BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (UU No. 32/2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. sistem desentralisasi yang telah diatur dalam undang-undang tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal tahun 2001 mulai diberlakukannya kebijakan otonomi daerah,

BAB I PEDAHULUAN. Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi nirlaba. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam teori agensi, Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2014)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

commit to user I.1 Latar Belakang Masalah Titik awal terpenting dari sejarah desentralisasi di Indonesia yaitu pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN PEMERIKSAAN BPK TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan penyelenggaraan pemerintah. Saat itu sebagian wewenang dari pemerintah pusat diberikan kepada sebagian wewenang dari pemerintah pusat diberikan kepada daerah atas pengelolaan keuangan daerah, dengan tujuan agar daerah mampu untuk membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangannya sendiri. Perubahan penyelenggaraan pemerintah akibat dari krisis ekonomi ini mengubah penyelenggaraan pemerintah dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi yang terjadi sekarang ini mengakibatkan perubahan paragdigma pemerintah di indonesia, karena dengan adanya desentralisasi maka akan muncul yang namanya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi, dengan adana desentralisasi maka akan ada dampak positif pada pembangunan daerah dan dapat memajukan pembangunan nasional. Pada Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah, potensi dan 1

keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintah negara. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu menyelenggarakan pemerintahannya agar tercipta tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Adanya evaluasi, monitoring, dan pengukuran kinerja yang sistematis guna mengukur kemajuan yang dicapai pemerintah daerah dalam kurun waktu tertentu juga perlu diterapkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 (PP No. 6/2008) tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). Untuk melengkapi PP No. 6/2008, maka diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 73 Tahun 2009 (Permendagri No. 73/2009) tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 5 Permendagri No. 73/2009 ini disebutkan bahwa EKPPD menggunakan LPPD sebagai sumber informasi utama yang difokuskan pada informasi capaian kinerja pada tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan menggunakan Indikator Kinerja Kunci (IKK). Hasil dari EKPPD tersebut berupa Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang pertama kalinya diselenggarakan untuk LPPD tahun anggaran 2007. Pengukuran kinerja merupakan komponen yang penting karena akan memberikan umpan balik atas rencana yang telah diimplementasikan. Wood 2

(1998) mengungkapkan bahwa fungsi dari pengukuran kinerja dapat menjelaskan mengenai (1) evaluasi bagaimana program tersebut berjalan; (2) sarana perbandingan atas pelayanan yang diberikan; (3) alat komunikasi dengan publik. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber - sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhan guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: Tingkat Kekayaan Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pusat, Belanja Daerah, Temuan Audit dan Opini Audit. Kekayaan Pemda diproksikan dengan pendapatan asli daerah (PAD). PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah (Santosa dan Rahayu 2005). Kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut sehingga semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan pada pusat dapat diproksikan dengan besarnya Dana Alokasi Umum (DAU). Menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan 3

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lainya. Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 tahun 2014, Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dikelompokkan dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara itu belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Temuan Audit BPK merupakan merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Opini audit adalah laporan yang diberikan seorang akuntan publik terdaftar sebagai hasil penilaiannya atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa 4

tahap sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang kinerja pemerintah daerah antara lain oleh Azhar (2008) yang meneliti tentang kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum dan setelah otonomi daerah. Dalam penelitian tersebut kinerja diukur dengan desentarisasi fiskal, upaya fiskal, dan tingkat kemampuan pembiayaan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan terdapat perbedaan kinerja pemerintah daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal, upaya fiskal dan kemampuan pembiayaan sebelum dan setelah otonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Mustikarini dan Fitriasari (2012) menggunakan variabel pengungkapan dari laporan keuangan daerah yang diwakili oleh total aset, PAD, DAU, dan total realisasi anggaran pendapatan, serta memerlukan laporan hasil pemeriksaan BPK tahun 2007 untuk mendapatkan jumlah temuan audit. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa semua variabel karakteristik Pemda dan juga temuan audit BPK berpengaruh signifikan terhadap variabel independen dengan arah yang sesuai dengan hipotesis kecuali untuk variabel belanja daerah. Variabel ukuran daerah, kekayaan daerah dan tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat berpengaruh positif terhadap skor kinerja Pemda sedangkan variabel belanja daerah dan temuan audit BPK berpengaruh negatif terhadap skor kinerja Pemda. Penelitian Sumarjo (2010) menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Karakteristik 5

pemerintah daerah terdiri dari ukuran (size) pemerintah daerah, kemakmuran (wealth) pemerintah daerah, ukuran (size) legislatif, leverage, dan intergovernmental Revenue. Pengujian data karakteristik pemerintah daerah yang terdiri dari ukuran (size) pemerintah daerah, kemakmuran (wealth), ukuran legislatif, leverage, dan intergovermental revenue terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah yang dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda menunjukkan hasil bahwa ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kemakmuran (wealth) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penelitian ini dinyatakan tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Untuk leverage berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Ukuran (size) pemerintah daerah yang diukur dengan total aktiva berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Intergovermental revenue juga terbukti berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian Noviando (2015) meneliti tentang pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah otonomi daerah di indonesia. Penelitian menunjukan bahwa karakteristik pemerintah daerah yang diukur dengan tingkat kekayaan daerah dan ketergantungan kepada pemerintah pusat berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. Sedangkan opini audit dan temuan audit juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah otonomi baru. 6

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah Tingkat Kekayaan Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pusat, Belanja Daerah, Temuan Audit dan Opini Audit berpengaruh tehadap kinerja pemerintah daerah untuk mengetahui apakah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pemerintah daerah tidak hanya memenuhi peraturan hukum yang berlaku melainkan apakah dalam proses pencapaian tujuan tersebut telah dilakukan secara ekonomis dan efisien serta telah mencapai hasil yang diharapkan secara efektif sehingga peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Hasil Pemeriksaan Audit Bpk Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian adalah : Apakah karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit BPK berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui atau menganalisis adanya pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 7

1. Bagi Akademi Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan wawasan mengenai penetapan peringkat dan status kinerja pemerintah daerah terhadap laporan penyelenggaraan pemerintah daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah di indonesia. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut oleh calon peneliti berikutnya. 8