Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dirancang dan dibangun sebelumnya. Sumberdaya Air oleh PT. Indra Karya Consulting Engineer pada tahun 2013

STUDI HUBUNGAN TINGKAT ALTERASI TERHADAP POTENSI LONGSORAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN X-RAY DIFRACTION

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Trenggalek didominasi oleh morfologi positif dimana morfologi ini

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari sangat penting. Namun, pada

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada morfologi punggungan hingga perbukitan di wilayah timur dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga 2007 tercatat telah terjadi bencana longsor sebanyak 44 kali pada tahun 2005, 98 kali pada tahun 2006 dan 77 kali pada tahun 2007. Bencana longsoran yang terjadi di daerah Perkebunan Teh Dewata pada tanggal 23 Februari 2010, berada tidak jauh dari lokasi penelitian dengan susceptibility dan vulnerability hazard yang relatif sama. Berdasarkan data sumber PUSDALOPS BNPB, tercatat sedikitnya 70 orang tewas dan menimbun 50 rumah, begitu juga dengan bangunan pabrik dan fasilitas yang dimiliki. Untuk mencegah terjadinya kerugian sosial ekonomis akibat bencana yang serupa maka penelitian yang berkaitan dengan bencana gerakan tanah sangat penting untuk dilakukan. Bencana gerakan massa tanah umumnya terjadi pada wilayah yang mengalami pelapukan intensif dengan ketebalan tanah yang cukup tinggi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, daerah penelitian yang terletak di wilayah Perkebunan Teh Patuhawati memiliki tingkat pelapukan yang tinggi dengan sebagian besar material lapukan berupa mineral lempung. Penyebaran mineral lempung yang cukup luas di daerah penelitian ini disebabkan oleh pengaruh alterasi hidrotermal, sebagai produk hasil aktivitas geotermal Gunung Api Patuha. Kehadiran mineral lempung di zona pelapukan dapat menjadi faktor pengontrol utama terjadinya gerakan massa tanah. Hal ini disebabkan karena kontak antara lapisan mineral lempung hasil proses alterasi akan bersifat lebih kedap air dibandingkan tanah koluvial yang berada di atasnya, sehingga lapisan mineral lempung tersebut dapat menjadi suatu bidang gelincir bagi gerakan tanah. Wilayah Perkebunan Teh Patuhawati yang sebagian besar tersusun oleh material Gunung Api Patuha, dengan penyebaran zona alterasi hidrotermal yang 1

cukup luas, akan menjadikan pembahasan mengenai pengaruh alterasi hidrotermal terhadap kestabilan lereng dan mekanisme terjadinya longsoran di daerah dalam kondisi seperti ini menjadi menarik dan perlu tinjauan khusus yang lebih mendalam. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh alterasi hidrotermal terhadap gangguan kestabilan lereng. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Membandingkan pengaruh faktor alterasi hidrotermal dengan keempat faktor pengontrol gerakan tanah yang lain (kelerengan, geologi teknik, struktur geologi, dan tata guna lahan) terhadap terjadinya gerakan tanah dengan menggunakan metode AHP. 2. Mengetahui tipe alterasi hidrotermal yang berpengaruh terhadap perubahan sifat keteknikan pada lereng di daerah penelitian. 3. Memprediksi mekanisme gerakan tanah akibat proses alterasi hidrotermal. 1.3 Manfaat Penelitian Tidak seperti daerah lainnya di Jawa barat yang sering dijadikan studi atau penelitian mengenai gerakan tanah, penelitian mengenai hal ini sangatlah jarang. Penelitian lebih banyak berupa analisa dan studi tanaman ataupun pertanian. Sebagai daerah prospek panas bumi, terdapat beberapa paper yang membahas mengenai daerah ini. Namun penelitian dari sisi kebencanaan dirasa sungguh kurang, padahal sebagian besar aktivitas masyarakatnya berada di daerah rawan bencana. Diharapkan dari hasil penelitian mengenai pengaruh alterasi hidrotermal terhadap kestabilan lereng dan mekanisme terjadinya longsoran di Perkebunan Teh Patuhawati, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat dapat dimanfaatkan sebagai: 2

Salah satu sumber informasi mengenai kondisi geologi, penyebaran zona alterasi, geologi teknik, dan penyebaran titik gerakan massa yang berkaitan dengan terjadinya bencana geologi gerakan tanah di daerah tersebut. Dasar pertimbangan ilmiah dalam mempelajari pengaruh alterasi hidrotermal terhadap kestabilan lereng dan mekanisme terjadinya gerakan massa tanah. 1.4 Lokasi Penelitian Daerah penelitian berada di Perkebunan Teh Patuhawati, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Pada peta Rupa Bumi Indonesia, daerah penelitian termasuk dalam lembar 1208-542 Barutunggal dan berada pada batas titik koordinat X: 107 23'30" 107 25'30" dan Y: 07 12'00" 07 13'30". Kesampaian daerah penelitian dapat dicapai dengan efektif menggunakan kendaraan roda dua dan berjalan kaki, karena akses jalan yang sangat minim dan dalam kondisi yang tidak memadai. Jarak lokasi penelitian terhadap kota terdekat, yaitu Ciwidey berkisar 60 km dengan kondisi jalan yang sebagian besar rusak berat. JAWA BARAT G. Patuha Kawah putih (Ciwidey) BANDUNG G. Tilu Pegunungan selatan CTC SAMUDRA HINDIA 0 0 15 km Gambar 1.1 Lokasi penelitian (ditandai dengan kotak berwarna putih). 3

1.5 Batasan penelitian Penelitian dibatasi untuk mengetahui pengaruh alterasi hidrotermal terhadap kestabilan lereng dan mekanisme terjadinya longsoran. Kegiatan penelitian dilakukan dengan cara menganalisis pengaruh alterasi hidrotermal terhadap kestabilan lereng dan mekanisme terjadinya longsoran dan mekanisme gerakan tanah secara kualitatif berdasarkan pengamatan kondisi, geologi, sebaran zona alterasi, kondisi geologi teknik daerah penelitian yang dilengkapi dengan serangkaian uji laboratorium untuk memperkuat data data yang digunakan untuk menentukan kesimpulan. Kemudian secara kuantitatif dilakukan evaluasi secara statistik untuk memperkuat kesimpulan. 1.6 Peneliti Terdahulu Penelitian di daerah Patuhawati, Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Jawa Barat ini dilakukan dengan menggunakan beberapa hasil penelitian yang wilayahnya mencakup Kabupaten Bandung, Sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk memecahkan permasalahan yang ada di lapangan. Seperti disebutkan dalam sub.bab 1.3 manfaat penelitian, penelitian mengenai bencana gerakan massa, atau bencana longsoran di daerah Patuhawati sangatlah minim. Referensi untuk mengetahui kondisi geologi regional daerah penelitian menggunakan data data prosiding dan jurnal yang sebagian besar berupa jurnal geotermal dan vulkanologi yang memuat tentang kondisi geologi daerah Patuhawati, yang sebagian besar tersusun atas material hasil erupsi Gunung Patuha. Peneliti terdahulu dan hasil yang diperoleh, diantaranya sebagai berikut: 1. Tim KKN PPM UGM 2010 Unit 107 (Ciwidey), 2010, Penanggulangan Bencana Longsor di RW 07, Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian tim KKN ini adalah survei kondisi geologi yang berpengaruh terhadap terjadinya gerakan massa. Kondisi morfologi yang sebagian besar berupa perbukitan berlereng sedang curam, dengan kondisi 4

litologi berupa batuan yang telah melapuk, stuktur geologi berupa sesar dan kekar, dan dipicu oleh infiltrasi air hujan. Survei kondisi sosial masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di daerah Patuhawati juga dilakukan, untuk mengetahui tingkat kerentanan dari bencana longsoran tersebut. 2. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian termasuk kedalam kelompok potensi terjadinya gerakan massa tanah menengah tinggi. 3. Koesmono dan Suwarna, 1972. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian termasuk ke dalam formasi Qv (pj) yang terdiri atas lava dan lahar Gunung Patuha. 5. Bronto, 2006. Hasil penelitian mengungkapkan stratigrafi gunung api yang berada di daerah Bandung selatan, termasuk stratigrafi Gunung Api Patuha yang menjadi litologi penyusun utama daerah penelitian. 6. Alhamid, 1989. Hasil penelitian memaparkan bahwa aktivitas vulkanik yang berada pada area Patuha dimulai sejak Pleistosen bawah hingga Pleistosen atas. Hasil erupsinya memiliki karakter berupa andesit basaltik lava dan breksi yang menutupi sebagian bagian tengah dari area ini. 7. Hakim dan Laya, 2006. Hasil penelitian memaparkan tentang aktivitas panas bumi yang terjadi di sepanjang daerah Patuha. Penyebaran zona alterasi permukaan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas panas bumi dapat dipetakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran di daerah penelitian. Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam kajian penelitian terdahulu tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian termasuk ke dalam 5

kelompok potensi terjadinya gerakan massa tanah menengah tinggi. Litologi penyusun daerah penelitian termasuk ke dalam formasi Qv (pj) yang terdiri andesit basaltik lava dan breksi Gunung Api Patuha. Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut, penulis memperoleh gambaran bahwa kondisi geologi daerah penelitian mendapatkan pengaruh dari proses aktivitas panas bumi yang terjadi di sepanjang daerah Patuha. Hal ini terlihat dari hadirnya beberapa manifestasi panas bumi seperti fumarole dan sebaran zona alterasi permukaan yang cukup luas. Penyebaran zona alterasi permukaan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas panas bumi dapat dipetakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran di daerah penelitian. Dengan mengetahui parameter kunci dari alterasi hidrotermal yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng diharapkan penelitian ini mampu menjawab secara komprehensif mengenai pengaruh alterasi hidrotermal terhadap gerakan massa tanah mengingat sebagian besar titik longsoran berada pada zona yang mengalami alterasi hidrotermal. 6