MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ
|
|
- Suharto Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 No. : Perihal : T.1/Pikerti/2017 Tanggapan - Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ Bahwa sesungguhnya setiap kebijakan dan regulasi Telekomunikasi, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi 2.3 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler ( RPM Seleksi 2.1 & 2.3 ) haruslah dibuat dengan semangat pencapaian kemakmuran yang seluas-luasnya untuk bangsa Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Secara lebih spesifik haruslah berkorelasi dengan pencapaian target Rencana Pitalebar Indonesia Rencana seleksi ini haruslah juga mendorong terjadinya kompetisi yang sehat di antara penyelenggara telekomunikasi sehingga masyarakat Indonesia merasakan dampak dan manfaat yang baik bagi kesejahteraan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Setelah mempelajari RPM Seleksi 2100 MHz & 2300 MHz, kami berpendapat bahwa: 1. PESERTA LELANG Untuk menjaga tingkat persaingan sehat dan menjamin harga jual lelang yang optimal, maka lelang pita frekuensi 2100 dan 2300MHz perlu dibuka seluasluasnya untuk penyelenggara telekomunikasi selular yang telah memiliki lisensi frekuensi pada pita frekuensi yang lain. Hal ini berarti peserta lelang tidak hanya dibatasi pada 4 (empat) penyelenggara saja (Telkomsel, Indosat, XL, H3I) saja, melainkan juga mengikutsertakan juga STI dan Smartfren. Dengan tidak membatasi peserta lelang, berarti tidak hanya terjaminnya pendapatan negara secara optimal, tetapi juga melindungi lelang dari kondisi persaingan tidak sehat sebagaimana diatur pada UU No.5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. KOMITMEN PEMBANGUNAN Pita Frekuensi 2100 MHz diperuntukkan untuk penyelenggara jasa selular. Saat ini, pita frekuens 2100 MHz sudah dialokasikan untuk empat operator penyelenggara jasa selular, yakni Telkomsel, Indosat, XL, dan H3I. 1
2 Pengalokasian ini juga disertai dengan pemberian komitmen dari operator untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Oleh karena itu, pemberian alokasi spektrum tambahan pada pita frekuensi 2100 MHz tidak perlu disertai dengan pemberian komitmen pembangunan oleh operator penyelenggara jasa selular karena bersifat tambahan kapasitas spektrum yang sudah disertai dengan pemberian komitmen pada alokasi terdahulu. Berbeda dengan lelang pita frekuensi 2100 MHz yang bersifat tambahan kapasitas spektrum eksisting, lelang pita frekuensi 2300 MHz ini benar-benar lelang frekuensi dan jaringan yang baru sehingga pemerintah perlu memberikan komitmen pembangunan minimal sehingga pelelangan pita frekuensi ini sejalan dengan perencanaan pita lebar nasional dan visi misi pemerintah (Nawa Cita). Dengan demikian pemanfaatan yang optimal dari sumber daya frekuensi yang terbatas dapat dijamin. Tanpa pemberian komitmen pada lelang pita frekuensi 2300 MHz, maka akan tercipta kondisi ketidakadilan bagi pelanggan di luar kota-kota besar. Hal ini dikarenakan operator pemenang cenderung hanya akan membangun dan memanjakan pelanggan di kota besar apabila tidak ada pemberian komitmen pembangunan minimal. Hal ini juga tidak sejalan dengan target pencapaian QoS 1 Mbps pada seluruh (100%) daerah kota dan 52% daerah pedesaan seperti yang disebutkan pada Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun Pada dampak yang lebih jauh lagi, tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat keadilan sosial dalam mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan pada Pancasila dan UUD Pada kenyataannya, pemberian komitmen pada pita frekuensi 2300 MHz juga diterapkan pada pelelangan di negara lain. Pemberian komitmen tersebut dianggap dapat menjamin efisiensi dari utilisasi spektrum yang diberikan melalui penggelaran jaringan. Apabila pemenang lelang tidak mampu memenuhi komitmen yang diberikan, maka pemerintah berhak mengambil alih kembali seluruh atau sebagian dari spektrum frekuensi tersebut. Adapun contoh penjelasan cara dari negara lain yang menerapkan kebijakan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut Negara Komitmen di 2300 MHz Referensi Thailand Pada awalnya, NBTC tidak memberikan kewajiban penggelaran bagi TOT untuk pita frekuensi 2300 MHz. Namun, dalam rangka menciptakan transparansi dan persaingan industri yang sehat serta menjamin penggunaan spektrum Spectrum Master Plan Thailand, NTBC 2
3 frekuensi yang efisien, NBTC memberikan persetujuan penggelaran LTE pada 2300 MHz dengan syarat dan pengawasan terhadap penggelaran jaringan dan review efisiensi spektrum frekuensi. Pada pelelangan pita frekuensi 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz yang akan segera dilakukan pada 2017, Pemerintah Denmark menyatakan akan menetapkan coverage obligation yang besar. Dalam formulasi obligasi tersebut juga harus mempertimbangkan obligasi pada lelang-lelang sebelumnya, yakni pada 800 MHz dan 1800 MHz. Denmark India Pada pita frekuensi 800 MHz, Pemerintah Denmark menetapkan obligasi berupa 2185 titik lokasi dengan akses mobile voice dan broadband sebesar 30 Mbit/s download dan 3 Mbit/s upload. Sedangkan pada pita frekuensi 1800 MHz, ditetapkan obligasi berupa 99,8% rumah dan perusahaan di 207 kode pos memiliki akses mobile broadband setidaknya 10 Mbit/s. Dengan mempertimbangkan kedua obligasi dari lelang sebelum dan semangat dari Pemerintah Denmark dalam penetapan obligasi, maka per 28 Februari 2017 Pemerintah Denmark melalui Danish Energy Agency mengeluarkan kontrak terbuka dengan salah satu tugasnya melakukan formulasi coverage obligation untuk lelang 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz. Pada Lelang pita frekuensi 2300 MHz di 2010, Department of Telecommunications India menetapkan beberapa syart dan obligasi untuk pemenang lelang yang harus dipenuhi pada Agustus Obligasi tersebut adalah setiap 3 The Danish Energy Agency s requirements concerning the deliveries Appendix 1 Department of Telecommunications (DoT) India
4 operator pemenang harus dapat memenuhi setidaknya 90% streetlevel coverage pada area perkotaan dan setidaknya 50% pada short distance charging area (SDCA). SDCA didefinisikan sebagai area di mana setidaknya 50% populasinya tinggal di area perkotaan. 3. TEKNOLOGI NETRAL Dengan menjaga semangat teknologi netral pada seluruh pita frekuensi, hendaknya segera setelah proses seleksi ini dilakukan, pita 2100 MHz ditetapkan sebagai pita dengan teknologi netral sebelum lelang dilaksanakan agar ditetapkan Peraturan. Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2100 adalah 2 kanal masing-masing dengan lebar 5 MHz (FDD). 4. OBJEK LELANG Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2300 MHz seyogyanya adalah sebesar 30 MHz sesuai dengan lebar pita penyelenggara selular yang telah terlebih dahulu berada pada pita frekuensi ini sehingga seleksi seyogyanya dilakukan hingga kondisi equal level of playing field ditegakkan. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap konsisten dan memberikan perlakuan yang sama bagi penyelenggara jasa selular di 2300 MHz sehingga kualitas layanan dan tingkat persaingan menjadi sebanding di pita frekuensi ini. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat yang maksimal baik secara teknis maupun secara ekonomis baik itu bagi Negara, maupun bagi penyelenggara telekomunikasi selular, dan juga bagi masyarakat yang akan menikmati hasilnya. Perlu diperhatikan bahwa pada pita frekuensi 2300 ini masih terdapat 10 MHz yang kosong ( MHz) yang diperuntukkan bagi USO, akan tetapi pada saat ini belum ada vendor telekomunikasi yang memanfaatkan band frekuensi ini, sehingga secara praktis belum bisa dipergunakan. Penetapan lebar pita 30 MHz pada pita frekuensi 2300 MHz menjadikan seleksi ini jauh lebih menarik bagi investor karena akan memberikan throughput yang optimal sebanding dengan investasi yang ditanamkan di sektor telekomunikasi ini. 4
5 5. MEKANISME LELANG Seleksi ini (pita frekuensi 2100 MHz dan 2300 Mhz) sebaiknya menggunakan multiple round seperti yang pernah diselenggarakan pada seleksi-seleksi sebelumnya sehingga meminimalkan dampak selisih harga yang terlalu besar antara pemenang. Selain itu, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat ekonomi yang optimal dari penawaran harga yang tinggi dari peserta-peserta lelang. Melalui multiple round ini, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat dalam hal penerimaan negara dari BHP Izin Pita Frekuensi Radio (BHP IPFR) sebagaimana diatur pada Peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun Sebagaimana yang tertulis pada PP tersebut, BHP IPFR tersebut terbagi menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya izin awal dan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan. Besaran kedua biaya tersebut meningkat seiring dengan besaran penawaran harga yang diberikan oleh pemenang seleksi. Sebagai catatan, biaya izin awal dibayarkan sebesar 2 (dua) kali harga penawaran yang diajukan oleh masin-masing pemenang seleksi, sedangkan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan dibayarkan sesuai dengan besaran harga penawaran terendah dari pemenang seleksi. 6. LAIN LAIN Hendaknya proses seleksi ini tidak dilakukan dengan metoda arisan, dimana beberapa pemenang dialokasikan satu slot kanal saja, akan tetapi dibuka seluas-luasnya kepada penyelenggara telekomunikasi selular di atas seperti pada point 1 dan 2 untuk dapat memenangkan seluruh kanal pada seluruh pita frekuensi yang dibuka untuk seleksi. Hal ini disebabkan karena pada saat ini seluruh penyelenggara telekomunikasi selular (kecuali STI) memiliki lebar pita frekuensi yang hampir sama atau berimbang, tetapi tidak sebanding dengan jumlah pelanggan dan kontribusi pembangunan infrastruktur. Selain itu, dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada operator untuk memenangkan seluruh kanal yang dibuka untuk frekuensi dapat menjaga tingginya tingkat persaingan dan mengoptimalkan pendapatan negara dari hasil lelang. Bahwa proses seleksi ini haruslah dilaksanakan dalam waktu yang sesegera mungkin. Setiap keterlambatan akan menyebabkan potensi penerimaan Negara yang terlambat sehingga dapat saja menyebabkan potensi kerugian Negara, akan tetapi haruslah dilakukan secara terbuka dan transparan sesuai dengan semangat keterbukaan dari visi dan misi pemerintahan NKRI, dengan memperhatikan Undang-Undang yang berlaku saat ini seperti UU No.5 tahun 1999 dan UU No 36 tahun 1999 dan peraturan perundangan lain yang terkait. 5
6 Demikian masukan dari kami, semoga kita dapat berpartisipasi dalam sebesarbesarnya kemakmuran Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan baik dan benar serta memberikan kesempatan bagi industri telekomunikasi untuk berkembang, dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Bandung, 5 Maret 2017 Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Dr. Ir. Ian Yosef Matheus Edward 6
7 DAFTAR ISTILAH Telkomsel Indosat XL H3I STI Smartfren PT Telekomunikasi Selular PT Indosat, Tbk. PT XL Axiata, Tbk. PT Hutchison 3 Indonesia PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia PT Smartfren Telecom, Tbk. 7
KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G
KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G PENGALOKASIAN KANAL PADA PITA FREKUENSI RADIO 800 MHZ UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG KETENTUAN PENGALOKASIAN PITA FREKUENSI RADIO DAN PEMBAYARAN TARIF IZIN PENGGUNAAN PITA SPEKTRUM FREKUENSI RADIO BAGI
Lebih terperinciMENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG SELEKSI PENYELENGGARA JARINGAN BERGERAK SELULER IMT-2000 PADA PITA
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...
DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PERSAMAAN... DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGGUNAAN TEKNOLOGI PADA PITA FREKUENSI RADIO 450 MHz, 900 MHz, 2.1 GHz, DAN 2.3 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER IMT-2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG KETENTUAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2,1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) sangat pesat sekali, khususnya teknologi informasi dan Internet. Teknologi seluler berkembang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya yang terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai media transmisi tanpa kabel radio (wireless) akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan bidang komunikasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG
Lebih terperinciDalam memberikan masukan penataan frekuensi pada band 3,3-3,5 GHz dalam dokumen ini, dijiwai dengan pandangan-pandangan berikut :
Masukan untuk Penataan Frekuensi BWA II (3,3 GHz - 3,5 GHz) Rev. 1.0, 25 Mei 2008 Oleh : Yohan Suryanto (yohan@rambinet.com) Pendahuluan Alokasi Frekuensi BWA di band 3,3-3,5 GHz, sesuai dengan penjelasan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN
Lebih terperinciManagement Bisnis ICT
Management Bisnis ICT Kode MK : 54003 (3) Modul ke: Studi Kasus Manajemen Bisnis ICT Fakultas Fakultas DR IR Iwan Krisnadi MBA (NIDN: 0010085204 Program Studi Magister Teknik Elektro www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 162/KEP/M.KOMINFO/5/ 2007 T E N T A N G
KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 162/KEP/M.KOMINFO/5/ 2007 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 TENTANG PENGALOKASIAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manfaat kompetisi yang semakin ketat di sektor telekomunikasi kini mulai dirasakan oleh masyarakat luas. Persaingan teknologi dan persaingan bisnis antar-operator telah
Lebih terperinciMENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 09/PER/M.KOMINFO/1 /2009 TENTANG PENETAPAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama jangka waktu empat tahun terhitung sejak tahun 2006 hingga tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama jangka waktu empat tahun terhitung sejak tahun 2006 hingga tahun 2010, pendapatan XL meningkat tiga kali lipat dari Rp 6,4 triliun menjadi Rp 17,6 triliun.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 04 /PER/M.KOMINFO/01/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 04 /PER/M.KOMINFO/01/2006 TENTANG TATACARA LELANG PITA SPEKTRUM FREKUENSI RADIO 2,1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULAR IMT-2000 DENGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
ANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 TENTANG PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHz UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (WIRELESS
Lebih terperinci2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.3Ghz. Pita Lebar Nirkabel. Netral Teknologi. RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN - 1 -
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga harus dikelola secara efisien dan efektif. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.246, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.246, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1047, 2017 KEMEN-KOMINFO. Pita Frekuensi Radio Microwave Link Titik ke Titik. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN
Lebih terperinci2017, No Informatika Nomor 592 Tahun 2014 dan pita frekuensi radio 2.3 GHz pada rentang MHz, belum ditetapkan penggunanya; c. bahwa
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1336, 2017 KEMENKOMINFO. Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler. Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz. Seleksi. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telekomunikasi adalah suatu kebutuhan penting bagi masyarakat modern dan semakin menjadi bagian utama dari teknologi kontemporer dewasa ini. Kelengkapan infrastruktur
Lebih terperinciKondisi Fisik Congestion Jaringan Telekomunikasi Bergerak Seluler pada Wilayah Non- Rural
SIARAN PERS KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NO. 60/HM/KOMINFO/05/2017 Tentang Kondisi Fisik Congestion Jaringan Telekomunikasi Bergerak Seluler pada Non- Rural Kementerian Komunikasi dan Informatika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebutuhan akan berkomunikasi dimana dan kapan saja merupakan sebuah tuntutan manusia yang dinamis pada saat ini. Salah satu kebutuhan tersebut adalah komunikasi data
Lebih terperinciMENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/01/2009 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI BERGERAK SELULER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia Telekomunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam industri tersebut semakin meningkat. Persaingan yang terjadi tidak terlepas dari ditetapkannya
Lebih terperinci2014, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagamana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Inf
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1277, 2014 KEMENKOMINFO. Pita Frekuensi Radio. Layanan Pita Lebar Nirkabel. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU
Lebih terperinciI. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 4 Cukup jelas. Angka 2...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN TEKNOLOGI PADA PITA FREKUENSI RADIO 450 MHZ,2.1 GHZ,DAN 2.3 GHZ UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGARAAN TELEKOMUNIKASI BERGERAK SELULER DAN REALOKASI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1282, 2014 KEMENKOMINFO. Pita Frekuensi Radio. 800 MHz. Jaringan Bergerak Seluler. Penataan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30
Lebih terperinci4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX
1. Keputusan Dirjen Postel No : 119/DIRJEN/2000 tentang penggunaan bersama (sharing) pada pita frekuensi 3.4-3.7 GHz oleh dinas tetap (WLL data) dan dinas tetap satelit. Di dalam keputusan ini belum ditetapkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DANINFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR XXXXX TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SELEKSIPENGGUNA PITA FREKUENSI RADIO 2.1 GHz DAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHzUNTUK PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri telekomunikasi seluler adalah industri yang bergerak dibidang jasa dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di Indonesia
Lebih terperinciLOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan
LOGO NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan DR. MUHAMMAD BUDI SETIAWAN, M.ENG Direktur Jenderal SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia Jakarta, 11 December
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5749 KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246).
Lebih terperinciBAB V ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI BROADBAND WIRELESS ACCESS PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz DI DAERAH USO
BAB V ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI BROADBAND WIRELESS ACCESS PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz DI DAERAH USO 5.1 Analisa Penggunaan frekuensi 2.3 GHz di Indonesia Pada bab 2 telah disinggung bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia) tercatat 11 jenis jasa layanan telekomunikasi dari 10 operator yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini semakin beraneka ragam seiring dengan semakin tingginya tingkat kompetisi antara operator telekomunikasi.
Lebih terperinciBAB I : PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini. Tercatat ada 8operator yang bermain dalam industri
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri telekomunikasi selular di Indonesia berkembang begitu pesat pada dasawarsa terakhir ini. Tercatat ada 8operator yang bermain dalam industri telekomunikasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saat ini cukup ketat dan kompleks. Setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi persaingan di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi pada saat ini cukup ketat dan kompleks. Setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam beberapa tahun terakhir telah mendukung perkembangan kegiatan pemasaran dan mendorong percepatan
Lebih terperinciOptimalisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Penggunaan Spektrum Frekuensi 3G
Masyarakat Telematika Indonesia - MASTEL Optimalisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Penggunaan Spektrum Frekuensi 3G Oleh: Giri Suseno Hadihardjono Ketua Umum MASTEL Agenda Permasalahan Sasaran Kebijakan
Lebih terperinciSTUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS
STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS Oleh : EKA NOPERITA NPM. 0606003341 TESIS INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI MAGISTER TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PT Industri Telekomunikasi Indonesia ( INTI ) sebagai Badan Usaha Milik
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Industri Telekomunikasi Indonesia ( INTI ) sebagai Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) berdiri pada tanggal 30 Desember 1974 dengan misi untuk menjadi basis dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO MICROWAVE LINK TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciAgus Setiadi BAB II DASAR TEORI
BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia usaha telekomunikasi makin berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakannya. Telekomunikasi Indonesia yang pada awalnya berupa komunikasi menggunakan
Lebih terperinciLaporan Kinerja. Ditjen SDPPI. Tahun 2015
Laporan Kinerja Ditjen SDPPI Tahun 2015 Ringkasan Eksekutif Laporan Kinerja Ditjen SDPPI 2015 Ringkasan Eksekutif Peran utama Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika adalah mengelola
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.660, 2015 KEMENKOMINFO. Frekuensi Radio. 1800 MHz. Seluler. Pita Penataan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir banyak bermunculan perusahaan yang bergerak dalam bidang
Lebih terperinciINDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket
INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN 2009 No. Permen Tentang Ket 1. Permenkominfo No. 01/P/M.KOMINFO/01/2009 2. Permenkominfo No. 02/P/M.KOMINFO/01/2009 3. Permenkominfo No. 03/P/M.KOMINFO/01/2009 4.
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1236, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIAKSI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz. Jaringan Bergerak Seluler. Seleksi. Tata Cara.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1236, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIAKSI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz. Jaringan Bergerak Seluler. Seleksi. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciKEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (BWA) DENGAN METODE RIA (REGULATORY IMPACT ANALYSIS)
PEMILIHAN OPSI REGULASI LAYANAN PITA FREKUENSI RADIO 2,3 GHz UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (BWA) DENGAN METODE RIA (REGULATORY IMPACT ANALYSIS) (Studi Kasus Dari Hasil Seleksi Penyelenggaraan
Lebih terperinci# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kemajuan teknologi terus meningkat dalam penggunaan perangkat telekomunikasi, terutama telekomunikasi selular. Beberapa operator telekomunikasi selular gencar
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA SELEKSI PENGGUNA PITA FREKUENSI RADIO TAMBAHAN PADA PITA FREKUENSI RADIO 2.1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciCompany LOGO. Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak. Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia
Company LOGO Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia Produk Telekomunikasi Seluler di Indonesia 3G / 3.5G (HSDPA) GSM Mobile CDMA Fixed Wireless CDMA Internet Mobile
Lebih terperinciTANTANGAN INDONESIA PADA ERA BROADBAND ICT
Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo TANTANGAN INDONESIA PADA ERA BROADBAND ICT DR.Ir. ISMAIL, MT. Direktur Jenderal SDPPI Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisa mempercepat informasi yang perlu disampaikan baik yang sifatnya broadcast
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri telekomunikasi di Indonesia merupakan industri yang sangat penting dan strategis, karena dengan telekomunikasi pemerintah dan masyarakat bisa mempercepat informasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Analisis kebijakan pajak..., Wiwiet Septiana Rosario, FISIP UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi dimana didalamnya dituntut adanya pertukaran informasi yang semakin cepat antar daerah dan negara membuat
Lebih terperinci2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambaha
No.1031, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMINFO. Perangkat Telekomunikasi. Teknis Alat. Standar Teknologi. Long Term Evolution. Persyaratan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA SELEKSI PENGGUNA PITA FREKUENSI RADIO TAMBAHAN PADA PITA FREKUENSI RADIO 2.1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya yang terbatas. Diperlukan penataan alokasi yang baik untuk mengoptimalkan penggunaannya. Sementara itu, kebutuhan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) Kementerian Komunikasi dan Informatika sebelumnya bernama Departemen Penerangan (1945-1999),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan yang sangat signifikan telah terjadi dalam perjalanan industri telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini. Banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dua perusahan penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua perusahan penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler melakukan penggabungan usaha pada tahun 2014. Aksi korporasi ini mewajibkan perusahaan yang baru terbentuk
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI INDONESIA TENTANG RENCANA STRATEGIS RPJMN DALAM PEMBANGUNAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KEBIJAKAN DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI INDONESIA TENTANG RENCANA STRATEGIS RPJMN 2015-2019 DALAM PEMBANGUNAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Eko Kurniawan 55415120005 Jurnal Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Lebih terperinciPEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
T PEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT TELEKOMUNIKASI Kata Pengantar Dokumen white paper ini merupakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi di mana saja dan
Lebih terperinciPeluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi
Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi Rakornas Telematika dan Media 2008 Kamar Dagang Dan Industri Indonesia Jakarta, 23 Juni 2008 Latar Belakang Resiko-resiko yang Mungkin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Indonesia. (sumber :
I BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dunia telekomunikasi semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun. Berbagai macam inovasi teknologi semakin mendapat banyak perhatian oleh masyarakat dan pelaku industri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi menuntut semua sektor bisnis harus memiliki strategi agar dapat bersaing dengan para pesaing lainnya. Salah satunya dengan memperkenalkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan bisnis bergerak (nirkabel) di Indonesia pada dasarnya dibedakan atas jasa full mobility, yang seringkali disebut sebagai bisnis celullar, dan jasa limited
Lebih terperinciKEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013 Ringkasan Eksekutif LAKIP Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam sarana telekomunikasi telepon tetap ataupun telepon seluler.
Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat sejak diberlakukannya Undang-undang No. 36/1999 tentang telekomunikasi dan regulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia modern telah menjadikan keberadaan telepon seluler sebagai bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan manusia di mana dan kapan saja. Hingga akhir tahun 2007
Lebih terperinciSOSIALISASI CELL PLAN DAN ZONASI MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BITUNG. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bitung
SOSIALISASI CELL PLAN DAN ZONASI MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BITUNG Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bitung Dasar Hukum UU No.36/999 tentang Telekomunikasi Permen Kominfo Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat biogenetik seperti rasa lapar dan haus maupun kebutuhan yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari perkembangan siaran TV (Televisi) di Indonesia diperoleh bahwa TV merupakan suatu media informasi yang sangat strategis dan efektif bagi masyarakat untuk mendapatkan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK SISTEM KOMUNIKASI RADIO TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia menyebabkan semakin banyaknya fasilitas yang ditawarkan seperti video conference, streaming, dan game
Lebih terperinciDAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110., Telp/Fax.: (021) 3452841; E-mail : pelayanan@mail.kominfo.go.id DAFTAR
Lebih terperinciOBSERVASI SINGKAT TERHADAP KASUS IM2
OBSERVASI SINGKAT TERHADAP KASUS IM2 LATAR BELAKANG Proses Penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Surat panggilan pertama disampaikan oleh Kejakti Jabar pada tanggal 17 Oktober 2011 dan Dirut Indosat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan analisi eksternal yang dihadapi oleh perusahaan. yang baik, dapat membantu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan beberapa bagian lainnya yang meliputi perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Lebih terperinci