BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA. Anne, S. & Deprez S Book review real love in the workplace, by Rome. Family Business review. Vol 21, no

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Bekerja Dengan Para Pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. Pemimpin yang kompeten atau biasa disebut Strong Natural Leader (SNL) banyak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk

II. LANDASAN TEORI 2.1. Hakikat Kepemimpinan

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen. Oleh : Wehelmina Pattipeilohy

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

MENJADI PEMIMPIN SEL Sesi 1: DASAR ALKITAB

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan dari suatu perusahaan bukan hanya

Pembaptisan Air. Pengenalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang saling membutuhkan satu

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

LAMPIRAN 1. Padoman Wawancara

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB V PENUTUP. juga akan mencoba mengajukan beberapa rekomendasi atau saran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

Gembala Jemaat adalah pemimpin regu, untuk memberikan sokongan rohani dan arah pada jemaat Ketua Jemaat penolong Pendeta dalam kepemimpinan

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor

TATA IBADAH Peneguhan Diaken Penatua GPIB Jemaat Gideon Kelapadua Depok Periode

BAGIAN II--TEOLOGI KISAH PARA RASUL. l. Lukas adalah seorang Yunani, bukan seorang Yahudi-- Kol. 4:l0- l4

Perubahan Untuk Diri sendiri dan mereka yang dipimpin

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis.

1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11. Pdt. DR. Stephen Tong

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pemimpin bukan hanya menduduki jabatan saja, tapi harus dapat

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu. dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan agama adalah dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pegawai merupakan hasil atau prestasi kerja pegawai yang dinilai dari segi

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

TRAINING BERTEMPAT DI GEREJA SESI 1 - Model Untuk Training Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB VI MODEL, KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Modal Christian Entreprenurship Capability. terdiri dari aset-aset gereja. Baik itu aset yang

LITURGI BULAN KELUARGA GMIT JEMAAT BET EL OESAPA TENGAH MINGGU, 01 OKTOBER 2017 TEMA: MENJADI KELUARGA YANG MENGGARAMI DAN MENERANGI

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, Ketetapan Persidangan Sinode XIX, h

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

Kepemimpinan Rohani. Oleh: Pdt. J. Nathan Jansen, S.Th, S.Is, MA.GL

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Bab 1 PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB 4 TINJAUAN EKKLESIOLOGIS TERHADAP MODEL HUGH F. HALVERSTADT. mempertahankan keutuhan sebagai sebuah komunitas.

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dalam bidang pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut,

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang baik dalam lembaga secara umum terutama lembaga

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX TATA GEREJA. Gereja Kristen Immanuel. Edisi SR XX. Sinode Gereja Kristen Immanuel

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Masyarakat Kristen (BIMAS Kristen, 2010) Departemen Agama Propinsi

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM. Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis, Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau yang disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ). Jabatan pelayanan fungsional yaitu Pendeta, Diaken, Penatua, dan Pengajar. Jabatan organisasi gereja Pendeta sebagai Ketua Majelis jemaat sekaligus pemimpin bagi organisasi gereja. Jabatan pendeta tersebut memiliki peran, tugas dan tanggung jawab pendeta sebagai pelayaan umat dan pemimpin dalam jemaat GPM yang diatur dalam Tata Gereja GPM 1998 : Bab I dan Bab II, demikian : Memimpin serta bertanggungjawab atas ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan pelayanan penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken bertanggungjawab atas penyelenggaraan katekisasi, pembinaan umat, pendidikan agama Kristen di sekolah. Bersama Penatua dan Diaken bertanggung jawab atas pelaksanaan Pekabaran Injil, Pelayanan Kasih dan Keadilan. Membina serta mendorong semua warga jemaat untuk menggunakan potensi dan karunia yang

diberikan Tuhan secara bertanggung jawab. Melaksanakan fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku. Proses pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin jemaat (pendeta) dibantu oleh penatua dan diaken. Dan proses koordinasi pelayanan tersebut dikenal dengan asas kolegial (Tata peraturan GPM) artinya, secara struktur memiliki kedudukan yang berbeda. Namun secara koordinasi pelaksanaan pelayanan antara pemimpin jemaat dan patner kerja (penatua dan diaken) memiliki fungsi kontrol yang sama yakni, secara bersama-sama mengkordinasikan pelayanannya. Proses koordinasi pelayanan itu penting dilakukan secara efektif supaya, tujuan dan proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Terlebih penting pendeta selaku pemimpin mampu memiliki kemampuan manajerial mencakup; perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, dan evaluasi. Dengan demikian dalam proses kepemimpinannya (pendeta) dapat memberikan pengaruh positif bagi patner kerjanya namun juga bagi warga jemaat. Pengaruh kepemimpinan pendeta terkadang memberikan cara pandang yang berbeda pada setiap anggota organisasi. Penelitian Latumahina (2011) membuktikan bahwa cara pandang anggota jemaat terhadap pemimpinya dapat di lihat dari dua sisi yang

berbeda yakni, dari sisi negatif dan positif. Pemahaman jemaat yang negatif disebabkan, proses manajemen pelayanan kepada anggota jemaat yang kurang baik, timbulnya rasa resah, kegelisahaan, dan rasa tidak nyaman terhadap cara hidup pendeta dalam kegiatan formal gereja ataupun juga kehidupan kesehariannya. Sedangkan dari sisi positif pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spritualitas pendeta telah melahirkan terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara pandang yang positif dari anggota jemaat. Secara umum Maxwell (2012) mendefinisikan kepemimpinan sebagai cara pemimpin mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini, mempengaruhi berarti membantu orang lain untuk dapat melakukan perubahan. Artinya kepemimpinan menjadi unsur kunci untuk melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif. Semua bentuk kepemimpinan itu penting bagi semua organisasi, dan kepemimpinan yang efektif adalah penting (www.com/aboutdefinition-leadershiptheories). Fungsi dari kepemimpinan yang efektif yaitu, dapat menggerakkan para anggota kelompoknya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi (Prodjowijono: 2008). Sejalan dengan itu, Stutzman dan

Shenk (1988) sebagaimana dikutip dalam Bennis dan Nanus mengidentifikasikan pemimpin yang efektif adalah memberi diri untuk memimpin orang lain tetapi, harus menjadi pelayaan kepada komunitas orang yang dipimpinnya. Selain itu penelitian Zaluchu (2011) menunjukan fakta bahwa anggapan banyak orang tentang kepemimpinan yang lebih melekat kepada kekuasaan, posisi atau jabatan dibandingkan menjadi pelayan itu tidak benar. Lebih lanjut diungkapkan, kepemimpinan merupakan posisi atau jabatan tertentu dan kedudukan itu membuat orang menjadi takut dan segan. Kedudukan demikian tidak seharusnya membuat anggotanya menjadi takut dan segan namun, dibutuhkan pemimpin yang mampu memberikan pengaruh yang positif bagi anggotanya. Pendeta sebagai pemimpin dalam organisasi gereja memiliki peran penting yang mampu menguatkan aspek pemberdayaan jemaat dan memanajemen proses pelayanan. Namun menurut Prodjowijono (2008) pendeta tidak hanya melihat aspekaspek itu saja, tetapi pendeta dalam konteks organisasi gereja diharapkan juga menjadi manajer bagi anggota organisasi. Artinya bahwa, kehadiran atau kepemimpinannya menjadi perekat dan solusi atas masalah-masalah yang di hadapi jemaat. Sebagai pemimpin organisasi gereja dan pelayan perlu

menunjukan karakter kepada jemaat yang dapat memberikan teladan. Untuk itu kekuatan karakter pemimpin yang sesuai dengan lingkungan jemaat sangat diperlukan, yakni bertanggung jawab menjadi pemimpin yang tepat, dalam waktu yang tepat (Right Leader In The Right Time). Kondisi ini memberi gambaran bahwa kepemimpinan dapat diwujudkan melalui suatu pendekatan kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan yang mampu memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh kepada anggotanya. Oleh sebab itu dalam mewujudkan kondisi tersebut tentunya ada sebuah model kepemimpinan yang memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan servant leadership (kepemimpinan melayani). Zaluchu (2011) berpendapat bahwa, kepemimpinan ini masih relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen dimanapun untuk dikembangkan dan dipraktekan. Menurut Senjaya (1997) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Covey bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) semata-mata bukan hanya melayani untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya. Pendapat tersebut didukung oleh Blanchard dan Hodges (2006) mengungkapkan, bahwa bagi para pengikut Yesus, kepemimpinan

sebagai tindakan pelayanan bukanlah pilihan, itu adalah mandat atau perintah. Dijelaskan servant leadership (kepemimpinan melayani) harus menjadi statemen hidup bila tinggal dalam Yesus, cara memperlakukan sesama memperlihatkan cara hidup Yesus. Cara hidup yang harus menjadi teladan bagi seorang pemimpin bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Pendapat tersebut didukung dengan pendapat (Neuschel: 2008) yang menyatakan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai seseorang yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Salah satu tugas seorang pemimpin meliputi memotivasi pengikutnya dan menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan (Yulk: 2010). Bront Kark dan Dina Va Dijk (2007) serta Anderson et al., (2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh dan memainkan peran penting terhadap motivasi diri dari pengikutnya. Begitupun dengan penelitian Smith, Monlango, Kuzmenko (2004) yang menunjukan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) diarahkan untuk memotivasi pertumbuhan pribadi pengikut atau anggotanya. Tulisan ini diperkuat oleh Patterson (2003) yang memperlihatkan bahwa dasar servant leadership

(kepemimpinan melayani) adalah kasih atau cinta. Kasih atau cinta dapat memberikan motivasi yang kuat pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Dapat disimpulkan kepmimpinan melayani juga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi yang terbangun dalan diri individunya. Namun bila tidak bisa memotivasi bawahannya tidak mungkin pemimpin organisasi dapat sukses dalam mencapai tujuan dari organisasi. Secara umum motivasi diartikan sebagai faktor yang timbul dari dalam diri seseorang, sehingga hal itu mendorong dan menggerakan individu melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan, untuk mencapai satu tujuan tertentu. Menurut Kini dan Hobson (2002), motivasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku kearah pencapaian tujuan. Dengan motivasi yang tinggi akan menciptakan sebuah komitmen terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam menyelesaikan setiap pekerjaan (McNeese Smith et al: 1995). Pendapat ini didukung oleh penelitian Burton, J; Lee Thomas; Holtom, B (2002), yang menunjukan hasil bahwa motivasi anggota organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya penelitian KuVaas Bard (2006) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Furthermore,

Ganesan dan Weitz, menemukan adanya pengaruh positif antara motivasi terhadap komitmen induvidu yang timbul dari dalam dirinya. Penelitian diatas membuktikan motivasi kerja dalam konteks organisasi secara umum bisa memberikan pengaruh terhadap komitmen. Namun perlu dilihat dalam konteks gereja motivasi pelayanan lebih banyak muncul dari kesadaran induvidu secara internal. Motivasi pelayanan itu timbul dari ketulusan hati individu untuk melayani, melayani tanpa mengharapkan imbalan atau penghargaan. Karena motivasi pelayanan tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Namun ada nilai yang terkandung dari proses pengabdian yakni kesadaran akan suatu panggilan pelayanan. Dengan demikian individu mampu akan mempunyai komitmen yang tinggi. Motivasi pelayanan itu lebih penting, diperlukan dan harus timbul dari dalam diri individu. Motivasi pelayanan itu muncul lebih kuat dari dalam diri induvidu, sehingga mampu meningkatkan kehidupan rohani atau spritual individu tersebut. Seorang pendeta yang memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) itu akan bisa meningkatkan motivasi pelayanan individu, dan memberikan tambahan dorongan untuk melakukannya walaupun sudah ada dari dalam diri. Dan servant leadership (kepemimpinan

melayani) dari pendeta yang baik mampu menjadi teladan bagi induvidu tersebut. Akibatnya induvidu akan lebih berkomitmen tapi tidak secara langsung. Dimaksudkan tanpa induvidu itu mempunyai motivasi internal pelayanan. Untuk itu servant leadership (kepemimpinan melayani) tidak berpengruh secara langsung terhadap komitmen namun ada kemungkinan melalui motivasi pelayanan. Dengan demikian motivasi pelayanan menjadi variabel mediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan. Penelitian Cavin dan McCuddy (2009) melibatkan responden yang bekerja di gereja Lutheran. Penelitian ini memperlihatkan penerapan sepuluh karakteristik servant leadership dalam kerangka demografik (status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender, usia, dan tempat tinggal responden). Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku servant leadership beragam berdasarkan empat karakteristik demografi (status social ekonomi, tingkat pendidikan,usia dan tempat tinggal responden). Cohen, Colwell, dan Reed (2011) melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah pengukuran baru terhadap servant leadership para eksekutif dalam konteks kepemimpinan etis dan dampaknya terhadap anggota, organisasi dan masyarakat.

Melalui penjelasan di atas bahwa ada pertimbangan lain yang mendasari penelitian ini adalah masih minimnya penelitian yang beroriantasi pada servant leadershipi pendeta, dalam kaitan dengan motivasi dan dampaknya pada komitmen pelayanan khususnya di gereja. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat? 2. Apakah terdapat pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat? 3. Apakah motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dengan komitmen pelayanan. 1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat. 2. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat. 3. Untuk mengetahui dan menguji motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara Servant leadership dengan komitmen pelayanan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain : 1. Secara Teori, hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan suatu bukti empiris bahwa : teori-teori motivasi dan komitmen secara manajemen bisa diterapkan di dalam organisasi gereja. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai informas, referansi dan pertimbangan bagi pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya. 2. Secara Gereja hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi menegenai pentingnya mengetahui dan memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai rol model kepemimpinan seorang pendeta.

Selanjutnya dapat memberikan pengaruh terhadap anggota jemaat (diaken dan penatua) dalam meningkatkan motivasi dan komitmen para (diaken dan penatua) dalam melaksanakan pelayanannya.