KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN

Kajian Ekonomi Regional Banten

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB 6. KEUANGAN DAERAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KATA PENGANTAR. Kendari, Oktober 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin

BERITA RESMI STATISTIK

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU

Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank Indonesia moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang Negara Indonesia yang ber Tugas Bank Indonesia 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi bank Kritik, saran, masukan dan komentar dapat disampaikan kepada : Redaksi : Kelompok Kajian, Statistik dan Survei Kantor Bank Indonesia Palu Jl. Dr. Sam Ratulangi No.23 Palu Telp : 0451-421181 Fax : 0451-421180 Email : ylokanata@bi.go.id; hasudungan_ps@bi.go.id; dedy_prasetyo@bi.go.id Homepage : www.bi.go.id

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Tengah triwulan IV-2009 ini dapat diselesaikan. Tujuan dari penyusunan buku KER adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Sulawesi Tengah, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Sulawesi Tengah. Cakupan kajian di dalam buku KER ini relatif luas, yaitu meliputi kajian perkembangan makroekonomi regional, perkembangan inflasi, perkembangan perbankan, perkembangan sistem pembayaran, perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, perkembangan keuangan daerah serta perkiraan ekonomi dan inflasi ke depan. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan kualitas kajian di waktu yang akan datang, sangat diharapkan saran, masukan dan tentunya supply data terkini dari berbagai pihak. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini. Palu, Februari 2010 BANK INDONESIA PALU TTD Suparmo Pemimpin i

Daftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Ringkasan Eksekutif... 1 BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL... 6 1.1. Permintaan Daerah... 7 1.1.1 Konsumsi... 8 1.1.2 Investasi... 11 1.1.3 Ekspor... 12 1.1.4 Impor... 14 1.2. Penawaran Daerah... 15 1.2.1 Sektor Pertanian... 16 1.2.2 Sektor Jasa-jasa... 20 1.2.3 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran... 21 1.2.4 Sektor Angkutan dan Komunikasi... 21 1.2.5 Sektor Pertambangan dan Penggalian... 23 1.2.6 Sektor Industri Pengolahan... 24 1.2.7 Sektor Bangunan... 25 1.2.8 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 26 1.2.9 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa... 27 Boks 1 : Kontraksi Produksi Sektor Pertanian Prop. Sulawesi Tengah Boks 2 : Pemerintah Akan Membangun 5 Pembangkit Listrik Baru di Sulawesi Tengah ii

Daftar Isi BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI... 28 2.1. Inflasi Tahunan dan Triwulanan... 28 2.2. Inflasi Bulanan... 33 2.3. Tim Pengendali Inflasi Daerah... 35 Boks 3 : Lonjakan Harga Semen di Awal Tahun 2010 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN... 36 3.1. Perkembangan Moneter... 36 3.2. Jumlah Jaringan Kantor Bank... 37 3.3. Kinerja Perbankan Sulawesi Tengah... 38 3.3.1 Kinerja Bank Umum... 38 3.3.2 Kinerja BPR... 39 3.3.3 Aset Perbankan... 39 3.3.4 Penghimpunan Dana... 40 3.3.4.1 Penghimpunan Dana Bank Umum... 41 3.3.4.1 Penghimpunan Dana BPR... 42 3.3.5 Penyaluran Kredit... 43 3.3.5.1 Kredit Menurut Jenis Kelompok Bank... 43 3.3.5.2 Kredit Menurut Jenis Penggunaan... 43 3.3.6 Kualitas Kredit... 45 3.3.6.1 Kualitas Kredit Bank Umum... 45 3.3.6.1 Kualitas Kredit BPR... 46 3.3.7 Tingkat Efisiensi Perbankan... 47 3.3.8 Fungsi Intermediasi Bank... 48 3.3.8 Kredit Untuk UMKM... 48 BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 50 4.1. Perkembangan Uang Kartal (inflow/outflow)... 50 4.2. Perkembangan Uang Palsu Yang Ditemukan... 52 4.3. Perkembangan Kliring Lokal... 53 4.4. Perkembangan BI-RTGS... 55 iii

Daftar Isi BAB 5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT... 56 5.1. Ketenagakerjaan... 56 5.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)... 61 5.3. Gini Ratio... 62 5.4. Kemiskinan... 63 BAB 6. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH... 65 6.1. Realisasi APBD Sulawesi Tengah... 65 6.2. Realisasi Belanja APBD... 65 6.3. Realisasi Pendapatan APBD... 66 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 69 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi... 69 7.2. Prospek Inflasi... 70 7.3. Prospek Perbankan... 71 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN iv

Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 1.1. PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (miliar Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan ADH Konstan 2000 (%;y-o-y)... Tabel 1.3. Realisasi Belanja Pemerintah Propinsi Sulteng... Tabel 1.4. Perkembangan Aktivitas Muat Barang Melaui Pelabuhan Pantoloan... Tabel 1.5. PDRB Menurut Lapangan Usaha ADH 2000 (miliar rupiah)... Tabel 1.6. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha ADH 2000 (%)... Tabel 1.7. Perkembangan Stok Beras BULOG Divre Sulteng... Tabel 1.8. Perkembangan Jumlah Penumpang Kapal Laut Melalui Pelabuhan Pantoloan... Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Bahan Makanan... Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau... Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar... Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Sandang... Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Kesehatan... Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga... Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan... Tabel 2.8. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Triwulan IV 2009... Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Menurut Kelompok Bank di Sulteng.... Tabel 3.2. Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah... Tabel 4.1. Jumlah Uang Palsu Yang Tabel 4.2. 7 7 10 14 15 16 19 23 29 30 30 31 31 32 32 33 37 38 52 54 v

Daftar Tabel Tabel 5.1. Perkembangan Angkatan Kerja yang Bekerja Berdasarkan Sektor Ekonomi... Tabel 5.2. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja... Tabel 5.3. Perkembangan Jumlah Pencari Kerja di Sulawesi Tengah... Tabel 5.4. Perkembangan Gini Ratio Sulawesi Tengah... Tabel 5.5. Perkembangan Indikator-Indikator Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah... Tabel 5.6. Realisasi Penyaluran KUR oleh Perbankan Sulteng... Tabel 6.1. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah... Tabel 6.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah... Tabel 7.1. Perkiraan Curah Hujan di Wilayah Sulawesi Tengah... 59 59 60 62 63 64 65 66 69 vi

Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB (y-o-y) Sulawesi Tengah atas Dasar Harga Konstan... Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Konsumsi menurut Lokasi Proyek Di Sulawesi Tengah... Grafik 1.3. Perkembangan Jumlah Penumpang melalui Pelabuhan Pantoloan... Grafik 1.4. Jumlah Pendaftaran Kendaraan Baru pada Kantor Samsat Kota Palu... Grafik 1.5. Konsumsi BBM Retail di Sulawesi Tengah... Grafik 1.6. Perkembangan NTP... Grafik 1.7. Hasil Survei Konsumen KBI Palu... Grafik 1.8. Perkembangan Jumlah Kredit Investasi menurut Lokasi Proyek... Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen di Propinsi Sulteng... Grafik 1.10. Volume Ekspor menurut Negara Asal Pembeli... Grafik 1.11. Perbandingan Ekspor Non Migas Sulawesi Tengah (Jan-Des)... Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Kakao, dan Harga Internasional... Grafik 1.13. Perkembangan Arus Barang Keluar melalui Bandara Mutiara Palu... Grafik 1.14. Perkembangan Volume Bongkar Barang melalui Pelabuhan Pantoloan Grafik 1.15. Perkembangan Arus Barang Masuk melalui Bandara Bandara Mutiara Palu... Grafik 1.16. Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Sulteng... Grafik 1.17. Perkembangan Luas Panen Tanaman Padi dan Jagung di Sulteng... Grafik 1.18. Prompt Indikator Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sulteng... Grafik 1.19. Perkembangan Realisasi Pengadaan Beras... Grafik 1.20. Perkembangan Stok Beras Pada BULOG Divre Sulteng... Grafik 1.21. Perkembangan Kredit Sektor Jasa menurut Lokasi Proyek di Sulawesi Tengah... 7 8 8 9 9 10 10 12 12 13 13 13 13 15 15 17 17 17 19 19 20 vii

Daftar Grafik Grafik 1.22. Perkembangan Dana Pemerintah pada Perbankan di Sulteng... Grafik 1.23. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang di Sulteng...,... Grafik 1.24. Perkembangan Jumlah Tamu Hotel Berbintang di Sulteng...,... Grafik 1.25. Perkembangan Jumlah Arus Penumpang melalui Bandara Mutiara Palu... Grafik 1.26. Produksi Bahan Galian C Kab. Donggala... Grafik 1.27. Perkembangan Produksi Mineral Tambang PT INCO Morowali... Grafik 1.28. Volume Ekspor Kayu Olahan Sulawesi Tengah... Grafik 1.29. Perkembangan Kredit Sektor Industri menurut Lokasi Proyek di Sulawesi Tengah... Grafik 1.30. Konsumsi BBM Industri di Sulawesi Tengah... Grafik 1.31. Perkembangan Ekspor Minyak Nabati Sulawesi Tengah... Grafik 1.32. Realisasi Pengadaan Semen di Provinsi Sulawesi Tengah... Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah di Provinsi Sulawesi Tengah... Grafik 1.34. Perkembangan Konsumsi Listrik di Kota Palu... Grafik 1.35. Perkembangan Volume Penjualan Air PDAM Kota Palu dan Kab. Donggala... Grafik 1.36. Perkembangan Kredit, DPK dan NTB Bank Umum di Sulteng... Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y)... Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Grafik 2.3. Inflasi per kelompok Pengeluaran (q-t-q) Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Bulanan Palu (m-t- Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Bulanan Palu (m-t-m) kota Palu per Grafik 3.1. Perkembangan Grafik 3.2. Distribusi Jaringan Kantor Bank di Sulawesi Tengah pada Triwulan IV 2009 Grafik 3.3. Grafik 3.4. Perkembangan Jumlah Aset Perbankan Menurut Kelompok Bank... Grafik 3.5. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum... Grafik 3.6. Jumlah DPK Menurut Kelompok Bank... 20 21 21 22 24 24 23 23 23 23 25 25 26 26 27 28 28 29 32 34 36 37 39 39 40 41 viii

Daftar Grafik Grafik 3.7. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Pemilik... 41 Grafik 3.8. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Jenis Simpanan... 42 Grafik 3.9. Perkembangan Dana Pihak Ketiga pada BPR... 42 Grafik 3.10. Perkembangan Jumlah Kredit Menurut Kelompok Bank... 43 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Menurut Jenis Penggunaan Di Sulawesi Tengah... 44 Grafik 3.12. Penyaluran Kredit BPR... 45 Grafik 3.13. Perkembangan Tingkat NPL Nominal dan NPL Netto Perbankan Sulawesi Tengah... 45 Grafik 3.14. Perkembangan Tingkat NPL dan PPAP pada Bank Umum... 46 Grafik 3.15. Perkembangan Tingkat NPL dan PPAP pada BPR... 47 Grafik 3.16. Perkembangan BOPO Bank Umum di Sulawesi Tengah... 47 Grafik 3.17. Perkembangan Rasio BOPO Bank Umum... 48 Grafik 3.18. Tingkat LDR Menurut Kelompok Bank... 48 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit UMKM Menurut Kelompok Kredit... 49 Grafik 4.1. Perkembangan Inflow-Outflow... 51 Grafik 4.2. Perkembangan... 52 Grafik 4.3. Persentase Uang Palsu Tahun 2009... 53 Grafik 4.4. Perkembangan Uang Palsu Provinsi Sulteng... 53 Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Sulawesi Tengah... 55 Grafik 5.1. Perkembangan TPAK, TPT dan Setengah Pengangguran di Sulteng... 57 Grafik 5.2. TPAK dan TPT Pada Kabupaten/Kota Di SulTeng Pada Bulan Agustus 2009... 57 Grafik 5.3. TPAK dan TPT Pada Beberapa Wilayah Di Sulawesi dan Nasional... 58 Grafik 5.4. Perkembangan UMP di Sulawesi Tengah 61 Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)... 62 Grafik 6.1. Realisasi Belanja Modal (sd Tw IV 2009)... 66 Grafik 6.2. Proporsi Realisasi Belanja Modal... 66 Grafik 6.3. Realisasi Pendapatan Transfer (sd Tw IV 2009)... 67 ix

Daftar Grafik Grafik 6.4. Proporsi Realisasi Pendapatan Transfer... Grafik 6.5. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (sd Tw IV 2009)... Grafik 6.6. Proporsi Realisasi Pendapatan Asli Daerah... Grafik 7.1. Laju Inflasi Bulanan Kota Palu dan Indeks Ekspektasi Perubahan Harga... Grafik 7.2. Proyeksi Inflasi Kota Palu (Tw I 2010)... 67 67 67 70 71 x

Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV-2009 PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan sebesar 3,47% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,99% (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan masih akan bersumber dari komponen konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah. Walaupun masih tumbuh negatif (y-o-y), ekspor Sulawesi Tengah pada triwulan laporan diperkirakan sudah mengalami pembalikan arah (recovery). Demikian halnya dengan konsumsi lembaga nirlaba yang pada triwulan laporan sudah menunjukkan adanya pembalikan yang ditandai dengan pertumbuhan positif secara kuartalan (qtq). Membaiknya kinerja ekspor dapat dikonfirmasi dari nilai ekspor antar provinsi yang cenderung mengalami peningkatan seperti pada produksi bahan galian C di Kabupaten Donggala, dan bijih nikel dari pertambangan milik PT. INCO di Kabupaten Morowali. Adapun kegiatan kinerja ekspor antar negara sedikit tertolong oleh membaiknya ekspor CPO, dan komoditas perikanan ditengah kinerja ekspor kakao Sulawesi Tengah yang mengalami penurunan akibat penurunan produksi. Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 terutama bersumber dari sektor pertanian, sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor bangunan. Sektor pertanian mengalami perlambatan terkait dengan terjadinya penurunan produksi padi dan kakao pada tahun 2009. Adapun peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan laporan dapat dikonfirmasi dari peningkatan Tingkat Penghunian Kamar (TPK). Sementara pertumbuhan sektor angkutan lebih disebabkan oleh meningkatnya kegiatan sektor tersebut selama masa libur Natal dan libur sekolah pada akhir tahun. 1

Ringkasan Eksekutif PERKEMBANGAN INFLASI Secara triwulanan, pada triwulan IV-2009 Kota Palu mengalami inflasi cukup tinggi yang diakibatkan oleh adanya pengaruh faktor musiman Hari Raya Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Pada triwulan laporan Kota Palu mengalami inflasi sebesar 0,87% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami inflasi sebesar 3,35% (q-t-q). Seluruh kelompok pengeluaran memberikan sumbangan inflasi pada triwulan IV-2009 dengan sumbangan terbesar bersumber dari kelompok bahan makanan, kelompok sandang, dan makanan jadi. Secara tahunan, laju inflasi Kota Palu pada akhir triwulan IV-2009 mencapai 5,73% (y-o-y) atau lebih tinggi dibandingkan laju inflasi pada akhir triwulan III-2009 sebesar 4,16% (y-o-y), dan laju inflasi nasional sebesar 2,78% (y-o-y). PERKEMBANGAN PERBANKAN Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kinerja perbankan Sulawesi Tengah melampaui kinerja perbankan secara nasional. Hal ini dicerminkan dari beberapa indikator mulai dari pertumbuhan kredit, Loan to Deposit Ratio (LDR), kualitas aset (NPL), Net Interest Margin (NIM), Return on Asset (ROA) dan tingkat efisiensinya atau yang biasa disebut dengan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Aset bank umum di Sulteng mengalami peningkatan 7,45% dibanding triwulan ketiga tahun 2009 atau meningkat 18,6% dibanding tahun 2008. Peningkatan aset ini didorong oleh adanya peningkatan kredit sebesar 4,5% bila dibandingkan triwulan ketiga 2009 atau meningkat 22,2% dibanding tahun 2008 yang didominasi oleh peningkatan kredit konsumsi yang meningkat 28,5% bila dibandingkan tahun 2008. Pada bulan Desember 2009, kinerja BPR di Sulawesi Tengah mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun tetap mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, jumlah aset, DPK, dan kredit BPR pada akhir tahun 2009 mengalami peningkatan yang menggembirakan dari posisi akhir tahun sebelumnya. 2

Ringkasan Eksekutif PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia Palu dari perbankan dan masyarakat (inflow) sepanjang triwulan IV-2009 meningkat 29,54% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp132,33 miliar menjadi Rp 171,42 miliar, sedangkan aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia Palu ke perbankan dan masyarakat (outflow) juga naik sebesar 42,89% dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp 649,75 milyar menjadi Rp 928,40 milyar. Salah satu penyebab adanya peningkatan inflow pada triwulan laporan adalah karena adanya kebijakan diskresi yang dilakukan KBI Palu yang dilakukan pasca Hari Raya Lebaran. Sementara peningkatan outflow pada triwulan laporan (q-t-q) lebih disebabkan oleh karena adanya kebutuhan dana untuk proyek pemerintah dan swasta dalam rangka realisasi anggaran APBD di akhir tahun 2009 serta adanya musim panen padi dan kakao. Pada triwulan IV-2009, jumlah warkat kliring naik 0,99% yaitu dari 33.711 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 34.045 lembar. Demikian juga nominal perputaran kliring tercatat meningkat signifikan sebesar 36,83% dibandingkan triwulan III-2009 sehingga menjadi Rp 1742,99 miliar. Sementara itu, kualitas kliring di wilayah kerja Bank Indonesia Palu pada triwulan IV-2009 relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin pada peningkatan persentase rata-rata harian penolakan cek/bg kosong dari sisi nominal kliring. Persentase rata-rata harian nominal cek/bg yang ditolak pada triwulan IV-2009 tercatat 1,19%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya sebesar 0,76%. Disisi lain, rata-rata harian lembar cek/bg yang ditolak tercatat 1,23%, memburuk dibandingkan triwulan III-2009 sebesar 1,16%. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Struktur ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah pada Agustus 2009 mengalami perubahan yang cukup berarti jika dibandingkan pada Agustus 2008. Pada Agustus 2009, jumlah angkatan kerja mencapai 1.215.727 orang, meningkat sebanyak 18.739 orang dibanding pada Agustus 2008 yang berjumlah 1.196.988 orang. Sementara jumlah penduduk yang bekerja juga mengalami peningkatan sebanyak 18.012 orang, dengan komposisi 16.845 penduduk laki-laki dan 1.167 3

Ringkasan Eksekutif perempuan. Kondisi tersebut mengakibatkan jumlah pengangguran pada Agustus 2009 bertambah 727 orang bila dibandingkan pada Agustus 2008 menjadi 66.009 orang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam periode tersebut jumlah lapangan kerja yang tercipta belum sebanding dengan penambahan jumlah angkatan kerja baru. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan dari 5,45 persen pada Agustus 2008 menjadi 5,43 persen pada Agustus 2009. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulawesi Tengah pada Agustus 2009 mencapai 69,27 persen, turun dibandingkan Agustus 2008 yang tercatat sebesar 69,76 persen. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Perkembangan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan triwulan IV-2009 mengalami surplus sebesar Rp251,80 miliar. Hal ini dapat diakibatkan oleh nilai realisasi belanja daerah yang masih lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pendapatan daerah hingga akhir triwulan IV-2009. Secara keseluruhan, realisasi belanja daerah Provinsi Sulawesi Tengah mencapai Rp972,07 miliar atau 80,68% dari total anggaran belanja daerah tahun 2009 sebesar Rp1.204,84 miliar. Nilai ini masih dibawah realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Tengah yang mencapai Rp1044,22 miliar atau 102,22% dari total anggaran pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp1.021,55 miliar. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh sebesar 4,86% (y-o-y), melambat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan mendatang masih akan bersumber dari konsumsi rumah tangga. Masih kuatnya konsumsi rumah tangga tercermin dari hasil survei konsumen pada bulan Desember 2009, dimana Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) mencapai 126,67 atau masih berada pada level optimis. Aktivitas ekspor diperkirakan masih akan meneruskan trend penguatan. Ekspor Sulawesi Tengah pada triwulan mendatang akan ditopang oleh ekspor antar provinsi, terutama bahan galian C. Sementara penguatan ekspor antar negara akan ditopang oleh ekspor minyak nabati (CPO) dan kakao. 4

Ringkasan Eksekutif Kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2010 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan panen raya yang akan berlangsung di beberapa daerah dari Parigi-Poso-Luwuk. Berdasarkan prakiraan cuaca yang dirilis oleh BMKG tingkat curah hujan pada periode Desember Februari 2010 di sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah masih berada pada tingkatan menengah antara 101 300 mm. Secara tahunan laju inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan I-2010 diperkirakan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Minimalnya kebijakan kenaikan harga (salah satunya adalah dibatalkannya kebijakan kenaikan harga TDL yang rencananya akan dilakukan di awal 2010), menguatnya nilai rupiah terhadap dolar, tidak adanya momen Hari Raya Besar serta terjaganya ekspektasi masyarakat terhadap harga-harga membuat tekanan inflasi pada triwulan I 2010 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan I tahun 2009. Inflasi tahunan pada triwulan I 2010 diproyeksikan pada kisaran 4,73% + 1%. Diperkirakan sumber tekanan inflasi pada triwulan I-2010 sebagian besar berasal dari kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, serta kelompok sandang. Terkait dengan isu-isu penting perbankan Sulteng pada tahun 2010, perbankan Sulteng diproyeksikan dapat tumbuh secara sustainable mengingat ketahanan ekonomi yang ditunjukkan pada tahun 2008 dan 2009. Mulai meningkatnya harga komoditas di tahun 2009, dan berlanjut hingga awal 2010 akan memberikan multiplier effect sehingga diharapkan menjadi pendorong positif kinerja perbankan Sulteng. Meskipun mulai terdapat ancaman peningkatan inflasi pada tahun 2010, perbankan Sulteng dinilai tetap dapat responsif menghadapi tantangan tersebut. Perbankan syariah diharapkan semakin bergairah di tahun 2010, seiring dengan rencana dibukanya Kantor Cabang Bank Mega Syariah di Kota Palu, sehingga di wilayah Sulteng akan terdapat 3 Bank Syariah yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah. 5

Indikator Ekonomi TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH MAKRO a. Inflasi dan PDRB Indikator 2007 2008 2008 2009 Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu 165,29 114,41 * 115,13 * 116,45 * 116,03 * 119,92 * 120,96 * Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu 8,13 10,40 * 14,33 * 11,07 * 5,83 * 4,16 * 5,73 * (miliar Rp) 13.683,88 14.746,02 3.911,19 3.594,94 3.807,28 4.036,40 4232,61** - Pertanian 5.855,73 6.128,72 1.659,95 1.482,74 1.578,24 1.644,96 1.645,88 - Pertambangan dan Penggalian 451,82 537,92 137,34 135,51 143,56 154,86 160,25 - Industri Pengolahan 886,76 943,3 239,46 243,97 257,86 271,29 274,93 - Listrik dan Air Bersih 103,29 105,38 27,03 28,60 29,92 30,28 30,35 - Bangunan 902,41 980,08 258,51 217,13 232,63 262,20 300,81 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.772,58 1.885,15 494,66 463,28 491,03 512,88 541,52 - Pengangkutan dan Komunikasi 977,5 1.091,01 278,89 283,99 296,51 322,76 324,76 - Keuangan, Persewaan dan Jasa 175,96 185,87 197,21 208,80 Perusahaan 624,21 691,25 184,56 - Jasa-Jasa 2.109,58 2.383,20 630,78 563,76 591,66 639,98 745,31 (miliar Rp) 13.683,88 14.746,02 3.911,19 3.594,94 3.807,28 4.036,43 4.232,61 -Konsumsi Rumah Tangga 8.009,50 8.451,57 2.205,73 2.223,65 2.308,64 2.401,05 2.426,02 -Konsumsi Lembaga Nirlaba 172,20 187,46 52,31 46,79 47,91 50,41 51,97 -Konsumsi Pemerintah 1.934,25 2.079,25 581,40 459,28 477,90 574,60 668,32 -PMTB 2.689,36 2.943,92 799,44 615,63 738,89 807,43 941,15 -Ekspor 2.159,10 2.377,72 585,55 508,88 516,48 491,15 548,02 -Impor(-) 1.280,53 1.293,89 313,24 259,29 282,54 288,21 402,87 Pertumbuhan PDRB tahunan (%) 4,3 8,99 8,61 14,41 5,27 3,2 3,47 Nilai Ekspor Non-Migas (USD Juta) 251,58 280,02 75,35 54,83 65,72 80,69 115,83 *** Volume Ekspor Non-Migas (Ton) 181.356,52 171.949,87 43.074,77 108.324,04 252.217,50 115.718,69 222433,95*** Nilai Impor Non-Migas (USD Juta) 0,54 0,03 0,01 0,42 0 11,71 0,005*** Volume Impor Non-Migas (Ton) 720,87 56,11 45 13.720,00 0 4.027,09 0*** Ket : *) Menggunakan tahun dasar 2007 (sebelumnya tahun dasar 2002) **) Proyeksi BI ***) Data sementara s.d. Desember 2009

Indikator Ekonomi b. Perbankan RINCIAN 2008 2009 Desember Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 PERBANKAN Bank Umum: Total Aset (Rp juta) 7.885.152 7.854.029 8.506.129 8.705.451 9.353.677 DPK (Rp juta) 5.720.979 5.704.867 6.091.442 5.960.231 6.300.529 - Giro 1.306.357 1.606.006 1.619.184 1.452.200 1.129.083 - Deposito 1.165.207 1.403.876 1.451.951 1.406.562 1.233.967 - Tabungan 3.249.415 2.694.985 3.020.307 3.101.469 3.937.479 Kredit (Rp juta) 5.936.332 6.002.051 6.569.529 6.945.534 7.254.918 1 Modal Kerja 2.738.064 2.672.219 2.932.304 2.965.564 3.053.265 2 Investasi 331.274 359.568 417.229 451.458 518.685 3 Konsumsi 2.866.994 2.970.264 3.219.996 3.528.512 3.682.968 LDR 103,8% 105,2% 107,8% 116,5% 115,1% % NPL GROSS 4,41% 5,92% 5,87% 6,73% 4,90% % NPL NETT 1,68% 1,36% 1,45% 1,84% 0,83% LDR 103,76% 105,21% 107,85% 118,41% 115,15% Kredit UMKM (Rp juta) 5.218.093 5.355.307 5.869.775 6.276.018 6.534.069 Kredit Mikro (<Rp50 juta) 2.202.805 2.378.836 2.403.036 2.506.968 2.439.625 1 Modal Kerja 388.809 431.892 453.934 478.955 483.379 2 Investasi 49.349 57.329 66.045 75.321 87.263 3 Konsumsi 1.764.647 1.889.615 1.883.057 1.952.692 1.868.983 Kredit Kecil (Rp50 juta<x<=rp500 juta) 1.909.425 1.916.068 2.273.551 2.536.155 2.825.396 1 Modal Kerja 787.098 800.066 864.217 876.791 888.304 2 Investasi 104.995 115.581 139.015 154.917 194.452 3 Konsumsi 1.017.332 1.000.421 1.270.319 1.504.447 1.742.640 Kredit Menengah (Rp500 juta<x<=rp5 miliar) 1.105.863 1.060.403 1.193.188 1.232.895 1.269.048 1 Modal Kerja 922.089 875.274 1.011.156 1.034.759 1.056.550 2 Investasi 98.759 104.901 115.160 126.763 141.153 3 Konsumsi 85.015 80.228 66.872 71.373 71.345 NPL UMKM gross 3,2% 3,8% 4,0% 4,1% 3,0% BPR: Total Aset (Rp juta) 205.830 205.565 213.227 257.758 253.927 DPK (Rp juta) 92.755 80.535 90.042 108.270 98.800 Tabungan 16.892 15.619 20.319 13.390 25.213 Deposito 75.863 64.916 69.723 94.880 73.587 Kredit (Rp juta) 180.078 178.028 187.552 202.227 188.278 1 Modal Kerja 21.472 21.849 78.248 26.847 31.354 2 Investasi 2.173 2.621 19.301 15.975 22.139 3 Konsumsi 156.433 153.558 90.003 159.405 134.785 Rasio NPL gross (%) 2,2% 2,7% 2,5% 2,0% 1,8% Rasio NPL net (%) 0,8% 1,5% 1,2% 1,1% 0,8% LDR 194,1% 221,1% 208,3% 186,8% 190,6%

Indikator Ekonomi c. Sistem Pembayaran Indikator 2007 2008 2008 2009 Rekap Tr IV Tr I Tr II Tr III Tr IV Tahun 2009 Posisi Kas Gabungan (Miliar Rp) 216,72 310,11 310,11 788,07 353,50 733,93 829,79 829,79 Inflow (Miliar Rp) 1.307,38 1.215,90 433,48 477,99 159,39 132,33 171,42 941,13 Outflow (Miliar Rp) 2.535,14 2.665,20 770,35 216,74 831,63 649,75 928,40 2.626,52 Pemusnahan Uang (Miliar Rp) 464,94 268,25 33,62 26,68 30,67 39,86 43,99 141,20 Transaksi RTGS - Inflow (Miliar Rp) 15.207,31 16.339,76 4.396,15 2.993,51 4.173,37 4.929,57 5.693,40 17.789,85 - Outflow (Miliar Rp) 16.812,22 19.603,93 4.966,96 3.309,76 4.296,78 4.746,70 6.225,83 18.579,07 Nominal Kliring (Miliar Rp) 4.500,58 4.059,09 1,26 797,84 1.064,66 1.273,85 1.742,99 4.879,34 Volume Kliring (Lembar) 121.531,00 130.279,00 1,04 30.511,00 33.388,00 33.711,00 34.045,00 131.655,00 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 302,43 405,09 99,13 75,12 77,13 83,09 95,81 331,15 Volume Kliring Kredit (Lembar) 22.017,00 30.614,00 7.403,00 6.058,00 6.111,00 5.670,00 5.981,00 23.820,00 RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 1,22 1,66 1,65 1,27 1,22 1,38 1,55 RRH Volume Kliring Kredit (Lembar) 89,14 125,47 123,38 102,68 97,00 94,50 96,47 Kliring Debet Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 3.522,26 3.653,98 1.013,76 722,73 987,53 1.190,76 1.647,18 4.548,20 Volume Kliring Debet (Lembar) 76.690,00 99.664,00 24.620,00 24.453,00 27.247,00 28.041,00 28.064,00 107.805,00 RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 14,26 14,98 16,90 12,00 16,00 20,00 27,00 RRH Volume Kliring Debet (Lembar) 310,49 408,46 410,33 414,00 432,00 467,00 453,00 Kliring Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 20,59 39,19 20,27 21,87 8,09 12,33 35,72 78,01 Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 947,00 1.215,00 406,00 353,00 415,00 509,00 533,00 1.810,00 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 0,08 0,16 0,34 0,37 0,13 0,21 0,58 RRH Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 3,83 4,98 6,77 6,00 7,00 8,00 9,00 Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 20,92 30,09 14,08 16,57 5,04 9,71 20,77 52,09 Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 872,00 1.057,00 333,00 245,00 261,00 392,00 418,00 1.316,00 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 0,08 0,12 0,23 0,28 0,08 0,16 0,34 RRH Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 3,53 4,33 5,55 4,00 4,00 7,00 7,00 RRH Nominal Cek/BG Kosong (%) 0,49 0,61 1,26 2,32 0,52 0,76 1,19 RRH Volume Cek/BG Kosong (%) 0,69 0,67 1,04 0,80 0,81 1,16 1,23 RRH = Rata-Rata Harian

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional BAB 1 PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan sebesar 3,47% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,99% (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan masih akan bersumber dari komponen konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah. Walaupun masih tumbuh negatif (y-o-y), ekspor Sulawesi Tengah pada triwulan laporan diperkirakan sudah mengalami pembalikan arah (recovery). Demikian halnya dengan konsumsi lembaga nirlaba yang pada triwulan laporan sudah menunjukkan adanya pembalikan yang ditandai dengan pertumbuhan positif secara kuartalan (qtq). Membaiknya kinerja ekspor dapat dikonfirmasi dari nilai ekspor antar provinsi yang cenderung mengalami peningkatan seperti pada produksi bahan galian C di Kabupaten Donggala, dan bijih nikel dari pertambangan milik PT. INCO di Kabupaten Morowali. Adapun kegiatan kinerja ekspor antar negara sedikit tertolong oleh membaiknya ekspor CPO, dan komoditas perikanan ditengah kinerja ekspor kakao Sulawesi Tengah yang mengalami penurunan akibat penurunan produksi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 terutama bersumber dari sektor pertanian, sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor bangunan. Sektor pertanian mengalami perlambatan terkait dengan terjadinya penurunan produksi padi dan kakao pada tahun 2009. Adapun peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan laporan dapat dikonfirmasi dari peningkatan Tingkat Penghunian Kamar (TPK). Sementara pertumbuhan sektor angkutan lebih disebabkan oleh meningkatnya kegiatan sektor tersebut selama masa libur Natal dan libur sekolah pada akhir tahun. 6

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.1. PERMINTAAN DAERAH Pada triwulan IV 2009 perekonomian Sulawesi Tengah diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 3,47 % (y-o-y), yang didorong oleh pertumbuhan pada seluruh komponennya. Konsumsi rumah tangga menjadi penggerak utama pertumbuhan ditengah pelambatan yang terjadi pada komponen pengeluaran lainnya. Secara agregat perekonomian Sulteng pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,17% dibanding tahun sebelumnya. Tabel 1.1. PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Rincian 2007 2008 2008 2009 Tw III Tw IV Tw III Tw IV* 1.Konsumsi RT 8.009,50 8.451,57 2.205.725 2.271.490 2.401.053 2.403.934 2.Konsumsi Lembaga Nirlaba 172,20 187,46 52.308 53.693 50.408 51.970 3.Konsumsi Pemerintah 1.934,24 2.079,25 581.399 654.253 574.602 662.918 4.Investasi 2.689,36 2.943,92 799.441 892.033 807.428 908.849 5.Ekspor 2.159,10 2.377,72 585.549 652.529 491.151 592.406 6.Impor 1.280,52 1.293,89 313.236 448.074 288.215 402.867 Sumber : BPS Sulteng, diolah Ket : *) Angka proyeksi Bank Indonesia Palu PDRB 13.683,88 14.746,02 3.911.186 4.075.924 4.036.426 4.217.210 Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%; y-o-y) 2008 2009 Rincian 2007 2008 Tw III Tw IV Tw III Tw IV* 1.Konsumsi RT 7,65 5,52 6,58 2,66 8,86 5,83% 2.Konsumsi Lembaga Nirlaba 6,92 8,86 6,75 8,27-3,63-3,21% 3.Konsumsi Pemerintah 5,57 7,50 10,87 2,75-1,17 1,32% 4.Investasi 11,11 9,47 9,15 11,22 1,00 1,89% 5.Ekspor 7,09 10,13 2,65 24,71-16,12-9,21% 6.Impor 6,85 1,04-9,12-7,50-7,99-10,09% Sumber : BPS Sulteng, diolah Ket : *) Angka proyeksi Bank Indonesia Palu PDRB 7,99 7,76 8,61 8,99 3,20 3,47 7

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 5,83% (y-o-y), tumbuh lebih besar dibandingkan triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 2,66 % (y-o-y). Hal ini dapat dikonfirmasi dari perkembangan kredit konsumsi hingga bulan Nopember 2009 yang tercatat tumbuh 58,4% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perkembangan pada beberapa indikator menunjukkan adanya penguatan daya beli masyarakat yang akan mendukung kegiatan konsumsi rumah tangga. Jumlah pendaftaran kendaraan baru pada triwulan laporan mengalami peningkatan sementara konsumsi BBM retail selama triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Hasil survei konsumen juga mengkonfirmasi masih relatif tingginya daya beli masyarakat. Tekanan terhadap konsumsi rumah tangga tercermin dari penurunan pada indikator jumlah penumpang kapal laut selama triwulan IV 2009, dan rata-rata NTP petani yang lebih rendah dari rata-rata pada triwulan sebelumnya. Sumber : PT Pelindo IV, Pantoloan Jumlah pengguna kapal laut melalui pelabuhan Pantoloan selama triwulan IV 2009 mengalami penurunan sebesar -85,44% (y-o-y), atau sebesar -53,06% (q-t-q). Laju penurunan terbesar terjadi pada jumlah penumpang yang berangkat meninggalkan Pelabuhan Pantoloan dengan daerah tujuan Makassar, Surabaya, dan Jakarta. Pengaruh libur natal dan libur sekolah akhir semester terhadap jumlah pengguna kapal laut pada triwulan laporan, ternyata lebih kecil dibandingkan pengaruh libur natal dan akhir tahun pada tahun sebelumnya. 8

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Sumber : Kantor Samsat Palu Sumber : Pertamina Region VII Berbeda dengan jumlah penumpang kapal yang mengalami penurunan tajam, angka pembelian kendaraan pada triwulan laporan justru mengalami peningkatan sebesar 18,52 % dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan IV 2009 jumlah pembelian kendaraan bermotor tertinggi terjadi pada bulan Oktober yang mencapai 3.790 unit kendaraan. Seperti pada triwulan sebelumnya, penjualan kendaraan baru masih didominasi oleh kendaraan roda dua yang mencapai 94,24 %. Jumlah konsumsi BBM retail selama triwulan IV 2009 secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 5,93% dari triwulan sebelumnya. Peningkatan konsumsi terbesar terjadi pada BBM jenis Minyak Solar dengan kenaikan sebesar 8,50% (q-t-q). Adapun secara bulanan, konsumsi BBM retail tertinggi terjadi pada bulan Desember 2009 dengan jumlah konsumsi BBM mencapai 35.701kilo liter. Konsumsi minyak tanah sebagai BBM yang banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga tertinggi terjadi pada bulan Oktober. Sementara konsumsi premium tertinggi terjadi pada bulan Desember 2009. Secara akumulatif konsumsi BBM retail sepanjang 2009 mengalami peningkatan sebesar 8,78% dari konsumsi tahun sebelumnya. Nilai Tukar Petani (NTP) selama triwulan IV mengalami sedikit penurunan dengan rata-rata NTP pada triwulan III. Rata-rata NTP selama triwulan III-2009 tercatat 99,11 sementara rata-rata NTP pada triwulan IV-2009 sebesar 98,45. Secara umum penurunan NTP disebabkan oleh penurunan Indek Diterima Petani sebagai akibat dari produksi pertanian yang mengalami penurunan akibat pengaruh musim kemarau yang lebih panjang dan berakibat pada pergeseran waktu tanam. 9

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Sumber : BPS Sulteng Sumber : Survei Konsumen, KBI Palu Berdasarkan hasil Survei Konsumen sepanjang triwulan IV (Oktober-Desember) 2009, indeks keyakinan konsumen berada di atas 100 yang menunjukkan bahwa masyarakat masih optimis terhadap kondisi ekonomi selama triwulan laporan. Kondisi ini menjadi indikator bahwa daya beli masyarakat masih terjaga yang diperkuat optimisme masyarakat bahwa tingkat penghasilan masyarakat yang dianggap masih lebih baik dibandingkan periode 6 bulan sebelumnya. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 2,15% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 2,75% (y-o-y). Pelambatan tersebut didorong oleh kurangnya realisasi belanja pemerintah. Realisasi belanja pemerintah selama triwulan IV juga mengalami peningkatan sebesar 35,88 % menjadi 80,68 % dibandingkan posisi akhir September 2009. Tabel 1.3. Realisasi Belanja Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah Komponen Belanja Semester I 2009 Triwulan III 2009 Des-09 Belanja Daerah 32,10% 44,80% 80,68% Belanja Operasi 36,30% 52,60% 91,42% Belanja Modal 15,80% 34,20% 69,02% Belanja Tak Terduga 0,00% 0,00% 0,00% Transfer Ke Kab/Kota 52,70% 13,80% 38,35% Sumber : Biro Keuangan Propinsi Sulawesi Tengah, data diolah. Komponen belanja pemerintah yang memiliki tingkat realisasi tertinggi (91,42 %) adalah pada komponen belanja operasional yang didalamnya mencakup pos belanja pegawai, belanja barang, belanja bantuan sosial, dll. Sementara realisasi belanja modal yang digunakan untuk membiayai proyek pemerintah baru mencapai 69,02 % dari anggaran 2009. 10

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Berdasarkan data dari Bappeda Propinsi Sulawesi Tengah, hingga bulan Nopember 2009 tingkat realisasi anggaran melalui DIPA mencapai 66,49 %. Beberapa permasalahan yang menghambat adalah : a) Revisi DIPA terlambat diterima oleh daerah, sehingga pelaksanaan kegiatan menjadi tertunda. b) Kurangnya perhatian pengelola kegiatan yang didanai anggaran kantor daerah dan kantor pusat untuk menyampaikan laporan pelaksanaan kegiata kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat. c) Proses tender untuk beberapa kegiatan fisik dana kantor pusat dan kantor daerah dilaksanakan di pusat, sehingga instansi vertikal di daerah terlambat melaksanakan kegiatan. d) Kurangnya perhatian instansi vertikal di provinsi maupun di Kabupaten/Kota untuk menyampaikan laporan hasil pelaksanaan kegiatannya tepat waktu disampaikan kepada Gubernur cq Bappeda provinsi. e) Kurangnya perhatian SKPD Kabupaten/Kota untuk menyampaikan laporan kepada Bupati cq Bappeda Kabupate/Kota sehingga koordinasi mengalami keterlambatan. 1.1.2. Investasi Investasi pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 1,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 11,22 % (yoy). Pertumbuhan kegiatan investasi pada triwulan laporan terutama didorong oleh investasi swasta, dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah pada triwulan laporan. Adanya pelambatan tersebut dapat dikonfirmasi dari perkembangan beberapa indikator investasi antara lain pertumbuhan kredit investasi berdasarkan lokasi proyek, realisasi pengadaan semen dan realisasi belanja pemerintah. Kredit investasi berdasarkan lokasi proyek posisi Nopember 2009 tercatat tumbuh 67,7 % (y-t-d), yang masih didominasi oleh kredit investasi di Kota Palu dan Kabupaten Poso dimana proyek pembangunan PLTA Sulewana masih dalam tahap penyelesaian. Sementara itu, realisasi pengadaan semen di Sulawesi Tengah selama triwulan IV-2009 tumbuh 0,23% (y-o-y) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,10% (q-t-q). 11

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.1.3. Ekspor Ekspor 1 Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh -9,21% (yo-y), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 10,13% (y-o-y). Pelambatan tersebut merupakan kelanjutan dari pelambatan ekspor yang terjadi sepanjang 2009. Namun demikian pada triwulan IV 2009, ekspor Sulawesi Tengah sudah mengalami pembalikan ditandai dengan adanya pertumbuhan sebesar 20,58% (q-t-q) dari triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan ekspor terutama didukung oleh membaiknya kinerja ekspor antar provinsi, sedangkan kinerja ekspor antar negara diperkirakan mengalami penurunan. Komoditas ekspor antar provinsi yang mengalami peningkatan kinerja yaitu ekspor bahan galian C, dan bijih logam. Sementara ekspor antar negara mengalami perbaikan kinerja seiring dengan meningkatnya ekspor beberapa komoditas unggulan selain kakao seperti CPO, dan bahan tambang. Ditinjau dari negara pembeli, pangsa ekspor Sulawesi Tegah masih didominasi oleh negara-negara di Asia khususnya Malaysia, dan China. Secara agregat volume ekspor non migas selama periode Oktober Desember 2009 meningkat sebesar 416,4% (y-o-y), sementara nilainya meningkat sebesar 53,3% (y-o-y). Relatif lebih rendahnya peningkatan nilai ekspor dibanding peningkatan volume ekspor dikarenakan ekspor pada triwulan IV didominasi oleh barang tambang. 1 Pengertian ekspor dan impor dalam konteks PDRB mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar provinsi. 12

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Berdasarkan data ASKINDO Sulawesi Tengah ekspor kakao selama triwulan IV 2009 mencapai 29.310 ton, lebih rendah dibandingkan volume ekspor kakao selama triwulan IV 2008 (32.355 ton) maupun triwulan III 2009 yang tercatat sebesar 29.650 ton. Secara akumulatif ekspor kakao yang merupakan komoditas utama ekspor Sulteng selama tahun 2009 tercatat mengalami penurunan sebesar -9,17 % dibanding tahun 2008, menjadi 105.540 ton. Hal yang disayangkan adalah penurunan volume ekspor kakao Sulteng justru terjadi ditengah membaiknya harga kakao di pasar internasional sepanjang tahun 2009. Penurunan ekspor pada tahun 2009 merupakan dampak dari penurunan produksi kakao akibat serangan hama dan lambatnya proses peremajaan tanaman. Hal yang menonjol dalam ekspor sepanjang tahun 2009 adalah adanya tambahan komoditas ekspor berupa bijih, kerak dan abu logam yang berasal dari pertambangan PT. INCO di Kabupaten Morowali. Hingga bulan Desember 2009 volume ekspor bijih logam (SITC 28) mencapai 498.047 ton. Secara akumulatif volume ekspor luar negeri Sulawesi Tengah sepanjang 2009 tercatat sebesar 698,69 ribu ton. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi kenaikan volume ekspor sebesar 306,34 persen. Namun demikian 13

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional nilai ekspor pada periode yang sama hanya tumbuh sebesar 13,24 persen dari US$ 280,0 juta pada tahun 2008 menjadi US$ 317,08 juta. Tabel 1.4. Perkembangan Aktivitas Muat Barang Melalui Pelabuhan Pantoloan Kegiatan Tw I-08 Tw II-08 Tw III-08 Tw IV-08 Tw I-09 Tw II-09 Tw III-09 Tw IV-09 Volume Muat Barang 423.094 797.592 1.103.297 1.482.188 380.474 814.458 263.964 198.902 Jumlah Kapal 564 1144 1585 2152 491 1037 481 490 g. Muat barang (yoy) -10,1% 2,1% -76,1% -86,6% g. Jumlah kapal (yoy) -12,9% -9,4% -69,7% -77,2% Sumber : PT Pelindo IV, Cab. Pantoloan Volume muat barang yang dilakukan melalui pelabuhan Pantoloan selama triwulan IV 2009 tercatat mengalami penurunan yang tajam bila dibandingkan triwulan sebelumnya maupun terhadap tahun sebelumnya. Penurunan ini juga terkait dengan penurunan jumlah kapal yang sandar di Pelabuhan Pantoloan selama triwulan laporan baik untuk rute pelayaran dalam negeri, maupun luar negeri. 1.1.4. Impor Impor Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami kontraksi -10,09% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -7,99% (yo-y). Pelambatan impor didorong oleh melambatnya kegiatan impor antar negara dan impor antar daerah. Volume bongkar barang di Pelabuhan Pantoloan selama triwulan IV mengalami penurunan yang tajam dibandingkan triwulan sebelumnya maupun tahun sebelumnya. Namun demikian beberapa komoditas yang masuk ke Sulawesi Tengah berasal dari daerah di sekitar Sulawesi Tengah seperti Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat melalui jalur darat. Volume bongkar barang melalui Bandara Mutiara Palu selama triwulan laporan tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang didominasi oleh pengiriman barang melalui jasa kargo pesawat. Sementara itu impor antar negara Sulawesi Tengah sepanjang Januari Desember 2009 mencapai sebesar 17,74 ribu ton, atau senilai US$ 12,14 juta. Jika dilihat dari negara asalnya, sebagian besar komoditi impor berasal dari negara China, dengan jenis barang impor berupa mesin, kendaraan dan bagian kendaraan. Aktivitas penambangan yang menggunakan alat berat, dan pembangunan proyek PLTA Sulewana menjadi sumber kegiatan impor mesin, dan peralatan kendaraan sepanjang 2009. 14

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.2. PENAWARAN DAERAH Perekonomian Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 3,47% (y-o-y), melambat dibandingkan triwulan IV-2008 yang tumbuh sebesar 8,99% (y-o-y). Sektor-sektor yang mengalami perlambatan diantaranya adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor angkutan & komunikasi. Perlambatan pada sektor pertanian terkait dengan menurunnya produksi tanaman pangan, dan kakao. Adapun pelambatan yang terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh berkurangnya permintaan, walaupun apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya produksi bahan galian C mengalami peningkatan. Adanya ekspor bijih logam menjadi pendorong menggeliatnya kegiatan pertambangan di Sulawesi Tengah. Tabel 1.5. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Rincian 2007 2008 2008 2009 Tw III Tw IV Tw III Tw IV* 1.Pertanian 5.858,81 6.128,72 1.659.950 1.649.442 1.644.965 1.645.880 2.Pertambangan&Penggalian 451,82 537,92 137.343 140.415 154.862 160.252 3.Industri Pengolahan 886,68 943,30 239.457 241.994 271.290 267.655 4.Listrik&Air Bersih 103,29 105,38 27.025 29.120 30.279 30.346 5.Bangunan 902,41 980,08 258.512 297.938 262.203 300.814 6.Perdag, Hotel&Restoran 1.771,58 1.885,15 494.658 528.367 512.882 541.517 7.Angkutan&Komunikasi 975,50 1.091,01 278.894 295.387 322.758 324.759 8.Keu, Sewa&Js.Perusahaan 624,21 691,25 184.562 194.479 197.206 208.801 9.Jasa-Jasa 2.109,58 2.383,20 630.783 698.781 639.981 737.185 PDRB 13.683,88 14.746,02 3.911.186 4.075.924 4.036.426 4.217.210 Sumber : BPS Sulteng, diolah Ket : *) Angka proyeksi Bank Indonesia Palu 15

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Tabel 1.6. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%) Rincian 2007 2008 2008 2009 Tw III Tw IV Tw III Tw IV* 1.Pertanian 5,00 4,61 7,60 4,18-0,90-0,22 2.Pertambangan&Penggalian 37,63 19,06 18,67 17,16 12,76 14,13 3.Industri Pengolahan 8,22 6,39 7,43 5,60 13,29 10,60 4.Listrik&Air Bersih 5,69 2,02 2,88-2,70 12,04 4,21 5.Bangunan 10,10 8,61 6,17 10,04 1,43 0,97 6.Perdag, Hotel&Restoran 7,98 6,41 5,74 5,43 3,68 2,49 7.Angkutan&Komunikasi 9,67 11,84 12,97 18,57 15,73 9,94 8.Keu, Sewa&Js.Perusahaan 9,34 10,74 13,08 6,52 6,85 7,36 9.Jasa-Jasa 9,54 12,97 10,26 21,73 1,46 5,50 PDRB 7,99 7,76 8,61 8,99 3,20 3,47 Sumber : BPS Sulteng, diolah Ket : *) Angka proyeksi Bank Indonesia Palu 1.2.1. Sektor Pertanian Pada triwulan IV-2009, sektor pertanian diperkirakan mengalami kontraksi - 0,22% (y-o-y) atau mengalami perlambatan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan angka ramalan (ARAM) III BPS, produksi padi Sulawesi Tengah tahun 2009 turun 1,73% dibandingkan produksi tahun 2008, sementara produksi jagung pada tahun 2009 diperkirakan meningkat sebesar 30,58%. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Provinsi Sulteng, beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian sasaran produksi pertanian tahun 2009 adalah adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), distribusi pupuk yang masih memiliki beberapa kelemahan, adanya pemeliharaan jaringan irigasi, dan adanya anomali musim (El Nino) yang mengakibatkan pergeseran musim tanam. El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah. Fenomena El Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Beberapa analisis menunjukkan bahwa fenomena El Nino akan terus berlangsung hinga awal tahun 2010 dengan intensitas El Nino moderat. Hal ini memberikan indikasi, adanya peluang keterlambatan awal Musim Hujan 2009/2010 terjadi di beberapa Zona Musim (ZOM) di Indonesia. Curah hujan pada sebagian besar Sulawesi Tengah kurang dari 1000 mm. Sifat hujan kumulatif selama periode 16

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010 di wilayah Sulawesi Tengah berada dibawah normal (BN). Terkait dengan distribusi pupuk bersubsidi beberapa kendala yang dihadapi diantaranya adalah ketidakmampuan bayar dari para petani untuk menebus harga pupuk yang dialokasikan kepada mereka, sehingga ada beberapa bagian yang akhirnya dijual kepada pihak lain. Persoalan lain adalah jumlah kebutuhan pupuk masih jauh lebih besar dari jumlah yang dialokasikan sehingga memicu kecemburuan dari kelompok petani yang tidak mendapatkan alokasi bantuan pupuk bersubsidi. Akibatnya alokasi pupuk kepada kelompok sasaran menjadi berkurang dan hasil panen yang diperolehpun menjadi tidak optimal karena pupuk yang digunakan kurang. Secara keseluruhan progran penyaluran pupuk bersubsidi belum bisa menjangkau seluruh masyarakat. Sementara itu produksi kakao yang merupakan komoditas utama perkebunan Sulteng cenderung turun akibat gangguan hama dan penyakit, serta usia tanaman yang sudah tua akibat lambatnya upaya peremajaan tanaman. Sebagaimana diketahui, subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perkebunan merupakan subsektor dominan di sektor pertanian dengan pangsa ± 68%. Penurunan kinerja pada kedua subsektor tersebut menyebabkan pertumbuhan sektor pertanian sepanjang tahun 2009 lebih rendah daripada tahun 2008. Sumber : BPS, * ARAM III 2009 Kinerja ekspor produk pertanian Sulawesi Tengah yang meliputi kakao, kopi, CPO, dan beberapa komoditas perikanan selama triwulan IV menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Volume ekspor komoditas perikanan pada triwulan IV 2009 tercatat tumbuh 348,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian halnya dengan ekpor komoditas CPO dan bahan nabati 17

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional lainnya yang tumbuh di atas 100%. Sementara itu ekspor komoditas kakao dan kopi pada bulan Oktober-Desember 2009 tercatat tumbuh sebesar 11,2 % (y-o-y), dari periode yang sama pada tahun 2008. Secara akumulatif sepanjang tahun 2009 ekspor komoditas pertanian (kecuali kopi dan kakao) tumbuh di atas 20 persen dari tahun sebelumnya. Grafik 1.18. Prompt Indikator Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sulawesi Tengah Penurunan produksi padi Sulawesi Tengah turut mempengaruhi volume pengadaan beras, dan perkembangan stok beras pada BULOG Divre Sulawesi Tengah. Sepanjang tahun 2009 jumlah pengadaan beras oleh BULOG Divre Sulteng hanya mencapai 10.592,2 ton atau turun sebesar 64,45 persen dari realisasi pengadaan tahun sebelumnya. Stok beras pada akhir Desember 2009 tercatat sebesar 10.691 ton, turun sebesar 57,13 % dibandingkan stok beras pada akhir periode tahun lalu yang mencapai 24.939 ton. Namun demikian stok beras pada akhir Desember 2009 masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 4,89 bulan kedepan. Penurunan stok beras dan realisasi pengadaan oleh BULOG Divre Sulteng juga terkait dengan kenaikan harga beras di tingkat penggilingan. 18

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Sumber : BULOG Divre Sulteng Tabel 1.7. Perkembangan Stok Beras BULOG Divre Sulawesi Tengah Periode 2008 2009 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Stok (Ton) 9.834 19.679 20.386 24.939 17.028 13.129 14.274 10.691 Perubahan Stok YoY (%) 73,2% -33,3% -30,0% -57,1% Perubahan Stok qtq (%) 100,11% 3,59% 22,33% -31,72% -22,90% 8,72% -25,10% Kenaikan harga beras di tingkat penggilingan padi bagi petani akan berdampak positif (memberikan insentif) bagi tingkat kesejahteraan petani dimana sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Sulawesi Tengah. Namun demikian disisi lain kenaikan harga beras tersebut akan memiliki dampak negatif terhadap inflasi, mengingat beras merupakan bahan makanan utama. Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai perbandingan antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Sepanjang tahun 2009 NTP Sulteng mengalami berada dibawah 100, yang berarti indeks yang diterima oleh petani masih lebih kecil dari indeks bayar. Pada tahun 2008, NTP di Sulteng sempat berada di atas 100 yakni pada periode Mei-September 2008. Relatif tingginya lebih tingginya NTP pada tahun 2008 justru terjadi pada saat produksi padi, dan komoditas pertanian lainnya di Sulawesi Tengah mengalami peningkatan. Hal ini diperkuat dengan data realisasi pengadaan beras oleh BULOG yang pada tahun lalu mencapai 29.880 ton. Kondisi tersebut berkebalikan dengan kondisi pada tahun 2009 dimana NTP, dan produksi pertanian mengalami penurunan. 19

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.2.2. Sektor Jasa-Jasa Sektor jasa-jasa pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 5,50% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 21,73% (y-o-y). Berdasarkan data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah, hingga akhir Nopember kredit sektor jasa tumbuh 10,7 % dari posisi akhir Desember 2008. Kredit sektor jasa masih didominasi oleh kredit untuk jasa dunia usaha. Sementara itu jumlah dana pemerintah (pusat dan daerah) yang tersimpan di lembaga perbankan hingga bulan Desember 2009 berjumlah Rp671,93 milyar. Jika dibandingkan akhir tahun sebelumnya, jumlah tersebut menurun sebesar - 8,5 % (y-o-y). Adanya penurunan jumlah dana pemerintah pada perbankan menunjukan bahwa realisasi kegiatankegiatan yang dibiayai oleh anggaran pemerintah selama triwulan laporan mengalami peningkatan. Berdasarkan status kepemilikan dana, walaupun jumlah dana pemerintah pusat yang berada pada perbankan di Sulteng mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (q-t-q), jumlah dana pemerintah pusat pada akhir tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp.68,52 milyar, atau 52,35% dari akhir 2008. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan/proyek yang dibiayai oleh pemerintah pusat belum terealisasi seluruhnya. Sementara itu jumlah dana pemerintah daerah yang ditempatkan pada perbankan di Sulawesi Tengah pada akhir triwulan IV 2009 mengalami penurunan bila dibandingkan posisi akhir triwulan III 2009 maupun akhir triwulan IV tahun 2008. Sumber : Statistik Ekonomi-Keuangan Daerah Sumber : LBU 20

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.2.3. Sektor Pedagangan, Hotel, dan Restoran Pada triwulan IV 2009 sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh 2,49% (y-o-y), melambat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 5,43% (y-o-y). Melambatnya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran juga tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 2 triwulan IV-2009 pada indikator omzet penjualan yang mengalami penurunan dari SBT 2,32 pada triwulan III menjadi SBT -1,85 pada triwulan IV 2009. Indikator dini tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kinerja pada subsektor hotel dan restoran. Rata-rata TPK hotel berbintang selama triwulan IV 2009 mencapai 54,77 %, lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata triwulan IV tahun 2008 yang mencapai 39,41%. Pada saat yang bersamaan jumlah tamu hotel sepanjang triwulan IV 2009 mencapai 8.713 orang yang didominasi oleh tamu domestik. Jumlah tersebut meningkat 13,5% dari jumlah tamu pada triwulan III 2009. Adapun faktor pendorong pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan antara lain aktivitas belanja masyarakat menjelang natal dan liburan sekolah. Sumber : BPS Sulteng 1.2.4. Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor angkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 9,94% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 yang tumbuh 18,57% (y-o-y). Pada subsektor angkutan, penurunan kinerja terutama terjadi angkutan jalan raya, angkutan laut dan jasa penunjang angkutan, sedangkan 2 Survei Kegiatan Dunia Usaha dilaksanakan oleh Bank Indonesia setiap triwulan dengan target responden para pelaku usaha di Sulawesi Tengah yang seluruhnya berjumlah 51 responden. 21

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional angkutan udara mengalami peningkatan kinerja seiring dengan meningkatnya penggunaan angkutan udara. Jumlah pengguna angkutan pesawat udara yang datang dan berangkat melalui Bandara Mutiara selama triwulan IV 2009 tercatat berjumlah 152.129 penumpang. Dibandingkan triwulan sebelumnya, jumlah penumpang pesawat udara mengalami peningkatan sebesar 21,77 %. Jumlah pengguna jasa angkutan udara tertinggi tercatat pada bulan Desember 2009 dengan jumlah penumpang mencapai 52.416 penumpang yang didominasi oleh penumpang yang datang di Bandara Mutiara Palu. Meningkatnya jumlah penumpang pesawat udara selama triwulan IV tidak terlepas dari adanya tambahan jadwal penerbangan untuk angkutan jamaah haji yang diberangkatkan ke tanah suci melalui embarkasi Balikpapan pada bulan Nopember-Desember 2009. Sumber : PT Angkasa Pura, Bandara Mutiara Palu Sementara itu jumlah penumpang kapal laut yang berangkat dan datang melalui Pelabuhan Pantoloan selama triwulan IV-2009 mengalami penurunan yang signifikan dari 44.268 penumpang pada triwulan III 2009 menjadi hanya 20.779 penumpang selama triwulan IV 2009. Secara akumulatif jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya jumlah pengguna kapal laut sepanjang tahun 2009 tercatat berjumlah 144.363 orang mengalami atau turun sebesar 55,74 % dari tahun sebelumnya yang mencapai 326.174 penumpang. Arus penumpang selama triwulan laporan didominasi oleh jumlah penumpang yang datang. Berbeda dengan penumpang pesawat udara, jumlah penumpang kapal laut terbanyak selama triwulan IV 2009 terjadi pada bulan Oktober dengan jumlah penumpang mencapai 8.302 orang. Jika dibandingkan dengan periode yang sama 22

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional tahun sebelumnya, jumlah penumpang yang datang dan berangkat melalui Pelabuhan Pantoloan tercatat mengalami penurunan sebesar 85,44 %. Tabel 1.8. Perkembangan Jumlah Penumpang Kapal Laut Melalui Pelabuhan Pantoloan Jml Penumpang Tw III 2008 Tw IV 2008 Tw III 2009 Tw IV 2009 Tw IV 2009 (y-o-y) Tw IV 2009 (q-t-q) Turun 44.915 64.085 23.036 11.835-81,53% -44,56% Berangkat 55.898 78.630 21.232 8.944-88,63% -60,98% Jumlah 100.813 142.715 44.268 20.779-85,44% -53,06% Sumber : PT Pelindo IV, Cabang Pantoloan 1.2.5. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 14,13% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,76 %(y-o-y). Meningkatnya pertumbuhan sektor pertambangan dan galian terjadi seiring dengan meningkatnya realisasi produksi bahan galian C dan produksi bijih logam. Hal ini dapat dikonfirmasi dari angka realisasi produksi bahan galian C di Kabupaten Donggala triwulan IV-2009 yang tumbuh sebesar 5,66% (y-o-y). Produksi tertinggi selama triwulan tersebut dicapai pada bulan Desember 2009 dengan kecenderungan adanya peningkatan sejak dua bulan sebelumnya. Kondisi ini sejalan dengan perkiraan yang dibuat pada triwulan sebelumnya. Peningkatan realisasi produksi tersebut diduga terkait dengan meningkatnya permintaan dari beberapa daerah di Kalimantan yang selama ini menjadi tujuan pengiriman. Sementara itu kegiatan penambangan emas di wilayah Poboya masih terus berlangsung walaupun masih dilakukan secara perorangan, dan masih berstatus pertambangan rakyat. Sebagai daerah yang memiliki kandungan mineral cukup melimpah, produksi bijih logam (bijih nikel) yang berlokasi di Kabupaten Morowali masih belum mencapai kapasitas potensialnya. Pada triwulan IV 2009 produksi bijih logam yang dikelola oleh PT. INCO tumbuh sebesar 3,8 % (y-o-y) dibandingkan produksi pada triwulan IV tahun 2008. 23

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Sumber : Dinas ESDM Kab Donggala Sumber : www.esdm.go.id 1.2.6. Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan IV-2009, sektor industri pengolahan tumbuh 10,60% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 5,60% (y-o-y). Hingga akhir Nopember 2009 kredit sektor industri mengalami pertumbuhan sebesar 3,13 % dari posisi akhir Desember 2008. Distribusi terbesar sektor industri pengolahan masih berasal dari subsektor kayu dan hasil hutan lainnya, dan subsektor makanan, minuman dan tembakau. Pertumbuhan pada sektor industri pengolahan terutama didorong oleh membaiknya kinerja subsektor kayu dan hasil hutan. Meskipun volume ekspor kayu olahan pada 24

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional periode Oktober Desember turun sebesar -16,99% dibandingkan periode yang sama tahun 2008, secara akumulatif volume ekspor produk kayu olahan (SITC 63) sepanjang 2009 tumbuh di atas 22 % dari tahun 2008. Sementara itu volume ekspor minyak nabati dan hewani (termasuk CPO) sepanjang 2009 mengalami peningkatan 91,85 % dari ekspor kelompok komoditas tersebut pada tahun 2008. Konsumsi BBM untuk industri selama triwulan IV 2009 mengalami penurunan sebesar -8,78% dibandingkan triwulan III 2009. Penurunan konsumsi BBM industri pada triwulan laporan didorong oleh penurunan konsumsi BBM jenis premium yang mengalami penurunan sebesar 3.922 kilo liter. Secara keseluruhan konsumsi BBM untuk industri masih didominasi oleh BBM jenis solar dengan pangsa sebesar 97,0 %. 1.2.7. Sektor Bangunan Sektor bangunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 0,97% (y-o-y), melambat dibandingkan triwulan IV-2008 yang tercatat tumbuh 10,04% (y-o-y). Pelambatan pada sektor ini dapat dikonfirmasi dari data perkembangan realisasi pengadaan semen di Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2009 yang tumbuh sebesar 0,23% (y-o-y), melambat dibandingkan realisasi pengadaan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 103.299 ton. Secara akumulatif realisasi pengadaan semen Sulawesi Tengah sepanjang tahun 2009 berjumlah 396.126 ton, atau tumbuh 9,71 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data pada akhir Desember 2009, jumlah penyaluran KPR oleh perbankan di Sulawesi Tengah mencapai Rp367,5 milyar, meningkat sebesar 20,12% dibandingkan posisi akhir tahun 2008. Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya kredit KPR hanya meningkat sebesar 5,5% (qtq). Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : LBU 25

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional 1.2.8. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor listrik dan air bersih pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,21% (y-o-y), atau meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar -2,70% (y-o-y). Ditengah kondisi masih seringnya terjadi pemadaman bergilir konsumsi listrik di Kota Palu selama triwulan laporan tumbuh sebesar 19,8% (y-o-y). Sementara jika dibandingkan dengan data pada triwulan sebelumnya, konsumsi listrik masyarakat turun sebesar -0,3 %. Penurunan tersebut terjadi seiring dengan adanya penurunan jumlah pelanggan akibat adanya pemutusan sambungan listrik. Minimnya upaya yang ditempuh oleh para pemangku kebijakan untuk menyelesaikan krisis listrik yang sudah berlangsung hampir dari 3 tahun terakhir menyebabkan perkembangan sektor kelistrikan menjadi terhambat. Sejumlah proyek untuk memperbaiki kondisi kelistrikan di Sulawesi Tengah saat ini masih terus berjalan, diantaranya adalah pembangunan PLTA Sulewana 3 x 60 MW, dan persiapan pembangunan jaringan transmisi 150 kv yang menghubungkan wilayah Poso-Parigi. Diluar upaya tersebut, pemerintah daerah perlu segera mencari alternatif pemecahan lain dengan memanfaatkan potensi alam untuk menghasilkan energi listrik seperti panas bumi, dan mikro hidro yang banyak terdapat di wilayah Sulawesi Tengah. Sumber : PLN Cabang Palu, diolah Sumber : PDAM Kota Palu dan PDAM Kab. Donggala, diolah Berdasarkan data yang dihimpun dari PDAM Kota Palu dan PDAM Donggala yang memasok kebutuhan pelanggan air di Kota Palu, jumlah pemakaian air selama triwulan IV 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 2,03% (y-o-y). Secara akumulatif konsumsi air masyarakat Kota Palu pada tahun 2009 berjumlah 4.684.889 m 3, atau tumbuh sebesar 7,30% dibanding tahun 2008. Pada periode yang tersebut jumlah pelanggan meningkat sebesar 2,47% menjadi 18.196 pelanggan. Dengan demikian 26

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional terjadi peningkatan konsumsi per pelanggan. Dengan mempertimbangkan laju pertumbuhan pada tahun 2008 yang mencapai 2,04 %, dan jumlah rumah tangga di Kota Palu yang mencapai 73.749 3, dapat diartikan bahwa potensi untuk meningkatkan penjualan masih cukup terbuka. 1.2.9. Sektor keuangan, persewaan dan jasa Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,36% (y-o-y) atau meningkat dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 6,52% (y-o-y). Pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan didorong oleh pertumbuhan subsektor bank dan subsektor lembaga keuangan bukan bank. Nilai tambah bruto (NTB) bank umum pada akhir triwulan IV 2009 tercatat tumbuh sebesar 30,02 % (y-o-y) dari akhir tahun sebelumnya. Peningkatan NTB tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan kredit yang mencapai 22,21% pada periode tersebut. Rendahnya cost of fund yang harus ditanggung oleh perbankan akibat pengenaan suku bunga simpanan yang relatif rendah, menyebabkan beban biaya yang harus ditanggung oleh bank menjadi relatif rendah. Disisi lain suku bunga kredit yang relatif tidak banyak mengalami perubahan sepanjang 2009 mengakibatkan spread suku bunga semakin besar untuk memberikan ruang bagi perbankan untuk memperoleh keuntungan. Kondisi ini juga ditunjang dengan membaiknya kualitas kredit yang ditandai oleh penurunan NPL. 3 Berdasarkan Sulteng Dalam Angka 2009, pertumbuhan penduduk merupakan pertumbuhan penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2008 27

Boks 1. Kontraksi Produksi Sektor Pertanian Sulawesi Tengah Bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 (y-on-y), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tengah pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 3,20%,. Semua sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 0,90%. Dalam struktur PDRB Sulawesi Tengah, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah dengan persentase kontribusi sebesar 40,75%. Angka Ramalan III (ARAM III) produksi padi Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2009 diperkirakan mencapai 968.394 ton GKG, turun sebesar 17.024 ton (-1,73%) dibandingkan dengan produksi tahun 2008 yang mencapai 985.418 ton GKG. Penurunan produksi tahun 2009 diperkirakan terjadi karena adanya penurunan produktivitas sebesar 1,43 ku/ha. Secara Nasional produksi padi Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai kontribusi sebesar 1,52 persen dari total produksi sebesar 63,84 juta ton GKG. Grafik. Permasalahan Umum yang dirasakan RTUT (Luas lahan < 0,5 Ha) Hama Irigasi tidak lancar Kurang Modal Pupuk Mahal Pupuk sering langka/sulit Harga jual gabah rendah Pestisida mahal Rendahnya pemakaian pupuk Kekurangan air Rendahnya penggunaan benih unggul Harga benih padi tinggi Hama tikus Pupuk bersubsidi kurang Jatah pupuk tidak mencukupi Kualitas benih rendah 13% 10% 10% 10% 7% 7% 7% 7% 23% 20% 17% 30% 27% 27% 27% 0% 10% 20% 30% Berdasarkan data PUT 2009, umumnya petani di Sulawesi Tengah menghadapi sejumlah permasalahan terkait produktivitas hasil tani. Faktor-faktor seperti hama, irigasi yang tidak lancar serta permasalahan pupuk merupakan faktor dominan yang dihadapi petani dalam mengembangkan sektor pertanian. Hal ini diperkuat oleh liaison yang dilakukan oleh tim KKSS KBI Palu pada bulan Desember 2009. Pada semester I 2008, produksi padi pada kelompok tani di daerah Parigi yang merupakan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Tengah mencapai 3 ton/ha. Akan tetapi pada periode selanjutnya, produksi padi di daerah ini mengalami penurunan secara berkelanjutan. Produksi padi pada akhir semester II 2008 hanya sebesar 2,7 ton/ha atau mengalami penurunan sebesar 10% dibandingkan semester sebelumnya sementara produksi padi pada bulan Juni dan Desember 2009 masing-masing sebesar 2,5ton/ha dan 2,3 ton/ha atau menurun sebesar 16,67% dan 23,33% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (y-oy). Penurunan yang cukup drastis dalam kurun waktu 2 tahun ini lebih disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu hama tikus, penyakit sundep/mentek dan penyakit putih daun. Selain faktor hama (OPT), faktor distribusi pupuk yang belum optimal juga memberikan kontribusi terhadap penurunan produksi padi di Sulawesi Tengah. Data PUT 2009 menunjukkan bahwa jumlah RTUT padi yang tidak menggunakan pupuk pada

tahun 2009 mencapai 29% dari total RTUT di Sulawesi Tengah (116.422 rumah tangga). Hal ini menunjukkan masih perlunya pembenahan sistim distribusi pupuk mulai dari hulu hingga hilir. Disisi lain distribusi benih unggul juga patut menjadi perhatian. Berdasarkan survei PUT 2009 yang dilakukan pada RTUT di wilayah Sulawesi, umumnya petani menganggap bahwa harga benih Grafik. Persepsi Petani Padi Terkait Penggunaan Benih Unggul unggul saat ini masih mahal dan fakta Harga benih unggul mahal 57% di lapangan menunjukkan bahwa para petani merasa kesulitan untuk Benih unggul langka 43% memperoleh benih unggul tersebut. Modal petani kurang 29% Kendala-kendala yang dihadapi oleh Minat benih unggul kurang 14% petani menggambarkan masih Pemeliharaan benih unggul 14% besarnya potensi peningkatan produktivitas pertanian kedepan. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Berkaca pada kondisi ini, perlu dilakukan progam-program perbaikan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yang akan datang diantaranya yaitu: 1. Perbaikan distribusi pupuk. Monitoring penyaluran pupuk dari hulu hingga hilir perlu terus dilakukan. Jangan sampai jumlah yang dialokasikan serta harga yang ditetapkan oleh pemerintah memiliki deviasi yang besar dengan pupuk yang diterima oleh petani di lapangan. Dari data liaison, petani mengharapkan pemda dapat membenahi distribusi pupuk seperti TSP, SP36 dan Phonska. Tanpa suplai yang cukup dari ketiga jenis pupuk ini, produktivitas padi menjadi tidak optimal. 2. Pembenahan distribusi benih unggul. Terbatasnya distribusi benih unggul pada petani anggota poktan (kelompok tani) menjadi salah satu penyebab tidak meratanya produktivitas padi di berbagai daerah. Kedepan, pemda perlu membuat program distribusi benih unggul yang merata khususnya petani yang tidak tergabung dalam poktan. 3. Perbaikan infrastruktur pertanian. Realisasi APBD Propinsi Sulawesi Tengah hingga akhir Desember 2009 menunjukkan realisasi belanja jalan, irigasi dan jaringan hanya mencapai 56,14% dari perencanaan anggaran di awal tahun 2009 (lihat pembahasan Bab 6. Perkembangan Keuangan Daerah). Kondisi ini menjadi ironi ditengah kebutuhan masyarakat akan pembangunan irigasi dan jalan yang tinggi. Kedepan, program perbaikan infrastruktur seperti irigasi hendaknya menjadi salah satu prioritas utama dalam meningkatkan produksi pertanian. 4. Melakukan pendataan luas lahan dan hasil produksi melalui koordinasi dengan pihak BPS dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 5. Mengoptimalkan penerapan SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Pengembangkan SLPTT dilakukan dengan memberi pengajaran pada petani mengenai pengendalian pemberian benih, pupuk, pengendalian hama terpadu, sekolah lapang iklim, dan teknologi budidaya.

Boks 2. Pemerintah Akan Membangun 5 Pembangkit Listrik Baru Di Sulawesi Tengah Krisis energi yang telah berlangsung hampir 3 tahun di Sulawesi Tengah hingga kini belum menemukan titik terang penyelesaian. Krisis listrik yang timbul akibat kurangnya pasokan daya dari pembangkit-pembangkit yang ada tersebut telah mengakibatkan aktivitas kehidupan masyarakat menjadi terganggu. Dewasa ini listrik telah menjadi kebutuhan utama bagi wilayah yang perekonomiannya sedang tumbuh termasuk Sulawesi Tengah. Adanya keinginan untuk memacu pertumbuhan ekonomi pada suatu kawasan menuntut konsekuensi tersedianya sumber energi listrik dalam jumlah yang memadai dan berkelanjutan. Saat ini desa yang belum terlistriki di seluruh Sulawesi Tengah berjumlah 348 desa yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan jumlah terbanyak berada di Kabupaten Donggala/Sigi dan Morowali masingmasing 69 desa. Struktur pembangkit di Sulawesi Tengah yang saat ini didominasi oleh pembangkit listrik tenaga diesel, mengakibatkan wilayah ini sangat rentan terhadap pemadaman ketika ada unit pembangkit yang mengalami gangguan atau sedang dalam masa pemeliharaan. Beberapa solusi sedang dan akan diupayakan baik yang bersifat jangka pendek (< 1 tahun) maupun jangka panjang. Dalam waktu dekat PT. PLN (Persero) Cabang Palu akan mendatangkan mesin pembangkit dengan kapasitas mencapai 20 MW, yang menggunakan bahan bakar MFO (Marine Fuel Oil) yang lebih murah dan ramah lingkungan. Dengan adanya tambahan pasokan daya tersebut diharapkan dalam waktu dekat pemadaman yang sering terjadi di Kota Palu akan teratasi. Dalam jangka panjang, pemerintah pusat melalui proyek Percepatan 10.000 MW tahap II berupaya menambah pasokan listrik termasuk untuk wilayah luar Jawa. Keseriusan pemerintah pusat diwujudkan dalam bentuk penerbitan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 sebagai landasan dan payung hukum Program Percepatan 10.000 MW Tahap II. Pada tingkatan operasional Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 02 Tahun 2010 Tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tahap II serta transmisi terkait. Dalam Permen ESDM No. 2 Tahun 2010 tersebut dijelaskan bahwa proyek-proyek pembangkit tenaga listrik yang akan dibangun menggunakan bahan bakar energi terbarukan, batubara dan gas. 21 pembangkit akan dibangun PT. PLN (Persero), dan 72

pembangkit melalui kerjasama PT. PLN (Persero) dengan pengembang listrik swasta. Masa berlaku Permen tersebut adalah sejak tanggal 27 Januari 2010 hingga tanggal 31 Desember 2014. Dari sejumlah proyek yang tercantum dalam Permen ESDM tersebut setidaknya ada 5 proyek pembangkit yang direncanakan akan dibangun di wilayah Sulawesi Tengah dengan kapasitas total mencapai 293 MW yang terdiri dari : PLTP Merana/Masaingi dengan kapasitas 2 x 10 MW yang berada di Kabupaten Donggala PLTP Bora dengan kapasitas 1 x 5 MW yang berada di Kabupaten Sigi PLTU Moutong dengan kapasitas 2 x 4 MW yang berada di Kabupaten Parigi Moutong PLTU Luwuk dengan kapasitas 2 x 10 MW yang berada di Kabupaten Banggai, dan PLTGU Senoro dengan kapasitas 2 x 120 MW yang berada di Kabupaten Banggai. Meski membutuhkan biaya investasi yang besar, 3 dari 5 pembangkit yang direncanakan akan dibangun di Sulawesi Tengah tersebut merupakan jenis pembangkit yang ramah lingkungan karena menggunakan bahan bakar non fosil yakni PLTP dan PLTGU. Dengan potensi panas bumi yang melimpah, Sulawesi Tengah memiliki potensi yang besar sebagai penghasil listrik di Sulawesi. Berdasarkan data dari Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah, potensi energi panas bumi di seluruh Sulawesi Tengah mencapai 378 Mwe. Disamping panas bumi, potensi energi listrik lain yang cukup besar adalah energi air dengan potensi mencapai 995 MW. Dari jumlah tersebut 516 MW sedang dalam tahap konstruksi dan pra-konstruksi. Program Percepatan 10.000 MW merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan ketersediaan energi nasional di masa depan untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan rata-rata 6,8% per tahun. Seperti halnya pelaksanaan proyek percepatan 10.000 MW tahap I, dalam Perpres No. 4 Tahun 2010 dinyatakan pendanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik dan transmisi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), anggaran internal PT. PLN (Persero), dan sumber dana lainnya yang sah, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Diharapkan dengan akan dibangunnya pembangkit-pembangkit tersebut, persoalan kelistrikan yang selama ini menjadi salah satu faktor penghambat aktivitas perekonomian Sulawesi Tengah akan terpecahkan.

Bab 2. Perkembangan Inflasi BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 Inflasi Tahunan dan Triwulanan Secara tahunan, laju inflasi Kota Palu pada akhir triwulan IV-2009 mencapai 5,73% (y-o-y) atau lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi pada akhir triwulan III-2009 sebesar 4,16% (y-o-y) dan inflasi nasional sebesar 2,78% (y-o-y). Walaupun 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - inflasi Kota Palu masih berada diatas inflasi nasional akan tetapi angka ini sudah sesuai dengan pencapaian target inflasi tahunan yang ditetapkan oleh Bapeda Sulawesi Tengah yakni dibawah angka 6%-6,5%. Peningkatan laju inflasi tahunan terutama dipengaruhi oleh adanya momen-momen Hari Raya seperti Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Disamping itu meningkatnya realisasi APBD pada akhir tahun dan adanya musim panen mengakibatkan permintaan barang menjadi meningkat yang pada gilirannya akan memberikan tekanan harga pada komoditaskomoditas di Sulawesi Tengah. Secara triwulanan, pada triwulan IV-2009 Kota Palu juga mengalami inflasi yang cukup tinggi. Pada triwulan laporan Kota Palu mengalami inflasi sebesar 0,87% (q-t-q), lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 3,35% (q-t-q). Hampir seluruh kelompok pengeluaran Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Sumber : BPS Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y) 2007 2008 2009 Kota Palu memberikan 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) Nasional Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Sumber : BPS 2008 2009 Palu Nasional 28

Bab 2. Perkembangan Inflasi sumbangan inflasi pada triwulan IV-2009 dengan sumbangan terbesar bersumber dari kelompok bahan makanan, kelompok sandang, dan makanan jadi. Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada kelompok bahan makanan mengalami penurunan yang signifikan yakni dari 9,50% menjadi 1,48%. Begitu juga dengan inflasi pada kelompok pendidikan yang sebelumnya tercatat inflasi sebesar 2,98% berangsur turun ke angka deflasi 0,08%. Secara agregat, penurunan pada beberapa kelompok pengeluaran mengakibatkan inflasi triwulan IV mengalami penurunan yang cukup besar bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 2.3. Inflasi per Kelompok Pengeluaran (q-t-q) Transpor (0,08) Pendidikan 0,18 1,32 2,98 Kesehatan 0,03 0,40 Sandang Perumahan Makanan Jadi 2,06 0,52 1,05 0,99 1,40 2,52 Bahan Makanan 1,48 9,50 Umum 0,87 3,35 (2,00) - 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Sumber : BPS Persen (%) Des. 2009 Sept. 2009 Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Bahan Makanan Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV BAHAN MAKANAN 2,05 (3,50) 9,50 (5,35) 4,40 2,70 1,48 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10,04 (2,49) (0,34) 0,31 (0,14) 1,56 1,73 Daging dan Hasil-hasilnya (2,13) 3,65 7,48 (3,27) (0,43) 1,71 (2,04) Ikan Segar 1,15 (8,52) 21,45 (21,49) 10,36 13,43 (1,72) Ikan Diawetkan 5,11 (12,47) 8,56 (2,34) (0,16) 12,46 9,66 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0,15 (0,65) 0,99 (0,64) (0,28) 1,67 0,74 Sayur-sayuran (16,08) 15,16 21,02 (2,29) 15,45 (5,91) 6,14 Kacang - kacangan 0,46 (0,85) 0,37 (0,04) 0,34 (0,05) 0,25 Buah - buahan (8,23) (10,85) 26,98 2,36 (1,40) (2,25) (1,35) Bumbu - bumbuan 14,87 (23,66) 18,77 0,76 14,64 (0,31) 15,14 Lemak dan Minyak 0,18 6,69 0,29 (1,37) 0,85 (1,50) (2,02) Bahan Makanan Lainnya (2,12) 3,70 0,38 (0,46) (0,38) - (0,83) Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) 29

Bab 2. Perkembangan Inflasi Kelompok bahan makanan pada triwulan IV 2009 mengalami inflasi sebesar 1,48% (q-t-q), jauh lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 9,50% (q-t-q). Adapun pendorong utama peningkatan harga pada kelompok ini adalah peningkatan harga pada subkelompok bumbu-bumbuan, ikan diawetkan dan sayur-sayuran. Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi hanya terjadi pada subkelompok daging dan hasil-hasilnya, lemak dan minyak, ikan segar dan buah-buahan. Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 7,96 2,80 1,40 0,67 (0,04) 0,36 0,99 Makanan Jadi 8,33 2,06 0,69 1,54 - - 1,54 Minuman yang Tidak Beralkohol 6,34 4,52 5,72 (1,29) (0,22) 2,00 0,47 Tembakau dan Minuman Beralkohol 8,25 3,43 - - - 0,01 0,01 Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,99% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2009 sebesar 1,40% (q-t-q). Inflasi pada kelompok ini terjadi pada semua subkelompok dengan peningkatan tertinggi terjadi pada Subkelompok Makanan jadi. Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 1,93 (0,24) 1,05 0,11 0,23 0,18 0,52 Biaya Tempat Tinggal 3,46 (0,61) 0,67 0,19 0,14 0,28 0,60 Bahan Bakar, Penerangan dan Air (1,62) - 0,82 0,14 0,55-0,69 Perlengkapan Rumahtangga 0,14 0,61 4,47 (0,27) (0,04) 0,44 0,13 Penyelenggaraan Rumahtangga 2,21 0,80 0,68 (0,09) 0,36 (0,22) 0,05 Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 0,52% (q-t-q) atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 30

Bab 2. Perkembangan Inflasi yang mengalami inflasi sebesar 1,05% (q-t-q). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh peningkatan harga pada semua subkelompok dengan peningkatan tertinggi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air. Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Sandang Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV SANDANG 2,69 (0,12) 2,06 1,08 0,37 1,05 2,52 Sandang Laki-laki (1,28) 0,48 2,87 - (0,09) 0,90 0,81 Sandang Wanita 0,58 1,94 2,77 - - 0,62 0,62 Sandang Anak-anak 1,13 0,27 3,38 (0,14) - 0,12 (0,02) Barang Pribadi dan Sandang Lain 15,13 (4,75) (1,82) 6,14 2,11 2,98 11,61 Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Kelompok sandang pada triwulan IV-2009 mengalami inflasi sebesar 2,52% (q-t-q), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami mengalami inflasi sebesar 2,06% (q-t-q). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh peningkatan harga pada subkelompok barang pribadi dan sandang lain, sandang laki-laki dan sandang wanita seiring dengan meningkatnya permintaan (konsumsi) masyarakat dalam menghadapi musim Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, subkelompok sandang anak-anak mengalami deflasi sebesar 0,02%. Subkelompok barang pribadi dan sandang lain mengalami peningkatan harga paling tinggi diantara subkelompok lainnya. Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Kesehatan Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV KESEHATAN 1,33 0,47 0,40 (0,03) - 0,07 0,03 Jasa Kesehatan - - - - - - - Obat-obatan 0,53 0,68 1,68 0,02-0,09 0,10 Jasa Perawatan Jasmani 1,26 - - - - - - Perawatan Jasmani dan Kosmetika 2,54 0,71 0,13 (0,09) - 0,12 0,03 Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Pada triwulan IV-2009, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 0,03% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,40% (q-t-q). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan harga pada subkelompok obat-obatan dan subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. 31

Bab 2. Perkembangan Inflasi Kelompok/Subkelompok Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA 0,03 (0,25) 2,98 (0,10) - 0,03 (0,08) Jasa Pendidikan - - 4,68 - - - - Kursus-kursus/Pelatihan - - 1,04 - - - - Perlengkapan/Peralatan Pendidikan 2,18 0,71 - (0,44) - - (0,44) Rekreasi (1,71) (1,52) 1,19 - - 0,10 0,10 Olahraga 5,00-0,49 (1,42) - - (1,42) Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan IV-2009 mengalami deflasi sebesar 0,08% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,98% (q-t-q). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh adanya peningkatan harga pada subkelompok rekreasi. Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Kelompok/Subkelompok 2009* Tw I Tw II Tw III Okt** Nop** Des** Tw IV TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN (4,26) 0,19 1,32 (0,04) 0,12 0,10 0,18 Transpor (5,23) 0,03 1,69 (0,10) 0,01 0,15 0,07 Komunikasi dan Pengiriman (3,30) - 0,06 - - - - Sarana dan Penunjang Transpor 0,53 1,98 1,31 0,29 1,21-1,50 Jasa Keuangan - - 0,49 - - - - Sumber : BPS, diolah *) Menggunakan tahun dasar 2007 **) m-t-m (%) Pada triwulan IV-2009, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,18% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,32% (q-t-q). Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan didorong oleh kenaikan harga pada subkelompok sarana dan penunjang transpor dan transpor. 32

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des % Bab 2. Perkembangan Inflasi 2.2 Inflasi Bulanan Inflasi bulanan kota Palu pada bulan Desember 2009 tercatat 0,88% (m-t-m) atau lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat 1,16%. Pada bulan Desember 2009, inflasi bulanan memiliki tekanan inflasi yang cukup tinggi akibat momen Hari Besar dan Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Bulanan Palu (m-t-m) 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - (0,50) (1,00) (1,50) liburan di penghujung tahun. Pada bulan Desember 2009 kelompok bahan makanan mengalami laju inflasi bulanan tertinggi diantara kelompok lainnya dengan inflasi bulanan (m-t-m) sebesar 2,70%. Sub kelompok ikan segar tercatat mengalami inflasi tertinggi diantara seluruh subkelompok bahan makanan yaitu sebesar 13,43%, disusul sub kelompok ikan diawetkan yang tercatat 12,46%. Namun disisi lain juga terdapat subkelompok yang mengalami deflasi yakni pada subkelompok sayur-sayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar 5,91% dan 2,25%. Tabel 2.8 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Triwulan IV 2009 Di triwulan IV 2009, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Nopember 2009. Di sisi permintaan, tingginya harga komoditas makanan pada waktu itu lebih disebabkan 33

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Bab 2. Perkembangan Inflasi karena adanya momen Idul Adha. Sementara di sisi penawaran, adanya gangguan pasokan komoditas ikan akibat gangguan cuaca ikut memberikan tekanan harga khususnya pada kelompok bahan makanan. Khusus bulan Desember, momen Natal dan Tahun Baru memberikan tekanan inflasi di sisi permintaan. Sedangkan di sisi penawaran, beberapa komoditas seperti beras, ikan dan gula menjadi komoditas utama dalam memberikan tekanan inflasi. Meningkatnya harga beras pada bulan Desember 2009 lebih disebabkan karena faktor adanya gangguan hama (OPT) dan faktor cuaca yang membuat produktivitas panen menjadi menurun. Disamping itu pola distribusi beras antar daerah yang tidak merata juga ikut memberikan tekanan harga pada komoditas ini. Khusus gula, kenaikan harga lebih disebabkan karena terbatasnya stok secara nasional dan adanya kebijakan kenaikan harga dari produsen. Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan (m-t-m) Kota Palu per Kelompok Barang dan Jasa % 6,00 4,00 2,00 - (2,00) (4,00) (6,00) 2,00 1,00 - (1,00) (2,00) % 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) Bahan Makanan 2008 2009 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar % 3,00 2008 2009 Kesehatan 2008 2009 % 8,00 6,00 4,00 2,00 - (2,00) % 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - (0,50) (1,00) 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 2008 2009 Sandang 2008 2009 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga % 5,00 % 6,00 4,00 2,00 - Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2008 2009 (2,00) (4,00) 2008 2009 Sumber : BPS 34

Bab 2. Perkembangan Inflasi 2.3 Tim Pengendali Inflasi Daerah Sesuai dengan kewenangannya, BI selaku otoritas moneter melakukan pengendalian inflasi lebih kepada sisi permintaan. Sementara dalam praktiknya pengendalian inflasi harus dilakukan dari dua sisi yakni permintaan dan penawaran. Oleh karena itu peran pemda dan instansi terkait lainnya menjadi sangat penting dalam hal pengendalian sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan khususnya berkaitan dengan ketersediaan komoditas, infrastruktur dan karakteristik daerah lainnya. Melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), diharapkan berbagai kebijakan terkait inflasi dapat dilakukan secara sinergis. Memasuki awal tahun 2010, KBI Palu bersama anggota Tim TPID lainnya melakukan rapat TPID pada bulan Januari 2010. Adapun hasil dan rekomendasi yang diperoleh dari rapat tersebut diantaranya adalah: 1. Mencermati adanya kenaikan harga beras yang cukup tinggi dan potensi inflasi yang diakibatkan dari kenaikan harga beras tersebut maka pasokan beras di pasar perlu untuk ditingkatkan. Alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan segera melakukan operasi pasar atau mempercepat penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). Langkah ini perlu diambil untuk menjaga tingkat daya beli masyarakat khususnya kelompok masyarakat bawah. 2. Agar kenaikan harga beras dapat berdampak pada peningkatan tingkat kesejahteraan petani tanpa mengorbankan daya beli konsumen, maka langkah yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan stok beras, dan memenuhi standar yang ditetapkan dalam harga pembelian pemerintah. 3. Untuk mengendalikan harga gula pasir yang cenderung tinggi dalam beberapa bulan terakhir, dapat diupayakan dengan menekan biaya angkut. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengupayakan pengiriman gula pasir dilakukan langsung dari Surabaya/Jakarta menuju Palu. 4. Berkaitan dengan adanya ketergantungan pada beberapa komoditas inflasi yang didatangkan dari luar daerah, maka para pihak terkait perlu untuk mendorong usaha budidaya komoditas tersebut di wilayah Sulawesi Tengah. 35

Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Realisasi (ton) Pertumbuhan Boks 3. Lonjakan Harga Semen di Awal Tahun 2010 Menilik kinerja sektor bangunan di Sulawesi Tengah tidak terlepas dari perkembangan realisasi pengadaan semen. Kelangkaan semen pada beberapa merk membuat harga semen di tingkat pengecer belakangan menjadi meningkat. Akhir Desember 2009, harga semen Tonasa berada pada kisaran Rp 51-53 ribu per sak, namun pada pertengahan Januari 2010 harganya sudah menembus diatas Rp 62 ribu/ sak. Ketua Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria mengutarakan harga semen memiliki kontribusi 50 % dari total raw material dan 20 % dari total construction cost. Untuk perumahan sederhana (RSS maupun rusunami), kontribusi semen bisa mempengaruhi 25 hingga 30 % dari harga jual properti ke konsumen. Adanya peningkatan harga semen di Propinsi Sulteng yang mencapai 20% dari harga normal secara teori akan membuat pelaku usaha di sektor properti cenderung menunda realisasi pembangunan fisik pada awal tahun 2010. Kenyataannya yang terjadi di lapangan justru berkebalikan. Permintaan masyarakat terhadap berbagai jenis bahan bangunan di Palu, khususnya semen, dalam sebulan terakhir meningkat hingga dua kali lipat dari sebelumnya. Kasi Pengadaan dan Penyaluran Dinas Perindagkop Sulteng, Abdul Kahar di Palu, mengatakan, meningkatnya permintaan masyarakat terhadap bahan bangunan itu, seiring dengan pembangunan di wilayah Palu yang semakin tinggi. Pesatnya pembangunan rumah dan toko di Palu memicu kebutuhan bahan bangunan termasuk semen. Dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, kondisi ini cukup menggembirakan. Adanya peningkatan permintaan semen yang merupakan salah satu indikator sektor bangunan menunjukkan geliat perekonomian khususnya sektor properti di Ibukota Sulawesi Tengah. Disisi lain meningkatnya pembangunan ruko juga menunjukkan indikasi adanya tren prositif bagi sektor perdagangan kedepan. Akan tetapi bila dilihat dari sisi inflasi, kondisi saat ini tentu saja tidak menguntungkan. Realisasi Pengadaan Semen di Sulawesi Tengah 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 2008 2009 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% -50% Realisasi Pengadaan Semen (ton) g.mtm Tingginya harga semen berimbas pada mahalnya nilai konstruksi bangunan yang pada akhirnya akan merugikan konsumen individual. Inflasi sendiri tidak terlepas dari interaksi antara permintaan dan penawaran suatu komoditas. Untuk kasus semen ini, sisi penawaran lebih berpengaruh dalam hal peningkatan harga.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak Unit Pengantongan di Desa Labuan, pasokan semen Tonasa dari pabrik di awal Januari 2010 sempat terhenti. Hal ini disebabkan adanya kegiatan perawatan mesin produksi di pabrik, yang rutin dilakukan setiap akhir tahun. Walaupun kompetitor lainnya tidak mengalami permasalahan seperti yang dialami Tonasa dan cenderung memiliki stok yang memadai namun spekulasi dari pelaku usaha serta adanya kemungkinan distribusi sebagian pasokan yang diangkut keluar daerah membuat harga semen masih berada diatas harga normal. Kasi Penjualan Sulteng PT Semen Tonasa mengatakan bahwa pasokan yang masuk ke Sulteng masih jauh dari kebutuhan. Pendistribusian melalui Pelabuhan Birringkasi Pangkep yang seyogyanya dilakukan sebanyak 10 ribu ton per hari, masih terkendala oleh rusaknya mesin produksi. Adanya pemeliharaan mesin di akhir tahun juga menjadi kontraproduktif dengan program realisasi infrastruktur pemda yang biasanya mulai meningkat menjelang akhir tahun. Berkaca pada kondisi ini maka pihak produsen, distributor maupun pengecer hendaknya melakukan langkah antisipatif misalnya melakukan stok semen di akhir tahun. Disamping itu pihak produsen juga dapat melakukan alternatif perubahan jadwal overhaul mesin ke periode yang memiliki tren permintaan semen yang rendah.

Persen (%) Bab 6. Perkembangan Perbankan BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN 3.1. Perkembangan Moneter Selama triwulan IV 2009, nilai tukar rupiah terus mengalami penguatan dibandingkan akhir September 2009. Sentimen positif dari para investor yang tercermin dari aliran modal masuk semakin mendorong penguatan rupiah hingga akhir Desember 2009. 18 Grafik 3.1. Perkembangan Suku Bunga 15 12 9 6 3 0 Tr I Tr II Tr III Tr IV Tr I Tr II Tr III Tr IV Tr I Tr II Tr III Tr IV Tr I Tr II Tr III Tr IV 2006 2007 2008 2009 Sumber : BI BI Rate r deposito 1 bln perbankan Sulteng r tabungan perbankan Sulteng r kredit perbankan Sulteng Seiring dengan semakin terkendalinya laju inflasi nasional, dalam kurun waktu 3 bulan terakhir Bank Indonesia mempertahankan BI rate pada level 6,50 % hingga akhir tahun. Kebijakan untuk mempertahankan BI rate dimaksudkan untuk menjaga momentum pemulihan perekonomian dengan memberikan ruang yang cukup untuk terjadinya pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan penurunan BI rate, suku bunga penjaminan LPS untuk deposito rupiah pada bank umum juga mengalami penurunan menjadi menjadi 7,00% pada bulan Desember 2009. Respons perbankan terhadap penurunan BI rate sudah mulai terlihat pada triwulan laporan, ditandai dengan penurunan suku bunga perbankan terutama pada suku bunga kredit. Sementara suku bunga deposito dan tabungan sudah menunjukkan adanya penurunan yang didukung oleh adanya kesepakatan 14 bank 36

Bab 6. Perkembangan Perbankan nasional yang menguasai pangsa pasar cukup besar. Pada akhir triwulan IV 2009, suku bunga tabungan dan deposito pada perbankan di Sulawesi Tengah berada pada level 2,71%, dan 6,43%, sementara suku bunga kredit sebesar 14,51%. 3.2. Jumlah Jaringan Kantor Bank Jaringan kantor bank pada triwulan IV 2009 mengalami penambahan 6 kantor bank (4 bank umum swasta,1 bank syariah, dan 1 BPR), sehingga menjadi berjumlah 163 kantor, yang tersebar di 10 wilayah kabupaten dan kota. Dari sisi kelembagaan, jumlah bank umum masih mendominasi perbankan di Sulawesi Tengah. Apabila dihubungkan dengan data jumlah aset bank per wilayah, maka terdapat hubungan yang erat antara jumlah aset bank pada suatu wilayah dengan jumlah kantor bank di wilayah tersebut. Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Menurut Kelompok Bank di Sulawesi Tengah Kelompok Bank 2005 2006 2007 2008 2009 Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Bank Umum 100 113 124 124 126 128 129 132 135 139 - Pemerintah 92 98 107 107 108 109 109 109 110 110 - Swasta 8 15 17 17 18 19 20 23 25 29 BPR 7 10 13 14 14 15 15 16 18 19 Bank Syariah 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 Jumlah Kantor Bank 110 126 141 142 144 147 148 152 157 163 Sumber : Bank Indonesia Palu Selama triwulan IV 2009, terdapat penambahan 4 kantor bank umum swasta dan 1 kantor bank syariah dengan status kantor cabang cabang pembantu. Sementara jumlah kantor BPR bertambah 1 unit yang statusnya sebagai kantor 37

Bab 6. Perkembangan Perbankan cabang. Lokasi penambahan jumlah kantor bank berada di wilayah Kabupaten Parigi Moutong, Poso, Toli-Toli, Tojo Una-Una, dan Buol. 3.3. Kinerja Perbankan Sulawesi Tengah Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kinerja perbankan Sulawesi Tengah pada tahun 2009 berada di atas kinerja perbankan secara nasional. Hal ini tercermin dari beberapa indikator mulai dari pertumbuhan kredit, Loan to Deposit Ratio (LDR), kualitas aset (NPL), Net Interest Margin (NIM), Return on Asset (ROA), dan tingkat efisiensi perbankan yang biasa menggunakan rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). 3.3.1. Kinerja Bank Umum Indikator Tabel 3.2. Kinerja Bank Umum di Sulawesi Tengah *) Data perbankan nasional pada akhir tahun 2009 masih bersifat proyeksi Walaupun kondisi perbankan di Sulawesi Tengah pada tahun 2009 mengalami peningkatan, terdapat beberapa isu penting yang perlu mendapatkan perhatian terkait perkembangan perbankan Sulawesi Tengah (Sulteng) pada tahun 2010, yaitu: Apakah kinerja perbankan Sulteng dapat tetap sustainable pada tahun 2010? Kemungkinan meningkatnya dampak inflasi terhadap kinerja perbankan Sulteng Semakin menyempitnya Net Interest Margin (NIM) akibat perubahan regulasi Peningkatan Kualitas Aset Peningkatan peran bank syariah kedepan; serta Peningkatan peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam pembiayaan usaha mikro dan penguatan ketahanannya. 2007 2008 2009 Nasional Sulteng Nasional Sulteng Nasional Sulteng Pertumbuhan Kredit 26% 32% 30.8% 29% 10.7% 22.2% Loan to Deposit Ratio 66.3% 89% 74.6% 103.8% 73.7% 115.2% NPL 4.1% 3.6% 3.2% 1.68% 3.80% 0.83% Net Interest Margin 5.7% 10.7% 5.7% 11.2% 5.5% 11.94% Return on Asset 2.8% 4.8% 2.3% 5.4% 2.6% 5.86% BOPO 84.1% 62.9% 88.6% 68.1% 86.6% 67.75% 38

Bab 6. Perkembangan Perbankan 3.3.2. Kinerja BPR Pada bulan Desember 2009, kinerja BPR di Sulawesi Tengah mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun tetap mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Aset BPR mengalami penurunan sebesar 1,5% bila dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 tetapi mengalami peningkatan 23,4% apabila dibandingkan tahun 2008. Dana Pihak Ketiga juga mengalami penurunan 8,7% dibanding triwulan ketiga 2009 tetapi mengalami kenaikan 6,50% bila dibandingkan tahun 2008. Demikian pula halnya dengan kredit yang mengalami penurunan 6,9% bila dibanding triwulan ketiga 2009 tetapi tetap meningkat 4,6% bila dibanding tahun 2008. Grafik 3.3. Perkembangan Kinerja BPR Secara Umum 3.3.3. Aset Perbankan Secara industri (gabungan Bank Umum dan BPR), jumlah aset perbankan di Sulawesi Tengah mengalami peningkatan sebesar 18,74 % dibandingkan posisi akhir tahun 2008. Dilihat dari kelompok bank, aset perbankan swasta mengalami peningkatan lebih tinggi (43,14%) dibandingkan kelompok bank pemerintah dan BPR. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari adanya penambahan jumlah kantor bank swasta dalam setahun terakhir. 39

Bab 6. Perkembangan Perbankan Aset bank umum di Sulteng mengalami peningkatan 7,45% dibanding triwulan ketiga tahun 2009 atau meningkat 18,6% dibanding tahun 2008. Peningkatan aset ini didorong oleh adanya peningkatan kredit sebesar 4,5% bila dibandingkan triwulan ketiga 2009 atau meningkat 22,2% dibanding tahun 2008 yang didominasi oleh peningkatan kredit konsumsi yang meningkat 28,5% bila dibandingkan tahun 2008. Grafik 3.5. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum 3.3.4. Penghimpunan Dana Berdasarkan kelompok bank, bank umum pemerintah mampu menyerap 80,45% dana masyarakat, sementara sisanya diserap oleh bank umum swasta dan BPR dengan pangsa penghimpunan dana masing-masing sebesar 18,01% dan 1,54%. Berdasarkan laju pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2009, jumlah DPK pada bank pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 6,81% (y.o.y.). Sementara DPK pada bank umum swasta dan BPR masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 27,90% (y.o.y.) dan 6,52% (y.o.y.). Tingginya pertumbuhan DPK pada kelompok bank swasta tidak terlepas dari kegiatan promosi yang dilakukan oleh bank swasta dan penawaran suku bunga yang menarik dalam memperebutkan dana pihak ketiga. Strategi tersebut ditempuh untuk mempertahankan tingkat likuiditas bank. 40

Bab 6. Perkembangan Perbankan 3.3.4.1. Penghimpunan Dana Bank Umum Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bank umum secara mengejutkan mengalami peningkatan 5,7% bila dibanding triwulan sebelumnya atau meningkat 10,1% bila dbanding tahun 2008. Sebagaimana yang diperkirakan pada Kajian Ekonomi Regional Tw 3-2009, DPK mengalami penurunan seiring meningkatnya realisasi APBD sebagaimana yang ditunjukkan oleh adanya penurunan giro sebesar 22,3% bila dibanding triwulan ketiga 2009, atau turun 13,6% bila dibandingkan tahun 2008, yang tercermin dari penurunan dana Pemda sebesar 48% dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, jumlah DPK secara keseluruhan mengalami peningkatan karena ditunjang oleh kenaikan simpanan penabung retail yang cukup signifikan sebesar 17,4% dibanding triwulan ketiga 2009 atau naik 16,6% bila dibanding tahun 2008. Grafik 3.7. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Pemilik Berdasarkan golongan pemilik, struktur DPK pada bank umum masih didominasi oleh golongan perorangan dengan pangsa sebesar 81,53%, diikuti oleh golongan pemerintah daerah (7,50%). Dibandingkan triwulan sebelumnya, dana kelompok perorangan mengalami peningkatan sebesar 8,10%. Sementara itu dana pemerintah daerah dan dana pemerintah pusat yang berada pada bank umum justru 41

Bab 6. Perkembangan Perbankan mengalami penurunan sebesar masing-masing sebesar -7,85% dan -2,62%. Hal ini menunjukkan bahwa proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Sulawesi Tengah banyak yang sudah terealisasi. Grafik 3.8. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pada Bank Umum Menurut Jenis Simpanan 3.3.4.2. Penghimpunan Dana BPR Dana Pihak Ketiga BPR masih didominasi oleh komposisi deposito sebesar 75%, namun komposisi deposito ini menurun drastis bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan share sebesar 87,6%. Grafik 3.9. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pada BPR 42

Bab 6. Perkembangan Perbankan 3.3.5. Penyaluran Kredit 3.3.5.1. Kredit Menurut Jenis Kelompok Bank Seperti halnya dalam penghimpunan dana, kegiatan penyaluran kredit juga didominasi oleh kelompok bank pemerintah dengan pangsa sebesar 83,73%, sementara bank umum swasta memiliki pangsa sebesar 13,59% dan BPR 2,68%. Dalam hal penyaluran kredit, secara keseluruhan kinerja perbankan masih belum menunjukan adanya ekspansi kredit yang berarti. Pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh bank umum pemerintah pada triwulan laporan adalah sebesar 20,01% (y.o.y.), sementara kredit bank umum swasta tumbuh 37,79% (y.o.y.), dan kredit BPR tumbuh 11,02% (y.o.y.). Dalam periode tahun 2009, penyaluran kredit bank swasta menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Pertumbuhan tahunan penyaluran kredit bank swasta meningkat dari 17,83% (triwulan I 2009) menjadi 37,79% (triwulan IV 2009). Sementara penyaluran kredit bank pemerintah dan BPR justru menunjukkan tren sebaliknya. Penyaluran kredit bank pemerintah tercatat menurun dari 27,31% (Tw I 2009 ) menjadi 20,01% (Tw IV 2009) dan seiring dengan hal itu, penyaluran kredit BPR juga turun dari 33,20% (Tw I 2009) menjadi 11,02% (Tw IV 2009). 3.3.5.2. Kredit Menurut Jenis Penggunaan Berdasarkan jenis penggunaan, sebagian besar portofolio kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh kredit untuk kegiatan konsumsi. Hingga Desember 2009, jumlah kredit konsumsi tercatat sebesar Rp 3,82 43

Bab 6. Perkembangan Perbankan triliun dengan porsi sebesar 51,29% dari total kredit pada triwulan IV 2009. Adanya tren peningkatan konsumsi di tahun 2009 menunjukkan arah penyaluran kredit yang kurang baik. Idealnya pertumbuhan kredit di suatu daerah seharusnya mengedepankan pertumbuhan kredit produktif (modal kerja dan investasi). Pada bulan Desember 2009 posisi kredit modal kerja tercatat sebesar Rp3,08 triliun atau 41,44% dari total kredit, dan kredit investasi sebesar Rp540,82 miliar (7,26%). Sehingga total porsi kredit produktif sebesar 48,71%, lebih besar dibanding porsi pada triwulan III-2009 yaitu sebesar 48,40%. Kredit modal kerja yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah tumbuh sebesar 11,79% (y.o.y.), sementara kredit investasi tumbuh 62,24% (y.o.y.), dan kredit konsumsi tumbuh sebesar 26,27% (y.o.y.). Hanya kredit modal kerja yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya sedangkan kredit konsumsi dan investasi justru mengalami peningkatan. Hal yang menggembirakan dari penyaluran kredit pada bank umum adalah adanya peningkatan kredit investasi yang cukup signifikan pada tahun 2009 ini yaitu sebesar 56,6% (y-o-y) meski porsi kredit investasi ini masih cukup kecil bila dibandingkan dengan total penyaluran kredit secara keseluruhan atau masih 7,1% dari total kredit di Sulawesi Tengah. Sementara itu kredit yang disalurkan oleh BPR mengalami penurunan 6,9% bila dibanding triwulan ketiga 2009 tetapi tetap meningkat 4,6% bila dibanding tahun 2008. Sedangkan kredit konsumsi juga masih 44

Bab 6. Perkembangan Perbankan mendominasi komposisi penyaluran kredit BPR sebesar 83% meningkat dari share sebelumnya sebesar 79%. Grafik 3.12. Penyaluran Kredit BPR 3.3.6. Kualitas Kredit Secara umum kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan masih baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai NPL netto yang masih jauh dibawah batas toleransi (5 %). Berdasarkan data pada bulan Desember 2009, NPL netto perbankan di Sulawesi Tengah berada pada level 0,83%, menurun dibandingkan posisi bulan September 2009 yang sebesar 1,82%. 3.3.6.1. Kualitas Kredit Bank Umum Adanya peningkatan penyaluran kredit oleh kelompok bank umum ternyata diikuti oleh membaiknya kualitas aset (NPL), dimana NPL mengalami penurunan dari 45

Bab 6. Perkembangan Perbankan tingkat NPL gross sebesar 6,73% pada Triwulan ketiga 2009 menjadi 4,90% pada akhir Desember 2009 ini. Demikian pula NPL netto yang menurun dari 1,84% (triwulan ketiga 2009) menjadi 0,83% pada triwulan keempat 2009. Penurunan NPL ini terutama didorong oleh penurunan kredit yang memiliki kolektibilitas Kurang Lancar sebesar 41,2% (q-t-q). Namun demikian hal yang menjadi catatan adalah adanya kenaikan yang signifikan pada kredit kolektibilitas 5 (macet) sebesar 58,4% (y-o-y) atau turun sebesar 16.6 % (q-t-q). Hal lain yang menjelaskan penurunan NPL ini adalah kenaikan pencadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 82,3% bila dibandingkan tahun 2008. Grafik 3.14. Perkembangan Tingkat NPL dan PPAP Pada Bank Umum Meskipun terjadi peningkatan PPAP, profitabilitas perbankan Sulteng tidak terganggu dimana tingkat pengembalian atau Return on Asset (ROA) yang masih mengalami peningkatan dari 5,4% pada tahun 2008 menjadi 5,86% pada tahun 2009. Peningkatan ROA ini didukung oleh membaiknya tingkat efisiensi yang salah satunya indikatornya adalah menurunnya tingkat BOPO dari 68,1% di tahun 2008 menjadi 67,75% di tahun 2009. 3.3.6.2. Kualitas Kredit BPR Sementara itu, tingkat NPL BPR masih menunjukkan perkembangan yang positif dimana NPL gross berada di posisi 1,85%, atau turun dari kondisi sebelumnya yang mencapai 2%, sedangkan secara netto berada di posisi 0,84% atau turun dari posisi sebelumnya sebesar 1,1%. 46

Bab 6. Perkembangan Perbankan Grafik 3.15. Perkembangan Tingkat NPL dan PPAP Pada BPR 3.3.7. Tingkat Efisiensi Perbankan Sebagaimana disebutkan di atas tingkat BOPO bank umum turun dari 68,1% di tahun 2008 menjadi 67,75% di tahun 2009. Sementara jika dibandingkan akhir triwulan sebelumnya tingkat BOPO mengalami penurunan sebesar 4,47 %. Hal ini menunjukan bahwa perbankan semakin efisien dalam menjalankan usahanya. Salah satu faktor yang menjadi pemicu penurunan BOPO adalah adanya penurunan cost of fund disatu sisi, dan relatif lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan. Pada triwulan IV 2009 tingkat efisiensi usaha BPR di Sulawesi Tengah cenderung semakin membaik ditandai dengan menurunnya rasio BOPO BPR menjadi sebesar 67,75%. Angka tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya. 47

Bab 6. Perkembangan Perbankan Grafik 3.17. Perkembangan Rasio BOPO Bank Umum 3.3.8. Fungsi Intermediasi Bank Secara keseluruhan tingkat LDR perbankan di Sulawesi Tengah mencapai angka 116,49. Hal ini menunjukkan intermediasi yang dilakukan perbankan cukup baik. Tingkat LDR bank umum pemerintah pada triwulan laporan tercatat sebesar 121,24, LDR bank swasta mencapai 87,92 dan LDR BPR justru mengalami penurunan menjadi 190,6. 3.3.9. Kredit Untuk UMKM Seiring dengan lesunya penyaluran kredit oleh perbankan, per Desember 2009 penyaluran kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) di Sulawesi Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 24,54 % (y.o.y.), lebih tinggi dibandingkan September 2009 yang sebesar 23,39% (y.o.y.). Secara keseluruhan nilai penyaluran kredit MKM 48

Bab 6. Perkembangan Perbankan hingga Juni 2009 berjumlah Rp6.722,35 miliar. Dari jumlah tersebut, pangsa kredit MKM masih didominasi oleh jenis kredit kecil dengan pangsa 42,03%, sementara kredit untuk usaha mikro dan menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 39,09% dan 18,88%. Kondisi ini mencerminkan besarnya perhatian yang diberikan oleh perbankan di Sulawesi Tengah terhadap pengembangan usaha mikro dan kecil di Sulawesi Tengah. Hal ini juga didukung dengan pangsa kredit MKM terhadap total kredit yang mencapai 90,18%. 49

Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah merupakan tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Salah satu pilar penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah adanya pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Dalam aplikasinya, sistem pembayaran menggunakan 2 instrumen yakni tunai dan nontunai. Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Sementara di sisi instrumen pembayaran non tunai, Bank Indonesia lebih mengarahkan kebijakan dalam hal menjaga kehandalan, keamanan, efisiensi dan efektivitas transaksi pembayaran non tunai dengan tetap memperhatikan aspek kesetaraan akses hingga perlindungan konsumen. Hingga saat ini instrumen pembayaran terus mengalami perkembangan pesat dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran non tunai (non cash). 4.1 Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow) Aliran uang kartal di Bank Indonesia Palu pada triwulan IV 2009 berada pada kondisi net outflow yang berarti jumlah uang keluar lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk. Jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia Palu dari perbankan dan masyarakat (inflow) sepanjang triwulan IV-2009 meningkat 29,54% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp132,33 miliar menjadi Rp 171,42 miliar, sedangkan aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia Palu ke perbankan dan masyarakat (outflow) juga naik sebesar 42,89% dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp 649,75 milyar menjadi Rp 928,40 milyar. Adanya peningkatan inflow dan ouflow menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian selama kurun waktu triwulan IV 2009. Peningkatan Inflow 50

Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran pada triwulan laporan adalah karena adanya kebijakan diskresi yang dilakukan KBI Palu yang dilakukan pasca Hari Raya Lebaran. Sementara peningkatan outflow pada triwulan laporan (q-t-q) lebih disebabkan oleh karena adanya kebutuhan dana untuk proyek pemerintah dan swasta dalam rangka realisasi anggaran APBD di akhir tahun 2009 serta adanya musim panen padi dan kakao. Bila kita membandingkan angka inflow dan outflow maka akan diperoleh netoutflow selama triwulan IV-2009 sebesar Rp 756,98 miliar. Kondisi serupa juga terjadi pada triwulan sebelumnya dengan angka net-outflow sebesar Rp 517,42 miliar. Adanya peningkatan net-ouflow pada triwulan IV 2009 merupakan salah satu indikator meningkatnya transaksi perekonomian yang ada di Sulawesi Tengah. Dalam rangka menjaga kualitas uang rupiah yang diedarkan dalam kondisi yang layak edar, Bank Indonesia Palu melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang rupiah yang dimusnahkan adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran serta uang tidak layak edar (UTLE) dengan tingkat soil 2 atau uang yang telah rusak. Jumlah uang yang dimusnahkan dapat dilihat dari jumlah Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB). Selama triwulan IV-2009, jumlah uang kertas yang dimusnahkan di Bank Indonesia Palu mencapai Rp 43,99 milyar atau meningkat 10,36% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 39,86 milyar. 51

Miliar Rp Persen (%) Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran 700 600 500 400 300 200 100 - Grafik 4.2. Perkembangan PTTB 50,00 Inflow 46,14 PTTB 41,35 36,50 Rasio PTTB Thd Inflow 45,00 40,00 33,16 32,44 35,00 30,12 29,04 30,00 26,22 25,66 25,00 20,46 23,35 19,50 20,00 20,06 17,63 15,00 5,65 10,00 7,83 5,00 0,00 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2006 2007 2008 2009 Sumber : Bank Indonesia Palu 4.2 Perkembangan Uang Palsu yang Ditemukan Dalam upaya untuk mengantisipasi penyebaran uang palsu dan kejahatan pemalsuan uang khususnya di Sulawesi Tengah, Bank Indonesia Palu menerapkan kebijakan peningkatan koordinasi, perluasan sasaran pengenalan atau sosialisasi ciriciri keaslian rupiah, serta mencabut dan menarik uang dari peredaran. Pada triwulan IV-2009, jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Bank Indonesia Palu sebanyak 10 lembar, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebanyak 6 lembar. Uang palsu yang dicatat oleh Bank Indonesia Palu ini diperoleh melalui laporan dari perbankan maupun masyarakat umum, yang kemudian diteruskan kepada pihak kepolisian untuk penanganan secara hukum. Tabel 4.1. Jumlah Uang Palsu Yang Ditemukan (Lembar) Pecahan Mata 2009 Uang (Nominal) 2005 2006 2007 2008 Tr I Tr II Tr III Tr IV Rp100.000 108 3.459 27 826 7 1 0 1 Rp50.000 15 14 15 36 12 4 4 5 Rp20.000 10 2 4 - - 0 2 4 Rp10.000 11 1-1 1 1 0 0 Jumlah 144 3.476 46 863 20 6 6 10 Sumber : Bank Indonesia Palu 52

Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran Grafik 4.3. Persentase Uang Palsu Tahun 2009 Grafik 4.4 Perkembangan Uang Palsu Propinsi Sulteng Rp 20.000 14% Rp 10.000 5% 60% 21% Rp 100.000 Rp 50.000 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2005 2006 2007 2008 2009 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Sumber : Bank Indonesia Palu Total Jumlah Uang Palsu (lembar) Total Nominal Uang Palsu (jutaan rupiah) Di tahun 2009, jumlah uang palsu yang beredar di Sulawesi Tengah berjumlah 42 lembar ( Rp 2,29 juta) yang didominasi oleh pecahan Rp 50.000, diikuti pecahan Rp 100.000, Rp 20.000 dan Rp 10.000. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah uang palsu (lembar) pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan yakni sebesar 95 %. Prestasi ini hendaknya tetap terus dijaga dan kedepan melalui kerjasama dengan instansi lainnya diharapkan peredaran uang palsu dapat terus ditekan. 4.3 Perkembangan Kliring Lokal Pasal 16 Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 tahun 2004 menyatakan bahwa Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan valas. Adanya kliring diharapkan dapat meningkatkan penggunaan instrumen pembayaran giral dan mendorong masyarakat untuk menyimpan dana di bank. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar bank adalah memberikan alternatif bagi masyarakat dalam melakukan suatu pembayaran yang aman, efektif dan efisien, dan bagi bank merupakan salah satu layanan kepada nasabah dan dapat menjadi salah satu sumber fee based income (pendapatan di luar bunga). Dalam rangka meningkatkan kecepatan dan keakuratan settlement sehingga lebih memberikan kepastian dalam penyelesaian transaksi serta meminimalkan risiko kegagalan settlement, maka sejak September 2006 Kantor Bank Indonesia Palu telah 53

Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran menerapkan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Terlaksananya transmisi arus dana melalui SKNBI secara real time, otomatis akan mempercepat perputaran uang (velocity of money) dan mengurangi floating dana karena tidak ada lagi penundaan (time lag) dalam settlement sebagaimana terjadi pada sistem kliring lokal. Pada triwulan IV-2009, jumlah warkat kliring naik 0,99% yaitu dari 33.711 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 34.045 lembar. Demikian juga nominal perputaran kliring tercatat meningkat signifikan sebesar 36,83% dibandingkan triwulan III-2009 sehingga menjadi Rp 1742,99 miliar. Peningkatan jumlah warkat dan nominal kliring sejalan dengan meningkatnya transaksi kas masuk (inflow) maupun kas keluar (outflow) serta transaksi RTGS dalam periode triwulan IV 2009. Indikator 2007 2008 Perputaran Kliring Nominal Kliring (Miliar Rp) Rata-rata Harian Penolakan Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong (%) Volume Cek/BG Kosong (%) Sumber : Bank Indonesia Palu Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 2008 2009 Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 4.500,58 4.059,09 832,61 1.112,88 797,84 1.064,66 1.273,85 1.742,99 Volume Kliring (Lembar) 121.531 130.279 34.243 32.023 30.511 33.388 33.711 34.045 Rata-rata Harian Perputaran Kliring Nominal Kliring (Miliar Rp) 18,38 16,7 13,05 18,55 13,58 16,65 21,23 28,11 Volume Kliring (Lembar) 493 533 536 534 518 530 562 549 0,49 0,61 0,57 1,26 2,32 0,52 0,76 1,19 0,69 0,67 0,59 1,04 0,80 0,81 1,16 1,23 Sementara itu, kualitas kliring di wilayah kerja Bank Indonesia Palu pada triwulan IV-2009 relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin pada peningkatan persentase rata-rata harian penolakan cek/bg kosong dari sisi nominal kliring. Persentase rata-rata harian nominal cek/bg yang ditolak pada triwulan IV-2009 tercatat 1,19%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya sebesar 0,76%. Disisi lain, rata-rata harian lembar cek/bg yang ditolak tercatat 1,23%, memburuk dibandingkan triwulan III-2009 sebesar 1,16%. 54

2.578,80 3.352,34 3.413,28 4.787,68 5.258,92 3.720,97 3.230,90 4.010,85 4.799,56 5.826,56 4.966,96 2.993,51 3.309,76 4.296,78 4.746,70 6.225,83 4.498,76 4.408,78 4.115,17 4.597,54 4.396,15 4.173,37 Miliar Rp 4.929,57 5.693,40 Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran 4.4 Perkembangan BI-RTGS Transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV-2009 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun 2008. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan aktivitas transaksi untuk settlement kliring. 7.000,00 6.000,00 5.000,00 Grafik 4.5 Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Sulawesi Tengah Inflow Outflow Net Outflow 4.000,00 3.000,00 2.000,00 1.000,00 - (1.000,00) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2007 2008 2009 Sumber : Bank Indonesia Palu, diolah Pada triwulan IV-2009, transaksi pembayaran di Sulawesi Tengah melalui sistem BI-RTGS mengalami peningkatan aktivitas transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya. Aliran dana keluar (Outflow) melalui RTGS pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar Rp 6.225,83 miliar atau naik 31,16% dibandingkan triwulan III- 2009 sebesar Rp 4746,70 miliar dengan volume transaksi sebanyak 10.834 transaksi. Disisi lain aliran dana masuk (inflow) melalui RTGS pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar Rp 5.693,40 miliar atau naik 15,49% dibandingkan triwulan III- 2009 sebesar Rp 4.929,57 miliar dengan volume transaksi sebanyak 7.700 transaksi. 55

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. KETENAGAKERJAAN Berdasarkan hasil survei (Sakernas) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah posisi Agustus 2009 mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Dalam periode satu tahun terakhir (Agustus 2008-Agustus 2009), jumlah angkatan kerja meningkat 1,57 persen sementara jumlah angkatan kerja yang bekerja meningkat 1,59 persen. Secara keseluruhan, struktur ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah pada Agustus 2009 mengalami perubahan yang cukup berarti jika dibandingkan pada Agustus 2008. Pada Agustus 2009, jumlah angkatan kerja mencapai 1.215.727 orang, meningkat sebanyak 18.739 orang dibanding pada Agustus 2008 yang berjumlah 1.196.988 orang. Sementara jumlah penduduk yang bekerja juga mengalami peningkatan sebanyak 18.012 orang, dengan komposisi 16.845 penduduk laki-laki dan 1.167 perempuan. Kondisi tersebut mengakibatkan jumlah pengangguran pada Agustus 2009 bertambah 727 orang bila dibandingkan pada Agustus 2008 menjadi 66.009 orang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam periode tersebut jumlah lapangan kerja yang tercipta belum sebanding dengan penambahan jumlah angkatan kerja baru. Minimnya kegiatan investasi berupa investasi baru maupun penambahan kapasitas produksi mengakibatkan kurangnya penciptaan lapangan kerja. Namun demikian, secara relatif Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan dari 5,45 persen pada Agustus 2008 menjadi 5,43 persen pada Agustus 2009. Hal yang perlu dicermati adalah penurunan TPT tersebut terjadi pada saat jumlah tenaga kerja yang setengah menganggur mengalami penambahan 12.599 orang. 56

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulawesi Tengah pada Agustus 2009 mencapai 69,27 persen, turun dibandingkan Agustus 2008 yang tercatat sebesar 69,76 persen. Penurunan TPAK tersebut terjadi sebagai akibat adanya peningkatan jumlah penduduk yang berusia diatas 15 tahun terutama pada kelompok penduduk usia sekolah yang mengalami peningkatan 9% dibanding posisi pada Agustus 2008. Pada saat yang sama jumlah angkatan kerja hanya meningkat sebesar 1,6 persen. Sumber : BPS Sulteng, posisi Agustus 2009 Berdasarkan wilayah kabupaten/kota yang berada di Sulawesi Tengah, TPAK tertinggi dicapai oleh Kabupaten Parigi Moutong (76,94 persen), dan terendah di Kota Palu (60,92 persen). Sejalan dengan kondisi tersebut TPT tertinggi tercatat di Kota Palu (12,82 persen), dan terendah di Kabupaten Donggala. Pesatnya perkembangan perekonomian yang berlangsung di Kabupaten Parigi Moutong telah menciptakan banyak kesempatan kerja baru bagi penduduknya. Dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, jumlah angkatan kerja tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi Selatan (3.536.920 orang), sedangkan terendah di 57

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Gorontalo (447.313 orang). Selaras dengan jumlah angkatan kerja, penduduk bekerja tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi selatan (3.222.256 orang) sedangkan terendah di Provinsi Gorontalo (420.962 orang). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi Utara (10,56 persen) sedangkan terendah di Provinsi Sulawesi Barat (4,51 persen), adapun TPT di Indonesia sekitar 7,87 persen. Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi Tenggara (70,39 persen), sedangkan terendah di Provinsi Sulawesi Utara (62,05 persen), adapun TPAK di secara nasional tercatat 67,18 persen. Sumber : BPS Sulteng, posisi Agustus 2009 Di sisi lain, selama kurun waktu 2009 tingkat setengah pengangguran menunjukkan kecenderungan meningkat. Jumlah penduduk setengah pengangguran pada bulan Agustus 2009 tercatat 449.962 orang lebih tinggi daripada angka pada bulan Februari 2009 yang berjumlah 411.924 orang maupun posisi Agustus 2008 yang berjumlah 437.363 orang. Tingkat setengah pengangguran secara konvensional biasanya diukur berdasarkan jam kerja. Seseorang dikatakan sebagai setengah pengangguran jika dia bekerja kurang dari jam kerja normal (< 35 jam seminggu). Meskipun jumlah jam kerja per minggu tidak sepenuhnya dapat memberikan gambaran tingkat produktivitas, terutama bagi mereka yang memang menghendaki jam kerja rendah, jam kerja yang rendah merupakan salah satu indikasi pemanfaatan tenaga kerja yang kurang optimal. Berdasarkan data pada BPS Sulawesi Tengah pada bulan Agustus 2009, sebagian besar angkatan kerja di Sulawesi Tengah diserap oleh sektor pertanian (59,12%). Di tengah kondisi ekonomi dan lapangan kerja formal yang masih terbatas, sektor pertanian tetap menjadi pilihan penduduk karena sifatnya yang fleksibel dan tidak 58

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat membutuhkan keahlian khusus. Para pekerja di sektor ini lebih mudah untuk keluar masuk ke sektor lain sepanjang peluang kerja terbuka. Bila dibandingkan dengan data pada bulan Agustus 2008, pangsa tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 0,18%. Disisi lain, pangsa tenaga kerja pada sektor pertambangan, listrik, gas, dan air meningkat sebesar 0,34%. Tabel 5.1. Perkembangan Angkatan Kerja yang Bekerja Berdasarkan Sektor Ekonomi LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA FEB 2007 AGT 2007 FEB 2008 AGT 2008 FEB 2009 AGT 2009 Pertanian 60,89 59,6 62,7 59,3 57,85 59,12 Industri 4,69 4,5 4,4 4,4 5,21 3,82 Konstruksi 3,60 3,8 3,5 4 2,8 3,78 Perdagangan 13,68 13,8 12,4 13,8 15,1 14,04 Transportasi,Pergudangan dan Komunikasi 4,43 4,1 4,2 3,9 4,04 3,92 Keuangan & Jasa Perusahaan 0,84 0,6 0,5 0,5 0,98 0,58 Jasa Kemasyarakatan 11,34 13 11,8 13,1 13,39 13,49 Pertambangan, Listrik, Gas & Air 0,52 0,76 0,79 0,91 0,63 1,25 Total (persen) 100,00 100,16 100,29 99,91 100,00 100,00 Jumlah Orang 1.031.596 1.083.944 1.131.027 1.131.706 1.173.089 1.149.718 Sumber : BPS Berdasarkan data penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama, status pekerjaan didominasi oleh berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar (27,37%). Sementara persentase status pekerjaan penduduk bekerja yang terkecil adalah pekerja bebas non pertanian (2,28%). Berdasarkan data bulan Agustus 2009 penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan tercatat sekitar 18,91%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase pada bulan Agustus 2008 (18,10%). Sementara itu, persentase penduduk yang berstatus pekerja tak dibayar tercatat 24,51% atau lebih rendah dibandingkan dengan persentase pada bulan Agustus 2008 yang tercatat sebesar 25,00%. Tabel 5.2. Penduduk Berumur 15 tahun Keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Status Pekerjaan AGT 2007 FEB 2008 AGT 2008 FEB 2009 AGT 2009 Berusaha Sendiri 18,56 18,81 18,88 18,73 19,57 Berusaha dibantu buruh tdk tetap 30,29 28,95 28,65 26,51 27,37 Berusaha dibantu buruh tetap 2,76 2,38 2,97 2,61 2,96 Buruh/Karyawan 21,04 18,46 18,12 20,00 18,91 Pekerja bebas di Pertanian 5,26 4,67 3,91 4,21 4,40 Pekerja bebas di non Pertanian 1,93 2,24 2,46 2,68 2,28 Pekerja tak dibayar 20,16 24,49 25,02 25,26 24,51 Jumlah 100 100 100 100 100 1.083.944 1.131.027 1.131.706 1.173.089 1.149.718 Sumber : BPS 59

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Sementara itu, jumlah pencari kerja yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 77.065 orang atau naik 7,17% dibandingkan dengan bulan September 2009 sebanyak 71.912 orang. Sementara jika dibandingkan dengan posisi akhir 2008 jumlah tersebut meningkat 20,79 %. Pencari kerja di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh lulusan SLTA (58,74%), diikuti S1 / sarjana (24,24%) dan D III (6,22%). Jika dibandingkan dengan kondisi akhir 2008, proporsi pencari kerja dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SLTA semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja sudah semakin baik. Dilihat dari jenis kelaminnya jumlah pencari kerja wanita masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pencari kerja laki-laki. Tabel 5.3. Perkembangan Jumlah Pencari Kerja di Sulawesi Tengah Pendidikan Terakhir Des.2008 Jun.2009 Sep.2009 Des.2009 L W Total L W Total L W Total L W Total SD 168 91 259 162 91 253 141 76 217 141 76 217 SLTP 436 245 681 414 170 584 374 89 463 365 75 440 SLTA 20.553 21.471 42.024 21159 21.707 42.866 21.632 21.682 43.314 22.515 22.756 45.271 D I 561 1.013 1.574 800 1.989 2.789 821 1.894 2.715 930 2.062 2.992 D II 595 1.463 2.058 1142 2.662 3.804 1.188 2.744 3.932 1.378 3.135 4.513 D III 1.184 1.960 3.144 1343 2.243 3.586 1.453 2.279 3.732 1.868 2.925 4.793 Sarjana 6.229 7.683 13.912 7180 9.667 16.847 7.527 9.859 17.386 8.065 10.617 18.682 Pascasarjana 85 65 150 88 65 153 88 65 153 91 66 157 Jumlah 29.811 33.991 63.802 32.288 38.594 70.882 33.224 38.688 71.912 35.353 41.712 77.065 Sumber : Disnakertrans Sulteng Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah No. 561/506/DISNAKERTRANS.ST/2009, tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Tengah tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp777.500,- per bulan atau naik 7,99% dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp720.000,-, sementara Upah Minimum Harian ditetapkan sebesar Rp.31.100,-. Namun demikian, angka tersebut masih berada di bawah angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Sulawesi Tengah tahun 2010. Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Kota Palu pada tahun 2009 yang tercatat sebesar 5,73 persen, kenaikan UMP pada tahun 2009 membawa perbaikan tingkat kesejahteraan pekerja. Pengendalian laju inflasi merupakan upaya yang dapat ditempuh oleh seluruh pihak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Forum TPID yang diprakarsai Bank Indonesia merupakan salah satu upaya tersebut. Apabila target inflasi nasional pada tahun 2010 (5 + 1 persen) dapat tercapai, maka kenaikan UMP Sulteng pada tahun 2010 sudah cukup membantu kaum pekerja dalam meningkatkan kesejahteraanya. 60

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Selama triwulan IV 2009, Sulawesi Tengah memberangkatkan 734 orang TKI dengan negara tujuan utama adalah Saudi Arabia dan negara timur tengah lainnya. Dari jumlah tersebut sebagian besar ( > 90 persen) merupakan kaum perempuan. Sektor pekerjaan yang digeluti oleh para TKI asal Sulteng sebagian besar merupakan sektor informal (pembantu rumah tangga). Hal ini dikarenakan kebutuhan pasar yang lebih banyak terhadap pekerja di sektor informal. Di sisi lain sebagian besar TKI yang unskilled workers Untuk meningkatkan keterampilan dan jumlah pengiriman TKI, saat ini Pemerintah Provinsi telah membentuk UPT P2TKI. Saat ini di Sulawesi Tengah terdapat 43 perusahaan penyalur tenaga kerja yang telah memiliki ijin operasi. 5.2. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Angka Indeks Pembangunan Manusia atau IPM 1 Sulawesi Tengah menunjukkan perbaikan, walaupun belum terlalu signifikan. Dibandingkan dengan angka IPM nasional, IPM Sulawesi Tengah selalu berada di bawah IPM nasional. Pada tahun 2008, angka IPM Sulawesi Tengah sebesar 70,09 meningkat sebesar 0,75 dari tahun sebelumnya. Hingga saat ini terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks di atas 80,00, IPM sedang dengan batas angka 50,00 79,90 dan IPM rendah dengan angka di bawah 50,00. Angka IPM Sulawesi Tengah dan kebanyakan provinsi di Indonesia masuk dalam kategori sedang. 1 IPM dikembangkan pada 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia yaitu 1. usia yang panjang dan sehat yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. pendidikan yang diukur dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua per tiga dan angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, dan 3. standar hidup yang layak yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang USD 61

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat 5.3. GINI RATIO Pertumbuhan ekonomi daerah diharapkan berdampak positif pada perbaikan kesejahteraan masyarakat, baik melalui penciptaan lapangan kerja maupun peningkatan pendapatan. Di sisi tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi akan membuka lapangan kerja sehingga angkatan kerja yang ada dapat diserap dan memiliki pendapatan. Di sisi pendapatan, pertumbuhan ekonomi daerah akan menciptakan pendapatan bagi setiap pelaku usaha. Namun demikian, pendapatan yang tercipta belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas. Penilaian dampak pertumbuhan ekonomi terhadap perbaikan kesejahteraan salah satunya adalah melalui tingkat distribusi ketimpangan pendapatan yang tercermin dari angka Gini Ratio 2. Tabel 5.4. Perkembangan Gini Ratio Sulawesi Tengah 2005 2007 40% 40% 20% 40% 40% 20% Keterangan populasi dengan pendapatan populasi dengan pendapatan populasi dengan pendapatan Gini Ratio populasi dengan pendapatan populasi dengan pendapatan populasi dengan pendapatan Gini Ratio terendah menengah tertinggi terendah menengah tertinggi Sulteng 21,85 38,07 40,08 0,30 20,88 39,09 40,04 0,32 Nasional 18,81 36,40 44,78 0,36 19,10 36,11 44,79 0,36 Sumber : BPS 2 Gini Ratio merupakan ukuran kemerataan tingkat pendapatan. Nilai Gini Ratio terletak antara 0 dan 1, dimana nilai yang mendekati 0 maka tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah (distribusi pendapatan merata), dan sebaliknya. Distribusi pendapatan di Indonesia dibagi atas tiga kelompok yaitu kelompok teratas, menengah dan terendah. Menurut Bank Dunia, distribusi pendapatan timpang manakala kelompok pendapatan terendah hanya menikmati kue ekonomi kurang dari 17%. 62

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan perkembangan Gini Ratio pada tabel 5.4 dapat dikemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah belum sepenuhnya mampu memperbaiki ketimpangan pendapatan di Sulawesi Tengah. Hal ini tercermin dari memburuknya angka Gini Ratio Sulawesi Tengah tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 yaitu dari 0,30 menjadi 0,32 (ukuran ketimpangan sedang). Pada tahun 2007, 40% masyarakat Sulawesi Tengah dengan pendapatan terendah menikmati kue ekonomi di atas 17% (20,88%) sehingga ketimpangan tahun 2007 masih relatif rendah. 5.4. KEMISKINAN Persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah tahun 2009 tercatat sebesar 18,98% lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 20,75%, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penduduk miskin nasional sebesar 14,15%. Dilihat berdasarkan lokasinya, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan tahun 2009 mencapai 435,17 ribu jiwa (88,84%), dan penduduk miskin di perkotaan sebanyak 54,67 ribu jiwa (11,16%). Sementara itu indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Pada bulan Maret 2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk perkotaan hanya 1,91 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82. Dari angka ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah daripada di daerah perkotaan. Tabel 5.5. Perkembangan Indikator Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 486,3 527,5 566,1 557,5 524,7 489,94 Kota 70,5 73,2 76,6 67,1 60,93 54,67 Desa 415,8 454,3 489,5 490,4 463,77 435,17 Persentase Penduduk Miskin (%) 21,69 21,8 24,09 22,42 20,75 18,98 Kota 15,33 14,41 15,52 12,86 11,47 10,09 Desa 23,33 23,76 26,37 24,97 23,22 21,35 Indeks Kedalaman Kemiskinan (%) 4,03 4,18 6,49 4,46 4,33 4,09 Kota 3,19 2,26 2,71 2,14 2,22 1,40 Desa 4,73 4,64 7,47 5,08 4,89 4,80 Indeks Keparahan Kemiskinan (%) 1,14 1,2 2 1,38 1,41 1,37 Kota 0,96 0,63 0,72 0,56 0,6 0,31 Desa 1,37 4,18 6,49 1,6 1,63 1,65 Sumber : BPS Sulteng 63

Bab 5. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Dalam upaya penurunan jumlah penduduk miskin, Pemerintah telah melakukan beberapa program antara lain program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), program keluarga harapan, program BOS, program BLT, program Askeskin, penyaluran KUR serta program beras untuk rakyat miskin (Raskin). Pada tahun 2009 ini Pemerintah kembali melanjutkan program Raskin selama 12 bulan melalui penjualan beras 15 kg tiap rumah tangga sasaran (RTS) dengan harga Rp1.600/kg. Berdasarkan data pada Perum Bulog Divre Sulawesi Tengah, untuk tahun 2009 Sulawesi Tengah mendapat alokasi Raskin sebanyak 28.643 ton yang akan didistribusikan kepada 159.126 RTS. Berdasarkan data pada akhir Desember 2009 realisasi penyaluran Raskin telah mencapai 100 %. Berdasarkan data pada akhir Desember 2009, jumlah KUR yang telah disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah mencapai Rp214,24 milyar. Jumlah tersebut meningkat sebesar 43 % dibandingkan posisi akhir Desember 2008. Sementara itu jumlah debitur telah mencapai 26.908 debitur, atau bertambah 10.855 bila dibandingkan posisi akhir tahun 2008. Hingga saat ini baru terdapat 5 bank penyalur KUR untuk seluruh wilayah Sulawesi Tengah yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Dengan adanya penambahan alokasi anggaran dari pemerintah sebesar untuk mendorong KUR sebesar Rp.2 trilyun pada tahun 2010 laju penyaluran KUR akan terus semakin meningkat. Tabel 5.6. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Oleh Perbankan Sulawesi Tengah Sektor Plafond Kredit Debitur Des-08 Des-09 Des-08 Des-09 Pertanian 21.303.775 43.567.055 4.418 7.192 Pertambangan - - - - Perindustrian 2.201.991 8.212.416 605 1.162 Listrik, Gas, Air - - - - Perdagangan Hotel Rest. 84.831.025 143.423.736 8.888 15.855 Angkutan dan Komunikasi 4.975.000 4.960.250 1.190 802 Jasa Dunia Usaha 7.823.768 11.694.100 931 1.851 Jasa Sosial 32.500 362.000 8 9 Lain-lain 63.500 2.024.500 13 37 Total 121.231.559 214.244.057 16.053 26.908 Sumber : Laporan bulanan realisasi KUR 64

Bab 6. Perkembangan Keuangan Daerah BAB 6 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 6.1 Realisasi APBD Sulawesi Tengah Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan triwulan IV 2009 memiliki kinerja yang cukup baik terutama dari sisi pendapatan daerah. Secara keseluruhan realisasi belanja daerah hingga triwulan IV 2009 mencapai Rp972,07 miliar atau 80,68% dari total anggaran belanja daerah tahun 2009 sebesar Rp1.204,84 miliar. Nilai ini masih dibawah realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Tengah yang mencapai Rp1044,22 miliar atau 102,22% dari total anggaran pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp1.021,55 miliar. Bila dibandingkan realisasi belanja daerah dengan realisasi pendapatan daerah mengakibatkan terjadinya surplus pada periode triwulan IV 2009 sebesar Rp251,80 miliar. 6.2 Realisasi Belanja APBD Berdasarkan kinerja belanja APBD, realisasi belanja operasi relatif lebih baik dibandingkan dengan realisasi belanja lainnya. Hingga akhir triwulan IV 2009, realisasi belanja operasi mencapai Rp717,30 miliar atau 91,42% dari anggaran. Sebagian besar belanja operasi ini digunakan untuk belanja pegawai dan belanja barang. Tabel 6.1. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Miliar Rp Uraian Anggaran Tahun 2009 Realisasi sd. Tw IV-2009 Nominal Pangsa (%) Nominal % Realisasi Pangsa (%) Belanja Operasi 785 65,12 717,30 91,42 73,79 Belanja Modal 306 25,43 211,51 69,02 21,76 Belanja Tak Terduga 1 0,08 - - - Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota 113 9,36 43,26 38,35 4,45 Total Belanja Daerah 1.204,84 100,00 972,07 80,68 100,00 Sumber : Biro Keuangan Prov. Sulteng 65

Bab 6. Perkembangan Keuangan Daerah 100,00% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Grafik 6.1 Realisasi Belanja Modal 93,88% 92,35% 94,13% Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Bangunan dan Gedung 56,14% Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 96,27% Belanja Aset Tetap Lainnya Grafik 6.2 Proporsi Realisasi Belanja Modal Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan; 53,09% Belanja Aset Tetap Lainnya; 1,65% Belanja Tanah; 0,25% Belanja Peralatan dan Mesin; 24,83% Belanja Bangunan dan Gedung; 20,19% Sumber : Biro Keuangan Sementara itu realisasi belanja modal masih terbatas yaitu sebesar Rp 211,51 miliar atau 69,02% dari anggaran. Rendahnya daya serap anggaran belanja modal perlu mendapat perhatian lebih dari pemda Sulawesi Tengah. Dalam hal ini Pemda perlu berupaya lebih keras lagi dalam meningkatkan realisasi anggaran belanja modal khususnya belanja jalan, irigasi dan jaringan yang hingga akhir periode triwulan IV 2009 hanya terealisasi sebesar 56,14%. 6.3 Realisasi Pendapatan APBD Dari sisi pendapatan daerah, dana perimbangan masih merupakan sumber utama pendapatan daerah. Pada tahun anggaran 2009, pangsa realisasi dana perimbangan mencapai 72,66% terhadap total realisasi pendapatan daerah. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Tabel 6.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Miliar Rp Anggaran Tahun 2009 Realisasi sd. Tw IV-2009 Uraian % Pangsa Nominal Pangsa (%) Nominal Realisasi (%) PAD 237,74 23,27 266,41 112,06 25,51 Dana perimbangan 742,28 72,66 764,27 102,96 73,19 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 41,53 4,07 13,54 32,60 1,30 Total Pendapatan Daerah 1.021,55 100,00 1044,22 102,22 100,00 Sumber : Biro Keuangan Prov. Sulteng 66

Bab 6. Perkembangan Keuangan Daerah Berdasarkan realisasi anggaran sd Tw IV 2009, dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam) merupakan komponen dengan tingkat realisasi terbesar yakni mencapai 919%, jauh melebih target anggaran yang telah ditetapkan. Sementara berdasarkan proporsi realisasi dana perimbangan, Dana Alokasi Umum merupakan komponen yang memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 82,35%. 1000% 800% 600% Grafik 6.3 Realisasi Pendapatan Transfer/ Dana Perimbangan (sd. Tw IV 2009) 919% Grafik 6.4 Proporsi Realisasi Pendapatan Transfer Dana alokasi khusus; 7,86% Dana bagi hasil pajak; 7,46% Dana bagi hasil bukan pajak (SDA); 2,33% 400% 200% 0% 112% Dana bagi hasil pajak Dana bagi hasil bukan pajak (SDA) Sumber : Biro Keuangan 100% 100% Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Dana alokasi umum; 82,35% Disisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan penyumbang kedua terbesar pendapatan daerah telah terealisasi anggaran sebesar Rp266,41 miliar atau 112,06% dari anggaran tahun 2009 sebesar Rp237,74 miliar. Pada realisasi Pendapatan Asli Daerah, semua komponen pendapatan memiliki tingkat realisasi diatas 100%. 500% 400% 300% 200% 100% 0% Grafik 6.5 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (sd. Tw IV 2009) 102% 102% Pajak daerah Retribusi daerah Sumber : Biro Keuangan 175% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 470% Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 3% Retribusi daerah ; 7% Grafik 6.6 Proporsi Pendapatan Asli Daerah Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah; 10% Pajak daerah; 80% 67