BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini. 1. Servant leadership (Kepemimpinan melayani) pendeta berpengaruh terhadap motivasi pelayanan majelis jemaat. Pengaruh tersebut bersifat positif antara servant leadership (kepemimpinan melayani) pendeta terhadap motivasi pelayanan majelis jemaat. 2. Terdapat pengaruh motivasi pelayanan dan komitmen pelayanan majelis jemaaat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh yang dihasilkan bersifat positif. Artinya semakin tinggi motivasi untuk melayani, semakin tinggi pula komitmen untuk tetap bertahan atau melayani di organisasi gereja tersebut. 3. Tidak ada peran motivasi pelayanan majelis jemaat sebagai variabel pemediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) terhadap komitmen pelayanan. Pengaruh tidak langsung dari servant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan, dimana nilainya tidak signifikan.

2 5.2 Implikasi Teoritis Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberaa implikasi teoritis terkait dengan penelitian ini adalah : 1. Servant leadership (kepemimpinan melayani) berpengaruh signifikan terhadap motivasi pelayanan bersifat positif. Penelitian ini mendukung penelitian dari Smith et al., (2004), dan Patterson (2003) karakteristik kepemimpinan melayani (servant leadership) yang menanamkan nilai cinta-kasih terhadap pengikutnya, akan berpengaruh tehadap motivasi yang muncul dari dalam diri pengikutnya untuk melayani. 2. Motivasi pelayanan berpengaruh signifikan terhadap komitmen pelayanan bersifat positif. Mendukung temuan hasil penelitian Moon M Jae (2000), dan Burton et al., (2002); dan Wawolumaya (2007); KuVaas Bard (2006) seperti dikutip dalam Furthermore, Ganesan and Weitz. Namun dalam konteks organisasi gereja juga mendujung model-model yang ada bahwa ternyata, ditemukan di dalam organisasi gereja konsep motivasi pelayanan berbeda dengan konsep organisasi. Dimana motivasi pelayanan merupakan suatu bentuk panggilan iman, berbeda dengan motivasi organisasi karena ada reward dan punishment yang bisa diberikan oleh

3 organisasi. Tetapi berbeda dengan organisasi gereja tidak ada sanksi atau punishment, kalau pun ada merupakan pertanggung jawaban individu. Secara kritis mau dijelaskan bahwa, ada perbedaan konsep antara motivasi pelayanan dan motivasi kerja, namun konsep ini secara umum bisa digunakan di dalam konteks organisasi gereja. 3. Mediasi variabel motivasi pelayanan terhadap servant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan tidak berperan. Dikarenakan motivasi pelayanan merupakan suatu pertanggung jawaban iman terhadap panggilan pelayanan. Tidak seperti penelitian yang lain bahwa, motivasi menjadi variabel mediator dari hubungan sebuah pola gaya kepemimpinan yang lain dari servant leadership (kepemimpinan melayani), terhadap komitmen kerja. Namun dalam konteks organisasi gereja motivasi pelayanan itu tidak menjadi variabel mediator. Temuan hasil penelitian ini memiliki pemaknaan bahwa servant leadership (kepemimpinan melayani) juga dapat menguatkan atau mempertahankan komitmen seseorang terhadap tugas dan tanggung jawab yang diberikan organisasi tersebut.

4 4. Hasil penelitian ini juga berimplikasi pada pengembangan manajeman gereja dan pengembangan salah satu sumber daya manusia yang ada di gereja. Temuan hasil penelitian ini memberikan pemaknaan yang berbeda terhadap kepemimpinan Kristen, bahwa servant leadership (kepemimpinan melayani) menjadi role model bagi wajah kepemimpinan di dalam bergereja. 5.3 Implikasi Terapan Temuan hasil penelitian ini menyumbangkan beberapa implikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbanagn dan selanjutnya dapat diterapkan, yaitu : 1. Bagi Gereja Protestan Maluku, hendaknya tetap memperhatikan dan menerapkan model servant leadership (kepemimpinan melayani) bagi manajemen pelayanan di dalam gereja. Lebih khusus pengangkatan pendeta misalnya, harus memperhatikan sikap dan karakteristik yang sesuai dengan servant leadership (kepemimpinan melayani). Sehingga proses pelayanan dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak yang positif bagi jemaatnya, dan lebih khusus majelis jemaat (penatua dan diaken) sebgai patner kerja dalam proses pelayanan.

5 2. Ketua Majelis Jemaat (Pendeta) harus bisa menjalankan servant leadership (kepemimpinan melayani) sehingga dapat menjadi role model atau contoh dan teladan bagi proses manajemen kepamimpinan bergereja. Pendeta dalam orientasi pelayanannya lebih ditujukan kepada kepentingan jemaatnya. Karena orentasi utama servant leadership adalah mau melayani anggota organisasinya dan pola kepemimpinan yang berlandaskan ajaran-ajaran gereja. Namun yang menjadi salah satu kekhasan dari servant leadership (kepemimpinan melayani) yang adalah Kasih. Dengan demikian pemimpin gereja (pendeta) dalam pola penerapan servant leadership (kepemimpinan melayani) menjadi magnet bagi setiap anggota jemaat terlebih (penatua dan diaken) agar dapat termotivasi melakukan pelayanan kepada jemaat. 3. Penatua dan Diaken dalam proses pelayanan dapat meneladi servant leadership (kepemimpinan melayani) dari pendeta, agar mampu menguatkan penatua dan diaken dalam menjalankan komitmen pelayanannya. Seperti yang dihasilkan dalam penelitian ini bahwa motivasi pelayanan tidak menjadi variabel mediasi antara servant leadership (kepemimpinan

6 melayani) dan komitmen pelayanan. Untuk itu peranan servant leadership (kepemimpinan melayani) menjadi penting ketika individu menjalankan tugas dan tanggung jawab pelayanannya. 5.4 Keterbatasan Penelitian Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan baik, namun beberapa keterbatasaan tidak dapat dihindari. Berikut ini beberpa keterbatasan yang kemungkinana menggannggu hasil penelitian ini : 1. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan menggunakan pernyataan tertulis atau kuesioner tanpa dilengkapi dengan pertanyaan lisan atau wawancara. Proses ini membuat persepsi responden belum tentu mencerminkan fakta sesungguhnya dan akan berbeda jika data diperoleh dengan wawancara. 2. Responden yang dipilih untuk penelitian ini adalah majelis jemaat (penatua dan diaken) Klasis Pulau Ambon yang termaksud dalam struktur orgnisasi (Pimpinan Harian Majeilis Jemaat). Hasilnya mungkin akan berbeda jika menggunakan responden yang berasal dari perwakilan masing-masing unit dalam anggota jemaat.

7 3. Dalam penelitian ini penulis memasukan motivasi pelayanan sebagai variabel mediasi. Diduga masih terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi hubungan antara sevant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan. 5.5 Agenda Penelitian Mendatang Terkait dengan keterbatasan penelitian di atas maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan agenda penelitian selanjutnya, yaitu : 1. Data yang dikumpulkan bisa melalui interview atau wawancara langsung dengan responden. Yang dilakukan melalui pemilihan jemaat, mewakili jemaat-jemaat yang ada sebagai responden. 2. Untuk mengukur variabel servant leadership (kepemimpinan melayani) pendeta, ada baiknya responden yang dipakai bukan saja majelis jemaat tetapi responden juga bisa berasal dari jemaat-jemaat yang berada di unit pelayanan. Agar proses penilaian tidak hanya sepihak dari majelis jemaat saja tetapi juga anggota jemaat. 3. Penelitian mendatang dapat memasukan variabel-variabel lain yang diduga dapat mempengaruhi variabel servant leadership

8 terhadap motivasi pelayanan, dan motivasi terhadap komitmen pelayanan, misalnya demografi, dan fungsi-fungsi manajemen.