RESPON SERANGGA NOKTURNAL TERHADAP WARNA CAHAYA DI PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DESA JAMBANGAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
PREFERENSI SERANGGA NOKTURNAL TERHADAP WARNA LAMPU LIGHT TRAP DI KEBUN JERUK SIEM

Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

Jenis Pupuk o B1 B2 B3 B4

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen. DI SENTRA PERKEBUNAN KAKAO JAWA TIMUR

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun

Dusuki, Laily Fitriana, SP, Edi Saputra, SP 1 Mahasiswa, 2 Dosen Pembimbing

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati*

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

DAFTAR LAMPIRAN. Kriteria Sampel Nama Provinsi

JURNAL. KERUSAKAN BIJI KAKAO OLEH HAMA PENGGEREK BUAH (Conopomorpha cramerella Snellen) PADA PERTANAMAN KAKAO DI DESA MUNTOI DAN SOLIMANDUNGAN

Penggunaan Regresi Linear Berganda untuk Menganalisis Pendapatan Petani Kelapa Studi Kasus: Petani Kelapa Di Desa Beo, Kecamatan Beo Kabupaten Talaud

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data intensitas serangan pada pengamatan I

FAKTOR TEKNIK BUDIDAYA Yang MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) di KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI ARTIKEL ILMIAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

PEMBERIAN PUPUK MAJEMUK DAN SELANG WAKTU PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI OLEH : HONDY HARTANTO

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

Regresi Linier Berganda Untuk Menganalisis Pendapatan Petani Pala

Edu Geography

PENGGUNAAN PERANGKAP WARNA TERHADAP POPULASI HAMA LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza huidobrensis) PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI

Nama : Nurlita NPM : Pembimbing : Rini Tesniwati,SE.,MM

Cahaya Fajrin R Pembimbing : Dr.Syntha Noviyana, SE., MMSI

Lampiran 1. Data Produksi Karet (kg/bulan) Kebun Sei Baleh Estate pada Tanaman Berumur 7, 10 dan 13 Tahun Selama 3 Tahun ( )

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENGARUH KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum) VARIETAS SERUMPUNG DAN SEMBOJA

KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PENGADILAN NEGERI KLAS 1B RABA BIMA

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Lampiran 1. Data Produksi Tandan Buah Segar (ton/bulan) Kebun Huta Padang pada Tanaman Berumur 7, 10, dan 13 Tahun Selama 3 Tahun ( )

BAB III METODOLOGI PENELITAN

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lampiran 1. Hasil TPC pada media selektif dari tiap mikroba

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Andry Wirawan Analisis Pengaruh Produk dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Warung Ayam Monyet.

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENGARUH SIKAP SISWA PADA MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI PERSAMAAN KUADRAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR KAKAO SUMATERA BARAT KE MALAYSIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN. Daftar sampel penelitian Perusahaan Sub-Sektor Otomotif dan Komponen Periode

LAMPIRAN. 3 Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan. 4 Status : a. Menikah b. Belum menikah. b. PNS. c. Pelajar. d. Wiraswasta

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERLAKUAN PAJAK EKSPOR TERHADAP HARGA DOMESTIK BIJI KERING KAKAO SUMATERA UTARA

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

ANALISIS PENGARUH KEPERCAYAAN DAN KESENANGAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN (STUDI KASUS TAKSI BLUE BIRD)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azedirachta indica) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN (Plutella xylostella) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun

Lampiran 1 : KUESIONER PENELITIAN PERAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FK UKM

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti

ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT SERANGAN HAMA

Lampiran 1. Jumlah Ekspor Kentang, Harga Lokal, Harga Ekspor, Nilai Tukar, PDB Singapura dan Jumlah Produksi

: Niken Kurniawati NPM :

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Isilah data bapak/ibu/saudara/saudari dibawah ini :

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN KERTAS UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN KEDELAI DENGAN SISTEM TANPA OLAH TANAH

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

: Suriana Juniarti NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Sugiharti Binastuti

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar

RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

RESPON SERANGGA NOKTURNAL TERHADAP WARNA CAHAYA DI PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DESA JAMBANGAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Hanifah Masaroh 1, Agus Dharmawan 2, Sofia Ery Rahayu 2 1) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email: hanifahmh25@gmail.com ABSTRAK: Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan. Indonesia merupkan salah satu produsen kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao dapat menurunkan produksi sampai 80%. Terkait dengan hal tersebut dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui, jenis serangga nokturnal, distribusi temporal, respon serangga nokturnal terhadap variasi warna cahaya, dan hubungan antara faktor abiotik dengan jumlah serangga nokturnal tertinggi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-April 2016 di lahan perkebunan kakao Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan menggunakan light trap, variasi warna cahaya yang digunakan yaitu (putih, biru, kuning, hijau, dan merah) dengan waktu pengambilan sampel pada pukul 20.00, 22.00, dan 00.00 WIB. Pengambilan data dilakukan 6 kali ulangan. Data dianalisis menggunakan (ANAVA) dengan rancangan acak kelompok (RAK), dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 ordo, 20 famili, dan 23 genus. Distribusi temporal serangga nokturnal paling banyak yaitu pada pukul 20.00 WIB, sedangkan respon serangga tertingi pada perlakuan warna cahaya biru pada waktu pengambilan sampel 20.00, dengan komposisi serangga hama 10 genus, predator 7 genus, dan parasitoid 1 genus. Hama utama yang ditemukan yaitu genus Empoasca. Selanjutnya untuk hasil regresi multiparameter memiliki nilai signifikansi sebesar 0,033, dengan sumbangan faktor abiotik (kelembaban udara) terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB sebasar R 2 = 0,720. Kata Kunci: kakao, light trap, warna cahaya, respon ABSTRACT: Cocoa (Theobrema cacao L.) is one of the major commodities of plantation sub-sector. Indonesia is one of the world's main cocoa producers after Pantai Gading and Ghana. The presence of pest winches cocoa fruit can reduce production until 80%. The purpose for this research to determine: genre of nocturnal insects, temporal distribution, nocturnal insect response to variations of the light colour, and the relationship between abiotic factors with the highest number of nocturnal insects. This research is descriptive explorative with quantitative approach. This research was done from January to April 2016 in cocoa plantation Jambangan Village, Dampit Sub-district, Malang Region. Collecting data was done by light traps, variations of light colours which were used (white, blue, yellow, green, and red) with the sampling time at 20.00 p.m., 22.00 p.m., and 00.00 a.m. Taking data was done by 6 repetitions. Data was analyzed by Analysis of Varian (ANOVA) with Randomized Block Design, which was continued by test of Honest Significance Difference (HSD). The results showed that there was 23 generas. Temporal distribution of nocturnal insects at most that at 20:00 pm, while the highest response in the treatment of insect color blue light at the sampling time 20:00, with a composition of 10 genera of insect pests, predators 7 genus, and parasitoid 1 genus. The main pests found that genus Empoasca. Furthermore, multiple regression results had significance value was 0,033, with contribution of abiotic factors (humidity) to the total of highest individual for sampling time at 20.00 p.m. was R 2 = 0.720. Keywords: cocoa, light trap, Light Colour, Response

PENDAHULUAN Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan. Indonesia merupakan salah satu produsen kakao utama dunia setelah Pantai Gading dan Ghana (United Nations Conference on Trade and Development, 2005; Kementrian Pertanian, 2014). Tanaman ini secara konsisten berperan sebagai sumber devisa negara yang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam struktur perekonomian Indonesia (Arsyad et al., 2011). Kakao sebagai komoditas tanaman perkebunan memiliki banyak kegunaan. Biji kakao kering dimanfaatkan menjadi lemak kakao, pasta kakao, dan bubuk coklat (Bhattacharjee & Kumar, 2007; Ruku, 2008; Suharyanto, 2014). Data Kementrian Pertanian (2015) mencacat bahwa, perkembangan luas areal kakao di Indonesia selama periode 1980-2014 cenderung meningkat yaitu dari 37,08 ribu ha menjadi 1,71 juta ha pada tahun 2014. Kabupaten Malang termasuk ke dalam salah satu daerah penghasil kakao di Provinsi Jawa Timur. Salah satu daerah yang memiliki perkebunan kakao di Kabupaten Malang adalah Desa Jambangan Kecamatan Dampit. Hasil wawancara dengan petani kakao di Desa Jambangan pada bulan Januari 2016, diketahui bahwa perkebunan kakao di tempat tersebut telah terserang hama Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella). Penggerek buah kakao (PBK) adalah serangga yang larvanya menggerek ke dalam buah sehingga mempengaruhi perkembangan normal buah dan biji kakao. Adanya serangan dari PBK dapat menurunkan produksi hingga 80% (Wardojo, 1980; Sustainable Cocoa Production Program, 2012). Dilain pihak sistem pengendalian hama PBK ini masih sulit dilakukan karena hama berada didalam buah, dan juga dahan tanaman kakao umumnya tinggi, sehingga memerlukan biaya besar untuk mengendalikannya. Berbagai metode telah dilakukan petani kakao untuk mengendalikan serangga hama. Metode pengendalian serangga hama dapat dilakukan dengan teknik budidaya, pestisida kimia sintetik, pemanfaatan agen hayati, pestisida nabati, dan pengendalian fisik. Metode pengendalian hama yang lebih praktis dan cepat yaitu menggunakan pestisida kimia sintetik. Penyemprotan pestisida ini dapat berakibat buruk pada kesehatan petani kakao. Salah satu dampak negatif yang timbulkan akibat penggunaan pestisida yaitu keracunan bagi manusia (Jumar, 2000). Oleh karena itu, teknologi ramah

lingkungan diperlukan untuk mengendalikan serangan hama pada tanaman kakao, seperti melalui pengendalian fisik. Metode pengendalian fisik yang dapat diterapkan yaitu metode pengendalian fisik menggunakan light trap. Metode pengendalian fisik menggunakan light trap umumnya hanya memanfaatkan satu jenis warna cahaya saja, tanpa spektrum yang lebar (serangga apapun dapat tertangkap). Namun variasi warna cahaya ternyata diketahui efektif. Penelitian terkait pemanfaatan warna cahaya telah dilakukan oleh Pinandita (2009) menggunakan variasi warna cahaya merah, kuning, hijau, biru, dan putih terhadap hama wereng pada area tanaman padi. Berdasarkan hasil tersebut didapat bahwa penggunaan perangkap warna putih berhasil menangkap hama wereng paling banyak yaitu sebesar 27%. Metode pengendalian fisik dengan variasi warna cahaya ini memiliki kelebihan yaitu alat yang digunakan lebih tahan lama sehingga menghemat biaya dalam penggunaan jangka panjang, lebih selektif karena diharapkan hanya hama yang terperangkan dalam jebakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai respon serangga nokturnal terhadap warna cahaya di perkebunan kakao Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif melalui pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui respon serangga nokturnal (kategori tingkat genus) terhadap warna cahaya, distribusi temporal serangga nokturnal dan hubungan faktor abiotik dengan cacah individu serangga. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari-April 2016. Tempat penelitian dilakukan di lahan perkebunan kakao Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode light trap dengan warna cahaya yang berbeda (merah, kuning, hijau, biru, putih), dengan waktu pengambilan sampel pada pukul 20.00, 22.00, dan 00.00 WIB. Dimana setiap warna perangkap cahaya diulang sebanyak 6 kali ulangan, yang dilakukan selama 2 hari, 1 hari sebanyak 3 ulangan. Pengukuran faktor abiotik dilakukan pada setiap waktu pengambilan sampel serangga nokturnal. Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Data dianalisis menggunakan (ANAVA) dengan rancangan acak

kelompok (RAK), dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ. Data faktor abiotik dianalisis dengan menggunakan analisis statistik Regresi. HASIL PENELITIAN Data mengenai genus serangga nokturnal yang ditemukan di lahan perkebunan kakao disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Genus Serangga Nokturnal yang Ditemukan di Lahan Perkebunan Kakao

Jumlah Individu Berdasarkan Gambar 1. ditemukan sebanyak 10 ordo, 20 famili, dan 23 genus, yang terdiri dari serangga hama sebanyak 6 ordo, 13 famili, 14 genus. Adapun serangga predator yang ditemukan sebanyak 4 ordo, 5 famili, 8 genus. Selanjutnya untuk serangga parasitoid ditemukan sebanyak 1 ordo,1 famili, dan 1 genus. Distribusi temporal serangga nokturnal yaitu pada pukul 20.00 dengan ditemukan individu sebanyak 113. Perbanding jumlah individu di setiap waktu pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2. 120 100 80 60 40 20 0 113 70 43 20.00 22.00 00.00 Waktu pengambilan Sampel Gambar 2. Jumlah individu Serangga Nokturnal di Setiap Waktu Pengambilan Sampel pada Perkebunan Kakao Respon serangga nokturnal (parasitoid, hama, dan predator) terhadap warna cahaya diperoleh dengan mengetahui ketertarikan tiap genus dari serangga tersebut pada masing-masing warna cahaya. Respon serangga nokturnal (parasitoid, hama, dan predator) terhadap warna cahaya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Respon serangga Nokturnal pada perlakuan warna cahaya Genus Peran Perlakuan Warna Cahaya Putih Biru Hijau Kuning Merah Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aneurhynchus Parasitoid 9 3 2 2 2 18 Kalotermes Hama 0 2 0 0 0 2 Empoasca Hama 16 16 11 7 9 59 Lasioderma Hama 2 0 0 0 0 2 Dictyoptera Hama 0 2 0 0 0 2 Rhyncolus Hama 0 3 0 0 0 3 Pseudaptinus Predator 4 4 2 2 1 13

Lanjutan Tabel 1. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Omonadus Predator 1 6 3 1 1 12 Forficula Predator 4 5 0 0 0 9 Cryptolestes Hama 2 0 0 0 0 2 Tenedora Predator 0 3 0 0 0 3 Musca Predator 0 0 0 0 1 1 Parcoblatta Hama 3 1 0 0 0 4 Harpalus Predator 2 0 0 0 0 2 Scirpophaga Hama 0 1 3 0 1 5 Sitotroga Hama 0 2 0 0 2 4 Cochylis Hama 3 1 0 2 0 6 Deraeocoris Predator 0 4 4 3 2 13 Homona Hama 2 4 2 1 0 9 Poecilus Predator 0 1 0 0 0 1 Cephalonomia Predator 14 15 8 10 4 51 Melanotus Hama 0 0 2 1 0 3 Hyposidra Hama 0 2 0 0 0 2 Parasitoid 1 1 1 1 1 Jumlah Hama 6 10 5 4 3 226 Predator 5 7 4 4 5 Ket : Bold kuning merupakan hama utama pada tanaman kakao Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa respon serangga nokturnal pada perlakuan warna cahaya biru ditemukan paling banyak serangga hama yaitu 10 genus. Pada perlakuan warna cahaya merah ditemukan paling sedikit serangga hama yaitu 3 genus. Tabel ringkasan ANAVA warna cahaya, waktu pengambilan sampel, dan interaksi warna cahaya dan waktu pengambilan sampel terhadap respon serangga nokturnal di lahan perkebunan kakao Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan sidig ragam Respon Serangga Nokturnal terhadap warna cahaya dan waktu pengambilan sampel Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F hitung F tabel Corrected Model 242,767 19 12,777 18,738 0,000 Intercept 562,500 1 562,500 824,895 0,000 Warna cahaya 108,889 4 27,222 39,921 0,000 Waktu pengambilan sampel 85,267 2 42,633 62,521 0,000 Ulangan 6,767 5 1,353 1,985 0,092 Warna cahaya * Waktu 41,844 pengambilan sampel 8 5,231 7,671 0,000 Error 47,733 70 0,682 Total 853,000 90 Corrected Total 290,500 89

Hasil analisis varian ganda pengaruh interaksi warna cahaya dan waktu pengambilan sampel pada Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai F hitung interaksi warna cahaya dan waktu pengambilan sampel (7,671) > F tabel (0,000). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa interaksi warna cahaya dan waktu pengambilan sampel berpengaruh nyata terhadap respon serangga nokturnal, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey atau uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Data rerata respon serangga nokturnal pada masingmasing waktu pengambilan sampel dan hasil analisis lanjut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Ringkasan BNJ Variasi warna cahaya dan waktu pengambilan sampel terhadap respon serangga nokturnal Warna Cahaya Waktu Pengambilan Sampel 20.00 22.00 24.00 Biru 6,500 a 4,000 bc 2,000 def Putih 5,500 ab 3,167 cde 1,500 ef Hijau 3,333 cd 1.500 cde 1,333 f Kuning 2,000 def 1,667 def 1,167 f Merah 1,500 ef 1,333 f 1,000 f Keterangan: Notasi yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan Berdasarkan keseluruhan deskripsi uji lanjut Tukey (BNJ), warna cahaya biru dengan waktu pengambilan sampel 20.00 memiliki hasil yang berbeda nyata, tetapi tidak berbeda dengan warna cahaya. Hal ini menunjukkan serangga nokturnal memiliki respon tertingi pada perlakuan warna cahaya biru dan putih dengan waktu pengambilan sampel 20.00. Hasil pengukuran faktor abiotik dianalisis menggunakan analisis regresi dengan jumlah individu tertinggi dari distribusi temporal serangga nokturnal yang ditemukan. Berdasarkan distribusi temporal serangga nokturnal diperkebunan kakao diketahui bahwa jumlah individu tertinggi yang ditemukan pada pukul 20.00 WIB. Sehingga dilakukan ananlisi regresi faktor abiotik pengambilan sampel pukul 20.00 dengan genus Empoasca pada tiap ulangan. Pada Tabel 4. disajikan ringkasan analisis regresi faktor abiotik terhadap jumlah individu tertinggi serangga nokturnal pada tiap ulangan.

Tabel 4. Ringkasan Uji Signifikansi Faktor Abiotik Terhadap Jumlah Indivudu yang Tertinggi waktu Pengambilan Sampel pukul 20.00 WIB Anova Model Summary Model F Sig. R R 2 1 10,286 0,033 0,849 0,72 Keterangan: Predictor (Constant), Intensitas Cahaya Dependent Variable: Jumlah Individu Empoasca Berdasarkan Tabel 4. dapat dipaparkan bahwa hasil uji signifikansi faktor abiotik memiliki hubungan terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel serangga nokturnal pukul 20.00 WIB pada lahan perkebunan kakao desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Hubungan tersebut memiliki nilai signifikansi sebesar 0,033, dengan sumbangan faktor abiotik (kelembaban udara) terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB sebasar R 2 = 0,720. R 2 merupakan nilai determinasi yang artinya bahwa faktor abiotik memiliki sumbangan sebesar 72% terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB dan 28% disumbang oleh faktor lain PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian serangga nokturnal yang ditemukan pada lahan perkebunan kakao di Desa Jambangan, Kecamtan Dampit, Kabupaten Malang didapatkan serangga sebanyak 10 ordo, 20 famili, dan 23 genus. Serangga nokturnal yang merupakan serangga hama sebanyak 6 ordo, 13 famili, 14 genus. Distribusi temporal merupakan keberadaan individu seperti serangga nokturnal, berdasarkan dimensi ruang/tempat yang diamati pada tiap tegakan pada masing-masing area. Pada penelitian ini distribusi temporal diketahui melalui jumlah individu pada masing-masing waktu pengambilan sampel (Gambar 2.). berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa jumlah individu paling tinggi adalah pada waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB. Waktu aktif tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada. Pada kondisi lingkungan yang optimum serangga akan melakukan perkembangbiakan dengan maksimal sehingga populasinya akan meningkat. Jumlah individu serangga nokturnal pada pukul 00.00 mengalami penururnan karena faktor abiotik berupa suhu lingkungan menurun, sesuai dengan pernyataan Harmoko (2012) bahwa intensitas kunjungan serangga menurun ketika rerata suhu lingkungan rendah.

Suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas dan metabolisme tubuh serangga. Hal ini dikarenakan serangga termasuk hewan poilikoterm yang membutuhkan panas dari lingkungan untuk memulai metabolismenya (Boror, 1992; Dharmawan, 2005). Hasil penelitian menunjukkan ada respon positif dari serangga nokturnal terhadap perlakuan warna cahaya pada perkebunan kakao. Hal ini berarti ada ketertarikan serangga nokturnal terhadap warna cahaya. Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan warna cahaya biru paling banyak memperoleh serangga hama yaitu sebanyak 10 genus dengan hama utama yang ditemukan yaitu genus Empoasca Selanjutnya berdasarkan hasil analisis dengan perhitungan anava ganda, menunjukkan adanya beda nyata antara variasi warna cahaya terhadap respon serangga nokturnal. Atkins (1980) menyata bahwa, adanya perbedaan respon serangga nokturnal terhadap warna cahaya tertentu diakibatkan karena daya sensifitas mata suatu individu serangga terhadap semua panjang gelombang tidak sama. Hal ini merupakan cerminan dari karakteristik penyerapan dari pigmen visual, sehingga kemampuan untuk membedakan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda tergantung pada photopigmen yang dimiliki (Chapman dalam Aliani, 2008). Serangga memiliki pigmen visual yang dapat menyerap panjang gelombang cahaya yang berbeda. Berdasarkan hasil keseluruhan perlakuan warna cahaya, yang menunjukkan respon serangga nokturnal paling banyak adalah perlakuan warna cahaya biru dan putih. Hal ini sesuai dengan Sodiq (2009) yang menyatakan, kebanyakan serangga memberikan respon terhadap cahaya dengan panjang gelombang anatar antara 300-400 nm (maksimum). Sedangkan diantara perlakuan warna cahaya jika dilihat berdasarkan panjang gelombang warna cahaya merah, serangga tidak mampu melihat pada panjang gelombang dari warna merah, sebab warna merah memiliki panjang gelombang paling panjang diantara warna lainnya sekitar 650 nm, sedangkan untuk warna hijau 510 nm, dan warna kuning 570 nm, (National Aeronautics and Space Administration, 2016). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran faktor abiotik. Faktor abiotik yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, kecapatan angin dan intensitas cahaya. Berdasarkan hasil analisis regresi antara faktor abiotik yang terdiri dari suhu, kelembaban udara, kecapatan angin dan intensitas cahaya dengan jumlah individu serangga nokturnal pada pengambilan sampel pukul 20.00 WIB, memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,033, dengan sumbangan faktor abiotik (kelembaban udara) terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB sebasar R 2 = 0,720. R 2 merupakan nilai determinasi yang artinya bahwa faktor abiotik memiliki sumbangan sebesar 72% terhadap jumlah individu tertinggi waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB dan 28% disumbang oleh faktor lain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil identifikasi, serangga nokturnal pada lahan perkebunan kakao didapatkan serangga sebanyak 10 ordo, 20 famili, dan 23 genus. Distribusi temporal serangga nokturnal yaitu pada waktu pengambilan sampel pukul 20.00 WIB. Respon serangga nokturnal tertingi yaitu pada perlakuan warna cahaya biru dan putih dengan waktu pengambilan sampel 20.00, dan juga paling banyak memperoleh serangga hama yaitu sebanyak 10 genus dengan hama utama yang ditemukan yaitu genus Empoasca. Hasil analisis regresi antara faktor abiotik dengan jumlah individu serangga nokturnal tidak memiliki pengaruh dan hubungan antara keduanya. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan yaitu dapat dilakukan kembali mengenai berbagai warna cahaya biru untuk mengetahui warna mana yang lebih efektif, serta penggunaan warna cahaya dapat dijadikan sebagai perangkap dalam pengendalian hama, warna yang dapat digunakan berdasarkan penelitian ini adalah warna cahaya biru dan putih. DAFTAR RUJUKAN Aliani, I. G. (2008). Respon Plutella Xylostella Terhadap Warna Cahaya Pada Areal Pertanian Kubis (Brassica oleracea L. Var capitata L.) Di Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan. Skripsi diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Arsyad, M., Sinaga, B. M., & Yusuf, S. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 8(1): 63-71. Atkins, M. D. 1980. Introduction to Insect Behavior. New York: MarcMillan Publishing Bhattacharjee, R., & Kumar, P. L. 2007. Chapter 7 Cacao. Research Gate.

Borror, D. J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan oleh Gadjah Mada University. Yogyakarta: UGM Press. Darmawan, A., Ibrohim, Tuarita, H., Suwono, H., & Susanto, P., 2004. Ekologi Hewan. Malang: UM Press. Harmoko, H & Syatrawati. 2012. Inventarisasi Serangga pada Pertanaman Kakao di Desa Karueng, Kec. Enrekang, Kab. Enrekang. Jurnal Agrosistem (8) 2 : 57-61. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Kementrian Pertanian. 2014. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertania Sekretariat Kementrian Pertanian Outlook Komoditi Kakao (online), (http://pustadin.setjen.pertanian.go.id/), diakses 08 Oktober 2015. Kementrian Pertanian. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015 Kakao. Jakarta : Direktorat Jenderal Perkebunan. National Aeronautics and Space Administration. 2016. What Wavelenght Goes With a Colour? (online), (http://science-edu.larc.nasa.gov) diakses 22 Februari 2016. Ruku, S. 2008. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering menjadi Produk Olahan Setengan Jadi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Sulawesi Tenggara : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sodiq, M. 2009. Ketahanan Tanaman Terhadap Hama. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Suharyanto, E. 2014. Diversifikasi Produk Olahan Kakao. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Sustainable Cocoa Production Program. 2012. Penerapan Budidaya Terbaik Tanaman Kakao. (online), (http://www.swisscontact.org/.pdf), diakses 21 Januari 2016. United Nations Conference on Trade and Development. 2005. Base on the Data From International Cacao Organization, Quarterly Bulletin of Cacao Statistics 2004-2005, (online), (http://www.unctad.org), diakses 11 Februari 2016. Wardojo, S. 1984. Kemungkinan pembebasan Maluku Utara dari pada masalah penggerek buah cokelat Acrocercops cramerella Sn. Menara Perkebunan 52: 57-64.