BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

SELF CONTROL Dr D a r. R a R ha h y a u u G i G ni n nt n asa s si s, M. M Si

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepatuhan Terhadap Norma Sosial. Kepatuhan didefinisikan oleh Chaplin (1989: 99) sebagai pemenuhan,

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

PROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR. Oleh: Resci Nova Linda*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Prokrastinasi Akademik. Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II KAJIAN TEORI. membaca situasi diri dan lingkungan. Selain itu, juga kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB II KAJIAN TEORI. pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: TIKA PRADINA NPM Dibimbing oleh : 1. Drs. Setya Adi Sancaya, M.Pd. 2. Laelatul Arofah, M.Pd.

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari emovoir yang berarti kegembiraan. Dalam bahasa Latin emovere yang

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA


PENGARUH KONTROL DIRI TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 PAINAN KABUPATEN PESISIR SELATAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Pembelian Implusif. 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online

BAB II KAJIAN TEORI. literatur untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance,

BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. konsekuensi bahaya atas tindakan yang dilakukan. Individu yang memiliki kontrol

BAB II LANDASAN TEORITIS

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Hapsari Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitarnya. 1. Sedangkan menurut Muhammad Al-Mighwar self control (kontrol diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Schunk dan Zimmerman (dalam Khairuddin, 2014) memperkenalkan konsep regulasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). Menurut Chaplin (dalam Adeonalia, 2002: 36) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Kontrol diri menurut Wallstons (dalam Adeonalia, 2002: 36) adalah keyakinan individu bahwa tindakannya akan mempengaruhi perilakunya dan individu sendiri yang dapat mengontrol perilaku tersebut. Individu dengan kontrol diri yang tinggi akan melihat dirinya mampu mengontrol segala hal yang menyangkut perilakunya, begitu juga sebaliknya apabila kontrol dirinya rendah, maka individu tersebut tidak mampu untuk mengontrol segala hal yang menyangkut dengan perilakunya. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik 8

perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (Ghufron & Risnawita, 2011: 22). Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 21-22) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Golgfriend dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 22) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. Synder dan Gangestad (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 22) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif. Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang akan berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi dirinya, yaitu perilaku yang dapat menyelamatkan interaksi-interaksi dari akibat negatif yang disebabkan karena respon yang dilakukannya. Kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya 9

yang terbatas dan mengatasi berbagai hal merugikan yang mungkin terjadi yang berasal dari luar (Ghufron & Risnawita, 2011: 23). Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 23) mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinu. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya. Individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Ketika berusaha memenuhi tuntutan, dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut, individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Shawn dan Constanzo (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 25) mengemukakan bahwa dalam mengatur kesan ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu konsep diri dan identitas sosial. Asumsi dalam teori membentuk kesan bahwa seseorang termotivasi untuk membuat dan memelihara harga diri setinggi mungkin sehingga harus berusaha mengatur kesan diri sedemikian rupa untuk menampilkan identitas sosial yang positif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memantau dan mengatur suatu identitas dalam penampilannya terhadap orang lain. Ini berarti agar dapat mengatur kesan, seseorang harus memiliki konsep diri terlebih dahulu. Selanjutnya dapat menampilkan dirinya sesuai dengan situasi interaksi sosial sehingga terbentuk identitas sosialnya. 10

Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Ghufron & Risnawita, 2011: 23). Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Hurlock (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 24) menyebutkan tiga kriteria emosi: a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. b. Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat. c. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara reaksi terhadap situasi tersebut. Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam menghadapi stimulus sehingga menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Individu memiliki pertimbangan-pertimbangan ketika berperilaku. Semakin tinggi kontrol diri seseorang, maka semakin tinggi pengendalian diri individu terhadap tingkah lakunya. 11

2. Perkembangan Kontrol Diri Vasta dkk (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 26) mengungkapkan bahwa perilaku anak pertama kali dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Secara perlahan-lahan kontrol eksternal tersebut diinternalisasikan menjadi kontrol internal. Salah satu cara menginternalisasikan kontrol dengan melalui conditioning classical. Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 26) langkah penting dalam perkembangan bayi adalah proses belajar melalui conditioning classical. Orang tua mempunyai nilai yang tinggi karena bayi secara instingtif mengasosiasikan orang tuanya sebagai stimulus yang menyenangkan, seperti makanan, kehangatan, dan pengasuhan. Pada akhir tahun pertama, bayi mengalami kemajuan dalam hal kontrol diri. Bayi mulai memenuhi perintah dari orang tuanya untuk menghentikan perilakunya. Perilaku bayi yang mulai mematuhi perintah merupakan suatu langkah maju dalam perkembangan kontrol diri. Bayi memodifikasi perilakunya sebagai respon terhadap perintah. Antara usia 18-24 bulan muncul self-control pada anak. Pada usia 24 bulan anak akan melakukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Ghufron & Risnawita, 2011: 27). Kontrol diri akan muncul pada tahun ketiga, ketika anak sudah mulai menolak segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan menyatakan keinginannya untuk melakukan sendiri. Kontrol eksternal pada awalnya didapatkan anak melalui instruksi verbal dari orang tuanya. Pada usia ini dilakukannya sendiri dengan meniru perintah yang sama untuk dirinya 12

sendiri. Anak akan menginternalisasikan kontrol mengarahkan perilakunya dengan diam-diam melalui pikiran, tanpa banyak bicara. Oleh karena itu, kontrol verbal terhadap perilaku anak yang awalnya berasal dari kekuatan eksternal menjadi berasal dari dirinya sendiri. Setelah tiga tahun kontrol diri menjadi lebih terperinci dari pengalaman. Anak mengembangkan strategi untuk menekan godaan yang dialaminya setiap hari. Mereka harus belajar menolak gangguan sewaktu melakukan untuk memperoleh hadiah lebih besar atau lebih penting belakangan. Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 27), kedudukan orang tua bernilai tinggi sehingga persetujuan dan ketidaksetujuan secara emosional memberikan ganjaran dan hukuman bagi anak. Oleh karena itu, persetujuan atau ketidaksetujuan orang tua mempunyai kekuatan untuk membujuk anak menunda kepuasan segera untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu ganjaran jangka panjang. Kontrol diri dilakukan guna mengurangi perilaku berlebihan yang dapat memberikan kepuasan dengan segera. Delay gratification procedur, istilah yang diberikan Berndt pada suatu prosedur yang digunakan oleh anak ketika dihadapkan pada dua perilaku yang sama-sama memberikan ganjaran. Anak belajar menunda kepuasan dengan melewatkan segera yang lebih kecil dan memutuskan untuk menunggu ganjaran yang lebih besar (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 27). 13

Pada usia empat tahun kontrol diri menjadi sifat kepribadian dengan nilai prediksi jangka panjang. Menurut Mischel anak usia empat tahun yang dapat menunda kepuasan. Pada usia empat belas tahun akan lebih lancar berbicara, lebih percaya diri, lebih mampu mengatasi frustasi, dan lebih mampu menahan godaan (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 28). Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam seperti hukuman yang dialami ketika anak-anak. Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remajanya tidak meledak emosinya di hadapan orang lain. Akan tetapi menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima (dalam Ghufron & Risnawita, 2011: 28). Berdasarkan teori Piaget, remaja telah mencapai tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Oleh karenanya remaja mampu mempertimbangkan suatu kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya. Ketika seorang individu mulai memasuki masa dewasa, ia akan mampu menjadi individu yang 14

telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat. 3. Aspek-Aspek Kontrol Diri Menurut Averil (dalam Adeonalia, 2002: 37) aspek-aspek yang terdapat dalam kontrol diri antara lain: a. Kemampuan mengontrol perilaku Dalam hal ini perilaku sangat penting peranannya sehingga apabila perilaku seeorang tidak terkontrol maka dapat terjadi perilaku yang menyimpang, meskipun kemampuan mengontrol perilaku pada tiap-tiap individu berbeda. b. Kemampuan mengontrol stimulus Kemampuan mengontrol stimulus juga menjadi salah satu aspek dari kontrol diri karena dalam kehidupan seseorang terdapat berbagai macam stimulus yang diterima. Dari berbagai macam stimulus yang masuk tersebut individu harus mempunyai kemampuan untuk mengontrol stimulus-stimulus tersebut, yaitu dengan memilah stimulus yang mana yang harus diterima dan stimulus yang harus ditolak. c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa Individu dalam menghadapi suatu masalah atau suatu peristiwa harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi asalah tersebut agar tidak menjadi masalah yang semakin besar dan rumit. d. Kemampuan menafsirkan peristiwa 15

Individu juga harus mempunyai kemampuan untuk menafsirkan peristiwa, artinya individu harus dapat mengartikan semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, sehingga individu dapat dengan mudah untuk menjalani peristiwa tersebut dan dapat memikirkan langkah-langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. e. Kemampuan mengambil keputusan Dalam setiap peristiwa pasti ada sesuatu yang harus diputuskan. Setiap individu harus mempunyai kemampuan untuk mengambil suatu keputusan yang baik, dimana keputusan yang diambil tersebut baik untuk diri individu sendiri maupun bagi orang lain yang ada di sekitarnya, juga tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kesimpulan dari aspek-aspek yang disebutkan di atas adalah apabila individu mempunyai kemampuan-kemampuan yang terdapat dalam aspekaspek tersebut maka individu dapat mengontrol dirinya dengan baik sebaik mungkin, dan individu dapat terhindar dari masalah yang tidak diinginkan. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu) (Ghufron & Risnawita, 2011: 32). 16

1. Faktor Internal Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (dalam Ghufron, 2011: 32) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu bila orang tua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah diterapkan, maka sikap kekonsistenan ini akan diinternalisasi anak, dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya. 17