.32% 15.59% 8.44% PDRB (termasuk migas) 2.26% # 9.34% 9.36% 6.65% 3.51% Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau ; Keterangan: * Angka sementara; (P) Proyeksi Kantor Bank Indonesia Batam, Mar-2010 Sumber : DSM-BI (SITC) 7.2. PROSPEK INFLASI Secara umum, laju inflasi tahun 2010 diperkirakan mengalami tekanan yang lebih besar dibanding tahun 2009. Kenaikan harga komoditas utama seperti minyak bumi, kelapa sawit dan emas ikut mempengaruhi pergerakan harga di tahun 2010. Aktivitas ekonomi yang mulai pulih di tahun 2010 juga akan mendorong daya beli masyarakat sehingga berpotensi memicu kenaikan harga di level distributor dan pengecer. Memperhatikan hal tersebut, inflasi Kota Batam sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan sebesar 4±1%. Sementara di kota Tanjung Pinang, tingkat inflasi tahun 2010 diproyeksi sekitar 4,3±1%. Grafik 7.4. Laju lnflasi Kota Batam Grafik 7.5. Laju Inflasi Kota Tanjung Pinang Sumber : BPS Kota Batam Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010) Sumber : BPS Kota Tanjung Pinang Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010) Ditinjau secara triwulan, laju inflasi kota Batam selama triwulan II-2010 diprakirakan relatif menurun di kisaran 0,67±1%, sedangkan selama triwulan I-2010 mengalami inflasi 48

1,71% (angka kumulatif inflasi bulanan). Sebaliknya, inflasi head secara tahunan diproyeksi justru meningkat dari 2,97% menjadi 4,10±1% (y-o-y). Seperti halnya kota Batam, kota Tanjung Pinang selama triwulan mendatang diprakirakan mengalami penurunan inflasi dibanding triwulan sebelumnya, dari 0,8% menjadi 0,72±1%. Laju head inflation juga diprediksi meningkat dari 1,92% menjadi 3,41±1% (y-o-y). Penurunan level inflasi secara triwulanan dipengaruhi oleh potensi deflasi yang diprakirakan akan terjadi pada bulan April. Asesmen inflasi di triwulan mendatang secara umum didukung oleh situasi perekonomian yang kondusif sehingga tidak terdapat shock permintaan barang, serta faktor distribusi barang kebutuhan dari luar daerah yang semakin lancar memasuki triwulan II-2010. Indikator dini prakiraan curah hujan pada bulan April-Juni 2010 cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Selain itu, indikator kecepatan angin dan tinggi signifikan gelombang laut diperairan Selat Malaka dan Laut Natuna juga terus menunjukkan gejala semakin mereda. Kondisi ini diikuti oleh menurunnya frekuensi terjadinya gelombang tinggi (>3 meter) di laut Natuna sehingga mempengaruhi kelancaran pasokan ikan dari wilayah tersebut. Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan di Indonesia Bulan April Juni 2010 APRIL 2010 MEI 2010 JUNI 2010 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran April 2010 Indikator dini lainnya berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Batam secara mingguan semakin memperkuat asesmen peluang deflasi yang cukup besar pada bulan April 2010. Hasil SPH sampai dengan minggu ke-4 bulan April 2010 memperlihatkan dominasi penurunan harga komoditas-komoditas penyumbang inflasi terbesar, seperti beras, minyak goreng, buah-buahan, sayuran, dan beberapa jenis ikan. Di lain pihak, potensi meningkatnya tekanan pada inflasi tahunan (head inflation) didorong oleh kelompok core inflation yang dipicu oleh kenaikan harga emas mengikuti tren harga emas di pasar internasional. Sebaliknya, harga gula mulai turun menyusul terdistribusinya pasokan gula pasir yang diimpor oleh PT. Batam Harta Mandiri (BHM) dari Thailand. 49