BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. Pada Bab V ini, peneliti akan melakukan diskusi hasil penelitian. Diskusi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. membuktikan matematika siswa sekolah menengah. Nana Syaodih

BAB I PENDAHULAN. formal dan logis yang dimulai dengan aksioma dan bergerak maju melalui. langkah-langkah logis sampai pada suatu kesimpulan.

Bangun yang memiliki sifat-sifat tersebut disebut...

TABEL ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI DESAIN DIDAKTIS AWAL

Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D. Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember

PENJABARAN KISI-KISI UJIAN NASIONAL BERDASARKAN PERMENDIKNAS NOMOR 75 TAHUN SKL Kemampuan yang diuji Alternatif Indikator SKL

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

Tahap kedua pada teori Gray-Tall adalah tahap proses. Pada tahap proses terdapat tiga indikator mengkonstruk bukti geometri

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP van Hiele) dimensi tiga. : 6.1. Menentukan kedudukan titik, garis dan bidang dalam. ruang dimensi tiga.

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI BANGUN RUANG SISI DATAR BERDASARKAN LEVEL BERPIKIR GEOMETRI VAN HIELE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

A.2 TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN AWAL)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

ANALISIS KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA PADA MATERI GEOMETRI DI MTs NEGERI 3 KARAWANG

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkup persekolahan. Suherman mendefinisikan pembelajaran adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORI. kognitif logis antara pernyataan-pernyataan matematika. Di dalam ilmu

TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN REVISI)

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

TEKNIK BUKTI: I Drs. C. Jacob, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran matematika di perguruan tinggi membutuhkan

BAB II TABUNG, KERUCUT, DAN BOLA. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

KI dan KD Matematika SMP/MTs

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB III METODE PENELITIAN. penalaran adaptif siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi

SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II MASALAH MATEMATIKA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tes penelitian dilaksanakan pada hari rabu tanggal 5 juni 2013 di kelas VIII F.

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

Modul 1. Geometri Datar. 1.1 Perkembangan Geometri

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu bersaing untuk menghadapi tantangan yang begitu kompleks. Upaya yang

ANALISIS PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

PROGRAM TAHUNAN. Sekolah : MTs... Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas / Semester : VII / 1 dan 2 Tahun pelajaran : Target Nilai Portah : 55

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting yaitu sebagai proses untuk

Alamat Korespondensi : 1) Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan,

KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF. : SMP Pasundan 4 Bandung

Oleh : OKTIK VIKA SARI A

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG)

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

PROGRAM TAHUNAN MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

1.6 RULES OF INFERENCE

BAB I PENDAHULUAN. Matematika, menurut Ruseffendi adalah bahasa simbol; ilmu deduktif

13. Menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika atau bidang lain yang penyelesaiannya menggunakan konsep aritmetika sosial dan perbandingan.

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB II KAJIAN TEORI. diungkapkan kembali oleh siswa. 1. siswa adalah kemampuan yang ada pada diri siswa untuk menerima,

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dibangun rumah, 3. Urutan naik dari pecahan 15%, 0,3, dan 4 a. 0,3 ; 15% ; 4

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

PAKET 1 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs

BAB V PEMBAHASAN. verifikasi atau pengecekan data diperoleh jenis-jenis kesalahan yang. prisma dan limas beserta penyebabnya adalah sebagai berikut.

Profil kesulitan siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal fisika materi cahaya ditinjau dari gaya belajar di SMPN 2 Wungu

ANALISIS KEMAMPUAN REASONING MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA IAIN AMBON DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI

Lokakarya School Community Tahun 2014 PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

STUDI PENALARAN DEDUKTIF MAHASISWA PGMI STAIN PURWOKERTO DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA. Mutijah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Untuk itu, pemerintah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMP dan MTs Mata Pelajaran : Matematika Kelas : VIII (Delapan) Semester : 2 (Dua)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP-1)

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN Pada Bab V ini, peneliti akan melakukan diskusi hasil penelitian. Diskusi hasil penelitian berdasarkan deskripsi data (1) Struktur argumentasi matematika siswa sekolah menengah, (2) Kemampuan mengkonstruksi bukti siswa sekolah menengah. A. Struktur Argumentasi Matematika Berdasarkan analisis dan triangulasi data struktur argumentasi matematika pada bab IV, dapat dijelaskan bahwa subjek DRC, MQA, ARA, GM, DRA dan Subjek EAF masing-masing membuktikan masalah matematika 1, 2, 3, dan 4. Masih banyak ditemukan pembuktian yang tidak sah, dan tidak membentuk sebuah bukti yang deduktif. Namun, yang akan dibahas dalam penelititian ini adalah bagaimana struktur argumen siswa. Total dari 24 masalah yang dibuktikan, terdapat 15 argumentasi deduktif, 7 argumentasi abduktif, 1 argumentasi induktif, dan 1 tidak dapat ditentukan argumentasinya. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5.1 Distribusi Struktur Argumentasi Matematika Siswa Sekolah Menengah No Kode Struktur Argumentasi Subjek Masalah 1 Masalah 2 Masalah 3 Masalah 4 1 S 1 D A A D 2 S 2 D A D D 3 S 3 A T D D 4 S 4 D D A D 5 S 5 D A I D 6 S 6 D A D D 95

96 Argumentasi yang disusun oleh siswa cenderung deduktif, karena dari keseluruhan terdapat 62.5% pembuktian dengan menggunakan argumentasi deduktif. Berdasarkan deskripsi hasil pembuktian siswa pada bab 4, dapat dilihat siswa menyusun pembuktian dengan pola Jika P, maka Q. Siswa menggunakan pernyataan premis P sebagai suatu informasi (claim) dalam menunjukkan suatu kebenaran konsekuen Q. Pola ini memicu siswa untuk berargumentasi secara deduktif. Terdapat pula beberapa siswa membuktikan dengan perbandingan rumus untuk menunjukkan perbandingan volume kedua bangun. Melalui cara ini siswa akan mencari tahu hal-hal yang menjadi fakta dan aturan/rumus matematika yang sesuai, setelah itu mereka malakukan perbandingan rumus meskipun masih terdapat kesalahan dalam membuat persamaan matematikanya. Argumentasi seperti ini termasuk dalam argumentasi deduktif. Selain itu, beberapa siswa membuktikan dengan mencari unsur-unsur yang diperlukan untuk membuktikan melalui aplikasi rumus Pythagoras. Dalam hal ini, siswa harus mengetahui berapa pangjang sisi kubus sebagai claim dalam menyusun argumentasi deduktif. Struktur argumentasi abduktif pada urutan kedua dengan prosentase 29,17%. Ini berarti hampir sepertiga dari hasil pembuktian siswa menggunakan argumentasi abduktif. Pada siswa yang menggunakan argumentasi abduktif, mereka kesulitan dalam mengungkapkan argumentasi secara terstruktur. Mereka mencoba membuat sebuah alur argumentasi sendiri yang menurutnya lebih mudah dikuasai. Pada hasil pembuktian abduktif dapat dilihat bahwa siswa

97 mencoba menggali informasi dari beberapa fakta dan aturan kemudian mendapatkan suatu kondisi yang seharusnya terjadi. Seringkali mereka terburuburu untuk menunjukkan apa yang menjadi bukti tanpa memperhatikan aturan atau fakta-fakta lain yang diperlukan untuk mengantarkan pada bukti yang dicari tersebut. Dengan demikian argumentasi abduktif dapat dijadikan alternatif dalam membuktikan. Pada deskripsi pembuktian, ditemukan siswa membuktikan dengan menunjukkan fakta kesamaan sisi sebagai akibat dari kekongruenan dua segitiga. Meskipun pembuktian ini tidak sah, namun argumentasi yang dibangun menunjukkan bahwa siswa tersebut menggunakan argumentasi abduktif. Sebagian siswa membuktikan dengan cara menunjukkan fakta yang ada dalam soal dan sifat-sifat bangun yang akan ditunjukkan kongruensinya sebagai aturan/warrant. Setelah itu, siswa tersebut menyusun pernyataan baru yang menjadi konsekuensi dari sifat-sifat kedua bangun segitiga tersebut. Argumentasi secamam ini termasuk dalam argumentasi abduktif. Selain itu, ada siswa yang membuktikan dengan cara perbandingan rumus volume. Namun, dalam hal ini siswa tersebut mengalami kesalahan dalam menuyusun aturan/rumus volume prisma tegak segitiga. Siswa tersebut menganggap tinggi alas segitiga dan tinggi prisma sama. Sebagai konsekuensinya ditunjukkan bahwa volume limas sepertiga dari volume prisma. Dia menyimbolkan tinggi segitiga dan tinggi prisma dengan huruf T. Meskipun kasimpulan yang didapatkan tidak tepat, namun perlu mendapatkan apresiasi dalam menyusun argumentasi untuk membuktikan. Argumentasi ini termasuk dalam struktur argumentasi abduktif.

98 Kemudian berikutnya struktur argumentasi induktif dan tidak dapat ditentukan argumentasinya masing-masing sebesar 4,17%. Argumentasi induktif kurang bisa diterapkan dalam pembuktian yang dilakukan oleh siswa karena mereka tidak berinisiatif membentuk gabungan bangun-bangun geometri menjadi sebuah bangun baru. Ini terbukti hanya 1 pembuktian siswa yang menggunakan generalisasi induktif (dapat dilihat dalam pada bab 4). Dari pembuktian siswa tersebut didapati siswa tersebut menunjukkan sebuah bangun prisma tegak segitiga yang dilengkapi dengan diagonal sisinya. Kemudian dia membuat gambar irisan prisma tersebut hingga menjadi tiga bangun yang sama besar volumenya. Ini termasuk dalam argumentasi induktif. Ditemukan pula 1 jawaban tanpa argumentasi. Dengan demikian pembuktian tersebut tidak dapat diselesaikan. B. Kemampuan Mengkonstruksi bukti Matematika Berdasarkan analisis dan triangulasi data kemampuan mengkonstruksi bukti matematika pada bab IV, dapat dijelaskan bahwa subjek DRC, MQA, ARA, GM, DRA dan Subjek EAF masing-masing malakukan kegiatan mengkonstruksi bukti matematika. Keterangan lebih lajut dapat dipaparkan dalam bentuk Tabel 5.2 berikut.

99 Tabel 5.2 Kemampuan Mengkonstruksi bukti Matematika Siswa Sekolah Menengah Kode Kemampuan Mengkonstruksi bukti Matematika No Subjek Masalah 1 Masalah 2 Masalah 3 Masalah 4 1 S 1 T C T T 2 S 2 BS B T B 3 S 3 T T T B 4 S 4 B T B T 5 S 5 B T T B 6 S 6 T T T T Pada penelitian ini didapatkan siswa cenderung tidak mampu mengkonstruksi bukti matematika. Dari keseluruhan kegiatan mengkonstruksi bukti matematika, siswa yang dapat mengkonstruksi bukti dengan kriteria baik sekali (BS) sebesar 4,17%. Dari 24 pembuktian, terdapat 1 bukti yang dibaca dengan kriteria Baik Sekali (BS). Siswa yang mengkonstruksi bukti dengan baik sekali ini mampu mengungkapkan keseluruhan dari indikator kemampuan mengkonstruksi bukti matematika. Bukti matematika yang dibaca dengan kriteria Baik (B) sebanyak 7 bukti atau sebesar 29,17% dari keseluruhan bukti. Prosentase ini hampir mendekati sepertiga dari seluruh pembuktian. Siswa yang mengkonstruksi bukti dengan criteria Baik mampu menunjukkaan ketiga indikator utama kemampuan mengkonstruksi bukti dan salah satu indikator tambahanya. Terkadang siswa tidak mampu membuat konjektur, dan ada pula yang tidak mampu menunjukkan kaidah inferensi. Terdapat 1 bukti yang dibaca dengan kriteria Cukup (C) atau sebesar 4,17%. Pada kasus pembacaan bukti dengan criteria ini siswa hanya mampu menunjukkan indikator utama saja. Sedangkan

100 indikator tambahannya tidak dapat ditunjukkan dengan tepat baik secara lisan maupun secara tertulis. Sebanyak 15 bukti matematika yang tidak mampu dibaca atau sebesar 62.5% dari keseluruhan bukti. Ini terjadi karena siswa mengkonstruksi bukti matematika secara tidak lengkap. Khususnya indikator utama tidak disebutkan. Ada yang tidak mampu memnunjukkan apa yang menjadi fakta, ada juga yang tidak memahami apa yang menjadi kesilmpulan pembuktian tersebut dan ada pula yang tidak menunjukkan aturan/warrant yang tepat baik secara lisan atau tertulis. Meskipun ada juga yang mampu menunjukkan empat dari lima indikator secara tepat akan tetapi dia menunjukkan indikator utama, maka siswa tersebut dapat dikatakan tidak mampu mengkonstruksi bukti matematika. Dengan prosentase terbesar, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah belum mampu mengkonstruksi bukti secara tepat. C. Diskusi Setelah menjalani rangkaian penelitian di dua sekolah negeri di Sidoarjo, terdapat beberap hal yang perlu diperhatikan. Siswa sekolah menengah memang sudah dapat berpikir formal berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Piget. Namun, pada penelitian ini ditemukan bahwa siswa seringkali kesulitan dalam membuat ilustrasi dalam gambar. Selain itu, berdasarkan pengamatan oleh peneliti, siswa pada saat mengerjakan soal uraian masih terdapat kesulitan pada saat menyimbolkan.

101 Model analisis argumentasi yang dikembangkan oleh Toulmin sangat berperan dalam proses memperoleh data. Tetapi, ada beberapa hal yang menjadi kan hambatan dalam memperoleh data. Mereka terbiasa dengan menghitung langsung dengan angka. Penguasaan terhadap teorema-teorema geometri juga perlu mendapatkan sorotan. Mereka belum memahami secara detil mengenai aksioma, lemma, postulat maupun teorema pada materi Geometri. Mereka sudah terbiasa dengan menggunakan rumus jadi dalam menganalisis permasalahan matematika. Padahal, dalam hal pembuktian ini sangat diperlukan pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan rumus tersebut. Oleh karena itu, mereka sering kali gagal dalam mengkonstruksi bukti secara deduktif.