ANALISIS DAYA SAING KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PAKAIAN JADI INDONESIA TAHUN Oleh: GUNTUR PRAHARA H

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAYA SAING KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PAKAIAN JADI INDONESIA TAHUN Oleh: GUNTUR PRAHARA H

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

PERAN KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN SUMATERA TENGAH TERHADAP EKONOMI REGIONAL PROPINSI SUMATERA SELATAN. Oleh: MUHAMMAD DEDY NIM.

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

OLEH AJID HAJIJI H

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN INDUSTRI DAN PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses

Herdiansyah Eka Putra B

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR PRODUK ALAS KAKI INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT PERIODE OLEH UKKE HENTRESNA LESTARI H

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

Transkripsi:

ANALISIS DAYA SAING KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PAKAIAN JADI INDONESIA TAHUN 2000 2006 Oleh: GUNTUR PRAHARA H14084021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN GUNTUR PRAHARA. Analisis Daya Saing Komparatif dan Kompetitif Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000-2006 (dibimbing oleh WIDYASTUTIK). Pakaian jadi/clothing/garment adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tekstil, berbagai jenis pakaian yang siap pakai (ready to wear) dalam berbagai ukuran standar, antara lain: pakaian pria dan wanita (dewasa dan anak-anak), pakaian pelindung (mantel, jaket, sweater), pakaian seragam, pakaian olah raga, dan lain-lain. Komoditi pakaian jadi merupakan hasil industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total ekspor industri hasil pengolahan dari tahun ke tahun. Nilai dan volume ekspor pakaian jadi Indonesia telah terjadi peningkatan yang cukup tajam dari tahun ke tahun. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian masyarakat Indonesia cenderung memilih produk pakaian jadi khususnya yang bermerk dari luar negeri daripada produk dan merk dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya kebergantungan pada pakaian jadi impor. Pada tahun 2001, nilai resmi impor pakaian jadi menurut Asosiasi Perteksilan Indonesia (API) adalah 17 juta dolar AS, dan angka ini meningkat menjadi 53 juta dolar AS di tahun 2005 Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia? 2)Bagaimana konsentrasi pasar pakaian jadi Indonesia? 3). Bagaimana keunggulan komparatif komoditi pakaian jadi Indonesia pada pasar internasional (dunia)? 4).Bagaimana keunggulan kompetitif industri pakaian jadi di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia, 2) Menganalisis kosentrasi pasar ekspor pakaian jadi Indonesia, 3) Menganalisis keunggulan komparatif komoditi pakaian jadi Indonesia, 4) Menganalisis keunggulan kompetitif industri pakaian jadi di Indonesia dengan menggunakan Porter s Diamond. Hasil perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan pada periode tahun 2000 2006 berkisar pada angka 0,9739 0,9860. Angka ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, komoditi pakaian jadi Indonesia memiliki nilai ekspor yang sangat jauh melebihi nilai impor komoditi yang sama. Selama kurun waktu 2000 2006 nilai Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) pakaian jadi Indonesia berkisar pada nilai 51,19 sampai 63,70. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pakaian jadi Indonesia mulai mempunyai kecenderungan mengarah pada salah satu atau beberapa negara tujuan ekspor saja. Kondisi ini jelas sangat tidak menguntungkan, karena jika pangsa pasar tersebut mengalami gangguan, secara tidak langsung sebagian besar ekspor pakaian jadi Indonesia juga akan terganggu. Dilihat dari nilai RCA, komoditi pakaian jadi Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan dengan rata-rata dunia. Namun angka RCA

tersebut cenderung menurun walaupun masih lebih besar dari satu. Hal tersebut disebabkan oleh makin menurunnya share ekspor pakaian jadi terhadap total ekspor Indonesia. Tiap komponen daya saing industri pakaian jadi memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan industri pakaian jadi yang dapat menyebabkan daya saing industri pakaian jadi tinggi tersebut seperti faktor struktur, persaingan dan strategi perusahaan, faktor permintaan, faktor kesempatan, dan faktor pemerintah. Tetapi faktor sumber daya serta faktor industri terkait dan pendukung banyak memiliki kelemahan. Keterkaitan antar faktor tidak terjalin sempurna sehingga menyebabkan faktor keunggulan industri pakaian jadi tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk mendukung faktor daya saing yang lemah. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya saing industri pakaian jadi Indonesia masih rendah. Berdasarkan analisis di atas, dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Dalam kurun waktu 2000-2006, komoditi pakaian jadi Indonesia memiliki nilai ekspor yang sangat jauh melebihi nilai impornya. 2) Ekspor pakaian jadi Indonesia mulai mempunyai kecenderungan mengarah pada salah satu atau beberapa negara tujuan ekspor saja. Kondisi ini jelas sangat tidak menguntungkan, karena dengan demikian ekspor komoditi pakaian jadi Indonesia mulai tergantung pada salah satu atau beberapa pangsa pasar saja. 3) Komoditi pakaian jadi Indoensia memiliki daya saing komparatif yang cukup kuat namun cenderung terjadi penurunan setiap tahunnya. 4) Daya saing kompetitif industri pakaian jadi Indonesia masih rendah. Adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1). Pemerintah dan para pelaku ekspor pakaian jadi Indonesia perlu mempertimbangakan untuk mencari dan memperluas negara tujuan eskpor pakaian jadi, sehingga pangsa pasar pakaian jadi tidak mengarah pada beberapa pangsa pasar saja. 2). Perlu adanya upaya peningkatan keunggulan kompetitif industri pakaian jadi nasional supaya industri ini bisa bersaing di pasar internasional. 3). Perlu kerja sama antara lembaga penelitian terkait dan pemerintah sebagai fasilitator untuk mengembangkan bahan baku industri pakaian jadi khususnya kapas. 4). Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan lembaga penelitian khususnya yang bergerak dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk bisa mengembangkan teknologi yang lebih modern sehingga industri pakaian jadi dapat meningkatkan daya saingnya. 5). Perlu adanya usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas pekerja seperti adanya pelatihan-pelatihan khusus bagi para tenaga kerja sehingga akan dicapai hasil yang lebih maksimal. 6).Pemerintah, lembaga penelitian, dan pelaku usaha pakaian jadi khususnya perusahaan besar dan sedang perlu memikirkan energi alternatif untuk menggerakkan mesin produksi.

ANALISIS DAYA SAING KOMPETITIF DAN KOMPARATIF PAKAIAN JADI INDONESIA TAHUN 2000 2006 Oleh: GUNTUR PRAHARA H14084021 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Guntur Prahara NRP : H14084021 Departemen : Ilmu Ekonomi Judul : Analisis Daya Saing Komparatif dan Kompetitif Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2006 Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Widyastutik, MSi NIP. 132 311 725 Mengetahui, Ketua Departemen Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal lulus:

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 Guntur Prahara H14084021

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Guntur Prahara lahir di Gombong kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 15 Juli 1975. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Christian Cipto Waluyo dan Rumilah Harjosumarto. Pada tahun 1982 penulis terdaftar sebagai siswa SDN 01 Karanganyar kabupaten Kebumen dan tamat pada tahun 1988. Setelah tamat dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SMP N 1 Karanganyar kabupaten Kebumen. Pada tahun 1991 penulis meneruskan pendidikannya ke SMU Gombong kabupaten Kebumen. Setelah tamat SMU pada tahun 1997, penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta. Pendidikan tersebut dijalani selama tiga tahun. Selesai kuliah di AIS, penulis bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. Setelah bekerja kurang lebih 2 tahun, pada tahun 1999, penulis memperoleh kesempatan tugas belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta. Pendidikan tersebut diselesaikan pada tahun 2000. Selesai menempuh pendidikan, penulis bekerja kembali di Badan Pusat Statistik kabupaten Kapuas Hulu di provinsi Kalimantan Barat. Dan pada tahun 2008, penulis diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi penerimaan tugas belajar program S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

KATA PENGANTAR Puji Syukur pada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih dan anugerah- Nya yang dinyatakan bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Daya Saing Komparatif dan Kompetitif Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2006. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan wawasan bagi pembaca sekalian. Bogor, September 2008 Guntur Prahara H14084021

UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur kepada Allah Bapa di Surga atas kasih dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Dr. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik yang telah membuka kesempatan bagi pegawai BPS untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program tugas belajar pasca sarjana. 2. Drs. Nyoto Widodo, ME, Kepala BPS Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengijinkan saya mengikuti seleksi tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Satwiko Darmesto, Kepala Pusdiklat BPS. Terima kasih untuk waktu dan pelayanan dari semua pihak di Pusdiklat. 4. D.S. Priyarsono, sebagai Koodinator Mayor Ilmu Ekonomi yang telah memberikan yang terbaik, supaya kami dapat lebih maksimal ketika menempuh program S2 yang sebenarnya. 5. Widyastutik, MSi, sebagai dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk semua bimbingannya. 6. Bapak Parulian, Pak Alla, Mas Toni, Pak Firdaus, Mbak Henny, Mbak Widyastutik, Pak Syamsul, Ibu Rina, Pak Hakim, Ibu Tanti, Pak Fahmi, Ibu Wiwiek, Mbak Fifi, Mas Findi dan staf sekretariat Ilmu Ekonomi yang telah berjerih lelah dan berkomitmen tinggi untuk meluangkan waktu berdiskusi supaya kami menjadi manusia yang lebih berkualitas. Terima kasih untuk kerjasama dan pengetahuan barunya. 7. Isteri, anakku yang pertama, dan anakku yang akan lahir sekitar akhir bulan Oktober 2008 yang sangat kusayangi. Terimakasih untuk segala sesuatu yang yang membuat hidup ini lebih bergairah, khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan dukungan luar biasa. 9. Mas Mukti, Mas Deddy, Mas Parno terimakasih untuk segala bantuan, persahabatan, semangat, dan doanya. Kalian teman-teman terbaik yang kumiliki. 10. Teman-teman seperjuangan penulis dari Badan Pusat Statistik di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Terima kasih untuk persaudaraan dan kekompakan yang terjalin. 11. Semua pihak yang belum penulis sebutkan dan punya andil besar dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.

x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DARTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xii xiv xv I. II. PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Perumusan Masalah... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Kegunaan Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 2.1. Tinjauan Teori-Teori... 2.1.1. Perdagangan Internasional... 2.1.2. Teori Keunggulan Komparatif... 2.1.3. Keunggulan Kompetitif... 2.2. Penelitian Terdahulu... 2.3. Kerangka Pemikiran... 1 1 5 6 7 8 8 8 11 13 17 18 III. IV. V. METODE PENELITIAN... 3.1. Jenis dan Sumber Data... 3.2. Metode Analisis... 3.2.1. Indeks Spesialisasi Perdagangan... 3.2.2. Indek Konsentrasi Pasar (IKP)... 3.2.3. Revealed Comparative Advantage (RCA)... 3.2.4. Porter s Diamond Theory... GAMBARAN UMUM INDUSTRI PAKAIAN JADI... 4.1. Sejarah Pertekstilan Indonesia... 4.2. Produksi Pakaian Jadi... 4.3. Gambaran Umum Industri Pakaian Jadi Indonesia... HASIL DAN PEMBAHASAN... 5.1. Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan... 22 22 22 22 24 25 27 29 29 31 34 37 37

xi 5.2. Analisis Indeks Konsentrasi Pasar (IKP)... 5.3. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)... 5.4. Analisis Daya Saing Dengan Pendekatan The National Diamond System... 5.4.1. Analisis Komponen Porter s Diamond... 5.4.2. Kelemahan dan Keunggulan Komponen Porter s Diamond... 5.4.3. Keterkaitan Antar Komponen Porter s Diamond... VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan... 6.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 38 40 42 42 64 66 70 70 71 73 75

xii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Kontribusi Total Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Tahun 2000 2006... 1 1.2. 1.3. 1.4. 5.1. 5.2 5.3 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8. 5.9. Kontribusi Komoditas Non Migas dan Migas Terhadap Total Ekspor Tahun 2000 2006... Persentase Nilai Ekspor Non Migas Menurut Golongan Tahun 2000 2006...... Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan Besar dan Sedang Komoditi Tekstil dan Pakaian Jadi Tahun 2000 2004 (Ribuan Orang)... Perkembangan Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2006... Perkembangan Berat Bersih dan Nilai Ekspor Pakaian Jadi Indonesia serta Kurs Ekspor Tertimbang Tahun 2000 2006... Persentase Nilai Ekspor Pakaian Jadi Menurut Negara Tujuan dan Nilai Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) Indonesia Tahun 2000 2006... Perkembangan Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2006... Perkembangan Persentase Bahan Baku Impor yang Digunakan Industri Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2005... Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan Besar Sedang komoditi Tekstil dan Pakaian Jadi Tahun 2000-2004 (Ribuan Orang). Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan Besar dan Sedang komoditi Pakaian Jadi Tahun 2000-2005 (Juta Rupiah / TK)... Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan dan Tingkat Kewenangan Tahun 2001 2005... Perkembangan Persentase Nilai Produksi Untuk Konsumsi Dalam Negeri dari Industri Pakaian Jadi Tahun 2000 2005... 3 4 35 37 38 40 41 43 45 46 49 50

xiii 5.10. 5.11. 5.12 Perkembangan Persentase Nilai Produksi yang di Ekspor dari Industri Pakaian Jadi Tahun 2000-2005 Konsentrasi Rasio Komoditi Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2000 2005... Perkembangan Persentase Realisasi Produksi terhadap Kapasitas Terpasang Industri Pakaian Jadi Tahun 2000-2005... 51 58 63

xiv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. 2.2. 2.3. 4.1. 5.1. 5.2 Kurva Perdagangan Internasional... The Diamond of Competitive Advantage... Alur Kerangka Pemikiran. Sebaran Produsen Pakaian Jadi di Indonesia Menurut Daerah... Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter s Diamond... Keterkaitan Antar Komponen Porter s Diamond... 10 13 21 36 65 69

xv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perkembangan Kontribusi Total Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Tahun 1990 2006... 75 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Konstribusi Komoditas Non Migas dan Migas Terhadap Total Ekspor Tahun 1990 2006... Perkembangan Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Tahun 1991 2006 (Juta Dollar AS)... Perkembangan Nilai Ekspor Hasil Industri Indonesia (000 000 US$) Tahun 1994 2006... Perkembangan Nilai Ekspor Pakaian Jadi Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2000 2006 (Juta Dolar AS)... Kode Industri... Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan Industri Besar dan Sedang Tahun 2000 2004 (Ribu Orang)... Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan Industri Besar dan Sedang Tahun 2000 2004 (Juta Rupiah / TK)... Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan dan Tingkat Kewenangan Tahun 2001 2005... 76 77 78 79 80 81 82 83

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar sukarela, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan (Dumairy, 1997). Dalam era globalisasi saat ini tidak ada satu negara pun di muka bumi yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri. Perekonomian setiap negara praktis sudah terbuka dan terjalin dengan dunia internasional. Begitu juga Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem ekonomi terbuka. Sifat keterbukaan ini dapat dicerminkan dari peranan atau sumbangan total nilai ekspor yang melebihi 10 persen dari produk nasional atau pendapatan nasional (Djojohadikusumo, 1990). Tabel 1.1. Kontribusi Total Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Tahun 2000 2006 Tahun Total Ekspor (Juta Dollar AS) Pendapatan Nasional (Juta Dollar AS) Kontribusi (persen) (1) (2) (3) (4) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 62.124,0 56.320,9 57.158,8 61.058,2 71.584,6 85.660,0 100.798,6 160.342 160.810 194.503 234.692 256.681 288.367 369.422 *) 38,74 35,02 29,39 26,02 27,89 29,70 27,28 Catatan : *) Angka sementara Sumber : BPS, 2008 (Diolah)

2 Pada tahun 2000, total ekspor Indonesia berhasil memberikan kontribusi sebesar 38,74 persen terhadap total pendapatan nasional. Pada tahun berikutnya, total ekspor Indonesia mengalami penurunan yang cukup mencolok yaitu sekitar 9,34 persen. Penurunan nilai ekspor tersebut salah satu penyebabnya adalah karena kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM pada tahun 2001 menyebabkan biaya produksi naik sehingga produksi turun dan selanjutnya ekspor turun. Tahun berikutnya, nilai ekspor Indonesia mengalami sedikit sekali peningkatan yaitu sebesar 1,49 persen. Peningkatan yang relatif sedikit ini disebabkan oleh naiknya kembali harga BBM di dalam negeri. Tahun-tahun berikutnya, nilai total nilai ekspor Indonesia kembali meningkat dengan cukup pesat. Bagi negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, selisih antara nilai ekspor dan impor sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kelanjutan proses pembangunan ekonomi dalam negeri. Nilai ekspor yang dihasilkan bila lebih besar dari impor, maka akan menambah pemasukan devisa yang sangat dibutuhkan, terutama bagi impor, membayar bunga pinjaman luar negeri, dan untuk membayar kembali pinjaman itu. Impor diperlukan, terutama impor barangbarang modal dan pembantu serta bahan-bahan baku yang tidak ada atau belum bisa diproses di dalam negeri, tetapi sangat dibutuhkan industri-industri di dalam negeri. Ekspor Indonesia terdiri dari berbagai macam barang atau komoditas. Secara garis besar ekspor Indonesia dibedakan dalam dua kelompok yaitu ekspor migas dan non migas. Sejak tahun 1987, ekspor non migas mendominasi

3 perolehan devisa dibandingkan ekspor migas (sebelum tahun 1987, ekspor migas masih mendominasi). Bahkan pada tahun 2000 sampai dengan 2006 kontribusi ekspor non migas dalam menghasilkan devisa ekspor sudah melebihi 75 persen dari total ekspor Indonesia. Tabel 1.2. Kontribusi Komoditas Non Migas dan Migas Terhadap Total Ekspor Tahun 2000 2006 Tahun Total Ekspor (000 000 US$) Kontribusi (persen) Migas Non Migas (1) (2) (3) (4) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 62.124,0 56.320,9 57.158,8 61.058,2 71.584,6 85.660,0 100.798,6 23,13 22,44 21,19 22,36 21,86 22,45 21,04 76,87 77,56 78,81 77,64 78,14 77,55 78,96 Sumber: BPS, 2007 (Diolah) Dilihat dari komposisi, komoditas non migas menurut sumbernya dibedakan atas 3 kelompok yaitu komoditas hasil pertanian, industri, pertambangan (termasuk bahan galian) dan lainnya. Secara sektoral, ekspor hasil-hasil industri merupakan penyumbang terbesar dari penerimaan ekspor non migas. Kontribusi ekspor hasil-hasil industri untuk sektor non migas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dan sejak tahun 1988 sampai sekarang, kontribusi hasil-hasil industri terhadap sektor non migas sudah melebihi 80 persen.

4 Dapat disimpulkan bahwa ekspor non migas Indonesia masih didominasi oleh hasil industri. Hal ini terjadi akibat dari adanya pergeseran ekpsor dari sektor pertanian menjadi ekspor hasil industri. Tabel 1.3. Persentase Nilai Ekspor Non Migas Menurut Golongan Tahun 2000-2006 Tahun Pertanian Industri Pertambangan & lainnya (1) (2) (3) (4) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 5,67 5,58 5,70 5,33 4,46 4,34 4,23 87,95 86,23 85,98 86,23 87,02 83,69 81,70 6,38 8,19 8,32 8,44 8,52 11,97 14,07 Sumber: BPS, 2007 (Diolah) Sejak tahun 1980, ekspor hasil-hasil industri didominasi oleh Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), kayu lapis, dan karet olahan. Pada tahun 2000, dominasi kayu lapis dan karet olahan mulai digeser oleh komoditi alat-alat elektronik yang terus meningkat kontribusinya terhadap ekspor non migas. Mulai tahun 2004 sampai sekarang, ekspor komoditi hasil-hasil industri didominasi oleh Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), minyak kelapa sawit, dan alat-alat elektronik. Hasil-hasil industri tersebut memberikan kontribusi nilai ekspor masing-masing diatas 3.400 juta US$. Tekstil dan Produk Tekstil merupakan komoditi hasil industri yang terus menerus mendominasi ekspor hasil-hasil industri. Sumbangan terbesar dari ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia didominasi oleh ekspor pakaian jadi.

5 Pangsa terbesar ekspor pakaian jadi Indonesia pada tahun 2004 ke Amerika Serikat (51 persen), disusul oleh negara-negara Uni Eropa (24 persen) dan negara-negara ASEAN (7 persen). Pada tahun tersebut, Indonesia merupakan negara pengekspor terbesar ke-9 sedunia. Di tahun berikutnya (2005), Indonesia menjadi negara pengekspor pakaian jadi terbesar ke-8 sedunia. Dengan persaingan ekspor pakaian jadi yang semakin ketat, maka relevan dilakukan penelitian mengenai analisis daya saing komparatif dan kompetitif pakain jadi Indonesia tahun 2000 2006. 1.2. Perumusan Masalah Seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang sebelumnya, tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu primadona komoditas ekspor yang menjadi andalan dalam menghasilkan devisa non migas. Sumbangan terbesar dari ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia didominasi oleh ekspor pakaian jadi. Dengan kondisi tersebut, maka sewajarnya pemerintah lebih memperhatikan pertumbuhan ekspor khususnya komoditi pakaian jadi. Sebelum mengambil kebijakan dalam upaya menggiatkan pertumbuhan ekspor pakaian jadi, perlu dikaji lebih jauh bagaimana daya saing komoditi pakaian jadi Indonesia. Nilai dan volume ekspor pakaian jadi Indonesia telah terjadi peningkatan yang cukup tajam dari tahun ke tahun. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian masyarakat Indonesia cenderung memilih produk pakaian jadi khususnya yang bermerk dari luar negeri daripada produk dan merk dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya kebergantungan pada pakaian

6 jadi impor. Pada tahun 2001, nilai resmi impor pakaian jadi menurut Asosiasi Perteksilan Indonesia (API) adalah 17 juta dolar AS, dan angka ini meningkat menjadi 53 juta dolar AS di tahun 2005. Menurut harian Kompas (2004) dalam kolom bisnis dan investasi dikemukakan bahwa Impor pakaian bekas kembali marak dan masuk ke pasar dalam negeri melalui berbagai pelabuhan kecil. Jumlah pakaian bekas impor yang masuk saat ini diperkirakan mencapai 40.000 bal per bulan. Jumlah itu lebih meningkat jika dibandingkan pada saat pemerintah aktif melakukan operasi pembakaran dan penangkapan pakaian bekas impor di tahun 2003. Padahal menurut Porter (1990), salah satu penentu keunggulan daya saing suatu komoditi adalah kondisi permintaan di pasar domestik. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia? 2. Bagaimana konsentrasi pasar pakaian jadi Indonesia? 3. Bagaimana keunggulan komparatif komoditi pakaian jadi Indonesia pada pasar internasional (dunia)? 4. Bagaimana keunggulan kompetitif industri pakaian jadi di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan di atas adalah: 1. Menganalisis perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia. 2. Menganalisis kosentrasi pasar ekspor pakaian jadi Indonesia.

7 3. Menganalisis keunggulan komparatif komoditi pakaian jadi Indonesia. 4. Menganalisis keunggulan kompetitif industri pakaian jadi di Indonesia dengan menggunakan Porter s Diamond. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah dan pengambil kebijakan lainnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan bagi industri pakaian jadi Indoensia. 2. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses belajar yang memberikan banyak tambahan ilmu dan pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan dan analisis penulis yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. 3. Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori-Teori 2.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1997). Dalam melakukan analisis teori perdagangan internasional akan senantiasa digunakan beberapa asumsi dasar sebagai berikut (Salvator, 1997): a) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b) Perdagangan bersifat bebas c) Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d) Biaya produksi konstan e) Tidak terdapat biaya transportasi f) Tidak ada perubahan teknologi Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain

9 motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: 1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (gambar 2.1.). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara

10 negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. D A A S A ES DB S B X P B P A P* M ED B O Q A O Q* O Q B Negara A (pengekspor) Perdagangan Internasional Negara B (pengimpor) Keterangan: P A : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional OQ A : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A P B : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional. OQ B : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M). Sumber : Salvatore (1997) Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Gambar 2.1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan internasional harga di negara A sebesar P A, sedangkan di negara B sebesar P B. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama

11 dengan P A maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan P B maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. 2.1.2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory) Keunggulan komparatif merupakan konsepsi sentral dalam teori perdagangan internasional yang menyatakan bahwa suatu negara atau wilayah seharusnya mengkhususkan diri pada produksi dan mengekspor barang dan jasa yang dapat dihasilkan dengan biaya relatif lebih efisien daripada barang dan jasa yang lain; dan mengimpor barang dan jasa yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817 sebagai dasar untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk melalui perdagangan internasional. Teori keunggulan komparatif umumnya mendukung dilakukannya spesialisasi produksi di suatu negara berdasarkan pemanfaatan yang intensif atas dasar faktor produksi yang relatif dominan dimilikinya termasuk penumpukan modal fisik dan penelitian (Rinaldy, 2006) Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya

12 lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative advantage menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative advantage menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak.

13 Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. 2.1.3. Keunggulan Kompetitif Menurut hady (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung yang digambarkan sebagai berikut: Peluang Strategi & Stuktur Persaingan Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Sumber: Hady (2001) Industri terkait dan Pendukung Permintaan Gambar 2.2. The Diamond of Competitive Advantage

14 Penjelasan tentang faktor-faktor dalam bagan di atas adalah sebagai berikut: 1. Peluang. Peluang dapat didefinisikan sebagai suatu arena yang didalamnya suatu bangsa dapat menciptakan atau memperoleh kekayaan tambahan. Peluang memainkan peranan dalam membentuk lingkungan bersaing karena peluang merupakan peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan, industri, dan pemerintah, seperti perang, pasca perang, terobosan besar dalam teknologi, pergeseran dramatik yang tiba-tiba terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan, seperti krisis minyak, atau perubahan dramatis dalam kurs mata uang. 2. Strategi dan struktur persaingan Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional. Perekonomian global akan menyebabkan terjadinya saling ketergantungan antar bangsa. Masing-masing bangsa membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki yang merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan adanya pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di sektor/jenis industri yang sama dengan strategi serupa.

15 3. Kondisi faktor Kondisi faktor adalah faktor-faktor yang diciptakan dalam suatu negara yang dibedakan dari faktor-faktor yang merupakan anugerah alam, yang terdiri dari: a) Faktor sumber daya manusia, yang terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, tingkat upah, dan modal kerja. b) Faktor sumber daya fisik atau alam, yaitu ketersediaan, mutu, jumlah, harga lahan, air, mineral, dan sumber daya yang lain. c) Faktor sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu adanya penduduk yang signifikan dengan pengetahuan, teknologi serta pengetahuan yang berkaitan dengan pemasaran. d) Faktor sumber daya infrastruktur, meliputi ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem sistem perbankan, sistem perawatan kesehatan, sistem transportasi, sistem komunikasi, serta ketersediaan serta biaya untuk menggunakan berbagai sistem tersebut. 4. Kondisi permintaan Kondisi permintaan dalam negeri suatu negara mempunyai peranan yang sangat penting bagi keunggulan kompetitif negara tersebut, karena: a) Kondisi permintaan di negara sendiri menentukan bagaimana perusahaan menerima, menginterpretasikan, dan memberi reaksi pada kebutuhan pembeli.

16 b) Jumlah permintaan dan pola pertumbuhan permintaan di negara sendiri merupakan hal yang penting jika permintaan di dalam negeri dapat dipenuhi dan dapat mengantisipasi permintaan dari luar negeri. c) Pertumbuhan pasar dalam negeri yang cepat merupakan pendorong investasi yang nantinya akan menimbulkan proses alih teknologi yang lebih cepat dan pembangunan fasilitas yang besar dan efisien. d) Cara produk dan jasa dari suatu negara diterima oleh pasar luar negeri. 5. Industri terkait dan pendukung Hubungan dengan industri terkait dan pendukung perlu dijaga dan dipelihara agar tetap dapat mendukung keunggulan bersaing. Untuk itu perlu dijaga hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan memelihara rantai nilai. 6. Pemerintah Pemerintah tidak menentukan tetapi merupakan pengaruh penting atas faktor penentu. Secara tidak langsung pemerintah dapat mempengaruhi permintaan melalui kebijakan moneter dan keuangan. Sedangkan peran pemerintah secara langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah juga dapat mempengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia, berperan sebagai pembuat kebijakan yang menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal, sumber daya alam dan standar produk. Pemerintah mempengaruhi persaingan dan lingkungan bersaing dengan perannya sebagai pengatur perdagangan. Selain hal tersebut, pemerintah juga dapat memegang peranan dalam kemudahan akses dalam birokrasi dan

17 juga dalam perbaikan kualitas infrastruktur. Dengan memperkuat faktor penentu dalam industri dimana suatu bangsa mempunyai keunggulan daya saing, pemerintah memperbaiki posisi bersaing dari perusahaan di negera itu. Dengan kata lain, pemerintah dapat memperbaiki atau menurunkan keunggulan daya saing, tetapi tidak dapat menciptakannya. 2.2. Penelitian terdahulu Penelitian mengenai pakaian jadi, pernah dilakukan oleh Prahara (2000), mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta (2000), yang secara umum membahas tentang Kinerja Ekspor Pakaian Jadi Indonesia Tahun 1989 1998. Berdasarkan analisis TSR selama periode 1989-1998, komoditi pakaian jadi Indonesia mempunyai daya saing yang cukup kuat dipasar internasional dan mempunyai daya saing komparatif yang lebih kuat dibandingkan dengan rata-rata dunia dengan konsentrasi pasar yang lebih dari 40 negara tujuan ekspor. Arie (2006), dalam thesisnya yang berjudul Analisis Perdagangan Intra Industri Komoditas Pakaian Jadi Indonesia dengan negara ASEAN lainnya tahun 1998-2000, menghitung nilai indeks perdagangan intra industri, menghitung selisih nilai ekspor dan impor pada komoditas pakaian jadi dalam perdagangan bilateral antara Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN. Hasil perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1998-2002 untuk produk pakaian jadi Indonesia mempunyai keunggulan komparatif di ASEAN. Namun tingkat keunggulan komparatif tersebut semakin lama semakin turun karena pesatnya perkembangan industri tekstil di negara-negara pesaing di ASEAN.

18 Firdaus dan Firdaus (2008), pernah menganalisis Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia dan Cina di Pasar Amerika Serikat dengan alat analisis RCA dan analisis Porter s Diamond. Penelitian tersebut tidak secara spesifik membahas pakaian jadi. Dengan penelitian tersebut sangat membantu dalam menganalisis khususnya komoditi pakaian jadi dengan menggunakan alat analisis Porter s Diamond karena Cina merupakan negara yang menjadi tantangan besar dalam ekspor pakaian jadi. Kelebihan penelitian ini adalah belum ada atau jarang penelitian tentang komoditi pakaian jadi. Kebanyakan peneliti hanya meneliti tekstil dan produk tekstil, sedangkan turunan dari tekstil dan produk tekstil seperti pakaian jadi hanya dibahas secara sekilas saja tanpa pembahasan secara khusus. 2.3. Kerangka Pemikiran Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, IPTEK, beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati batas negara. Pergerakan yang relatif bebas dari manusia, barang dan jasa yang dihasilkan, ternyata bukan hanya telah menimbulkan saling keterkaitan dan ketergantungan, tetapi juga telah menimbulkan persaingan global yang semakin ketat. Dengan adanya keterkaitan dan ketergantungan serta persaingan global tersebut menyebabkan hampir semua kehidupan dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi internasional. Dengan kata lain dalam era globalisasi dan perdagangan internasional saat ini tidak ada lagi negara yang hidup terisolasi,

19 tanpa mempunyai hubungan ekonomi, keuangan, maupun perdagangan internasional (ekspor dan impor). Sebagai konsekuensi dari ciri dan karakter globalisasi yaitu dengan adanya keterbukaan, keterkaitan/ketergantungan, dan persaingan yang semakin ketat, Indonesia bukan lagi negara yang autarki. Sebagai salah satu bukti tersebut yaitu adanya perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia dengan negaranegara lain di dunia baik berupa ekspor ataupun impor barang dan jasa. Ekspor Indonesia terdiri dari berbagai macam barang atau komoditas. Secara garis besar ekspor Indonesia dibedakan dalam dua kelompok yaitu ekspor barang migas dan non migas. Sejak tahun 1987, sektor non migas mendominasi perolehan devisa dibandingkan sektor migas (sebelum tahun 1987, sektor migas masih mendominasi). Bahkan pada tahun 2000 sampai dengan 2006 kontribusi ekspor non migas dalam menghasilkan devisa ekspor sudah melebihi 75 persen dari total ekspor Indonesia. Nilai ekspor non migas tersebut, lebih didominasi oleh ekspor dari sektor industri atau manufaktur. Ada dua produk manufaktur yang selama ini Indonesia mencoba menjadi salah satu pemain besar di pasar global berdasarkan faktor utama keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, yaitu tenaga kerja dengan upah murah. Kedua produk tersebut adalah tekstil dan produknya (TPT) dan elektronika. Komoditi pakaian jadi menjadi produk yang cukup diunggulkan dari tekstil dan produk tekstil. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi pakaian jadi yang cukup dominan terhadap total ekspor TPT Indonesia. Nilai dan volume ekspor pakaian jadi Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup tajam dari tahun ke tahun.

20 Bahkan pada tahun 2004 2006 Indonesia masuk 10 besar negara pengekspor pakaian jadi dunia. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, ekspor pakaian jadi Indonesia tidak terlepas dari persaingan yang semakin ketat dengan negara-negara pengekspor komoiditi pakaian jadi lainnya di dunia. Jika dilihat pada level ASEAN, menurut hasil kajian Arie (2006), selama periode 1998-2002 produk pakaian jadi Indonesia mempunyai keunggulan komparatif yang semakin menurun jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Penurunan tersebut disebabkan oleh pesatnya perkembangan industri tekstil di negara-negara pesaing di ASEAN. Pesatnya perkembangan tersebut karena negara-negara pesaing di ASEAN mampu untuk melakukan restrukturisasi permesinan dan juga didukung oleh tingkat produktivitas karyawan yang tinggi. Berdasarkan kajian tersebut, untuk tingkat perdagangan intra industri komoditas pakaian jadi antara Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN secara rata-rata selama periode 1998-2002 masih rendah. Dengan kondisi persaingan yang semakin ketat, maka timbul permasalahan tersendiri tentang bagaimana prospek dan perkembangan ekspor pakaian jadi Indonesia di masa datang. Analisis Trade Specialization Ratio (TSR), Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) akan sangat membantu menjawab apakah ekspor pakaian jadi Indonesia mempunyai daya saing komparatif yang tinggi. Analisis dengan menggunakan Porter s Diamond untuk melihat daya saing kompetitif industri pakaian jadi di Indonesia.

21 Era Globalisasi (keterkaitan, ketergantungan, dan persaingan yang semakin ketat) Industri yang mampu bersaing Industri mampu mempunyai keunggulan komparatif Industri mampu mempunyai keunggulan kompetitif Kondisi ekspor dibanding dengan impor Pakaian Jadi (Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan) Konsentrasi Pasar Pakaian Jadi (Analisis Indeks Konsentrasi Pasar) Daya Saing Komparatif Pakaian Jadi (Analisisi Revealed Comparative Advantage) Daya Saing Kompetitif Pakaian Jadi (Analisis Porter s Diamond) Implikasi Kebijakan Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelian ini adalah data sekunder dari tahun 2000 2006. Jenis data tersebut meliputi data pendapatan nasional, total ekspor Indonesia, ekspor pakaian jadi Indonesia, impor pakaian jadi Indonesia, total ekspor dunia, ekspor pakaian jadi dunia, impor pakaian jadi dunia, ekspor migas dan non migas, ekspor non migas Indonesia menurut golongan, persentase bahan baku impor industri pakaian jadi, jumlah tenaga kerja industri pakaian jadi, produktivitas pekerja industri pakaian jadi, persentase nilai produksi yang diekspor dari industri pakaian jadi, nilai konsentrasi rasio industri pakaian jadi, dan persentase realisasi produksi pakaian jadi terhadap kapasitas terpasang. Sumber data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik, studi literatur, dan sumber-sumber lain. 3.2. Metode Analisis 3.2.1. Indeks Spesialisasi Perdagangan Indeks Spesialisasi Perdagangan (Trade Specialisation Ratio TSR) dapat digunakan untuk mengetahui kondisi relatif daya saing suatu komditi ekspor pada pasar internasional tertentu. Indeks ini mula-mula digunakan oleh Kaneko dan Yanagi pada tahun 1988 dalam membahas daya saing komoditi ekspor dalam hubungan dengan analisis Product Life-Cycle. Angka TSR ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut:

23 TSR ( i) E E ( i) ( i) M + M ( i) = i = 1, 2, 3,..., n ( i) Dimana: E (i) = nilai ekspor untuk komoditi i. M (i) = nilai impor untuk komoditi i. Misalkan yang dihitung TSR pakaian jadi Indonesia, maka rumusnya adalah sebagai berikut: ekspor pakaian jadi Indonesia impor pakaian jadi Indonesia TSR pakaian jadi Indonesia = ekspor pakaian jadi Indonesia + impor pakaian jadi Indonesia Angka TSR(i) akan bergerak dari 1 sampai +1. Bila nilai TSR (i) yang diperoleh adalah bergerak dari 1 0, maka indeks ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut mempunyai daya saing yang cukup kuat, karena ekspor untuk komoditi yang bersangkutan melebihi impor. Nilai ekstrim 1,0 akan diperoleh bilamana negara yang bersangkutan tidak mempunyai impor untuk komoditi yang bersangkutan. Sebaliknya, bilamana angka TSR (i) yang diperoleh bergerak dari -1 sampai 0, hal ini menunjukkan bahwa komoditi yang bersangkutan mempunyai daya saing yang lemah karena negara yang bersangkutan mempunyai impor yang melebihi eskpor komoditi yang bersangkutan. Nilai ekstrim -1,0 akan diperoleh bilamana negara yang bersangkutan tidak mempunyai sama sekali ekspor untuk komoditi yang bersangkutan.

24 3.2.2. Indeks Konstentrasi Pasar (IKP) Tingkat konsentrasi pasar (geografis) dari suatu komoditi ekspor dilihat dari besarnya dampak yang diakibatkan oleh suatu gangguan terhadap kestabilan penerimaan ekspor oleh negara tujuan. Jika tujuan ekspor komoditi tersebar ke banyak negara, komoditi tersebut relatif tahan terhadap gangguan (disturbance) yang terjadi dalam perdagangan internasional. Jika terjadi gangguan yang relatif kecil saja akan sangat mempengaruhi volume/nilai ekspor, maka dapat dikatakan bahwa komoditi tersebut relatif sangat tergantung/terkonsentrasi pada suatu atau beberapa pasar tertentu saja. Oleh Hirchman, metode untuk menghitung intensitas pemusatan tujuan ekspor menggunakan Gini Hirchman of Concentration, dengan formulasi sebagai berikut (Irawan dalam Mulyani, 1998): IKP = ( X ij X j 2 ) dimana: IKP = angka indeks konsentrasi pasar X ij X j = nilai ekspor komoditi j suatu negara ke negara i = nilai total ekspor komoditi j suatu negara Misalkan yang dihitung IKP pakaian jadi Indonesia, maka rumusnya adalah sebagai berikut: IKP pakaian jadi Indonesia : = Σ(nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke negara i / nilai ekspor pakaian jadi Indonesia) 2 Angka tertinggi dari koefisien ini adalah 1, yakni jika ekspor j hanya tertuju ke satu negara. Angka terendah adalah tidak dapat ditentukan dan harus melebihi angka nol, tergantung pada banyaknya negara tujuan ekspor. Untuk

25 alasan kenyamanan dalam menganalisis, biasanya angka koefisien yang diperoleh dikalikan dengan 100. Atau jika ditulis dalam kalimat matematika adalah: 0 < IKP 100 Angka IKP yang mendekati angka nol menunjukkan bahwa derajat kestabilan penerimaan ekspor komoditi tersebut cukup tinggi, sebaliknya jika IKP mendekati seratus menunjukkan bahwa derajat penerimaan ekspor komoditi tersebut sangat rendah. Misalkan nilai IKP pakaian jadi Indonesia sebesar 100 maka menunjukkan bahwa derajat kestabilan penerimaan ekspor pakaian jadi Indonesia cukup rendah. 3.2.3. Revealed Comparative Advantage (RCA) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi, dan lain-lain) adalah metode RCA. Alasan yang mendukung pendekatan ini adalah bahwa arus pertukaran barang antar wilayah yang sesungguhnya terjadi merupakan cerminan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Pola pendekatan tidak hanya menggambarkan biaya untuk memproduksi komoditi tersebut, tetapi juga perbedaan faktor-faktor non harga yang menentukan keunggulan komparatif suatu produk. Pada dasarnya metode ini mengukur kinerja suatu komoditi tertentu dengan ekspor total suatu tempat dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam perdagangan dunia. Analisis keunggulan komparatif RCA diperkenalkan pertama kali oleh Bela Balassa pada tahun 1965 dalam penelitian tentang pengaruh liberalisasi

26 perdagangan luar negeri terhadap keunggulan komparatif hasil industri Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam pasar bersama Eropa (MEE) serta pada tahun 1977 untuk negara yang sama ditambah Kanada dan Swedia. Pada mulanya Balassa menggunakan dua konsep pemikiran, pertama: didasarkan pada rasio impor dan ekspor, dan yang kedua: pada prestasi ekspor relatif. Dengan alasan bahwa impor lebih peka terhadap tingkatnya perlindungan tariff, dan pada perkembangan selanjutnya Balassa meninggalkan ukuran yang pertama. Balassa mengevaluasi prestasi ekspor masing-masing komoditi di negara-negara tertentu dengan membandingkan bagian relatif ekspor suatu negara dalam ekspor dunia untuk masing-masing dalam rumus sebagai berikut: RCA = ( X ij ( W j X W t t ) ) Dimana: X ij X t W j Wt = nilai ekspor komoditi j negara i = nilai ekspor total (komoditi j dan lainnya) dari negara i = nilai ekspor komoditi j di dunia = nilai ekspor total dunia Misalnya yang di hitung RCA pakaian jadi Indonesia, maka rumusnya adalah sebagai berikut: (nilai ekspor pakaian jadi Indonesia / total nilai ekspor Indonesia) RCA pakaian jadi Indonesia = (nilai ekspor pakaian jadi dunia / total nilai ekspor dunia) Jika RCA > 1 maka wilayah tersebut lebih berspesialisasi produksi di kelompok komoditi yang bersangkutan. Wilayah tersebut memiliki keunggulan