ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB III PENUTUP. pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, pada pokoknya dapat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

Analisis Yuridis Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tentang Permohonan Praperadilan Diluar Ketentuan Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

JURNAL PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

PERTIMBANGAN HAKIM PRAPERADILAN PADA PUTUSAN NOMOR 04/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL ARTIKEL

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

Implikasi Hukum Terhadap Di Kabulkannya Permohonan Praperadilan Budi Gunawan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

MEDIA RELEASE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. maka akan dikenakan sanksi, dalam proses inilah hukum harus ditegakkan. upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

BAB I PENDAHULUAN. yang diterapkan dapat sesuai dengan hukum positif dan nilai keadilan.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011

ARRUM BUDI LEKSONO ABSTRACT

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

HASIL EKSAMINASI PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR 04/PID.PRAP/2015/PN/JKT.SEL MAJELIS EKSAMINASI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-X/2012

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI (PK)/HERZIENING YANG DIAJUKAN OLEH JAKSA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

Transkripsi:

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : NAHDA NIM : C100120125 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

HALAMAN PERSETUJUAN ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA Naskah Akademik ini telah disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing I Pembimbing II (Muchamad Iksan, S.H., M.H.) (Hartanto, S.H.,M.Hum) ii

HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA Naskah Akademik ini telah diterima dan disahkan Oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada Hari : Senin Tanggal : 2 Mei 2016 Dewan Penguji Ketua : Muchamad Iksan, S.H., M.H. (...) Sekretaris : Hartanto, S.H.,M.Hum (...) Anggota : Marisa Kurnianingsih, S.H., M.Kn., M.H. (...) Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum) iii

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam makalah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya akan pertanggungjawabkan sepenuhnya. Surakarta, 2 Mei 2016 Penulis, NAHDA NIM : C100120125 iv

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA NAHDA NIM : C100120125 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA nahdajakasya@gmail.com ABSTRAK Penelitian bertujuan menganalisis dasar hukum pengadilan memutus tidak sahnya status tersangka, upaya hukum yang dilakukan dan dampak putusan praperadilan dalam penegakkan hukum. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, jenis penelitian predreskriptif dengan lokasi Polrestabes Surabaya. Hasil penelitian dasar hukum hakim adalah Surat Perintah Penyidikan No. 03/01/01/2015, 12 Januari 2015, BG bukan penegak hukum dan tidak masuk eselon. Dampaknya penyidik/aparat penegak hukum berhati-hati menetapkan status tersangka dan proses hukum yang berdasarkan asas mudah, murah, cepat menjadi ruwet dengan perluasan objek praperadilan. Kata kunci : Praperadilan, Tidak Sahnya, Status Tersangka ANALYSIS OF COURT DECISION GRANTING PRETRIAL CHARGES ON SUSPECT IT UNLAWFUL STATUS ABSTRACT The study aims to analyze the legal basis for the court to decide it unlawful status of the suspect, legal efforts undertaken and the impact of pretrial ruling in law enforcement.the study used juridical empirical approach, this type of research predreskriptif conveniently Polrestabes Surabaya.The results of basic research law judge is Warrant Investigation No. 03/01/01/2015, January 12, 2015, BG instead of law enforcement and not to enter echelon. The impact investigator / law enforcement officers to be careful to set the status of suspects and the legal process that is based on the principle of simple, cheap, fast becoming a "complicated" with the expansion of pretrial object. Keywords: Pretrial, It Unlawful, Status Suspect 1

1. PENDAHULUAN Hakim Sarpin mengguncang dunia hukum di Indonesia dengan keputusannya. Sarpin Rizaldi, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengabulkan tuntutan praperadilan terkait ditetapkannya status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan status tersangka kepada Budi Gunawan menurut Hakim Sarpin tidak sah dan tidak memiliki status hukum mengikat, dengan beberapa pertimbangan di antaranya menyatakan bahwa tersangka bukan penyelenggara negara saat menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polisi, namun tersangka adalah pejabat administrasi (Pasal 11 huruf a UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK), dan hakim berpendapat bahwa tidak ada keresahan oleh publik saat tersangka menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polisi ( Pasal 11 huruf b UU KPK) serta tidak mengakibatkan kerugian terhadap negara paling sedikit Rp. 1 milyar (Pasal 11 huruf c UU KPK). Adanya putusan pengadilan dalam sidang praperadilan yang mengabulkan terkait sah tidaknya status tersangka seseorang tidak bisa dijadikan sebagai sumber acuan hukum atau yurisprudensi karena baru satu putusan pengadilan. Selain itu, putusan praperadilan yang dikeluarkan juga berimplikasi luas pada sistem penegakan hukum pidana khususnya tugas penyidik. Dengan putusan praperadilan tersebut, ke depan setiap penetapan tersangka berpotensi akan di praperadilankan. Pengadilan negeri dapat dibanjiri permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Masalah lain yang timbul dari adanya putusan ini adalah bahwa terhadap putusan praperdilan tidak dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini tercantum dalam Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) (ayat (2) dinyatakan tidak mempunyai 2

kekuatan hukum mengikat oleh putusan Mahkamah Konstitusi nomor: 65/PUU/- IX/2011) serta Surat Edaran Mahkamah Agung R.I Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perkara yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Sudah seharusnya hakim praperadilan mempertimbangkan dengan bijaksana atas putusan yang telah dibuatnya. Hakim dalam membuat suatu putusan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan hakim praperadilan lebih memperhatikan dengan seksama apakah putusannya tersebut telah memenuhi unsur keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Dapat diuraikan beberapa permasalahan yang timbul yaitu : (1) Dasar hukum bagi pengadilan dalam memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan, (2) U paya hukum apakah yang dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan, (3) Dampak putusan praperadilan dari Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia. Bedasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dasar hukum bagi pengadilan dalam memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan, mengetahui upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan pengadilan yang memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan, dan mengetahui dampak putusan praperadilan dari Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia. 3

Metode pendekatan yang digunakan dalm enelitian ini adalah pendekata yuridis empiris, yaitu mendekati permasalahan dari aspek yuridis (peraturan perundang-undangan) dan penerapannya dalam praktik penegakkan hukum di masyarakat (empiris). Jenis penelitian ini bersifat preskriptif, di mana penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsepkonsep hukum dan norma-norma hukum. 1 2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2.1 Dasar Hukum Bagi Pengadilan Dalam Memutuskan Tidak Sahnya Status Tersangka Dalam Sidang Praperadilan Putusan praperadilan Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan permohonan praperadilan Budi Gunawan, karena hakim menganggap bahwa objek permohonan praperadilan yang diajukan pemohon termasuk dalam objek praperadilan. Terkait hal tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berhak memeriksa sah atau tidaknya penetapan status tersangka terhadap pemohon. Hakim Sarpin dalam pertimbangannya mengatakan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor 03/01/01/2015 pada 12 Januari 2015, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Pengembangan Karir (Karo Binkar) Deputi SSDM Polri. Peristiwa pidana itu dilakukan dalam rentang tahun 2003-2006. Karobinkar berdasarkan Surat Keputusan Kapolri, merupakan jabatan administrasi atau pelaksana staf yang berada di bawah Deputi Kapolri. Karobinkar merupakan jabatan yang setingkat di bawah pejabat Eselon II dan bukan penegak hukum serta tidak termasuk dalam golongan penyelenggara negara karena tidak masuk eselon. Peristiwa pidana yang dilakukan BG saat menjabat sebagai Karobinkar 1 Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group,. Jakarta, hal. 22 4

menurut hakim tidak termasuk dalam objek kewenangan KPK yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan KPK yang diatur dalam undang-undang antara lain adalah penyelenggara negara atau penegak hukum. Berdasarkan dalil pertimbangan Hakim Sarpin menyatakan, Surat perintah penyidikan (Sprindik 03/01/01/2015) yang menjadi dasar penyidikan terhadap BG tidak sah dan tidak berdasar hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat, oleh karenanya penyidikan atas kasus yang disangkakan terhadap BG juga dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat. Lebih lanjut, karena Sprindik sebagai legalitas dianggap tidak sah, maka segala tindakan yang dilakukan berdasarkan Sprindik 03/01/01/2015 termasuk penyidikan dan penetapan tersangka atas BG tersebut dinyatakan tidak sah. 2 Hakim Sarpin, selain membatalkan penetapan status tersangka atas BG, juga menyatakan bahwa keputusan atau penetapan yang merupakan tindak lanjut yang dikeluarkan KPK sepanjang masih berkaitan dengan permasalahan penetapan BG selaku tersangka akan dianggap tidak sah. Dalam pertimbangan hakim Putusan Praperadilan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. dinyatakan bawah asas legalitas hanya berlaku dalam hukum pidana materil atau KUHP sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 1. Namun hal ini dapat dibantahkan dengan adanya peraturan dalam KUHAP sebagai hukum formil khususnya pada penjelasan Pasal 2 huruf a yang menyatakan bahwa ruang lingkup undang-undang ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh hukum pidana 2 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Putusan No. 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel 5

Indonesia. 3 Maka dapat disimpulkan bahwa asas legalitas adalah termasuk dalam salah satu asas-asas pidana yang dianut dalam hukum pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, sehingga sudah secara otomatis dari penafsiran penjelasan Pasal 2 huruf a asas legalitas juga berlaku dalam hukum pidana formil atau KUHAP. Dasar hakim dalam menemukan hukum telah diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman yang redaksi lengkapnya berbunyi: Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Asas Curia Novit yang menganggap hakim telah mengetahui hukum juga merupakan asas yang perlu diperhatikan oleh hakim sebagai dasar penguat bahwa hakim berkewajiban untuk menafsirkan peraturan. 4 Cara hakim dalam menemukan hukum dapat dilakukan dengan metode penafsiran dan metode konstruksi hukum. Metode penafsiran hukum adalah penafsiran perkataan dalam undang-undang, tetapi tetap berpegangan pada katakata/bunyi peraturannya. Sedangkan konstruksi hukum adalah penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegangan pada kata-katanya, tetapi harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem. 5 Terdapat paling tidak dua argumentasi dan penalaran hukum yang sangat kuat dalam menyikapi putusan praperadilan ini. Pertama, putusan praperadilan ini dapat 3 Taufik Rachman, Asas Retroaktif Dalam Hukum Acara Pidana Menurut Putusan MK No. 012-016- 019/Puu-Iv/2006, Jurnal Konstitusi, Volume 4 Nomor 1, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2007 hlm 17 4 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman 5 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta. Hal 168 6

diajukan kasasi. Kedua, putusan praperadilan yang memenangkan Komjen BG ini tidak dapat segera dilaksanakan/diekseskusi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah penafsiran hukum Hakim Sarpin yang mengklasifikasikan Penyidik, Jaksa, dan Hakim dalam kategori Aparat Penegak Hukum telah menghasilkan sesuatu yang jelas, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan berbagai interpretasi? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Karena seperti yang telah penulis jelaskan, dengan penafsiran seperti itu, maka sekarang yang terjadi adalah ketidakjelasan kualifikasi penyidik, jaksa, dan hakim, yang menjadi memiliki 2 (dua) klasifikasi, yaitu sebagai Pen yelenggara Negara dan juga Aparat Penegak Hukum. Walaupun tidak berakibat apapun terhadap penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK yang mungkin terjadi kepada penyidik, jaksa dan hakim, namun yang terjadi adalah ketidakjelasan hukum terhadap kualifikasi dari jabatan-jabatan tersebut dalam Pasal 11 huruf a Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan dari penafsiran hukum yang ditegaskan oleh Hakim Sarpin sendiri dan juga asas kejelasan rumusan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Sejatinya putusan hakim yang menyimpang atau bertentangan dengan undang-undang, dalam perspektif khalayak selama ini senantiasa identik sebagai wujud gerakan pemikiran hukum progresif yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan substantif yaitu suatu kondisi di mana keadilan masyarakat tersandera hanya karena ketidaksempurnaan peraturan perudang-undangan suatu negara, sehingga diperlukan langkah-langkah keberanian yang bersumber dari hati nurani dan 7

kemanusiaan untuk menyimpang ketentuan hukum positif yang berlaku, demi menyelamatkan tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan masyarakat sebagai insan manusia. Langkah hukum yang bersifat progresif harus dilandasi dengan argumentasi yang dibangun dengan kontruksi bernalar yang kritis dan bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan moral, sehingga dengan demikian kebebasan membuat terobosan hukum atau memaknai hukum melampaui bunyi teks, tidak dapat diartikan sebagai tindakan semaunya sendiri dan sewenang-wenang. Untuk mengukur dan menilai apakah suatu putusan hakim telah diambil dari sebuah proses penalaran yang logis dan rasional, maka perlu dilakukan langkah-langkah pengujian terhadap apa yang telah menjadi dasar pertimbangan atau alasan, mengapa hakim sampai menjatuhkan putusan yang demikian (ratio recidendi). 6 2.2 Upaya Hukum Apakah Yang Dapat Dilakukan Terhadap Putusan Pengadilan Yang Memutuskan Tidak Sahnya Status Tersangka Dalam Sidang Praperadilan Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan adalah dengan melakukan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali hal yang menjadi dasar penulis adalah sebagai berikut : Pertama, ketentuan pada Pasal 83 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP (dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat melalui putusan Mahkamah Kontitusi nomor : Nomor : 65 /PUU/-IX/2011), menjadikan upaya hukum banding tidak dapat dilakukan. 6 Satjipto Rahardjo, 2004. Hukum Progresif: Penjelajahan Suatu Gagasan, Makalah, disampaikan pada Jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang 4 September 2004 8

Kedua, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Perkara Yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi Dan Peninjauan Kembali point 2 yang menyatakan bahwa putusan praperadilan tidak dapat dilakukan upaya hukum kasasi. Ketiga, alasan melakukan peninjauan kembali sebagaimana tercantum dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP mengenai adanya kekhilafan hakim dalam putusan dapat dijadikan dasar hukum. Hal ini dikarenakan kekhilafan hakim yang dimaksud oleh penulis adalah point pertimbangan hakim yang menyatakan asas legalitas hanya berlaku pada hukum pidana materiil dan pertimbangan penemuan hukum mengenai penambahan objek kewenangan praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka yang menggunakan metode konstruksi hukum dengan cara Argumentum per analogiam yang bertentangan dengan asas legalitas tentang dilarang menggunakan analogi hukum. Alasan lain yang dapat dikualifikasikan sebagai kekhilafan hakim menurut penulis adalah terhadap putusan praperadilan sebelumnya yang mengabulkan permohonan diluar ketentuan Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77, Melalui surat Badan Pengawas MA Nomor: 316/BP/Eks/03/2013. Dinyatakan hakim tersebut telah melakukan tindakan unprofessional conduct (tindakan yang tidak professional) karena telah melakukan penafsiran yang membuat luas objek kewenangan praperadilan, tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam Putusan Praperadilan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. untuk tidak mengabulkan permohonan dalam perkara tersebut. Keempat, mengenai subjek hukum yang dapat mengajukan peninjauan kembali, pihak KPK masih memiliki peluang untuk mengajukan upaya hukum ini, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Kekuasaan 9

Kehakiman terdapat frasa pihak-pihak yang bersangkutan dan PERMA No. 1 Tahun 1982 pada Pasal 3 terdapat frasa pihak-pihak yang berpekara sehingga peninjauan kembali pihak yang dapat memohon Peninjauan kembali dapat ditafsirkan tidak hanya menjadi hak terpidana atau ahli warisnya. Hal ini sejalan dengan Putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, Putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan Putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009, yang dalam pertimbangan putusan Peninjauan Kembalinya hakim-hakim agung tersebut menafsirkan hal yang sama mengenai frasafrasa tersebut. 7 Terkait dengan Putusan Nomor: 14/Pid/Prap/2010 /PN.Jkt.Sel tanggal 19 April 2010 yang mengabulkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo terhadap Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, dan menyatakan SKPP tersebut tidak sah, Kejaksaan mengajukan upaya hukum banding, sebagaimana Akta Pengadilan Negeri Nomor: 23/Akta.Pid/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 20 April 2010. Bagaimanakah pengaturan upaya hukum terhadap putusan praperadilan? Dalam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia dikenal adanya upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa terdiri dari banding dan kasasi diatur dalam Bab XVII KUHAP, sedangkan upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali diatur dalam Bab XVIII KUHAP. 7 Wina Febriani, 2010. Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/ Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (analisa terhadap putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009), skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm 51-53 10

2.3 Dampak Putusan Praperadilan Dari Hakim Sarpin Yang Mengabulkan Gugatan Tidak Sahnya Penetapan Status Tersangka Terhadap Praktik Penegakkan Hukum Di Indonesia Putusan praperadilan oleh Hakim Sarpin menjadi preseden yang sangat buruk. Penetapan tersangka dalam dua tahun ke belakang dapat dibatalkan semua. Bahkan, mereka yang sudah dijadikan tersangka dan ditahan KPK pun bisa mengajukan praperadilan. 8 Bahkan, segera setelah putusan praperadilan tersebut dikeluarkan, Surya Dharma Ali, tersangka kasus korupsi dana haji mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam pengelolaan dana haji. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa putusan praperadilan yang diajukan oleh BG dan dikabulkan sebagian oleh Hakim Sarpin Rizaldi memberi peluang bagi para tersangka, khususnya yang penetapan statusnya oleh KPK mengajukan gugatan karena sudah pernah ada permohonan praperadilan yang mengabulkan permohonan pembatalan status tersangka. Selain membawa preseden tentang pembatalan status tersangka melalui sidang praperadilan, putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi membawa implikasi yang lain, yaitu bagaimana status perkara yang disangkakan terhadap BG dengan adanya putusan tersebut, sedangkan seperti kita ketahui bersama KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghentian perkara. Selain membawa preseden tentang pembatalan status tersangka, melalui sidang praperadilan, putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi membawa implikasi yang lain, yaitu bagaimana status perkara yang disangkakan terhadap BG dengan adanya putusan tersebut, sedangkan seperti kita ketahui bersama KPK tidak 8 http://baranews.co/web/read/33198/putusan.hakim.preseden.buruk.penetapan.tersangka.bisa.diprapera dilankan#.diakses, 18 Februari 2016, pk. 21.01 WIB 11

memiliki kewenangan untuk melakukan penghentian perkara. Terkait dampak putusan praperadilan dari hakim yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Polrestabes Surabaya menurut Kasatreskrim Polrestabes Surabaya Romi, bahwa putusan tersebut memberikan dampak sebagai berikut : (1) Dampak positif dari adanya putusan tersebut yakni para penyidik/ aparat penegak hukum tidak dapat dengan seenaknya atau dapat lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, (2) Dampak negatif sendiri adalah terjadinya perubahan yang mendasar terkait dampak yang ditimbulkan oleh Hakim Sarpin, di mana proses hukum yang berdasarkan asas mudah, murah dan cepat menjadi ruwet dengan adanya perluasan obyek praperadilan. 9 Terkait proses peradilan itu sendiri memunculkan banyak faktor terkait subjektivitas hakim dalam memutus tidak sahnya status tersangka, mengingat tidak adanya ketentuan khususnya dalam KUHP. Dalam peradilan ke depan cenderung banyak hal bermain di dalamnya dalam artian proses peradilan akan menjadi ajang baru pelanggaran hukum seperti penyuapan atau terjadinya kesepakatan di luar sidang antara pelapor/pemohon dengan penegak hukum. Berbagai hal di atas dapat dilihat dari adanya kasus di Polrestabes Surabaya yang sebelumnya sudah P21, namun tetap diterima permohonan praperadilannya, hal ini menunjukkan bahwa seolah-olah ada kecenderungan dalam pengambilan wewenang lembaga peradilan lain. 9 Romi, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, Hasil wawancara, 13 Februari 2016, pk. 14.15 WIB 12

3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pertama, dasar hukum yang digunakan Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan permohonan praperadilan Budi Gunawan, bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor 03/01/01/2015 pada 12 Januari 2015, Budi Gunawan bukan penegak hukum dan tidak termasuk dalam golongan penyelengggara negara karena tidak masuk eselon. Sehingga, peristiwa pidana yang dilakukan BG saat itu tidak termasuk dalam subjek kewenangan KPK. Hakim Sarpin tidak konsisten dalam melakukan penafsiran hukum, di satu sisi, hakim memperluas penafsiran terhadap objek praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur dalam KUHAP, di sisi yang lain penafsiran yang diperluas itu tidak dilakukan dalam konteks pemaknaan terhadap penyelenggara negara/penegak hukum yang mengacu pada Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Kedua, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan adalah dengan melakukan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali dengan dasar ketentuan pada Pasal 83 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Perkara Yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi Dan Peninjauan Kembali point 2 Pasal 263 ayat 2 mengenai adanya kekhilafan hakim dalam putusan dapat dijadikan dasar hukum. Ketiga, dampak putusan praperadilan yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia dari sisi positif adalah adanya putusan tersebut, maka dengan sendirinya para penyidik/ aparat 13

penegak hukum tidak dapat dengan seenaknya atau harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka. Sementara dari sisi negatif adalah terjadinya perubahan yang mendasar terkait dampak yang ditimbulkan oleh Hakim Sarpin, di mana proses hukum yang berdasarkan asas mudah, murah dan cepat menjadi ruwet dengan adanya perluasan obyek praperadilan. 3.2 Saran Pertama, kepada lembaga peradilan dapat melihat kembali dampak adanya praperadilan terkait status status tersangka, seolah-olah menghilangkan proses peradilan tingkat pertama yang seharusnya dilakukan di lembaga peradilan yang sebenarnya. Hal ini tentunya akan menjadi salah satu penghambat dalam proses penegakkan hukum, dimana dengan dikabulkannya permohonan praperadilan terkait status tersangka, maka proses hukum terkait penentuan tersangka tersebut akan dimulai dari awal lagi, dan akan menghambat proses penegakkan hukum dari sisi efektivitasnya. Dengan demikian proses praperadilan tidak seharusnya dijadikan langkah awal sebagai penentuan status tersangka. Kedua, kepada pihak penydik sebelum menemukan bukti-bukti yang kuat terkait tindak pidana yang dilakukan seseorang, Penyidik dalam hal ini perlu untuk lebih hati-hati dalam menentukan status tersangka. Ketiga, kepada hakim dalam memutus praperadilan status tersangka, hakim hendaknya mengedepankan pertimbangan yang memberikan kemanfaatan bagi banyak orang. 14

DAFTAR PUSTAKA Febriani, Wina, 2010. Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/ Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (analisa terhadap putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009), skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Marzuki, Peter Mahmud, 2007. Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta. Hal 168 Rahardjo, Satjipto, 2009. Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing Rachman, Taufik, 2007. Asas Retroaktif Dalam Hukum Acara Pidana Menurut Putusan MK No. 012-016-019/Puu-Iv/2006, Jurnal Konstitusi, Volume 4 Nomor 1, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta Universitas Sumatera Utara, Medan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Putusan No. 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel Pasal 10 ayat (1) Undang -Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman http://baranews.co/web/read/33198/putusan.hakim.preseden.buruk.penetapan.tersang ka.bisa.dipraperadilankan#.diakses, 18 Februari 2016, pk. 21.01 WIB 15