BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi yang digunakan saat ini adalah telepon rumah. dibawa kemanapun kita pergi. Lambat laun telepon rumah mulai ditinggalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa mempercepat informasi yang perlu disampaikan baik yang sifatnya broadcast

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini muncul suatu gejala dimana

BAB I PENDAHULUAN. Selama jangka waktu empat tahun terhitung sejak tahun 2006 hingga tahun

I. PENDAHULUAN. yang semakin kecil. Demikian pula para vendor pembuat telepon selular bersaing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingkat pertumbuhan negara tersebut. Namun beberapa tahun terakhir

BAB I : PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini. Tercatat ada 8operator yang bermain dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini.

I. PENDAHULUAN. Desember

BAB 1 1 PENDAHULUAN. bergerak (mobile) atau dikenal juga dengan telekomunikasi selular, sedikit banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan harus dapat menyediakan produk inovatif untuk mendukung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Telkom Flexi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Perkembangan bisnis kartu perdana seluler GSM akhir-akhir ini telah

FLEXI DAN MIGRASI FREKUENSI

I. PENDAHULUAN. tantangan sektor telekomunikasi semakin bertambah. Karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkomunikasi. Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi menjadi sesuatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Company LOGO. Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak. Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri telekomunikasi telah menjadi salah satu kontributor

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa arus..., Andrie Surya, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. adanya berbagai macam alat komunikasi yang semakin memudahkan penggunanya

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebuah industri besar. Selain itu kepuasan mampu mengukur dampaknya terhadap

I. PENDAHULUAN. komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Layanan jasa telekomunikasi di Indonesia telah disediakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Indonesia. (sumber :

1.1.3 Logo Gambar 1.1 Logo Telkom Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Hal tersebut ditandai dengan perkembangan teknologi telekomunikasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyampaikan informasi. Teknologi telekomunikasi. berkomunikasi, berikut perkembangan teknologi telekomunikasi:

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak pada dunia usaha. Dengan adanya perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk inovatif dan melakukan penyesuaian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Pemerintah mengubah pola pengelolaan sektor telekomunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pesatnya di segala bidang. Penyebab kondisi ini karena Indonesia sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber: Laporan Postel Sem.I/2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia usaha diberbagai lini pada masa era globalisasi dan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini

Pengantar Teknologi Mobile

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat mengakibatkan bertumbuhnya pengguna smartphone di Indonesia,

DAFTAR PM KOMINFO TERKAIT PERIZINAN DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, dalam bentuk informasi maupun komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan terhadap Obyek Studi

BAB I PENDAHULUAN. peluncuran pertama kali layanan pasca bayar secara komersial pada tanggal 26

(sumber: 2016) (sumber: 2016)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian a. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul industri-industri serta perusahaan-perusahaan baru, salah satunya bidang

BAB I PENDAHULUAN. lain dari telepon seluler bertambah seiring dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1 Logo PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Sumber: Telkomsel (2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Industri Telekomunikasi PT XL Axiata, Tbk

BAB I PENDAHULUAN. seluler besar yang menggunakan teknologi berbasis GSM yaitu PT.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan. Hal ini ditandai dengan banyak munculnya perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis telekomunikasi di Indonesia memasuki babak baru sejak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghadapi masalah masalah dalam menjual produk khususnya. masa depan cerah dimasa mendatang sebagai zamannya komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

6.1. Strategi yang telah dilakukan AXIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. Sesuai dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perbandingan antara NGN dengan PSTN dan Internet [ 1] Analisa penerapan enum, Nurmaladewi, FT UI, Gunawan Wibisono

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya tertarik terhadap produk yang ditawarkan. Komunikasi pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi mengakibatkan persaingan di segala bidang usaha menjadi. Menghadapi hal tersebut maka perusahaan harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan analisi eksternal yang dihadapi oleh perusahaan. yang baik, dapat membantu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat

BAB II BAB 1 DESKRIPSI PERUSAHAAN

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi. Keberadaan teknologi selular pertama kali masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. mencari suatu informasi. Berkembangnya teknologi komunikasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dalam era globalisasi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. informasi terbaru. Seiring dengan meningkatnya pengguna telepon seluler (smart

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN KARTU FLEXI SKRIPSI

MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ

BAB I PENDAHULUAN. dengan alat komunikasi sangat pesat sekali. Hal ini berbanding lurus dengan

BAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan banyak menghadapi masalah-masalah dalam menjual produk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan dan promosi yang berkualitas dan bermutu tinggi menjadi

BAB I. Pendahuluan. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat hanya menggunakan surat, yang berkembang dengan telepon rumah,

BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini, tercatat 10 operator telepon di Indonesia. Telkom (PT

Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan mahasiswa program studi pendidikan ekonomi UNS dalam membeli produk IM3

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia Telekomunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan, sosial, dan lain-lain. Alat komunikasi yang digunakan pun beragam, mulai dari telepon tetap, modem dan komputer untuk mengakses jaringan pita lebar internet, serta telepon seluler yang memiliki kemampuan untuk mendukung layanan percakapan, pengiriman pesan singkat, hingga layanan data. Menurut data Bank Dunia (2015), tingkat penetrasi telepon seluler per 100 orang di Indonesia mencapai ± 126,53 adapun pelanggan telepon tetap mencapai ± 11,72. Gambar 1.1 Tingkat Penetrasi Telepon Tetap dan Telepon Seluler di Indonesia Per 100 Orang, Tahun 2008-2014 Sumber: http://data.worldbank.org/indicator/it.mlt.main.p2,http://data.worldbank.org/indicator/ IT.CEL.SETS.P2, 8 September 2015, telah diolah kembali. 1

Gambar 1.2 Tingkat Penetrasi Telepon Tetap dan Telepon Seluler di Dunia Per 100 Orang, Tahun 2008-2014 Sumber: http://data.worldbank.org/indicator/it.mlt.main.p2,http://data.worldbank.org/indicator/ IT.CEL.SETS.P2, 8 September 2015, telah diolah kembali. Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan penetrasi telepon tetap dan telepon seluler di Indonesia pada periode 2008-2014. Tingkat penetrasi telepon seluler menunjukkan jumlah pelanggan telepon seluler yang terdaftar pada penyedia jasa telekomunikasi seluler yang menyediakan akses ke teknologi jaringan telepon tetap dengan kabel melalui penggunaan teknologi seluler. Pelanggan yang dimaksud meliputi pelanggan paska bayar dan prabayar yang aktif selama 3 (tiga) bulan. Adapun tingkat penetrasi telepon tetap menunjukkan jumlah nomor aktif dari jaringan telepon tetap analog, pengguna voice-over-ip (VoIP), fixed wireless local loop (WLL), saluran percakapan melalui ISDN (integrated services digital network), dan telepon umum berbayar. Tingkat penetrasi telepon seluler pada tahun 2014 di Indonesia mencapai ± 126,53 yang 2

berarti bahwa setiap 100 orang penduduk tersedia lebih dari 1,26 nomor aktif seluler yang digunakan. Di sisi lain, tingkat penetrasi telepon telepon tetap di tahun 2014 mencapai 11,72, yang berarti bahwa untuk setiap 100 orang penduduk Indonesia, terdapat 11,72 pengguna telepon tetap baik melalui telepon tetap analog, WLL, ISDN, VoIP, dan telepon umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan nomor telepon seluler aktif di Indonesia lebih agresif dibandingkan telepon tetap. Dari sisi trend, Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tingkat penetrasi telepon tetap cenderung stagnan, sedangkan penetrasi telepon seluler berkembang pesat. Tingkat penetrasi telepon seluler yang lebih tinggi dari telepon tetap juga terjadi di tingkat dunia sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.2. Tingkat penetrasi telepon tetap dunia pada tahun 2014 mencapai 96,27 yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk dunia terdapat 96,27 nomor aktif seluler yang digunakan. Jika dibandingkan dengan tingkat penetrasi telepon tetap di Indonesia, tingkat penetrasi telepon seluler di Indonesia sebesar 126,53 lebih tinggi dari tingkat penetrasi telepon seluler di dunia. Namun, untuk tingkat penetrasi telepon tetap, tingkat penetrasi telepon tetap di dunia justru lebih tinggi daripada di Indonesia. Selain fenomena penetrasi telepon seluler yang bergerak lebih cepat daripada telepon tetap, tingkat penetrasi seluler di Indonesia yang lebih tinggi dibanding tingkat penetrasi dunia, selama periode 2008-2014 perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan beberapa perkembanganperkembangan penting antara lain: 3

1. Tuntutan Mobilitas Semakin Tinggi Seiring semakin luasnya interaksi manusia dalam segenap aspek kehidupan, kehadiran telepon tetap tidak bergerak (fixed wireline) tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan mobilitas manusia. Dengan semakin meningkatnya penggunaan telepon seluler, penggunaan telepon tetap dengan kabel pun semakin rendah, sehingga perolehan pendapatan semakin menurun. Gambar 1.3 menunjukkan penurunan pendapatan telepon tetap tidak bergerak di Telkom yang mencapai CAGR minus 10% untuk periode 2008-2014. Dari Gambar 1.3 terlihat bahwa tingkat penurunan terbesar terjadi pada periode 2008-2009 yang mencapai hampir ± Rp2,5 Triliun. Upaya yang dapat dilakukan Telkom adalah menahan penurunan tersebut agar tidak semakin tajam melalui program promo maupun penawaran paket produk yang menggabungkan layanan telepon tetap tidak bergerak dengan layanan lain, seperti layanan seluler maupun layanan data. Gambar 1.3 Pendapatan Telepon Tetap Tidak Bergerak PT Telkom Indonesia, Tahun 2008-2014 Sumber: data internal, telah diolah kembali. 4

2. Penggunaan Jejaring Sosial Salah satu fenomena global yang berkembang dengan cepat di Indonesia adalah penggunaan situs jejaring sosial oleh masyarakat. Lahirnya Facebook, Twitter, dan jejaring sosial lainnya selain menyebabkan perubahan pada pola interaksi sosial masyarakat, juga mengubah cara berkomunikasi serta pola mendapatkan dan menyebarkan informasi. Masyarakat tidak lagi terhubung secara fisik tetapi juga secara non fisik melalui dunia maya. Meskipun penetrasi internet di Indonesia berada di bawah rata-rata penetrasi internet dunia, namun pengguna jejaring sosial di Indonesia cukup tinggi sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.4. Masyarakat dapat mengakses jejaring sosial dengan berlanggan internet secara khusus maupun menggunakan akses internet publik yang dapat mereka peroleh di sekolah, kantor, warung internet, maupun layanan internet lainnya. Gambar 1.4 Lima Besar Negara Pengguna Facebook di Dunia Per Mei 2014 Sumber: http://www.statista.com/statistics/268136/top-15-countries-based-on-number-offacebook-users/, 2 Juni 2015, telah diolah kembali. 5

Dalam Gambar 1.4 terlihat bahwa Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan pengguna terbanyak layanan Facebook. Menurut publikasi Bank Dunia tahun 2015, tingkat penetrasi internet di Indonesia tahun 2014 adalah sebesar 17,14 per 100 orang penduduk. Rasio penetrasi internet Indonesia tahun 2014 jauh berada di bawah tingkat penetrasi internet di dunia yang mencapai 40,69 per 100 orang penduduk. Dalam ukuran tingkat penetrasi internet tersebut, pengguna internet didefinisikan sebagai individu yang menggunakan internet (dari lokasi mana saja) dalam 12 bulan terakhir, baik melalui komputer, telepon seluler, personal digital assistant, mesin games, TV digital, dan sebagainya. 3. Perubahan Regulasi Reformasi peraturan telekomunikasi Indonesia telah dimulai oleh pemerintah pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999. Salah satu hal yang menarik dalam undang-undang tersebut adalah adanya larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 1999. Setelah itu muncul peraturan-peraturan pelaksana lainnya yang menjadikan industri telekomunikasi sebagai industri yang mempunyai perangkat peraturan yang kompleks. Berkaitan dengan posisi Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi incumbent, beberapa peraturan yang diterbitkan justru berpotensi merugikan perusahaan incumbent, misalnya mengenai peraturan penggunaan bersama menara telekomunikasi. Dalam permasalahan tersebut, Telkomsel sebagai anak 6

perusahaan Telkom telah berinvestasi membangun jaringan telekomunikasi hingga ke pelosok ibu kota kecamatan (IKK) di seluruh Indonesia. Dengan membuka kesempatan kepada operator lain untuk turut memanfaatkan jaringan telekomunikasi tersebut melalui skema sewa menyewa, operator penyewa tidak perlu mengeluarkan biaya biaya maupun menanggung biaya depresiasi. Mereka hanya perlu untuk mengeluarkan biaya sewa. Selain itu, dengan menyewa menara telekomunikasi Telkomsel, operator lain mempunyai kesempatan untuk mengembangkan bisnis ke daerah-daerah yang juga menjadi sasaran bisnis Telkomsel. Jika hal tersebut tidak dikelola dengan baik, maka beban investasi cenderung menjadi beban bagi operator telekomunikasi incumbent, sedangkan operator lain cukup mengeluarkan biaya operasional untuk turut memanfaatkan investasi yang dilakukan operator incumbent. Meskipun di sisi lain, peraturan tersebut akan mendorong biaya telekomunikasi yang semakin murah, sehingga semakin terjangkau untuk masyarakat luas. 4. Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Pita Lebar (Broadband) Industri telekomunikasi di Indonesia telah memasuki fase baru, yakni layanan berbasis data. Layanan data yang dapat dinikmati pelanggan terdiri dari layanan pita lebar, dan jasa digital. Jasa digital adalah jasa yang diciptakan di atas layanan pita lebar, antara lain berupa aplikasi dan konten. Menurut riset dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2015) perkiraan jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2013 mencapai 82 juta dan terus meningkat hingga mencapai 135 juta di tahun 2015. Selain itu, publikasi dari portal berita Jawa Pos Group menyebutkan bahwa pada tahun 2013 nilai pasar e- 7

commerce Indonesia mencapai US$8 miliar (Rp94,5 triliun) dan di tahun 2016 diprediksi naik tiga kali lipat menjadi US$25 miliar (Rp295 triliun). Untuk merealisasikan potensi bisnis tersebut, perlu segera dilakukan perluasan dan perbaikan kualitas jaringan pita lebar, serta peningkatan penetrasi perangkat untuk mengakses pita lebar. Terkait dengan perluasan dan perbaikan jaringan pita lebar, pemerintah telah mengupayakan menjawab tantangan tersebut melalui paket kebijakan Indonesia Broadband Plan (IBP). Dalam kebijakan IBP, pengembangan infrastruktur merupakan salah satu fokus dalam pengembangan pita lebar di Indonesia. Untuk tahun 2017, ditetapkan target minimal pembangunan infrastruktur yang meliputi : a. Jaringan pita lebar tetap (fixed broadband) yang menjangkau 40%-75% rumah tangga dengan kecepatan 2 megabit/detik, 50%-80% gedung dengan kecepatan 1 gigabit/detik, dan 25% populasi. b. Jaringan pita lebar bergerak (mobile broadband) yang ditargetkan menjangkau 75% populasi dengan kecepatan 1 megabit/detik. Dalam hal ketersediaan perangkat akses pita lebar, terdapat dua perangkat utama yang menjadi perhatian yaitu komputer dan ponsel pintar atau smartphone. Studi dari Boston Consulting Group (2015) menyebutkan bahwa rasio penggunaan komputer terhadap jumlah penduduk di Indonesia tahun 2015 diperkirakan sebesar 38% - lebih rendah dari India (17%), China (34%), dan Brazil (58%). Adapun menurut Frost & Sullivan dalam Indonesia Investment (2015) disebutkan bahwa rasio jumlah ponsel pintar terhadap jumlah penduduk di Indonesia sebesar 9% di tahun 2012 dan terus tumbuh hingga mencapai 23% di 8

tahun 2014. Rendahnya penetrasi komputer dan ponsel pintar tersebut antara lain disebabkan harga perangkat yang mahal. Khusus untuk pengembangan jaringan pita lebar bergerak, selain tantangan penetrasi ponsel pintar, hal lain yang perlu dibenahi adalah ketersediaan pita frekuensi radio. Saat ini pita frekuensi radio yang dimiliki operator telekomunikasi sangat terbatas untuk dapat menghasilkan layanan pita lebar yang terjamin kecepatannnya. Sebagai contoh, untuk layanan 4G Long Term Evolution (LTE), uji coba yang dilakukan di pita frekuensi radio 900 MHz oleh Indosat menghasilkan kecepatan 35,5 megabit per detik - lebih rendah dari kecepatan yang dihasilkan dari layanan 3G yang mencapai 42 megabit per detik. Pemerintah pun terus berupaya memperbaiki kondisi tersebut dengan melakukan penataan ulang pita frekuensi radio agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. 1.1.2 Telkom dan Bisnis CDMA Keputusan Telkom untuk memasuki industri CDMA pada awalnya dimaksudkan untuk memeratakan layanan telekomunikasi yang tidak terjangkau oleh layanan telepon tetap tidak bergerak (fixed line). Sebagaimana diketahui, pertambahan jumlah sambungan telepon tetap tidak bergerak sangatlah lambat, sehingga tingkat penetrasi layanan tersebut sangat rendah. Sampai dengan tahun 2009, tingkat penetrasi telepon tetap tidak bergerak hanya sebesar 1,8%. Dengan mengadopsi teknologi CDMA, diharapkan kesenjangan antara permintaan masyarakat dan ketersediaan alat produksi yang diberikan oleh Telkom dapat dikurangi. 9

Sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerataan layanan telepon untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Telkom melakukan pembangunan infrastruktur CDMA secara masif di seluruh nusantara, termasuk beberapa kota besar di Papua, antara lain Timika dan Manokwari. Sampai dengan akhir tahun 2012, layanan Flexi telah menjangkau 370 kota di Indonesia dengan jumlah BTS mencapai 5.718 unit. Setelah komersialisasi layanan CDMA oleh Telkom di tahun 2002, perusahaan lain pun mulai melirik bisnis yang sama, diantaranya Bakrie Telecom dengan Esia di tahun 2003, Indosat dengan produk Star One di Juli 2004 dan Smartfren (merger antara Smart Telecom dan Fren Mobile-8). Pada tahun 2014, layanan CDMA yang masih beroperasi adalah Flexi, StarOne, Esia, dan Smartfren. Pada bulan November 2008, Qualcomm, sponsor utama dari proyek Ultra Mobile Broadband (UMB) - mengumumkan berakhirnya teknologi CDMA dan lebih mengutamakan untuk adaptasi teknologi Long Term Evolution (LTE). Terhadap keputusan Qualcomm tersebut, salah satu operator CDMA di India yaitu Reliance Communications - memutuskan untuk menghentikan operasi dan menjual unit bisnis CDMA agar lebih fokus pada layanan 3G dan 4G. Hal yang sama juga ditempuh oleh operator CDMA lainnya, misalnya Telus di Kanada. Langkah Qualcomm tersebut juga berdampak bagi industri CDMA di Indonesia. Di sisi pemerintah, langkah Qualcomm tersebut seharusnya segera direspon dengan melakukan komunikasi kepada pelaku industri untuk memetakan arah masa depan bisnis CDMA di Indonesia. Arah masa depan bisnis CDMA 10

tersebut akan berkaitan erat dengan pemanfaatan pita frekuensi radio yang selama ini digunakan oleh operator CDMA. Setelah itu, pemerintah perlu mempersiapkan lebih lanjut regulasi mengenai pemanfaatan pita frekuensi radio yang selama ini digunakan oleh operator CDMA serta regulasi lainnya terkait dengan adopsi teknologi telekomunikasi terbaru di Indonesia. Adapun di sisi operator, langkah Qualcomm tersebut perlu segera direspon dengan penetapan strategi lanjutan yang akan ditempuh setelah tidak berlanjutnya teknologi CDMA. Selain masalah teknologi, perkembangan penting lainnya adalah kompetisi dengan layanan seluler yang semakin ketat. Layanan seluler memiliki keunggulan dalam hal harga yang lebih murah dan jangkauan layanan yang lebih luas. Untuk tahun 2011 misalnya, tarif percakapan per menit Flexi sebesar Rp188,- sedangkan salah satu produk seluler terkemuka di Indonesia memiliki tarif percakapan sebesar Rp128,-. Demikian pula untuk tarif pengiriman pesan singkat, pada tahun 2011, tarif pengiriman untuk setiap pesan singkat Flexi adalah sebesar Rp105,-, sedangkan salah satu produk seluler terkemuka di Indonesia menawarkan dengan harga Rp74,-. Untuk jangkauan wilayah layanan, jaringan seluler menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia tanpa memerlukan kode area khusus, sedangkan CDMA di Indonesia menggunakan kode wilayah tertentu untuk melakukan sambungan komunikasi. Selain itu, layanan seluler juga memiliki keunggulan dalam fitur produk, dukungan ekosistem konten, aplikasi dan perangkat telekomunikasi. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, seluler semakin diminati, dan CDMA semakin ditinggalkan masyarakat. Dari empat penyedia layanan CDMA di Indonesia, hanya Smartfren saja yang berhasil 11

meningkatkan jumlah pelanggan dalam 2 (dua) tahun terakhir karena strategi Smartfren yang lebih fokus sebagai penyedia data/internet. Gambar 1.5 menunjukkan perkembangan jumlah pelanggan seluler dan CDMA di tanah air. Untuk periode 2008-2014, pelanggan seluler tumbuh dengan CAGR 12,81% sedangkan CDMA tumbuh 2,78%. Pertumbuhan pelanggan CDMA itu pun lebih disebabkan pertumbuhan pelanggan Smartfren yang mencapai 25,84%. Gambar 1.5 Perbandingan Perkembangan Jumlah Pelanggan CDMA dan Seluler Periode 2008-2014 Sumber : data internal, diolah. 1.2 Rumusan Masalah Pada tanggal 10 September 2014, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Republik Indonesia, mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 Mhz Untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler. Peraturan tersebut antara lain menetapkan hal-hal sebagai berikut: 12

1. Penggunaan pita frekuensi radio 800 MHz diperuntukkan bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler berbasis netral teknologi dengan cakupan wilayah layanan nasional; 2. Pengaturan penggunaan pita frekuensi radio 800 MHz bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan pita frekuensi radio 800 MHz dengan memberi kebebasan kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi radio 800 MHz untuk memilih teknologi dalam mengoperasikan jaringannya; 3. Pemegang izin penggunaan pita frekuensi radio 800 MHz wajib melakukan migrasi penggunaan pita frekuensi radio paling lambat 31 Desember 2015 dan dapat diperpanjang satu tahun; 4. Seluruh biaya dan resiko yang timbul akibat penataan pita frekuensi radio 800 MHz ditanggung oleh masing-masing pemegang izin pita frekuensi radio 800 MHz. Terbitnya PM Nomor 30 Tahun 2014 mengharuskan operator CDMA untuk menyiapkan strategi yang tepat. Terdapat perbedaan respon di antara operator CDMA setelah terbitnya keputusan tentang penataan frekuensi radio tersebut. Indosat misalnya, sesuai informasi yang diungkapkan di laporan tahunan 2014, Indosat berencana untuk pindah dari teknologi CDMA ke Extended Global System for Mobile (E GSM), yang dapat menggunakan teknologi 2G dan 3G maupun 4G sehingga memberikan layanan dan cakupan jangkauan yang lebih baik. Adapun Bakrietelecom dan Smartfren, bersepakat untuk memanfaatkan jaringan bersama di pita frekuensi radio 850 MHz. Dalam kerjasama tersebut, 13

posisi Bakrietelecom hanya sebagai penyedia jasa telekomunikasi dan Smartfren berperan sebagai penyelenggara jaringan dan penyedia jasa untuk bisnisnya sendiri. Bakrietelecom membayar sejumlah uang kepada Smartfren atas kapasitas layanan yang dipakai para pelanggannya. Berbeda dengan dua operator CDMA lainnya, Telkom sebagai pemilik Flexi, telah memutuskan penggunaan pita frekuensi radio 850 MHz untuk teknologi extended-gsm, sedangkan pelanggan yang ada dipindahkan ke Telkomsel. Hal tersebut disadari atas pertimbangan semakin menurunnya kinerja Flexi sebagaimana yang dialami pula oleh operator CDMA lainnya, tidak adanya kontinuitas teknologi CDMA, serta adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan pita frekuensi radio yang digunakan tidak dapat dimanfaatkan untuk layanan CDMA. Jika Flexi dipertahankan dengan mentransformasi bisnis CDMA Flexi menjadi bisnis seluler, Telkom memiliki Telkomsel yang selama ini memberikan kontribusi signifikan bagi Telkom, baik dari sisi pendapatan maupun laba. Dengan adanya keputusan pemerintah untuk menghentikan penggunaan pita frekuensi radio 800 MHz untuk layanan CDMA, Telkomsel memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pita frekuensi radio tersebut guna menambah alokasi pita frekuensi radio yang dimilikinya. Penambahan alokasi pita frekuensi radio akan memungkinkan Telkomsel untuk menambah jumlah pelanggan baru, meningkatkan kualitas jaringan dan menciptakan layanan unggulan baru kepada pelanggan. Namun, kesempatan yang sama juga dimiliki oleh operator lain, mengingat penetapan alokasi pita frekuensi radio akan didahului dengan tender 14

yang diikuti oleh operator telekomunikasi yang berminat. Telkomsel dengan jumlah pelanggan 140,6 juta di tahun 2014 memiliki lebar pita frekuensi radio yang hampir sama dengan operator XL yang memiliki ± 59,6 juta pelanggan. Selain mendapatkan alokasi frekuensi baru, Telkomsel juga dapat memanfaatkan basis pelanggan yang dimiliki Flexi saat ini. Pada akhir tahun 2014, terdapat ± 4 juta pelanggan Flexi dengan rata-rata pendapatan per pelanggan ± Rp17 ribu per bulan. Sedangkan rata-rata penambahan jumlah pelanggan Telkomsel per tahun ± 8-9 juta dengan rata-rata pendapatan per pelanggan adalah Rp30 ribu per bulan. Bagi Telkomsel, pelanggan Flexi yang berhasil dialihkan merupakan tambahan basis pelanggan baru yang memiliki kedekatan relasi dengan Telkomsel. Kedekatan tersebut timbul karena terdapat beberapa paket telekomunikasi yang pernah dikembangkan bersama antara Telkom, Flexi, dan Telkomsel. Dengan kedekatan tersebut, proses edukasi pelanggan dapat dilakukan lebih cepat, sehingga mempercepat pula penggunaan jasa layanan telekomunikasi Telkomsel oleh pelanggan Flexi. Di sisi lain, dengan dialihkannya pelanggan Flexi ke Telkomsel, pelanggan Flexi memiliki kemudahan untuk memanfaatkan layanan telekomunikasi karena pelanggan tidak memerlukan akses kode wilayah tertentu untuk menghubungi pelanggan lain yang berada diluar domisili pelanggan. Pelanggan Flexi juga memiliki kesempatan untuk menggunakan layanan data berkecepatan tinggi yang dimiliki Telkomsel. Selain itu, pelanggan Flexi dapat memanfaatkan basis pelanggan Telkomsel yang mencapai lebih dari 140 juta 15

pelanggan untuk mendapatkan berbagai kemudahan dan paket layanan komunitas sesama pelanggan yang dikembangkan oleh operator. Adapun bagi Telkom, dengan pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel, Telkom memiliki kesempatan untuk mempertahankan basis pelanggan. Bagi operator telekomunikasi, basis pelanggan merupakan komponen yang penting bagi pertumbuhan perusahaan. Banyak hal yang dapat dilakukan perusahaan yang memiliki basis pelanggan luas, misalnya dengan menawarkan produk dan layanan berbasis komunitas pelanggan. Dalam hal ini, Telkom memiliki kelebihan dibandingkan operator telekomunikasi lainnya karena Telkom memiliki tiga jenis layanan utama, yaitu telepon tetap, seluler, dan pita lebar. Total basis pelanggan dari ketiga unsur tersebut mencapai ± 246,8 juta pada akhir tahun 2014. Produk atau layanan komunitas yang dapat dikembangkan misalnya produk berbasis pita lebar bergerak dan tidak bergerak yang dipadukan dengan paket telepon tetap tidak bergerak dan telepon seluler. Selain dapat mempertahankan basis pelanggan, Telkom juga memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan potensi bisnis yang masih dapat diciptakan dari pengalihan pelanggan Flexi menjadi pelanggan Telkomsel. Jika pelanggan dibiarkan lepas dalam memilih penyedia layanan telekomunikasi lain yang dikehendaki, maka pelanggan tersebut akan menjadi basis pelanggan dan sumber pendapatan bagi operator yang lain. Keputusan pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel diambil dengan pertimbangan adanya unit bisnis lain yang dapat menciptakan nilai lebih dari basis pelanggan Flexi yang dimigrasikan. Di samping itu, diantara unit bisnis lain di 16

Telkom, Telkomsel memiliki layanan yang dapat menggantikan layanan yang selama ini dipenuhi oleh Flexi. Telkomsel juga dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan dalam hal mobilitas layanan yang lebih luas dibandingkan Flexi serta kelebihan-kelebihan lainnya yang dapat dinikmati oleh pelanggan. Bagi Telkomsel, apabila pelanggan Flexi dapat dimigrasikan menjadi pelanggan Telkomsel, maka terdapat kesempatan untuk merealisasikan potensi bisnis yang berasal dari pengalihan pelanggan tersebut. Perhitungan atas potensi nilai bisnis tersebut perlu diperhitungkan agar memberikan gambaran bagi manajemen Telkom maupun Telkomsel terhadap target migrasi maupun nilai bisnis yang akan dicapai. Dengan adanya referensi nilai potensi bisnis tersebut, maka pada saat dilakukan evaluasi atas keseluruhan proses divestasi, manajemen memiliki acuan untuk menilai apakah divestasi yang dilakukan dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan secara keseluruhan. Hal ini juga sejalan dengan teori mengenai divestasi yang menjelaskan bahwa penentuan berapa nilai yang dapat diciptakan dari sebuah proses divestasi merupakan salah satu ruang lingkup yang perlu ditetapkan terlebih dahulu dalam sebuah proses divestasi. 1.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapakah potensi nilai bisnis yang dapat diciptakan dari pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel? 17

2. Hal-hal apa sajakah yang dapat menurunkan menurunkan potensi nilai bisnis dari pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Meneliti seberapa besar potensi nilai bisnis yang dapat diciptakan dari pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel. 2. Mengkaji hal-hal yang dapat menurunkan nilai potensi bisnis pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan masukan bagi manajemen dalam menilai potensi nilai bisnis dari pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel dan hal-hal yang dapat menurunkan nilai potensi bisnis tersebut. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari analisis yang keluar dari topik, permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada perhitungan atas potensi bisnis dari pengalihan pelanggan Flexi ke Telkomsel yang dilakukan pada tahun 2015. 18

1.7 Sistematika Penulisan BAB I merupakan bab pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II akan membahas landasan teori dari tesis ini, yang meliputi teori tentang divestasi dan valuasi bisnis. Bab III membahas metode penelitian yang mencakup penjelasan atas jenis data yang dibutuhkan, dan metode atau teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian. Bab IV akan membahas mengenai gambaran umum Flexi dan Telkomsel. Bab V akan menjelaskan perhitungan potensi nilai bisnis yang dapat diciptakan dari pengalihan pelanggan Flexi dan penjelasan atas hal-hal yang dapat menurunkan nilai potensi bisnis tersebut. Adapun Bab VI merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang menjawab seluruh tujuan penelitian dan memberikan saran yang bermanfaat. 19