BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

Untuk mewujudkan generasi unggul di masa depan, orang tua perlu :

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

PERBEDAAN KONSEP DIRI ANTARA REMAJA AKHIR YANG MEMPERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITARIAN, PERMISSIVE DAN AUTHORITATIVE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Narkotika Nasional, sebagian besar korban penyalah gunaan narkoba. remaja berusia dibawah 20 tahun. (Rahman, 2008: 71).

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

Suka bolos, berkelahi dengan anak sini dan luar, suka minum-minum, suka merokok, pernah bantah guru

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan fisik yang terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung secara emosi dengan orangtua tetapi mengarah kepada teman sebaya. Selanjutnya, perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan dan cara-cara individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih matang sehingga orangtua mereka yakin untuk memberikan tanggungjawab pada mereka (Steinberg, 2002). Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat

membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan mengklarifikasi nilai-nilai personal (Steinberg, 2002). Kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengaksplorasi sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orangtua secara emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain. 2. Aspek-aspek Kemandirian Steinberg (2002), mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian meliputi : a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy) Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orangtua dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan orangtua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran orangtua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orangtua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orangtua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.

b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy) Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka. c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy) Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Kemandirian remaja tidak terbentuk begitu saja akan tetapi berkembang karena pengaruh dari beberapa faktor. Menurut Hurlock (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian adalah :

a. Pola asuh orangtua Orangtua yang memiliki nilai budaya yang terbaik dalam memperlakukan anaknya adalah dengan cara yang demokratis, karena pola ini orang tua memiliki peran sebagai pembimbing yang memperhatikan setiap aktivitas dan kebutuhan anaknya, terutama sekali yang berhubungan dengan studi dan pergaulan, baik itu dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah. b. Jenis Kelamin Jenis kelamin membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimana perbedaan ini mengunggulkan pria karena pria dituntut untuk berkepribadian maskulin, dominan, agresif dan aktif. Dibandingkan pada anak perempuan yang memiliki ciri kepribadian yang khs yaitu pola kepribadian yang feminis, pasif dan kepatuhan serta ketergantungan. c. Urutan kelahiran dalam keluarga Anak sulung biasanya lebih berorientasi pada orang dewasa, pandai mengendalikan diri, cemas takut gagal dan pasif jika dibandingkan dengan saudaranya, anak tengah lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka memiliki pendirian, sedang anak bungsu adalah anak yang sangat di sayang orangtua. d. Ukuran keluarga Pada setiap keluarga dapat dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah anak lebih dari enam orang, keluarga ukuran sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang dan keluarga kecil dengan jumlah anak satu orang sampai tiga orang anak. Adanya perbedaan ukuran

keluarga ini dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif pada hubungan anak dengan orangtua maupun hubungan anak dengan saudaranya. Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan oleh keluarga yang mempunyai ukuran besar karena dengan keluarga yang besar berarti orangtua harus membagi perhatiannya pada setiap anak degan adil yang terkadang anak sering terabaikan. 4. Perkembangan Kemandirian Remaja Menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa remaja. Dikatakan fundamental karena pencapaian kemandirian pada masa remaja sangat penting sebagai kerangka menjadi individu dewasa. Oleh sebab itu, tuntutan remaja terhadap kemandirian sangat penting (Steinberg, 2002). Selama masa remaja, terjadi pergerakan dari ketergantungan masa kanakkanak menuju kemandirian masa dewasa. Perkembangan aspek-aspek kemandirian yang meliputi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat remaja mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan remaja mengambangkan kemandirian perilaku. Perkembangan kemandirian emosional dan perilaku menjadi dasar bagi perkembangan nilai (Steinberg, 2002). Kemandirian nilai pada remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia antara 18 sampai dengan 21 tahun. Sedangkan kemandirian emosional dan

perilaku berlangsung selama masa remaja awal dan pertengahan. Idealnya setelah kemandirian emosional dan kemandirian perilaku berkembang dengan baik (Steinberg, 2002). B. POLA ASUH PERMISIF 1. Definisi Pola Asuh Permisif Menurut Baumrind (dalam Maccoby, 1982) pola asuh adalah interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap sebagai pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara emosional, sosial dan intelektual. Sebuah kegiatan yang selalu terjadi di dalam kehidupan manusia dengan proses kompleks yang melibatkan kegiatan kelahiran, melindungi anak, merawat anak serta membimbing anak (Colbert. 1997). Baumrind membagi pola asuh dalam tiga tipe yaitu otoriter, otoritatif dan permisif lalu Maccoby dan Martin menambahkan satu pola asuh yaitu uninvolved (Berk, 2000). Menurut Baumrind (dalam Berk, 2000) pola asuh permisif adalah cara membesarkan anak dengan menuruti permintaan anak tetapi tidak membuat banyak tuntutan atau menerapkan kontrol. Orangtua permisif membiarkan anakanak untuk membuat banyak keputusan sendiri pada usia ketika mereka belum mampu melakukannya. Orangtua terlibat dengan anak tetapi tidak menetapkan aturan-aturan yang jelas atau larangan agar anak dapat bertanggung jawab dan

menghormati orang lain. Mereka bisa makan dan pergi tidur atau menonton televisi sebanyak yang mereka inginkan ketika mereka merasa ingin melakukannya. Orangtua permisif benar-benar percaya bahwa pendekatan ini adalah yang terbaik, banyak orang lain kurang percaya diri dengan kemampuan mereka untuk mendidik anak mereka yang tidak teratur. Anak dengan pola asuh permisif sulit mengontrol diri mereka, tidak mandiri, tidak taat dan memberontak ketika diminta untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan mereka. Mereka juga terlalu menuntut dan tergantung pada orang dewasa dan mereka menunjukkan kurang mampu menyelesaikan tugas di sekolah. Pada masa remaja, remaja akan memiliki kontrol diri yang buruk. Remaja dengan pola asuh permisif kurang terlibat dalam pembelajaran sekolah dan sering menggunakan obat-obatan (Berk, 2000). 2. Dimensi Pola Asuh Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) mengemukakan dua dimensi pola asuh yaitu: a. Emosional Dimensi emosional adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan sikap hangat dari orangtua pada anaknya. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi akan terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kesejahteraan anak. Sedangkan orangtua dengan kehangatan yang rendah akan menunjukkan perilaku menolak pada anak atau tidak mau terlibat dengan anak-anak mereka dan lebih fokus pada kebutuhan mereka sendiri.

b. Kontrol Dimensi kontrol adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan adanya suatu tuntutan dari orangtua terhadap anak untuk membatasi perilaku anak atau memberi kebebasan terhadap anak. Orangtua dengan kontrol yang tinggi akan memiliki suatu tuntutan terhadap anak dan membatasi secara jelas perilaku anak. Sedangkan orangtua dengan kontrol yang rendah tidak memiliki tuntutan dan memberi kebebasan terhadap perilaku anak. Dari kedua dimensi pola asuh, maka terbagilah empat tipe pola asuh seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Penggolongan Pola Asuh berdasarkan Dimensi Pola Asuh Emosional Hangat, Responsif Menolak, Tidak responsif Kontrol Membatasi, menuntut Permisif, tidak menuntut Authoritative Permissive Authoritarian Uninvolved

3. Dimensi Pola Asuh Permisif Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) menjelaskan rincian dua dimensi pola asuh pada pola asuh permisif yaitu: a. Emosional Dimensi emosional adalah dimensi yang menunjukkan sikap hangat yang diberikan orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan sikap hangat yang tinggi terhadap anak. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi akan terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kebutuhan anak. b. Kontrol Dimensi kontrol adalah dimensi yang menunjukkan ada atau tidak tuntutan orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan tuntutan yang rendah terhadap anak. Orangtua tidak memiliki tuntutan dan serba memperbolehkan permintaan anak C. REMAJA 1. Definisi Remaja Remaja atau adolescence berasal dari kata Adolescere (kata benda dari Adolescentia) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosi, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Hal ini dikuatkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980) bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa lagi di bawah tingkat orangtua yang lebih tua, melainkan berada pada tingkat yang

kurang lebih sama, berhubungan dengan masa puber, perubahan intelektual yang mencolok, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja dalam mencapai integrasi dalam hubungan sosial. Santrock (2003) mendefinisikan masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), remaja digolongkan dalam tiga tahap, yaitu remaja awal dalam rentang usia 12-14 tahun, remaja tengah dalam rentang usia 15-17 tahun dan remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana anak mengalami masa perubahan fisik dan psikis untuk terbentuknya suatu kepribadian yang berbeda dari sebelumnya yang dapat memenuhi kebutuhan dalam dirinya. Masa remaja dimulai dari usia 12-21 tahun. 2. Ciri ciri Remaja Menurut Hurlock (1980) ada beberapa ciri remaja, yaitu: a. Emosi yang tidak stabil b. Masa perubahan fisik c. Mencari identitas d. Berada pada ambang masa dewasa e. Terjadinya perubahan terhadap minat dan perilaku remaja

3. Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan. b. Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karier ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. D. POLA ASUH PERMISIF DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA Remaja yang mandiri adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab meskipun tidak ada pengawasan dari orangtuanya (Steinberg, 2002). Kemandirian adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja dan merupakan bagian dari tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya sebagai persiapan untuk memasuki masa dewasa. Perkembangan kemandirian yang menonjol terjadi selama masa remaja, perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial terjadi pada periode ini (Steinberg, 2002). Oleh sebab itu, kemandirian remaja dipandang sebagai sesuatu yang

mendasar dan patut mendapat perhatian agar mereka dengan mantap dapat memasuki dunianya yang baru, yaitu masa dewasa tanpa mengalami hambatan. Kemandirian yang menjadi tugas perkembangan pada masa remaja dipengaruhi beberapa faktor eksternal yang dimulai dari lingkungan keluarga melalui pola pengasuhan orangtua sehari-hari, kondisi pekerjaan orangtua, tingkat pendidikan orangtua, dan banyaknya anggota keluarga (Steinberg, 2002). Baumrind (dalam Santrock, 2003) mengatakan pola asuh permisif merupakan pola perlakuan orangtua terhadap anaknya dengan memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat. Orangtua yang permisif akan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginan anaknya. Ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga, orangtua yang permisif jarang menghukum anakanaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang melanggar suatu peraturan tersebut. Orangtua yang seperti demikian umumnya membiarkan anaknya terutama anak remajanya untuk menentukan tingkahlakunya sendiri, mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orangtua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anak remajanya. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003), remaja yang berada dalam pengasuhan orangtua yang permisif tidak mandiri. Mereka sulit mengendalikan diri, tidak patuh, dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaatnya. Mereka juga terlalu menuntut, sangat tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam mengerjakan

tugas-tugas, tidak tekun dalam belajar di sekolah. Tingkah laku sosial remaja ini kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkahlaku agresif, pengendalian dirinya amat jelek, dan tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung jawab (Santrock, 2003).